Anda di halaman 1dari 2

Anggrek merupakan komoditas tanaman hias penting di Indonesia.

Permintaan
produk tanaman ini dari tahun ke tahun terus meningkat. Tanaman ini dimanfaatakn tidak
hanya tanaman pot dan bunga potong, kini juga dimanfaatkan sebagai decorative plant yang
dipasarkan dalam bentuk tanaman rental, plant arrangement, wedding decoration dan juga
sebagai komponen landscape modern. Meski bisnis anggrek terus meningkat dan meluas ke
berbagai daerah, namun ketersediaan bibit bermutu masih rendah. Dampaknya impor benih
terus mengalir ke Indonesia. Agribisnis tanaman ini juga masih terkendala akibat belum
diterapkannya pengelolaan rantai pasok (Supply Chain Managemant, SCM) pada semua level
usaha. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut pola kemitraan pada seluruh level dan pelaku
usaha baik dalam penyediaan varietas unggul baru dan bibit bermutu; dukungan pemerintah
dalam integrasi usaha, penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan, penyediaan
infrastruktur, modal usaha, serta aturan yang kondusif sangat diperlukan.

Selera konsumen terhadap mutu bunga potong anggrek dipengaruhi dan ditentukan
oleh produsen dan trend luar negeri. Pada saat ini anggrek yang dominan disukai masyarakat
adalah jenis Dendrobium (34 %), diikuti oleh Oncidium Golden Shower (26 %), Cattleya (20
%) dan Vanda (17 %) serta anggrek lainnya (3 %). Pemilihan warna bunga anggrek yang
dikonsumsi banyak dipengaruhi oleh maksud penggunaannya. Pada hari Natal warna bunga
yang disukai didominasi oleh warna putih; pada hari Imlek disukai warna merah, pink dan
ungu; untuk keperluan ulang tahun banyak digunakan warna lembut, seperti putih, pink,
ungu, sedangkan untuk menyatakan belasungkawa umumnya digunakan warna kuning dan
ungu.

Konsumen pasar dalam negeri adalah penggemar dan pecinta anggrek, pedagang
keliling, pedagang pada kios di tempat-tempat tertentu dalam kota, perhotelan, perkantoran,
gedung-gedung pertemuan, pengusaha pertamanan, toko bunga, florist, pesta-pesta dan
perkawinan. Jenis-jenis anggrek yang banyak diminta pasar adalah Vanda Douglas,
Dendrobium dan Golden Shower. Permintaan anggrek dalam negeri, selain dipenuhi oleh
produksi dalam negeri juga dari produk impor untuk jenis-jenis tertentu, seperti
Phalaenopsis, dan Dendrobium.

Berdasarkan arahan Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat ditentukan areal


pertumbuhan komoditas anggrek di Sumatera Utara 20 ha, DKI Jakarta 51,8 ha, Jawa Barat
60 ha, Jawa Timur 100 ha, Kalimantan Timur 51,7 ha, Sulawesi Selatan 3,6 ha, dan Papua
99,4 ha. Anggrek dapat ditanam dalam kondisi lahan apapun, karena anggrek tidak
memerlukan media tumbuh tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha
anggrek terutama adalah kualitas dan pH air. Dalam pengembangan anggrek, berbagai
tahapan strategis dilakukan mulai dari penyusunan paket teknologi dan SOP, GAP,
standarisasi; sosialisasi dan bimbingan SOP dan GAP; bimbingan manajemen mutu dan pasca
panen; pengembangan kawasan sentra; kelembagaan usaha dan kemitraan; peningkatan SDM
sampai regulasi investasi dan promosi.

Pada perdagangan internasional sebenarnya tidak ada aturan baku mengenai standar
mutu, standar mutu lebih tergantung pada importir dari negara tujuan ekspor. Negara-negara
tujuan ekspor memberikan syarat harus bebas dari OPT baik berupa hama, penyakit, maupun
gulma. Importir menghendaki standar mutu/grade tertentu yang lebih dikaitkan dengan harga.

Sasaran periode tahun 2005 2010 adalah (1) tersedianya produk anggrek sebanyak
75.192.000 tangkai dan 16.166.628 pot pada tahun 2005 menjadi 89.692.000 tangkai dan
19.284.219 pot tahun 2010 sesuai standar mutu pasar domestik dan internasional (2)
tersedianya sentra anggrek 187.98 ha pada tahun 2005 menjadi 224.23 ha pada tahun 2010.

Program pengembangan tanaman anggrek adalah (1) penyediaan varietas unggulan spesifik
lokasi dibarengi dengan perbanyakan benih secara mericlonal untuk mendapatkan tanaman
seragam, (2) penerapan SOP berbasis GAP, (3) Pengembangan kawasan sentra produksi
berbasis pasar dan potensi daerah, (4) peningkatan kualitas SDM, (5) pengembangan
kelembagaan on farm dan off farm dalam pola koperasi, korporasi manajemen dan
konsorsium, (6) pengembangan jejaring dan jaringan kerja di dalam dan luar negeri, (7)
Pengembangan sistem informasi, (8) Penataan data base dan penyusunan profil tanaman
anggrek, (9) Promosi peluang usaha agribisnis anggrek.

Industri hulu perbenihan dilakukan hanya di pusat agribisnis anggrek DKI Jakarta, Jawa
Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawasi Selatan. Produk industri
anggrek adalah bunga segar, industri hilir kurang berkembang, packing untuk ekspor hingga
saat ini masih dilakukan oleh eksportir. Industri yang dikembangkan adalah anggrek bunga
potong dan tanaman pot berbunga. Industri anggrek di Indonesia mempunyai berbagai skala
usaha yaitu (1) UKM anggrek potong dengan skala usaha 1000 2500 m2 dan diperkirakan
dapat menghasilkan 10.000 25.000 tangkai bunga; (2) usaha anggrek potong skala besar,
dengan skala usaha 3000 m2 hingga lebih dari 1 ha, yang dapat menghasilkan bunga antara
30.000 sampai 100.000 tangkai; (3) usaha tanaman pot berbunga kecil menengah, dengan
skala usaha 1000 25000 m2.

Dalam pengembangan industri anggrek dibutuhkan investasi pemerintah dan swasta.


Investasi pemerintah dibutuhkan untuk mengembangkan infrastruktur, pembinaan, penelitian
dan pengembangan. Untuk kurun waktu 5 tahun (2005 2010) diperkirakan kebutuhan dana
sebesar Rp. 30 milyar untuk infrastruktur, Rp. 60 milyar untuk pembinaan dan Rp. 60 milyar
untuk R & D. Sedangkan investasi yang dibutuhkan untuk industri swasta besar adalah Rp.
397,233 milyar. Laboratorium perbenihan membutuhkan investasi Rp. 7,56 milyar, usaha ini
dilakukan oleh pemerintah atau usaha swasta besar.

Sasaran pengembangan diutamakan untuk peningkatan ekspor, sehingga diperlukan investasi


besar dari swasta. Pengembangan ditingkat petani/komunitas dibutuhkan investasi sebesar
Rp. 1,487 milyar untuk bunga potong dan Rp. 12,456 milyar untuk bunga pot. Bunga pot
lebih banyak dikembangkan ditingkat petani/komunitas dengan skala UKM. Dengan
pengembangan tersebut, diperkirakan terdapat pertambahan nilai Rp. 960 juta per ha yang
diperoleh dari pertambahan nilai ekspor anggrek.
Dalam upaya menarik investasi dan pengembangan anggrek, dibutuhkan berbagai dukungan
kebijakan, antara lain: kemudahan perijinan termasuk CITES, keringanan pajak, kemudahan
cargo dan transportasi udara, penyediaan pendingin di bandara, kemudahan ekspor,
pembebasan bea masuk untuk alat dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
pengembangan agribisnis anggrek dan membangun sistem kemitraan.

Anda mungkin juga menyukai