Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN INFRASTRUKTUR KELAUTAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

OLEH:

DEJAN BIL DIPANAF

E1G120006

PRODI TEKNIK KELAUTAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KOTA KENDARI

TAHUN 2022/2023
Dalam Pembangunan wilayah pesisir dan lautan perlu adanya kebijakan karena
Pembangunan wilayah peraiaran dan segenap SDA yang terkandung didalamnya untuk
kesejahtraan Masyarakat. Dapat mengelola dan memanfaatkan SDA dengan baik untuk
tujuan Pembangunan yang berkelanjutan

Kebijakan pembangunan wilayah pesisir dan lautan meliputi :

A. Aspek Yang Mencakup Pengelolaan, Pelestarian,


Kebijakan ini bisa dilakukan dengan cara merencanankan sistem zonasi, pemerintah
bekerjasama dengn masyarakat sekitar, meningkatkan nelai ekonomi dan
mengendalikan wialayah hutan mangrove.

a. Merencanakan zonasi kawasan pesisir Kabupaten; merupakan arahan pemanfaatan


sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang harus diserasikan,
diselaraskan dan diseimbangkan dengan RTRW. Regulasinya berupa UU No. 27 Tahun
2007 yang di dalamnya diamanatkan bagi Pemda untuk merencanakan wilayah
lautnya. Pemda mendapat bantuan teknis dari Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (Ditjen KP3K) melalui Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut
(BPSPL) yang dilakukan mulai 2010. Tujuan dari kegiatan ini adalah tersedianya acuan
bagi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyusun dan melaksanakan program
pembangunan jangka menengah dan panjang. Sumber dana program ini berasal dari
APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan APBN.
b. Memantapkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam
mengembangkan dan memelihara ekosistem pesisir; Pemda memiliki program
bernama peningkatan edukasi masyarakat di bidang lingkungan, dengan kegiatan
berupa pembuatan papan himbauan pada masyarakat mengenai mangrove pada
tahun 2012. Sumber daya pendukung dari program/kegiatan ini berupa SDM serta
papan himbauan itu sendiri aktor yang terlibat yakni, masyarakat dan kelompok tani
bakau.
c. Meningkatkan nilai ekonomi kawasan lindung pada pemanfaatan bakau dan terumbu
karang; merupakan upaya untuk meningkatkan value di kawasan lindung agar bisa
bermanfaat. Program kegiatan dari strategi ini belum ada dan memang belum di
implementasikan karena membutuhkan proses dan jangka waktu menengah-panjang
d. Mengendalikan kawasan hutan mangrove di wilayah pesisir selatan; regulasinya
berupa UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Permenhut P. 70 menhut II/2008
tentang pedoman teknis rehabilitasi hutan dan lahan, serta perpres No. 73 Tahun
2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (SNPEM).
3URJUDPQ\D EHUXSD ³3HUOLQGXQJDQ GDQ Konservasi Sumber GD\D +XWDQ¥
Kegiatannya berupa pelestarian dan pengembangan hutan mangrove, yakni
rehabilitasi serta penanaman mangrove di Pesisir

Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan tersebut dibuat berdasarkan isuisu


permasalahan yang ada, yang kemudian kebijakan tersebut diharapkan dapat menjadi
solusi ataupun pedoman yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan yang telah dicita-
citakan.

B. Aspek Pengembangan Berkelanjutan Wilayah-Wilayah Tersebut


Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan
dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan
modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan
kesejahteraan rakyat.
a. Ekonomi
Strategi dalam mengendalikan kawasan hutan mangrove (bakau) di wilayah
pesisir selatan dengan program perlindungan dan konservasi sumber daya hutan
melalui kegiatan pelestarian dan pengembangan hutan bakau secara tidak
langsung memberikan dampak positif dari segi ekonomi yakni meningkatnya hasil
tangkapan ikan yang diperoleh oleh nelayan di skitar kawasan . Mangrove itu
sendiri memiliki banyak manfaat di antaranya sebagai pelindung abrasi pantai,
peredam gelombang dan angin, tempat berkembang biota laut dan penahan
intrusi air laut ke darat. Fungsi sebagai tempat berkembang biota laut inilah yang
memberikan dampak positif dari segi ekonomi. Dengan tumbuhnya tanaman
mangrove maka udang, ikan akan dapat berpijak dan berkembang. Sehingga hasil
tangkapan nelayan pun dapat meningkat.
b. Sosial
Kegiatan pelestarian dan pengembangan hutan bakau (mangrove) yang diupayakan
Pemerintah Daerah, mendorong masyarakat sekitar pesisir untuk bergotong royong
dalam kegiatan pelestarian ekosistem serta pengendalian kawasan hutan mangrove yang
tergabung dalam kelompok tani yang ada. Selain itu, masyarakat bisa belajar untuk
berorganisasi dengan terbentuknya kelompok tani bakau yang ada.
c. Lingkungan
Perencanaan zonasi wilayah pesisir membantu pemerintah untuk menentukan zona-zona
yang ada di pesisir sehingga lebih teratur dalam hal zonasinya. Sedangkan untuk
pemantapan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam
mengembangkan dan memelihara ekosistem pesisir serta mengendalikan kawasan hutan
mangrove di wilayah pesisir selatan juga memberikan dampak positif, di antaranya
sebagai pelindung terjadinya abrasi pantai, peredam gelombang dan angin, tempat
berkembangnya biota laut seperti ikan dan udang serta penahanan intrusi air laut ke
darat, selain itu penanaman mangrove (bakau) yang dilakukan di Desa Taddan
Kecamatan Camplong memperluas area mangrove (bakau) yang ada.

1. Berikan Contoh/ gambar/Ilustrasi dan Buatkan Narasinya

PEMBANGUNAN PESISIR BERBASIS BLUE EKONOMI

Kondisi lingkungan yang terus mengalami penurunan dapat berdampak terhadap


keberlangsungan kehidupan umat manusia. Kerusakan lingkungan di wilayah pesisir akibat
pencemaran air, sampah, dan bencana menyebabkan penurunan kualitas lingkungan untuk
daya dukung kehidupan. Perekonomian masyarakat wilayah pesisir terus mengalami
tekanan akibat kemiskinan, ketidakmerataan kesejahteraan, minimnya fasilitas dan adanya
kriminalitas. Upaya peningkatan kondisi lingkungan dan ekonomi dapat dilakukan secara
bersama-sama oleh umat manusia dengan mengubah perilaku kita dalam mengelola dan
merespons terhadap kondisi alam. Kemajuan teknologi dapat membantu manusia untuk
menyelaraskan pembangunan yang seimbang dengan karakteristik ekosistem lingkungan
serta didukung oleh perilaku dalam perencanaan kehidupan yang berkelanjutan dan tetap
menjaga kelestarian alam.

Peningkatan ekonomi dan pembangunan wilayah pesisir didasarkan pada


keselarasan terhadap karakteristik lingkungan. Salah satu konsep yang dapat
dikembangkan yaitu Konsep Ekonomi Biru (blue economy) yang digagas oleh Prof.
Gunter Pauli, melalui bukunya “Blue Economy” tahun 2010. Konsep ini didasari atas
kondisi ekonomi dunia yang mempunyai kecenderungan eksploitasi melebihi daya
dukung alam, sehingga diperlukan perubahan tindakan untuk mengembalikan
kembali kemampuan daya dukung alam tersebut. Proses pengembangan ekonomi
dimana bahan baku dan proses produksi bersumber dari alam dengan mengikuti
cara alam bekerja serta memberdayakan sumberdaya dan masyarakat lokal. Proses
ini diharapkan dapat menumbuhkan ekonomi, kesejahteraan rakyat dan tetap
menjaga kondisi langit serta laut tetap biru atau juga disebut dengan “Blue Sky –
Blue Ocean” (Pauli, 2013).

Proses pembangunan kawasan pesisir menganut empat prinsip dalam Ekonomi Biru
agar lebih efisiensi dalam mengelola sumber daya alam. Pertama, Minimize waste
yaitu dalam proses produksi harus menghasilkan produk yang bersih
(clean production) tanpa adanya nir limbah (zero waste). Kedua, inklusi sosial dalam
proses produksi memberikan pemerataan kesejahteraan sosial berupa peningkatan
ekonomi dan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. Ketiga, inovasi dan adaptasi
semua kegiatan dengan memperhatikan prinsip hukum fisika dan sifat alam yang
adaptif. Keempat, kegiatan ekonomi diharapkan mempunyai multiplier effect berupa
dampak secara luas dalam berbagai bentuk usaha dan tidak rentan terhadap
perubahan harga pasar (Pauli, 2013). Prinsip Ekonomi Biru fokus terhadap hasil
berupa produk yang bersifat ganda, sehingga tidak tergantung hanya mengandalkan
satu produk saja.

Beberapa masyarakat pesisir sudah menerapkan prinsip Blue Economy, salah satunya
di Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Penerapan prinsip Blue Economy pada
pengolahan kulit menjadi kerupuk ikan dan tulang ikan menjadi abon ikan. Proses
pengolahan kulit mampu menerapkan prinsip minimize waste dengan memanfaatkan
tulang dan kulit ikan menjadi produk olahan. Hasil olahan memberikan multiplier
effect berupa penambahan penghasilan dan sebagai alternatif mata pencaharian.
Pengolahan kulit dan tulang ikan menerapkan prinsip inklusi sosial yaitu proses
produksi dapat dilakukan semua masyarakat pesisir karena tidak membutuhkan
modal yang besar. Prinsip Inovasi dan adaptif terdapat pada pemanfaatan limbah
menjadi produk makanan yang siap konsumsi (Mira, 2014).

PEMBAGUNAN PESISIR DENGAN MENANAM MANGROVE

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisi
r meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-
sifat laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yan
g masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang dis
ebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

Besarnya potensi kekayaan alam pesisir telah menimbulkan berbagai permasalahan


lingkungan hidup seperti kelebihan tangkap (over fishing) di sektor perikanan, perusakan
hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta abrasi pantai dan gelombang
pasang hingga masalah kerusakan akibat bencana alam seperti tsunami. Permasalahan ini
secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kemiskinan masyarakat pesisir,
kebijakan yang tidak tepat, rendahnya penegakan hukum (law enforcement), dan rendahnya
kemampuan sumberdaya manusia (SDM).

Permasalahan di pesisir di atas bila dikaji lebih lanjut memiliki akar permasalahan yang
mendasar. Ada lima faktor, yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan
kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan penyebaran sumberdaya yang tidak merata,
ketiga kelembagaan, keempat, kurangnya pemahaman tentang ekosistem alam, dan kelima
kegagalan sistem ekonomi dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam. Beberapa hasil
studi mengungkapkan bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya
pesisir yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Karakteristik
ekosistem pesisir yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk
dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam
suatu hamparan ekosistem pesisir. Sehingga pengelolaan sumberdaya wilayah
pesisir secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui
pendekatan terpadu dan holistik. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan
sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir serta ruang yang memperhatikan
aspek konservasi dan keberlanjutannya. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir
atau sering disebut masyarakat pesisir menjadi bagian penting dalam ekosistem
pesisir. Komponen terbesar dari masyarakat pesisir adalah nelayan yang memiliki
ketergantungan yang besar terhadap keberlanjutan sumberdaya alam pesisir.

Anda mungkin juga menyukai