Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRATIKUM 1

TEKNIK PEMULIAN TANAMAN KHUSUS

Disusun Oleh :

NAMA KELOMPOK : EFI FADILAH (1810211001)

NANDA NURAINI (1810211004)

INDRIANI (1810211006)

KELOMPOK` : 1 (SATU)

KELAS : AGRO A

DOSEN PEGAMPUH : Dr.Aprizal Zainal.SP.MSi

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum 1 Teknik Pemulian
Tanaman Khusus. Kami juga tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada
dosen praktikum mata kuliah Teknik Pemulian Tanaman Khusus yang selalu
membimbing dan mengajari kami dalam melaksanakan praktikum, dan dalam
menyusun laporan ini.

Laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta
saran yang membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan laporan
praktikum ini. Sebagai manusia biasa kami merasa memiliki banyak kesalahan,
oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatian dari semua
pihak yang membantu penulisan laporan praktikum ini, kami ucapkan terimakasih.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat.

Agam, Februari 2021

Penulis
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemuliaan merupakan suatu ilmu dan teknologi disamping sebagai suatu seni
dalam rangka memanipulasi gen-gen yang ada di dalam kromosom tanaman dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan genetik tanaman sehingga tanaman
tersebut menjadi lebih mulia atau lebih baik dan lebih berguna untuk keperluan
manusia. Mesti dipahami bahwa tujuan pemuliaan tanaman tidak hanya terfokus
pada aspek hasil atau produksi, tetapi juga segala hal yang berkaitan atau
mempengaruhi produksi, antara lain seperti ketahanan terhadap lingkungan baik
biotic maupun a biotic , adaptabilitas terhadap mekanisasi dan ketahanan terhadap
lodging. Tujuan pemulian bisa juga untuk mendapatkan warna bunga yang lebih
cantik atau unik, atau pun perhiasan bunga yang lebih tahan lama. Secara estetika,
hal ini tentu menjadi lebih yang selalu dicari dan diinginkan pada berbagai tanaman
hias (florikultura).

Teknik seleksi dan hibridisasi telah ada jauh sebelum era penemuan kembali
hukum Mendel yang menjelaskan tentang konsep dasar pewarisan karakter. Saat ini
berbagai teknik/metode pemuliaan tanaman telah berkembang dengan sedemikian
pesatnya. Teknik hibridisasi baik secara konvensional maupun non-konvensional,
induksi mutasi, pemanfaatn variasi somaklonal hasil kultur in vitro , rekayasa
genetika merupakan beberapa teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh tanaman tertentu. Perkembangan
teknik molekuler yang sedemikian pesatnya juga telah diaplikasikan dalam program
pemuliaan tanaman, baik untuk keperluan seleksi (Marker Aided Selection)
maupun untuk tujuan penilaian variabilitas genetik.

Pemuliaan tanaman merupakan kegiatan yang dinamis dan berkelanjutan.


Kedinamisannyadicerminkan dari adanya tantangan dan kondisi alam lingkungan
yang cenderung berubah, sebagaicontoh strain patogen yang selalu berkembang,
selera ataupun preferensi konsumen terhadap panganyang juga berkembang, oleh
karenanya, kegiatan pemuliaan pun akan berpacu sejalan denganperubahan
tersebut. Sedangkan keberlanjutannya dapat dilihat dari kegiatannya yang
sinambung,berlanjut dari satu tahapan menuju pada tahapan berikutnya. Lebih
lanjut, pemuliaan merupakan ilmuterapan yang multidisiplin, dengan menggunakan
beragam ilmu lainnya, seperti genetika, sitogenetik,agronomi, botani, fisiologi,
patologi, entomologi, genetika molekuler, biokimia, statistika (Gepts andHancock,
2006), dan bioinformatika. Sedangkan, dilihat dari metode yang digunakan, dibagi
menjadidua: pendekatan pemuliaan konvensional (contohnya melalui persilangan,
seleksi dan mutasi) daninkonvensional (kloning gen, marka molekuler dan transfer
gen).Pada umumnya proses kegiatan pemuliaan diawali dengan (i) usaha koleksi
plasma nutfahsebagai sumber keragaman, (ii) identifikasi dan karakterisasi, (iii)
induksi keragaman, misalnya melaluipersilangan ataupun dengan transfer gen, yang
diikuti dengan (iv) proses seleksi, (v) pengujian danevaluasi, (vi) pelepasan,
distribusi dan komersialisasi varietas. Teknik persilangan yang diikuti
denganproses seleksi merupakan teknik yang paling banyak dipakai dalam inovasi
perakitan kultivar unggulbaru, selanjutnya, diikuti oleh kultivar introduksi, teknik
induksi mutasi dan mutasi spontan yang jugamenghasilkan beberapa kultivar baru.

B. Tujuan

Memahami permasalahan pemuliaan pada beberapa tanaman tertentu, yaitu


pisang, gambir, kelapa sawit, tebu, karet, kakao, manggis, jeruk kacang, nenas dan
ubi jalar. Dan memahami berbagai teknik/metode pemuliaan yang bisa
diaplikasikan pada beberapa tanaman khusus tersebut.
BAB II METODELOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini dimulai pada tanggal 19 Februari


2021 yang dilaksanakan secara daring di rumah masing – masing.

B. Metodologi

Untuk praktikum kali ini, mahasiswa akan di bagi ke dalam beberapa


kelompok. Masing-masing kelompok akan mendapatkan topik tanaman tertentu
sebagaimana di atas. Berdasarkan studi literatur, setiap kelompok akan mendata dan
mendiskusikan permasalahan yang berkaitan dengan pemuliaan tanaman tersebut.
Permasalahan bisa berupa sistem reproduksi tanaman, panjangnya umur tanaman,
sempitnya variabilitas genetik, perbanyakan tanaman, dan lain-lain. Setiap
kelompok kemudian akan mendiskusikan teknik pemuliaan yang dapat
diaplikasikan pada tanaman tersebut untuk menjadi solusi terhadap permasalahan
yang dihadapi. Hasil pemuliaan yang telah berkembang hingga saat ini bagi
masing-masing tanaman tersebut juga ikut ditelaah. Masing-masing kelompok akan
mendapatkan alokasi waktu tiga-empat minggu untuk menyiapkan artikel dan
mempresentasikan makalahnya.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman pisang.

Tanaman Pisang

Permasalahan - Minimnya karakterisasi tanaman pisang di suatu


daerah untuk memastikan jenis atau varietas
tanaman pisang yang ditanam oleh petani di derah
tersebut
- Tidak maksimalnya berat basah daun pisang
Solusi teknik pemuliaan - Teknik pengambilan sampel secara purposive
dengan pertimbangan lokasi
- Identifikasi Karakter Morfologi dan Hubungan
Kekerabatan Pisang
Status pemuliaan tanaman - Perlu dilakukan karakterisasi di beberapa daerah
agar lebih spesifik.

Tabel 2. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman gambir.

Tanaman Gambir

Permasalahan - Komoditas yang memiliki prospek perekonomian


baik, namun banyak karakternya dan
keragamannya yang belum diketahui.

- Sedikit identifikasi calon tetua yang potensial


untuk mendapatkan bibit yang bagus pada tanaman
gambir.
Solusi teknik pemuliaan - Karakterisasi per wilayah yang dapat ditumbuhi
gambir dengan baik.
- Mendapatkan sumber daya genetik atau plasma
nutfah yang tersedia dengan variabilitas genetik
yang cukup luas dan informasi genetik yang akurat
merupakan salah satu faktor esensial
Status pemuliaan tanaman - Perlu dilakukan karakterisasi di beberapa daerah
agar lebih spesifik.

Tabel 3. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman kelapa sawit.

Tanaman Kelapa Sawit

Permasalahan - Perakitan varietas baru tanaman kelapa sawit


unggul yang membutuhkan waktu lama untuk
identifikasi tetua yang sesuai.

Solusi teknik pemuliaan - Pengamatan ditingkat DNA dapat dilakukan


dengan teknik DNAprofiling.
- Analisis keragaman molekuler material genetik
tanaman kelapa sawit.
Status pemuliaan tanaman - Perlu penelitian lebih lanjut.

Tabel 4. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman tebu.

Tanaman Tebu

Permasalahan - Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,


persentase perkecambahan tanaman tebu
bergantung pada varietas bagian tanaman tebu.
- Kebutuhan gula di Indonesia meningkat seiring
meningkatnya jumlah populasi penduduk.

- Musim hujan dapat menurunkan jumlah anakan


tebu.

Solusi teknik pemuliaan - Teknik kultur jaringan menjadi tren untuk


meningkatkan produktifitas tanaman dalam
program pemuliaan tanaman (Kultur Mikrospora).
- Pengembangan jenis tanaman tebu yang dapat
toleran terhadap genangan.
Status pemuliaan tanaman - Genotip tebu PSJT 941 dan GMP1 merupakan
genotip yang dikembangkan oleh perusahaan tebu
BUMN dan swasta sehingga beberapa sifat
fisiologis dan agronomis seperti konduktansi
stomata, tinggi tanaman, dan jumlah anakan tebu
memperlihatkan lebih baik dengan tebu lokal yaitu
Kidang Kencana dalam kondisi genangan. Sifat-
sifat unggul tersebut dapat dijadikan referensi
dalam merakit kultivar tebu tahan genangan
dimasa mendatang.

Tabel 5. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman karet.

Tanaman Karet

Permasalahan - Tantangan yang dihadapi pada tanaman karet


dalam pembentukan keragaman genetik yaitu
rendahnya persentase buah jadi (fruit set), rata-
rata 1-2%.
Solusi teknik pemuliaan - Persilangan (Hibridisasi)
- Seleksi Tanaman F1 (Genotipe)

- Pengujian Pendahuluan (UP)

Status pemuliaan tanaman -

Tabel 6. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman kakao.
Tanaman Kakao

Permasalahan - Rendahnya produktivitas kakao di Indonesia


disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan
tanaman, serangan hama dan penyakit, dan
- penerapan teknologi budidaya yang tidak standar.
Solusi teknik pemuliaan - Perakitan varietas dan klon kakao dapat dilakukan
melalui pendekatan inkonvensional. Pendekatan
inkonvesional dengan memanfaatkan teknik
molekuler dapat mempersingkat daur seleksi
tanaman kakao.
Status pemuliaan tanaman -

Tabel 7. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman manggis.

Tanaman Manggis

Permasalahan - Pencemaran buah oleh getah kuning akibat


- Pecahnya sel penyusun saluran getah kuning.
Solusi teknik pemuliaan - Seleksi buah manggis untuk mendapatkan buah
bebas getah kuning dapat dibantu dengan
memanfaatkan marka molekuler terpaut karakter
kekuatan dinding sel penyusun saluran getah
kuning.
Status pemuliaan tanaman -
Tabel 8. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan
dan status pemuliaan pada tanaman jeruk kacang.

Tanaman Jeruk kacang

Permasalahan - Teknik pemuliaan konvensional menghadapi


banyak kendala untuk dapat menghasilkan
tanaman yang berbuah seedless.
- Kesulitan memperoleh progeni dalam
menghasilkan buah seedless
- Aplikasi ZPT sintetik memerlukan biaya tinggi dan
pada beberapa jenis buah dapat menyebabkan
kecacatan pada karakter yang lain.
- Keberhasilan pembentukan buah jeruk seedless
secara alami melalui proses partenokarpi alami
maupun mutasi spontan kurang dari 0,02%

Solusi teknik pemuliaan - Pemilihan diploid yang akan digunakan sebagai


tetua, baik melalui persilangan seksual biasa
maupun interploidi, berperan penting dalam
menghasilkan varietas jeruk tanpa biji.
- Perkembangan teknologi in vitro dan molekuler
mendukung teknik manipulasi ploidi dan genetik
melalui kultur endosperma, mutagenesis in vitro,
dan hibridisasi seksual interploidi dan interspesies,
baik dengan hibridisasi somatik, pembentukan
sibrid,maupun transgenik, sehingga
memungkinkan dihasilkan tanaman unggul baru
yang juga mampu menghasilkan buah jeruk
seedless
- Kultur endosperma menjadi teknik yang paling
efisien untuk mendapatkan jeruk tanpa biji, karena
sistem regenerasi sudah dikuasai dan segregasi
rendah sehingga peluang untuk mendapatkan jeruk
tanpa biji yang sama dengan tetuanya lebih tinggi.

Status pemuliaan tanaman - Saat ini Balitbangtan sudah menghasilkan dua


varietas jeruk tanpa biji, Pamindo Agrihorti dan
SoE86 Agrihorti. Beberapa kultivar jeruk triploid
dan jeruk hasil fusi protoplas sedang diuji adaptasi
di kebun-kebun petani.

Tabel 9. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan


dan status pemuliaan pada tanaman nenas.
Tanaman Nenas

Permasalahan - Kegagalan dalam proses pemuliaan tanaman


secara hibridisasi dikarenakan oleh tingkat
heterezigotas tanaman yang tinggi dan juga
adanya selfing-incompatibility pada bunga nenas.
- Upaya peningkatan keragaman genetik tanaman
yang dijumpai masih terbatas
- Tanaman nanas sulit untuk menghasilkan bunga
karena memerlukan waktu lama, sehingga
hibridisasi sulit pula dilakukan.
Solusi teknik pemuliaan - Cara yang paling efisien untuk meningkatkan
keragaman genetik adalah melalui mutasi induksi
(induced mutation) menggunakan iradiator gamma
chamber 4000A yang memancarkan sinar gamma.
Status pemuliaan tanaman - Sebanyak 55 mutan tanaman nanas dihasilkan
pada populasi vegetatif V3. Keragaman mutan
tanaman tersebut akan berguna dalam program
pemuliaan tanaman nanas selanjutnya.
Tabel 10. Berbagai permasalahan, teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan
dan status pemuliaan pada tanaman ubi jalar.
Tanaman Ubi jalar

Permasalahan - Erosi genetik suatu komoditas tanaman yang


terjadi karena penggunaan varietas unggul secara
luas, rendahnya daya saing komoditas, cekaman
biotik dan abiotik, pergeseran fungsi lahan,
kerusakan habitat akibat bencana alam, dan lain-
lain.
- Permasalahan dalam konservasi tanaman di
lapang adalah cekaman biotik seperti kekeringan
dan genangan serta dan cekaman abiotik yaitu
kutu kebul, penyakit virus ubijalar, hama boleng
dan hama tungau puru
Solusi teknik pemuliaan - Penyelamatan plasma nutfah dengan melakukan
koleksi varietas lokal dan varietas unggul lama
sehingga gen-gen yang terkandung di dalamnya
dapat dilestarikan dan dapat digunakan untuk
perbaikan karakter dalam perakitan varietas
unggul baru.
- Pengayaan keragaman populasi bahan genetik
dapat dilakukan melalui introduksi varietas,
mutasi, polyploydisasi,

Status pemuliaan tanaman - Kontribusi plasma nutfah untuk mendukung


kegiatan pemuliaan tanaman adalah dihasilkannya
19 varietas unggul ubijalar yang sudah dilepas
sejak tahun 1977 hingga 2009, berasal dari
pemanfaatan varietas lokal, klon-klon harapan
hasil persilangan dan introduksi dari luar negeri.
B. Pembahasan

1. Pisang

Pengembangan komoditas pisang bertujuan memenuhi kebutuhan akan


konsumsi buahbuahan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi dimana pisang
merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Selain rasanya lezat,
bergizi tinggi dan harganya relatif murah, pisang juga merupakan salah satu
tanaman yang mempunyai prospek cerah karena di seluruh dunia hampir setiap
orang gemar mengkonsumsi buah pisang (Komaryati & Adi, 2012).

Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi, kolesterol rendah serta vitamin
B6 dan vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang masak adalah kalium
sebesar 373 miligram per 100 gram pisang, vitamin A 250-335 gram per 100 gram
pisang dan klor sebesar 125 miligram per 100 gram pisang. Pisang juga merupakan
sumber karbohidrat, vitaminn A dan C, serta mineral. Komponen karbohidrat
terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah
menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Ismanto,
2015).

Dalam kegiatan pemuliaan tanaman, keragaman genetik merupakan hal yang


penting. Plasma nutfah sebagai substansi sifat keturunan perlu mendapat perhatian,
tidak hanya mengumpulkan dan memelihara, tetapi juga mengkarakterisasi dan
mengevaluasi keragaman genetik dan fenotipnya. Informasi tentang keragaman
genetik penting untuk membedakan genotype individu intra maupun inter-spesies
secara tepat yang sangat diperlukan dalam pengembangan program pemuliaan
tanaman (Akrinisia, 2010).

Meski diperoleh data yang cukup tentang luas panen dan produksi pisang,
namun sampai saat ini belum diketahui secara pasti berapa jenis pisang yang
ditanam oleh masyarakat. Eksplorasi, inventarisasi, dan pelestarian plasma nutfah
pisang di Indonesia sangat terbatas. Hal ini disebabkan koleksi tanaman pisang saat
ini berada ditempat yang terpencar-pencar. Keadaan ini menyebabkan pengelolaan
tanaman koleksi menjadi tidak optimal, sehingga tampilan tanaman juga tidak
optimal dan seringkali mengacaukan data karakteristik varietas atau klon
(Sukartini, 2006).

2. Gambir

Gambir (Uncaria gambir Roxb) adalah tanaman semak dari famili


Rubiaceae, yang tumbuh baik sampai ketinggian 900 meter dari permukaan
laut, dengan curah hujan 2.500-3.000 mm pertahun dengan intensitas cahaya
matahari yang cukup, dan yang paling perlu diketahui bahwa tanaman ini tidak
tahan pada kondisi tanah yang selalu tergenang. Oleh sebab itu petani memilih
menanam gambir di tanah yang berlereng atau daerah bergelombang. Tanaman
gambir hanya ditemukan di daerah tertentu seperti Aceh, Sumatera Utara,
Riau, Sumatera Barat, Bangka, Belitung dan daerah Kalimantan Barat, yang
merupakan salah satu tanaman perkebunan rakyat yang berorientasi ekspor,
dimana Indonesia adalah negara pemasok utama gambir dunia (± 80%)
dengan negara tujuan ekspor gambir utama Indonesia yaitu India, Bangladesh,
Pakistan, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Perancis, Hongkong, Italia,
Malaysia, Singapura, Thailand, Uni Emirat Arab dan Yaman (Pusat Penyuluhan
Pertanian Departemen Pertanian , 2014).

Masalah utama tanaman gambir adalah produksi dan mutu yang masih rendah
serta belum seragamnya kualitas hasil yang tidak sesuai standar yang dikehendaki
pasar Internasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
masalah tersebut adalah perakitan kultivar unggul harapan untuk menghasilkan
varietas unggul melalui program pemuliaan tanaman (Lidar, 2019).

Sejauh ini aspek pemuliaan tanaman gambir belum banyak dikaji secara
mendalam, dimana belum adanya publikasi yang memadai mengenai hal tersebut
(Variabilitas genetik serta hubungan kekerabatan di antara populasi tanaman
gambir dan kerabat liarnya sangat diperlukan oleh pemulia tanaman dalam
mengidentifikasi calon tetua yang potensial, sehingga sangat diperlukan
penelitian yang sinergi dalam memperoleh informasi yang akurat, yang sangat
berguna dalam pemuliaan dan p engembangan tanaman gambir ke depan
(Lidar, 2019).

3. Kelapa sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang bernilai strategis
karena tanaman kelapa sawit sebagai salah satu sumber devisa negara Indonesia
terbesar. Berdasarkan data BPS (2014) sumbangan sumber devisa negara Indonesia
dari tanaman kelapa sawit mencapai 17.464,9 juta USS$ lebih tinggi daripada
komoditas tanaman perkebunan lain, misalnya tanaman karet yang hanya
mencapai 6.609,6 juta US$. Selain itu, tanaman kelapa sawit juga dapat diolah
menjadi berbagai produk olahan, sejauh ini ada 120 jenis produk olahan yang dapat
dihasilkan dari tanaman kelapa sawit (Kemenkeu, 2012).

Perakitan varietas baru tanaman kelapa sawit unggul terus dilakukan dengan
melalui serangkaian proses pemuliaan tanaman yang terencana dan
berkesinambungan. Proses pemuliaan tanaman tidak lepas dari identifikasi karakter
tertentu. Proses identifikasi tersebut biasanya dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara visual yaitu dengan melakukan observasi terhadap karakter
penotipik tanaman. (Novita, 2013) menjelaskan bahwa pengamatan dengan cara ini
memiliki beberapa kelemahan yaitu diperlukan waktu yang lama dalam pengerjaan,
bersifat subjektif dan hasil yang sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan analisis
molekuler, salah satunya dengan melakukan pengamatan ditingkat DNA.
Pengamatan ditingkat DNA dapat dilakukan dengan teknik DNA profiling (Statis
& Mohankumar, 2007).

Pemahaman mengenai keragaman genetik dan hubungan dengan materi


plasma nutfah kelapa sawit sangat penting dalam menyeleksi materi bahan tanam
unggul karnea plasma nutfah merupakan sumber gen baru yang sangat penting
dalam proses pemuliaan tanaman (Suyekti, et al., 2015). Untuk mengidentifikasi
keragaman genetik dapat dilakukan melalui pengamatan ditingkat morfologi dan
molekuler (Novita, 2013). Identifikasi keragaman secara morfologi (visual) masih
belum memberikan informasi yang sesuai dengan harapan (Bahar & Zen, 1993).
Karakterisasi keragaman genetik terhadap sumber plasma nutfah dapat
membantu pemulia menyeleksi progenitor dari populasi dasar untuk menyusun
program pemuliaan. Keragaman genetik dan jarak genetik yang ditentukan
berdasarkan marka molekuler juga dapat membantu dalam pengkayaan basis
genetik. Marka molekuler dapat juga bermanfaat untuk mengevaluasi duplikat dan
defisiensi khusus dalam bank plasma nutfah sehingga strategi pemeliharaan dan
pengelolaan koleksi yang efisien (Zulhermana, 2009).

4. Tebu

Tanaman Tebu (Saccharum spp) biasa dikenal sebagai tanaman pokok yang
digunakan untuk produksi gula dan etanol dengan kebutuhan yang tidak
tergantikan. Tanaman ini sudah dibudidayakan secara turun menurun pada
beberapa generasi di Indonesia (Godheja et al., 2014). Kebutuhan pasokan gula di
Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan
sehingga diperlukan adanya upaya meningkatkan hasil perkebunan. Salah satu
upaya untuk meningkatkan hasil produksi tanaman tebu yaitu dengan penyediaan
bibit unggul. Bibit unggul digunakan untuk menghasilkan varietas tanaman tebu
dalam meningkatkan produktifitas tebu (Rasulullah , et al., 2013).

Fluktuasi produktivitas tersebut diatasi oleh pemerintah dengan


mencanangkan target swasembada gula nasional sejak tahun 2002, namun sudah
lebih dari satu dasawarsa pemerintah belum mampu mewujudkan hal tersebut
(Wardini, 2013). Salah satu upaya untuk mencapai swasembada gula adalah dengan
meningkatkan produktivitas tanaman tebu dengan cara perluasan areal tanam ke
lahanlahan marginal. Lahan marginal meru-pakan lahan yang kurang subur yang
kurang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, karena adanya cekaman lingkungan
yang berdampak pada tanaman.

Salah satu lahan yang termasuk pada lahan marjinal adalah rawa. Berdasarkan
pemetaan Badan Litbang Pertanian (2009), lahan rawa pasang surut memiliki luas
paling besar, yakni mencapai 20,1 juta ha. Lahan tersebut terdiri atas tipologi lahan
potensial seluas 2,1 juta ha. Potensi lahan tersebut memiliki peluang untuk ditanami
tebu dimasa mendatang, khususnya menggunakan genotip tebu tahan genangan.
Keadaan lahan didukung dengan faktor iklim mempengaruhi produktivitas tebu.
Produktivitas tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh unsur iklim berupa curah
hujan. Peningkatan CO2 di atmosfir yang melebihi 400 ppm menyebabkan
terjadinya perubahan iklim sehingga menyebabkan sebaran hujan tidak merata.

Terjadinya perubahan iklim saat ini yang diperparah kondisi drainase lahan
yang buruk menyebabkan genangan pada areal pertanian, khususnya areal
pertanaman tebu. Genangan merupakan suatu kondisi dimana tanah tidak dapat lagi
menyimpan air atau melebihi kapasitas lapang sehingga air menggenangi bagian
akar tanaman. Saat ini genangan merupakan suatu masalah bagi lahan pertanian
terutama di negara-negara dengan dataran rendah yang luas. Genangan ini
merupakan gangguan alam yang mempengaruhi produksi tanaman di seluruh dunia.
Kondisi genangan tersebut dapat mengganggu sistem respirasi akar tanaman karena
kandungan oksigen dalam tanah menjadi berkurang (Soleh, 2020).

5. Karet

Tantangan yang dihadapi pada tanaman karet dalam pembentukan keragaman


genetik yaitu rendahnya persentase buah jadi (fruit set), rata-rata 1-2%. Banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan persilangan secara buatan diantaranya
faktor genetik, fisiologi, dan lingkungan. Faktor genetik adanya inkompatibilitas
klon yang disilangkan akibat viabilitas tepung sari (pollen), keberhasilan
persilangan akan terjadi apabila viabilitas serbuk sari dapat mencapai 50%. Faktor
fisiologis yaitu faktor yang banyak dipengaruhi zat pengatur tumbuh seperti halnya
auksin ( Boerhendhy, 2013).

Solusi pemuliaan tanaman yaitu:

a. Persilangan (Hibridisasi)

Persilangan antar klon dapat terjadi secara alami maupun secara buatan. Agar
persilangan alami dapat terjadi dengan baik, maka perlu dilakukan penataan klon di
dalam suatu pertanaman yang dirancang secara khusus. Permasalahan yang
dihadapi pada silang alami adalah tidak jelasnya asal persilangan apakah akibat
persilangan pada klon yang sama atau berasal dari klon yang berbeda. Biji yang
dihasilkan dari persilangan alami digolongkan sebagai biji illegitim, sebab hanya
induk betina saja yang diketahui. Berbeda dengan persilangan buatan (hand
polination), kedua sumber tetua dapat diketahui dengan pasti. Sehingga
penggabungan sifat-sifat yang dikehendaki dapat dikendalikan dengan baik. Tujuan
hibridisasi adalah untuk menciptakan populasi baru dimana sebagian besar
individunya memiliki sifat keturunan yang baik. Persilangan buatan adalah suatu
teknik penggabungan antara bunga jantan dan bunga betina pada klon yang
berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan persilangan buatan
adalah morfologi bunga, pemeliharaan tanaman tetua persilangan, pembuangan
bunga, penyiapan bunga tetua jantan, penyerbukan dan pemeliharaan bunga hasil
persilangan. Sepuluh tahun terakhir (2006-2015), total bunga yang telah
disilangkan sebanyak 224.248 bunga dengan jumlah buah jadi sebanyak 18.157
buah dan tanaman F1 sebanyak 2.451 tanaman ( Boerhendhy, 2013).

b. Seleksi Tanaman F1 (Genotipe)

Seleksi dilakukan pada tanaman F1 hasil persilangan yang di tanam di kebun


Seedling Evaluation Trial (SET) dengan jarak tanam 2 x 2 m. Seleksi individu
dilakukan berdasarkan potensi produksi dan sifat-sifat pertumbuhan. Potensi
produksi diamati dengan menggunakan metode sadap HMM (Hamaker Morris
Man), dengan sistem sadap S/2 d/3 pada ketinggian 50 cm. Seleksi pada populasi
F1 dilakukan terhadap genotipe-genotipe yang memiliki potensi hasil dan sifat
sekunder yang baik, dengan intensitas seleksi 10%, untuk material dalam pengujian
pendahuluan klon Sifat pertumbuhan yang diamati adalah lilit batang, tebal kulit,
dan antomi kulit (jumlah pembuluh lateks dan diameter pembuluh lateks) (
Boerhendhy, 2013).

c. Pengujian Pendahuluan (UP)

Uji Pendahuluan (UP) merupakan tahap kedua dalam siklus pemuliaan


tanaman karet. Pada tahap ini, genotipegenotipe hasil persilangan yang telah
diseleksi pada Seedling Evaluation Trial diuji dan diseleksi kembali pada UP dalam
skala kecil (20 tanaman/genotipe) dengan jarak tanam 5 x 4meter dalam satu baris
tanaman, dengan klon pembanding seperti BPM 24, PB 260, dan RRIC 100. Set
percobaan UP dievaluasi dan dianalisis dengan rancangan Augmented dengan pola
Acak Kelompok ( Boerhendhy, 2013).

Pengujian pendahuluan dimulai dari seleksi terhadap populasi F1 antara umur


1-3 tahun berdasarkan pertumbuhan dan potensi produksi. Seleksi semaian
dilakukan dengan memilih tanaman yang memiliki beberapa sifat penting seperti
potensi produksi, pertumbuhan, dan ciri sekunder terbaik di pembibitan (
Boerhendhy, 2013).

Genotipe terpilih dari pohon induk diperbanyak secara vegetatif kemudian


diuji pada tahap pendahuluan di satu atau lebih lokasi penanaman. Pada UP diamati
dan dievaluasi kembali keragaan tanaman terpilih dalam kondisi di lapangan. Dari
pengujian ini diharapkan terjadi peningkatan produktivitas dan penyempurnaan
sifat agronomis dari tetua yang dipergunakan dalam persilangan. Sedangkan hasil
pengujian merupakan tanaman terpilih yang akan dievaluasi lagi pada tahap uji
lanjutan dan uji adaptasi sebelum dilepas ke pertanaman komersial ( Boerhendhy,
2013).

d. Pengujian Lanjutan/Adaptasi

Klon karet tidak ada yang bersifat universal pada setiap lingkungan
tumbuhnya. Suhendry dan Alwi (1990) membuktikan potensi produksi GT 1 di
wilayah Sumatera Utara lebih tinggi pada ekologi karet IV-B dibandingkan pada
ekologi I-B dan II-B. Pada kesempatan lain Hadi (1992) membuktikan
produktivitas klon BPM 3, BPM 22, BPM 24, dan RRIM 600 tidak stabil di antara
lokasi Sungei Putih, Sembawa, Ngobo,dan Dolok Ulu. Azwar dan Aidi-Daslin
(1993), Tan (1987) dan Ginting (1997) melaporkan bahwa interaksi genotipe dan
lingkungan berperan sangat nyata terhadap tingkat produksi yang dicapai tanaman
karet. Interaksi ini terutama berkaitan dengan perbedaan tingkat ketahanan klon
terhadap cekaman lingkungan seperti penyakit (Peries,1979), gangguan angin,
elevasi, iklim, dan kondisi lahan yang juga bervariasi menurut lokasi ( Boerhendhy,
2013).
Pengujian lanjutan/adaptasi merupakan pengujian yang dilakukan untuk
menguji klon harapan pada berbagai lingkungan. Berdasarkan pada analisis
variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe x lingkungan (G x E).
Jika tidak terjadi interaksi G x E penentuan klon yang ideal sangat mudah untuk
dilakukan, yaitu dengan memilih klon-klon harapan dengan rata-rata hasil yang
lebih tinggi, namun apabila terjadi interaksi G x E, hasil tertinggi suatu klon pada
suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil yang tertinggi pula pada
lingkungan yang berbeda ( Boerhendhy, 2013).

6. Kakao

Rendahnya produktivitas kakao di Indonesia disebabkan oleh rendahnya


kualitas bahan tanaman, serangan hama dan penyakit, dan penerapan teknologi
budidaya yang tidak standar (Rubiyo, 2013).

Solusi Pemuliaan tanaman yaitu : Pendekatan inkonvensional untuk membedakan


genotipe yang homozigot dengan heterozigot telah dilakukan pada sejumlah klon
kakao. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan 15
primer SSR terpilih yang mengacu pada Lanaud et al. (1999),seluruh primer yang
digunakan mampu menghasilkan produk hasil amplifikasi PCR. Contoh
elektroferogram hasil poly-acryllamidegel electrophoresis (PAGE) untuk
memvisualisasi alel-alel marker SSR yang diamplifikasi. Selanjutnya, skoring alel
dari marker SSR dilakukan dengan menggunakan elektroferogram yang dihasilkan
(Rubiyo, 2013).

Pendekatan inkonvensional juga dapat dilakukan untuk mengetahui


kesamaan genetik antar genotipe yang dievaluasi. Seluruh set data marker SSR
yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan jarak genetik antar klon yang
dievaluasi. Besar kecilnya jarak genetik antar klon yang dievaluasi merupakan
informasi penting dalam pemanfaatan klon-klon tersebut untuk pemuliaan tanaman.
Dua klon yang mempunyai jarak genetikyang tinggi, apabila disilangkan akan
menghasilkan turunan yang variasinya sangat tinggi sehingga berpeluang besar
untuk menghasilkan varian-varian yang memiliki karakter yang dibutuhkan.
Sebaliknya, dua klon yang jarak genetiknya rendah, apabila disilangkan akan
menghasilkan turunan yang variasinya rendah (Rubiyo, 2013).

Pembuatan hibrida F1 sebagai bahan perbanyakan tanaman menggunakan


masing-masing klon kakao sebagai tetua diharapkan mempunyai karakter
agronomis yang baik dan keduanya mempunyai jarak genetik tinggi. Penyilangan
dua tetua didapatkan populasi hibrida F1 yang heterogen dan mempunyai
keragaman tinggi. Populasi F1 yang heterogen tersebut sangat efektif untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin menjadi kendala di lapangan
meliputi stres lingkungan abiotik (nutrisi, kekeringan, keracunan hara) dan stres
biotik (serangan hama dan penyakit). Selain itu, karena kedua tetua yang digunakan
masing-masing mempunyai karakteristik agronomis yang diinginkan, hibrida F1
yang didapat diharapkan juga mewarisi sifat-sifat baik tetuanya. Pada kondisi
tertentu, heterosis juga dapat ditemukan pada individu-individu hibrida F1 yang
dihasilkan (Rubiyo, 2013).

7. Manggis

Rendahnya produksi dan mutu buah manggis yang tidak memenuhi kriteria
ekspor disebabkan karena cemaran getah kuning (Aryanti, et al., 2014).

Solusi Pemuliaan tanaman yaitu : Desain primer untuk marka molekuler terpaut
karakter kekuatan dinding sel dilakukan dengan memilih urutan nukleotida yang
tidak sama dengan aksesi acuan sebelumnya dengan mengikuti kriteria Innis &
Gelfand (1990). Hal ini dilakukan agar marka molekuler yang dikembangkan
spesifik mengenali sekuen terpaut karakter kekuatan dinding sel pada G.
mangostana L (Aryanti, et al., 2014).

Primer yang telah didesain selanjutnya diverifikasi pada 19 aksesi manggis


dengan buah yang tidak bergetah kuning yang diduga memiliki kekuatan dinding
sel dan 20 aksesi manggis dengan buah yang bergetah kuning yang diduga tidak
memiliki kekuatan dinding sel (Ardi, et al., 2019).

Verifikasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa marka molekuler yang


telah dikembangkan berfungsi mengenali dan mengamplifikasi sesuai dengan sifat
yang dikembangkan. Dengan demikian dapat digunakan untuk deteksi dini kandidat
aksesi manggis yang berpotensi memiliki buah tidak bergetah yang dapat
dikembangkan lebih lanjut untuk keperluan pemuliaan tanaman manggis.
Kemampuan suatu marka molekuler dalam mengelompokkan dan membedakan
aksesi menunjukkan bahwa marka molekuler tersebut dapat digunakan (Aryanti, et
al., 2014).

Hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan marka molekuler terpaut


karakter kekuatan dinding sel, menunjukkan bahwa dari 39 aksesi manggis
menghasilkan fragmen DNA spesifik (single band) berukuran ± 260 pb pada aksesi
manggis buah tidak bergetah kuning, yang berbeda dengan aksesi buah bergetah
kuning yang tidak menghasilkan pita DNA pada ukuran tersebut. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa marka molekuler yang telah didesaindiperkirakan dapat
mendeteksi aksesi-aksesi manggis yang berpotensi menghasilkan buah tidak
bergetah kuning, sehingga dapat dikembangkan dan digunakan untuk deteksi awal
(benih) pada program pemuliaan tanaman manggis (Aryanti, et al., 2014).

8. Jeruk kacang

Potensi pembentukan buah seedless yang tinggi umumnya terjadi pada


tanaman yang bersifat partenokarpi obligat, sementara pada tanaman yang
partenokarpi fakultatif akan membentuk buah berbiji bila terjadi fertilisasi (Aleza
et al. 2009; Vardi et al. 2008 Kosmiatin & Husni, 2018). Oleh karena itu, pada
tanaman yang bersifat partenokarpi fakultatif perlu dicegah polinasi oleh tanaman
lain atau budidaya jeruk perlu dilakukan secara monokultur. Sifat partenokarpi
obligat pada tanaman jeruk cukup tinggi, seperti dijumpai pada jeruk Mandarin
Satsuma, Pomelo Marsh, dan Navel Washington yang diakibatkan oleh sterilitas
gamet yang pada kondisi optimal bisa mencapai 90% seedless (Ollitrault et al. 2007
dalam Kosmiatin & Husni, 2018). Sampai saat ini gen-gen yang mengatur sifat
partenokarpi belum diketahui secara jelas, terutama tingkat fertilitas ovul dan
abnormalitas polen. Diduga hal ini berkaitan dengan meiosis yang tidak biasa atau
abnormal pada saat gametogenesis (Kosmiatin & Husni, 2018).
Beberapa jenis jeruk memiliki sifat partenokarpi fakultatif seperti anggur,
pisang, dan nanas yang polinasinya diperlukan dalam membentuk buah tetapi
fertilisasi tidak terjadi, sehingga bersifat seedless. Tanaman yang bersifat
partenokarpi fakultatif biasanya dikombinasikan dengan proses pencegahan
fertilisasi untuk menghasilkan buah seedless. Banyak usaha yang dapat dilakukan
untuk mencegah fertilisasi seperti manipulasi lingkungan pada saat polinasi-
fertilisasi, aplikasi bahan kimia, dan aberasi kromosom. Secara genetik, sifat
partenokarpi fakultatif harus digabungkan dengan sifat self incompatible-SI untuk
mendapatkan tanaman yang menghasilkan buah seedless (Vardi et al. 2008 dalam
Kosmiatin & Husni, 2018).

Jenis jeruk yang bersifat partenokarpi fakultatif antara lain jeruk manis
Valencia dan Mukaki kishu (Koltunow et al. 1998; Yamasaki et al. 2009 dalam
Kosmiatin & Husni, 2018). Buah seedless dapat terbentuk pada saatpolinasi terjadi
tetapi mengalami kegagalan fertilisasi. Pada kondisi ini buah tetap dapat
berkembang apabila didukung oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) cukup tinggi untuk
mendukung pertumbuhan (Mesejo et al. 2014 dalam Kosmiatin & Husni, 2018).
Beberapa ZPT berperan dalam pertumbuhan buah, diantaranya asam giberelat-
GA,sitokinin, dan auksin. Peranan ZPT indogenous dapat diganti dengan ZPT
eksogenous (Goetz et al. 2006a dalam Kosmiatin & Husni, 2018) sehingga
partenokarpi dapat dilakukan secara buatan. Meskipun demikian, aplikasi ZPT
sintetik memerlukan biaya tinggi dan pada beberapa jenis buah dapat menyebabkan
kecacatan pada karakter yang lain (Kosmiatin & Husni, 2018).

Keberhasilan pembentukan buah jeruk seedless secara alami melalui proses


partenokarpi alami maupun mutasi spontan kurang dari 0,02% (Ahloowalia &
Khush 2001 dalam Kosmiatin & Husni, 2018), sehingga diperlukan teknologi
peningkatan peluang pembentukan buah jeruk seedless. Kini banyak pemulia
tanaman jeruk menggunakan metode rekombinasi seksual pada progeni untuk
mendapatkan sifat seedless. Metode pemuliaan dengan memanfaatkan bioteknologi
juga mulai dikembangkan untuk mendapatkan jeruk seedless (Kosmiatin & Husni,
2018).
Secara genetik, sifat partenokarpi dapat diperoleh tanaman dengan
mengintrogresi gen yang dapat mengontrol ekpresi gen yang mengakumulasiauksin
pada jaringan ovari atau ovul sebelum antesis (Goetz et al. 2006 dalam Kosmiatin
& Husni, 2018). Introgresi gen def 9-iaaM yang diisolasi dari Pseudomonas
syringae dapat meningkatkan sintesis auksin pada ovul (Yin et al. 2006 dalam
Kosmiatin & Husni, 2018). Pada tanaman jeruk, pendekatan pemuliaan molekuler
untuk mendapatkan karakterseedless telah dilaporkan oleh Liet al. (2003) dalam
Kosmiatin & Husni, (2018) yang melibatkan gen barnase suicide, yang ditargetkan
pada integumen biji atau embrio jeruk ponkam dengan promoter spesifik tapetum,
sehingga embrio menjadi gugur. Pemuliaan molekuler untuk mendapatkan karakter
seedless melalui pendekatan pembentukan tanaman trasngenik masih menghadapi
tantangan, selain regulasi yang rumit dan panjang juga karena konsumen masih
enggan mengonsumsi produk GMO-rekeyasa genetik.Sampai saat ini pemuliaan
molekuler untuk karakter seedless belum dilakukan karena terkendala oleh
ketersediaan gen yang akan diintrogresikan (Kosmiatin & Husni, 2018).

Berbagai teknik pemulian telah dilakukan untuk mendapatkan buah jeruk


seedless, baik secara konvensional maupun nonkonvensional. Pada awalnya teknik
pemuliaan konvensional menghadapi banyak kendala untuk dapat menghasilkan
tanaman yang berbuah seedless. Dengan memanipulasi teknik persilangan
(lingkungan, aplikasi ZPT, pemilihan tetua yang tepat, dan penyelamatan embrio),
kesulitan memperoleh progeni dalam menghasilkan buah seedlessdapat diatasi.
Pemilihan diploid yang akan digunakan sebagai tetua, baik melalui persilangan
seksual biasa maupun interploidi,berperan penting dalam menghasilkan varietas
jeruk tanpa biji (Kosmiatin & Husni, 2018).

Perkembangan teknologi in vitro dan molekuler mendukung teknik


manipulasi ploidi dan genetik melalui kultur endosperma, mutagenesis in vitro, dan
hibridisasi seksual interploidi dan interspesies, baik dengan hibridisasi somatik,
pembentukan sibrid, maupun transgenik, sehingga memungkinkan dihasilkan
tanaman unggul baru yang juga mampu menghasilkan buah jeruk seedless.
Penggunaan teknik in vitro lebih sederhana dan tidak memerlukan regulasi yang
panjang dan kompleks. Kultur endosperma menjadi teknik yang paling efisien
untuk mendapatkan jeruk tanpa biji, karena sistem regenerasi sudah dikuasai dan
segregasi rendah sehingga peluang untuk mendapatkan jeruk tanpa biji yang sama
dengan tetuanya lebih tinggi (Kosmiatin & Husni, 2018).

9. Nanas

Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) di kawasan lembah sungai


Parana, Paraguay. Bangsa Indian diduga melekukan seleksi dari berbagai jenis
nanas sehingg diperoleh jenis ananas comosus yang enak dimakan dan sekarang
dibudidayakan secara luas diseluruh dunia. Buah nanas yang mempunyai arti
komersial adalah smooth Cayenne, Queen, Spanish dan Abacaxi (Sunarjono, 2005
dalam Ardi, et al., 2019). Tanaman nanas yang tumbuh di Indonesia sangat
beragam, keragaman ini merupakan sumber plasma nutfah yang sangat besar
manfaatnya terhadap program pengembangan pemuliaan tanaman nanas (Ardi, et
al., 2019).

Nanas (Ananas comosus L. Merr) merupakan komoditas buah penting bagi


Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Upaya
peningkatan produktivitas dan kualitas nanas terus dilakukan melalui program
pemuliaan tanaman (Human, et al., 2016). Diharapkan dengan program pemuliaan
tanaman nanas dihasilkan varietas yang buahnya baik (Anonym, 2012 dalam Ardi,
et al., 2019). Untuk menghasilkan varietas unggul baru dengan produktivitas dan
stabilitas hasil tinggi membutuhkan sumber-sumber gen dari sifat-sifat tersebut
yang mendukung tujuan tersebut. Sumber-sumber gen dari sifat-sifat tersebut perlu
di identifikasi dan ditemukan pada plasma nutfah melalui kegiatan karakterisasi dan
evaluasi untuk dapat diberdayakan dalam program pemuliaan (Naibaho et al . 2008
dalam Ardi, et al., 2019).

Salah satu upaya pemuliaan tanaman nanas dilakukan melalui pemuliaan


mutasi yaitu dengan tujuan memperbaiki varietas Smooth Cayenne agar berdaya
hasil tinggi, berkualitas baik dan tahan terhadap hama dan penyakit utama. GGPC
memulai pemuliaan tanaman nanas sejak tahun 1986, dengan tujuan untuk
menghasilkan tanaman dengan produktivitas tinggi dan kualitas yang baik.
Sebelumnya, usaha pemuliaan tanaman yang telah dilakukan adalah dengan cara
seleksi massa dan karakterisasi beberapa aksesi nanas yang sudah ada. Sebetulnya
perbaikan varietas nanas dapat dilakukan dengan metode pemuliaan tanaman pada
umumnya seperti introduksi, seleksi, hibridisasi, mutasi dan bioteknologi. Namun,
kegagalan dalam proses pemuliaan tanaman secara hibridisasi sering dikarenakan
oleh tingkat heterezigotas tanaman yang tinggi dan juga adanya selfing-
incompatibility pada bunga. Upaya untuk mengatasi masalah selfing-compatibility
pada bunga nanas telah dilakukan dengan menggunakan teknik pemuliaan mutasi
(mutation breeding) dan beberapa mutan tanaman nanas telah dihasilkan.
Pemuliaan mutasi telah umum digunakan dalam rekayasa keragaman genetik
tanaman (Human, et al., 2016).

Mutasi induksi sangat membantu dalam upaya peningkatan keragaman


genetik tanaman yang dijumpai masih terbatas. Induksi mutasi dapat dilakukan baik
dengan mutagen fisika seperti sinar gamma maupun dengan mutagen kimia seperti
Ethyl Methan Sulfonate. Di Indonesia pemuliaan mutasi tanaman telah
menghasilkan banyak varietas unggul tanaman termasuk padi, kedelai, kacang
hijau, kapas, sorgum dan gandum tropis. Tanaman nanas sulit untuk menghasilkan
bunga karena memerlukan waktu lama, sehingga hibridisasi sulit pula dilakukan.
Perbanyakan tanaman nanas pada umumnya melalui cara vegetatif (vegetatively
propagated) yaitu melalui mahkota buah nanas (crown). Oleh karena itu cara yang
paling efisien untuk meningkatkan keragaman genetik adalah melalui mutasi
induksi (induced mutation), seperti yang telah dilakukan pada tanaman pisang.
Keragaman genetik tanaman yang tinggi diperlukan sebagai dasar populasi (base
population) untuk proses seleksi tanaman dengan genotype unggul dalam program
pemuliaan tanaman (Human, et al., 2016).

10. Ubi jalar

Konservasi tanaman koleksi plasma nutfah ubijalar secara ex situ banyak


membutuhkan biaya dan tenaga, selain itu kehilangan aksesi sering terjadi sebagai
akibat cekaman biotik dan abiotik. Anomali musim sebagai dampak pemanasan
global menyebabkan kerugian bagi usaha budidaya tanaman pertanian. Erosi
genetik suatu komoditas tanaman budidaya dapat terjadi karena penggunaan
varietas unggul secara luas, rendahnya daya saing komoditas, cekaman biotik dan
abiotik, pergeseran fungsi lahan, kerusakan habitat akibat bencana alam, dan lain-
lain. Untuk mengimbanginya harus diikuti dengan penyelamatan plasma nutfah
dengan melakukan koleksi varietas lokal dan varietas unggul lama sehingga gen-
gen yang terkandung di dalamnya dapat dilestarikan dan dapat digunakan untuk
perbaikan karakter dalam perakitan varietas unggul baru. Selain itu, pengayaan
keragaman populasi bahan genetik dapat dilakukan melalui introduksi varietas,
mutasi, polyploydisasi, variasi somaklonal, mengoleksi dan melestarikan tipe liar,
strain primitif dan spesies terkait (Wahyuni, 2012).

Pengelolaan plasma nutfah dianggap berhasil apabila dapat menyediakan


materi tetua donor gen bagi pemulia tanaman dalam rangka perakitan varietas
unggul baru. Koleksi plasma nutfah ubijalar sebagai sumberdaya genetik konsep
pengelolaannya menekankan kepada sumberdaya genetik tanaman dalam wujud
tanaman seutuhnya, bahkan dalam wujud sampling populasi tanaman. Kegiatan
operasional dalam pengelolaan plasma nutfah terdiri dari kegiatan-kegiatan: 1)
Eksplorasi, inventarisasi dan identifikasi plasma nutfah, 2) Koleksi secara in situ,
3) Pasporisasi dan dokumentasi, 4) Evaluasi, karakterisasi dan katalogisasi, 5)
Pemanfaatan, seleksi, hibridisasi dan perakitan varietas, 6) Konservasi dan
rejuvinasi, 7) Pertukaran materi, perlindungan dan komersialisasi (Wahyuni, 2012).

Konservasi koleksi plasma nutfah ubijalar penting untuk dilaksanakan guna


menghindari kepunahan gen-gen potensial yang terdapat pada varietas lokal atau
varietas unggul lama. Aksesi koleksi plasma nutfah yang dikonservasi di Balitkabi
Malang pada awal tahun 2009 berjumlah 402 aksesi. Jenis aksesi cukup beragam,
sebagian besar adalah varietas-varietas lokal dari berbagai daerah di Indonesia,
varietas unggul lama hingga yang terbaru, varietas/klon introduksi, mutan dan klon-
klon harapan. Konservasi koleksi plasma nutfah ubijalar dilakukan dengan cara
memelihara sejumlah tanaman hidup dalam pot-pot beton atau pada lahan yang
diolah dan dibentuk menjadi guludan-guludan. Tanaman yang dikonservasi di pot
berjumlah 5 tanaman/aksesi, sedangkan yang dikonservasi di guludan berjumlah 20
tanaman/aksesi. Bahan perbanyakan menggunakan stek pucuk atau stek batang.
Permasalahan konservasi dengan cara tersebut yang paling berpengaruh terhadap
kelestarian tanaman koleksi adalah cekaman kekeringan, serangan hama kutu kebul
Bemisia tabaci dan penyakit virus ubijalar. Akibat permasalahan tersebut, dari awal
tahun 2009 hingga akhir tahun 2011 jumlah tanaman koleksi yang mati di KP
Muneng mencapai 45%, sedangkan di KP Kendalpayak mencapai 32%. Oleh
karena itu, eksplorasi untuk mengganti aksesi-aksesi yang mati perlu dilakukan
kembali. Selain itu perlu dipertimbangkan alternatif cara konservasi lainnya yang
lebih efektif dan efisien, antara lain menyimpan aksesi dalam bentuk biji atau kultur
jaringan. Kontribusi plasma nutfah dalam pemuliaan tanaman adalah sebagai
cadangan varietas dan sebagai bahan perbaikan varietas. Koleksi berupa varietas
lokal biasanya unggul dalam kualitas umbi yang baik namun potensi hasil nya
rendah. Sebelum dimanfaatkan sebagai tetua donor, keunggulan suatu aksesi diuji
melalui tahapan evaluasi, baik terhadap kualitas umbi maupun sifat
toleransi/ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik (hama boleng, tungau puru
atau penyakit kudis) dan cekaman abiotik (kekeringan). Evaluasi terhadap kualitas
umbi meliputi kadar bahan kering, kadar antosianin atau kadar betakaroten
(Wahyuni, 2012).
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun permasalahan pemuliaan pada beberapa tanaman, gambir, kelapa


sawit, tebu, karet, kakao, manggis, jeruk kacang, nenas dan ubi jalar paling yaitu
mengenai karakterisasi dari tanaman tersebut baik morfologi maupun genetiknya,
untuk mendapatkan varietas baru ataupun varietas unggul, untuk menghasilkan
tanaman tanpa biji (seedless), terhambatnya proses perkecambahan adanya
serangan hama dan penyakit kegagalan dalam persilangan, serta gannguan dari
faktor biotik, dan biotik terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman
tersebut dan sebagainya.

Walaupun banyak masalah yang dihadapi para pemulia pun mencari berbagai
solusi agar tanaman tersebut sesuai dengan tujuan yang diinginkan mulai dari
proses karakterisasi tanaman tersebut, melakukan hibridisasi, pemuliaan mutasi,
analisis molekuler, introduksi, koleksi plasma nutfah, teknik kultur jaringan,
perakitan varietas, penyeleksian, dan sebagainya yang membantu mempernaiki
masalah yang dihadapi pada tanaman tersebut.

B. Saran

Agar laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca serta
penulis. Untuk mengetahui permasalahan pemuliaan pada tanaman tertentu maka
perlu untuk meninjau ataupun mencari berbagai sumber serta literatur serta mencari
solusi yang terbaik terhadap permasalahan tersebut dan juga perlu dilakukannya
penelitian yang lebih lanjut terhadap solusi yang didapatkan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Boerhendhy, I., 2013. Prospek perbanyakan bibit karet unggul dengan teknik
okulasi dini. J. Litbang Pert., 32(2), pp. 85-90.

Akrinisia, M., 2010. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Sagu (Metroxylon sp.)
Berdasarkan KarakterMorfologis dan Molekuler RAPD (Random Amplified
Polymorphi DNA)di Sumatera Barat.. Tesis.

Ardi, J., Akrinisa, M. & Arpah, M., 2019. Keragaman morfologi tanaman nanas
(Ananas comosus (L) merr) di Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Agro
Indragiri, 4(1), pp. 34-38.

Aryanti, R., Miftahudin & Sobir, 2014. Pengembangan marka molekuler yang
berasosiasi dengan kekuatan dinding sel penyusun saluran getah kuning pada
manggis. J.Horti, 24(1), pp. 16-22.

Bahar & Zen, 1993. Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen
hasil jagung. Zuriat 4. No.l.

Human, S., Loekito, S., Trilaksono, M. & Syaifudin, A., 2016. Pemuliaan mutasi
tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Menggunakan iradiasi gamma
untuk perbaikan varietas nanas Smooth Cayenne. Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi , 12(1), pp. 13-22.

Ismanto, H., 2015. Pengolahan Tanaman Limbah Tanaman Pisang. Batangkaluku:


Balai Besar Pelatihan Pertanian.

Kemenkeu, 2012. Laporan Kajian Ni;ai Tambah Produk Pertanian. Jakarta:


Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal. Pusat
Kebijakan Ekonomi.

Komaryati & Adi, S., 2012. Analisis Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat
adopsi teknologi budidaya pisang kepok (Musa paradisiaca) di Desa Sungai
Kunyit Laut Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Pontianak. Jurnal Ipekras,
pp. 53-61.
Kosmiatin, M. & Husni, A., 2018. Perakitan varietas jeruk tanpa biji melalui
pemuliaan konvensonal dan nonkonvensional. Jurnal Litbang Pertanian,
37(2), pp. 91-100.

Lidar, S., 2019. Eksplorasi plasma nutfah gambir di Kecamatan Koto Kampar Hulu
Kabupaten Kampar. Jurnal Agiovet, 1(2).

Novita, L., 2013. Analisis genetik karakter morfo-agronomi jarak pagar hasil
pemuliaan berbasis pendekatan kuantitatif dan molekuler. Tesis.

Pusat Penyuluhan Pertanian Departemen Pertanian , 2014. Pemasaran Gambir


(Uncaria gambier Hunt). Jakarta: BPPSDM Deptan RI.

Rasulullah , F., T, N. & Nurmalasari, 2013. Respon pembuahan kultur meristem


apical tebu (Saccharum officinarum) varietas NXI 1-3 secara in-vitro pada
media MS dengan penambahan ariginin dan glutamine. Jurnal Sains dan Seni
Pomits, 2(2), pp. 2337-3520.

Rubiyo, 2013. Inovasi teknologi perbaikan bahan tanam kakao di indonesia. Buletin
RISTRI, 4(3), pp. 199-214.

Soleh, 2020. Penurunan nilai konduktasi stomata, efisiensi penggunaan cahaya dan
komponen pertumbuhan akibat genangan air pada beberapa genotip tanaman
tebu. Jurnal Kultivasi, 9(2).

Statis, D. K. & Mohankumar, C., 2007. RAPD marker for identifying oil palm
(Elaeis guineensis Jacq.) parental varieties (Dura and Pisifera) and the hybrid
tenera. Journal of Biotechnology, Volume 3, pp. 354-358.

Sukartini, 2006. Pengembangan Aksesi Pisang Menggunakan Karakter Morfologi


IPGRI. Jurnal Horti, 17(1), pp. 26-33.

Suyekti, U., Widyastuti, U. & Toruan Mathius, N., 2015. Keragaman genetik kelapa
sawit (Elaeis guinessnsis Jacq.) asal Angola menggunakan metode SSR.
Jurnal Agron. Indonesia, 43(2), pp. 140-146.
Wahyuni, T. S., 2012. Konservasi koleksi plasma nutfah ubijalar. Buletin Palawija
, Issue 23, pp. 27-37.

Wardini, C., 2013. Swasembada Gula Riwayatmu Kini. Sugar Insight. Jakarta:
Asosiasi Gula Indonesia.

Zulhermana, 2009. Keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) pisifera asal Nigeria berdasarkan marka Simple Squence
Repeats (SSR). Tesis.

Anda mungkin juga menyukai