Anda di halaman 1dari 18

Dampak Kerusakan dan Pencemaran oleh

Pembangunan di Wilayah Pesisir

A. Latar Belakang
Negara Indonesia ialah negara kepulauan. Hal ini dijelaskan dalam
pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
yaitu “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batasbatas dan
hakhaknya ditetapkan dengan undang-undang.” Indonesia Merupakan
negara yang memiliki banyak kepulauan didalamnya, yang dimana terdiri
atas 17.508 pulau, serta panjang garis pantai yang yakni 81.000 Km,
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas kita ketahui juga bahwasanya
didalam kawasan kepulauan Indonesia terdapat banyak potensi untuk
dimanfaatkan guna kepentingan dan kemakmuran bangsa. Pembangunan
yang dilakukan baik oleh negara ataupun investor sedang gencar
dilakukan guna memanfaatkan segala pontensi yang ada didalam wilayah
dan garis pesisir laut dindonesia. Pembangunan yang digencarkan
pemeritah merupakan cara guna menarik minat investor untuk
menanamkan modal mereka diindonesia agar diharapkan kedepannya
menjadi stimulan mendorong perekonomian negara.
Potensi kekayaan di dalam garis pantai dan kepulauan Indonesia
menjadi salahsatu daya tarik bagi banyak orang terutama para penanam
modal untuk melakukan investasi dalam sektor pembangunan di daerah
kepulauan dan pesisir, namun dibalik niat baik didalam pembangunan
yang diantaranya untuk mendorong perekonomian negara kadang
kurangnya kesadaran atas kelestarian dan keutuhan di daerah pesisir yang
menjadi dampak atas pembangunan tersebut.

Besarnya pembangunan yang dilakukan di pesisir tentunya


menimbulkan efek atau dampak pada lingkungan yang di jadikan sarana
pembangunan tersebut. Salah satu dampak yang sering terlihat yaitu
pencemaran atau perusakan pada daerah pesisir yang sudah beralih
fungsi menjadi daerah pembangunan. Padahal berdasarkan pasal 65 ayat
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan “(1) Setiap
orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagazi bagian
dari hak asasi manusia.” jelas setiap orang berhak mendapat lingkungan
yang sehat dan terhindar dari pencemaran atau perusakan. Namun,
kenyataannya masih banyak terjadi pencemaran atau perusakan.
Contohnya seperti banyaknya pencemaran diakibatkan limbah dari rumah
tangga akibat peralihan daerah pesisir menjadi sebuah resort atau tempat
tinggal masyarakat. Limbahnya berupa sampah-sampah terutama
sampah yang proses penguraiannya bisa memakan waktu yang sangat
lama seperti plastik atau limbah detergen bekas rumah tangga yang
dibuang langsung ke pesisir tentunya hal ini berpengaruh besar terhadap
kelestarian lingkungan sekitar pesisir. Atau dalam hal pengembangan
pembangunan seperti perubahan fungsi pesisir dan berakhir menimbulkan
kerusakan pada pesisir lalu tidak adanya tindakan yang dilakukan atas hal
tersebut. Dimana tindakan pencemaran atau perusakan tersebut jelas
melanggar pasal 69 huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan “Setiap orang dilarang: a. melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;”

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dampak Kerusakan dan Pencemaran oleh
Pembangunan di Wilayah Pesisir?
2. Bagaimana Pengelolaan Limbah yang dihasilkan dari Pencemaran
didaerah pesisir?

C. Analisis

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke


arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut,
dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Peranan
pemerintah, swasta dan masyarakat dalam hal ini menjadi bagian
terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan
pesisir dan laut. Dewasa ini, pengelolaan lingkungan secara terpadu
disinyalir terbukti memberikan peluang pengelolaan yang cukup efektif
dalam rangka menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan
pemanfaatan ekonomi. Namun demikian, hal ini tidak menutup
kemungkinan akan adanya bentuk-bentuk pengelolaan lain yang lebih
aplikatif (applicable) dan adaptif (acceptable).

Salah satu bentuk pengelolaan yang sangat mungkin untuk menjamin


pelaksanaan yang efektif adalah pengelolaan berbasis masyarakat.
Komunitas atau masyarakat memiliki adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan
kebiasaan yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Perbedaan dalam
hal ini menyebabkan praktik pengelolaan lingkungan yang berbeda. Oleh
karena itu, dalam proses pengelolaan lingkungan perlu memperhatikan
masyarakat dan budayanya baik sebagai bagian dari maupun sebagai
objek pengelolaan. Dengan mempertimbangkan hal tersebut dan tentunya
kondisi fisik dan alam lingkungan pesisir dan laut, diharapkan proses
pengelolaannya dapat lebih runtut, lebih lancar, lebih efisien dan dapat
diterima oleh masyarakat setempat.

Proses pengelolaan lingkungan harus dilakukan dengan memperhatikan


situasi dan kondisi setempat sehingga pendekatan pengelolaannya dapat
disesuaikan dengan kondisi lokal kawasan yang akan dikelola. Pandangan
ini tampaknya relevan untuk diterapkan di Indonesia dengan
mempertimbangkan kondisi masyarakat dan budaya, serta unsur-unsur
fisik masing-masing daerah yang dapat menghadirkan perbedaan dan
persamaan. Oleh karena itu, strategi pengelolaan di setiap daerah akan
berbeda-beda sesuai dengan situasi setempat. Perlu diketahui bahwa nilai
dan norma yang dianut oleh suatu perusahaan merupakan kearifan
masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan.

Dengan pemanfaatan lingkungan yang berkepanjangan di wilayah


pesisir, mulai dari wilayah daratan, dan dengan berkembangnya wilayah
pesisir dan laut dengan berbagai kegiatan seperti pemukiman,
transportasi, pertanian, industri dan pariwisata, beberapa wilayah pesisir
memiliki kondisi ekosistem yang cenderung menurun atau memburuknya
goodwill. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai masalah lingkungan yang
terjadi di darat, seperti pelapukan, sedimentasi akibat pencemaran dan
pencemaran lingkungan dari limbah rumah tangga, industri, serta kegiatan
pertanian dan perkebunan yang telah masif di beberapa wilayah,
khususnya di wilayah pesisir.

Pada dasarnya dalam pembangunan di wilayah pesisir tersebut


harus memperhatikan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan
untuk pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diuraikan sebagai
berikut :

a. Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari


pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter
lingkungan untuk melihat analisis biaya manfaat (cost benefit
analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisir
harus memperhitungkan tingkat pencemarannya terhadap
laut, perlunya pengolahan limbah ikan di Tempat Pelelangan
Ikan, dan lain lain.
b. Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati
menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan;
c. Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas
hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan
datang, termasuk di dalamnya adalah sarana pendidikan bagi
masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan
sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.

Lebih lanjut, prinsip-prinsip tersebut dapat dituangkan dalam


konsep pengelolaan wilayah pesisir sebagai berikut:

a. Rekayasa Ilmu Teknologi Manajemen


b. pengetahuan (Sosial-Ekonomi) alam
c. Perencanaan Research & pembangunan
d. Pengabdian Ilmuwan
e. Budaya
f. Sasaran Pembangunan
g. Kebutuhan Dunia Internasional
h. Masyarakat
i. Pemerintah Regulasi dan Partisipasi

Strategi pengelolaan merupakan upaya-upaya pemecahan


masalah-masalah wilayah pesisir yang harus dipecahkan melalui
program-program pembangunan. Lebih lanjut lagi, maka dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan
dengan program-program pengelolaan wilayah pesisir yaitu:

a. Pemerintah harus memiliki inisiatif dalam menanggapi


berbagai permasalahan degradasi sumberdaya yang terjadi
dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.
b. Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan
(meliputi wilayah perairan dan wilayah daratan).

Ada terjadi degradasi lingkungan laut dan pesisir. Pada awal tahun
1980-an, banyak pihak terkejut melihat bahwa kebijakan pembangunan
yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan produktivitas ternyata
telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Saat ini yang masih
mengkhawatirkan kita adalah berbagai kegiatan pembangunan di wilayah
darat dan laut masih berdampak negatif terhadap lingkungan yang pada
akhirnya berdampak pada penurunan kualitas lingkungan pesisir dan laut,
serta pelestarian sumber daya alam. Khususnya berupa pencemaran dan
kerusakan lingkungan, serta penyalahgunaan, kelebihan sumber daya
pesisir dan laut. Dalam pengertian ini, upaya pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup yang mungkin timbul harus menjadi
bagian dari kebijakan dan tindakan pengelolaan lingkungan hidup dari
setiap sektor kegiatan pembangunan.

Kita ketahui bahwa laut menerima aliran dari sungai yang


mengandung zat pencemar. Selain itu, beberapa kegiatan sering
membuang limbah langsung ke laut bahkan ada yang secara illegal.
Dengan demikian, seakan-akan laut menjadi tempat sampah yang sangat
besar. Beberapa bahan pencemar yang berasosiasi dengan lingkungan laut
antara lain sebagai berikut :

a. Patogen
b. Sedimen
c. Limbah padat
d. Panas
e. Material an organic beracun
f. Material organic beracun
g. Minyak
h. Nutrient
i. Bahan radioaktif
j. Oxygen demand materials (al. karbohydrat, protein, dan senyawa
organic lainnya)
k. Material asam-basa
l. Material yang merusak estetika

Sumber Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Wilayah Pesisir

Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Peraturan Pemerintah Nomor: 19 Tentang


Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut disebutkan :

“Pencemaran Laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk


hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya”.

Dalam perspektif global, pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat


diakibatkan oleh limbah buangan kegiatan atau aktifitas di daratan ( land-based
pollution), maupun kegiatan atau aktivitas di lautan (sea-based pollution).
Kontaminasi lingkungan laut akibat pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi
secara fisik dan secara kimiawi.

a) Pencemaran bersumber dari aktivitas di daratan ( Land-based


pollution)

Secara umum, kegiatan atau aktivitas di daratan yang berpotensi


mencemari lingkungan pesisir dan laut, antara lain adalah :

- Penebangan hutan (deforestation)

- Buangan limbah industri (disposal of industrial wastes)

- Buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes)

- Buangan limbah cair domestik (sewege disposal)

- Buangan limbah padat (solid waste disposal)

- Konvensi lahan mangrove & lamun (mangrove swamp conversion)


- Reklamasi di kawasan pesisir (reclamation)

b) Pencemaran bersumber aktivitas di laut (Sea-based pollution)

Sedangkan, kegiatan atau aktivitas di laut yang berpotensi mencemari


lingkungan pesisir dan laut antara lain adalah :

- Pelayaran (shipping)

- Dumping di laut (ocean dumping)

- Pertambangann (mining)

- Eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil exploration and exploitation)

- Budidaya laut (marine culture)

- Perikanan (fishing)

Strategi Pengelolaan

Strategi pengelolaan disini dimaksudkan untuk mengelola limbah, baik


limbah cair, padat dan gas (emisi gas buang). Dengan adanya pengelolaan
limbah yang benar, maka air limbah dan gas buang dapat memenuhi baku mutu
yang telah ditetapkan. Suatu kota harus mempunyai instalasi pengolahan air
limbah domestik terpadu, baik limbah padat maupun cair. Dengan demikian,
kualitas air laut di pesisir dapat terjaga.

Limbah yang harus dikelola (waste management), antara lain:

a. Limbah padat domestik (solid waste)


b. Limbah Cair Domestik (sewage)
c. Limbah industri (industrial waste)
d. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Hazardous Waste)
e. Limbah Minyak
f. Limbah Gas dan Debu

Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa kawasan pesisir


menampung konsentrasi pemukiman penduduk yang padat, mulai dari
masyarakat nelayan kecil sampai ibu kota negara seperti Jakarta yang
diperkirakan berpenduduk lebih dari 10 juta orang. Sensus pada tahun 2000
menunjukkan bahwa sekitar 12.628 orang per kilo meter persegi, atau kurang
lebih 22% dari jumlah penduduk, hidup dalam jarak 3 km dari pesisir. Kurang
lebih setengah dari jumlah ini hidup di desa-desa pantai, sangat bergantung
pada sumber daya alam pesisir, akan tetapi sekarang kawasan pesisir dipenuhi
dengan pusat-pusat perkotaan yang besar seperti ibu kota provinsi. Di Pulau
Jawa dan juga di pulaupulau lainnya, pada umumnya kota-kota besar ini memiliki
kegiatan perekonomian yang sangat beragam.

Pembuangan Limbah

Di kota-kota besar pesisir, seperti Jakarta dan Surabaya yang memiliki


pelabuhan, umumnya memiliki tingkat pembuangan limbah yang tinggi.
Pencemaran dari limbah organik yang menghabiskan oksigen terlarut (Dilute
Oxygen/DO), seperti limbah kota, dan limbah industri yang beracun berdampak
pada lingkungan dan sumber daya pesisir serta berbahaya bagi kesehatan
manusia.

Pencemaran yang meluas dan menerus menyebabkan penurunan mutu


lingkungan serta berkurangnya populasi ikan laut dan kerang atau penurunan
daya dukung alami. Perairan di kawasan pantai sangat peka terhadap pecemaran
yang dibawa oleh aliran air dari sungai termasuk buangan dari limbah pertanian.

Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan


pendangkalan dan penyempitan alur sungai, sehingga kapasitas dan kemampuan
mengalirkan air dari sungai dan saluran drainase menjadi berkurang. Perubahan
fungsi lahan hutan (kawasan terbuka) menjadi daerah terbangun (kawasan
perdagangan, permukiman, jalan dan lain-lain) juga mengakibatkan peningkatan
erosi. BPS (2000) mengindikasikan bahwa pencemaran yang berasal dari darat
menyebabkan lebih dari tiga perempat pencemaran laut, melalui sungai,
pembuangan langsung dan melalui udara. Sebagian besar lainnya berasal dari
perkapalan, buangan limbah kapal, pertambangan lepas pantai dan produksi
minyak bumi.

Pasal 14 UUPPLH No. 32/2009, menyatakan bahwa instrumen


pencegahan dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas :

a. Kajian Lingkungan Hidup strategis.


b. Tata Ruang.
c. Baku Mutu lingkungan hidup.
d. Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup.
e. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
f. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan.
g. Perizinan.
h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup.
i. Peraturan Perundang - undangan berbasis lingkungan hidup.
j. Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup.
k. Analisis Resiko Lingkungan.
l. Audit Lingkungan Hidup; dan.
m. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan
ilmu pengetahuan

Pengawasan Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut.

Pengawasan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di


wilayah pesisir dan laut pada intinya adalah melakukan pengawasan terhadap
kegiatan yang limbahnya dibuang langsung ke wilayah pesisir dan laut atau
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Selain itu, juga
melakukan pengawasan di wilayah ekosistem pesisir dan laut yang mengalami
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan akibat kegiatan yang berada di
wilayah tersebut. Limbah yang dibuang ke wilayah pesisir dan laut dapat berupa
cair, padat dan gas atau partikel debu. Berdasarkan hal ini, pejabat pengawas
harus paham beberapa istilah yang tercantum dalam peraturan yang berkaitan
dengan pembuangan limbah ke lingkungan pesisir dan laut serta beberapa istilah
yang tercantum dalam peraturan yang berkaitan dengan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan ekosistem pesisir dan laut. Dengan demikian, dapat secara
tepat menggunakan dasar hukum pengawasan lingkungan di wilayah pesisir dan
laut terutama dalam penentuan tolok ukur ketaatannya.

Pencemaran Wilayah Pesisir

Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara


maupun bahan-bahan buangan. Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak
direncanakan dengan cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang
berhubungan dengan bahan buangan. Sampah organic dari kota, sisa-sisa
pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan industri dan sebagainya, akan
terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan wilayah
pesisir.

Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan


ada yang dari luar system wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu
sendiri. Pencemaran berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan
pembangunan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman dan industri) yang
terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari berbagai
kegiatan pembangunan di daerah lahan atas.

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam


kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran,
degradasi fisik habitat, over eksploitasi sumberdaya alam, abrasi pantai,
konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya dan
bencana alam.
Sumber pencemaran perairan pesisir biasa terdiri dari limbah industri,
limbah cair pemukinan (sewage), limbah cair perkotaan (urban stormwater),
pelayaran (shipping), pertanian, dan perikanan budidaya. Bahan pencemar
utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa: sediment,
unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme
eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-
bahan yang menyebabkan oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang).

Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri, pertanian,


rumah tangga di daratan akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan
saja pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang
terjadi kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis
biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih banding dan
udang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap bahan-bahan yang akan
dibuang ke perairan

Macam, sifat, banyaknya dan kontinuitas bahan buangan;

1. Kemampuan daya angkut dan pengencer perairan yang berkaitan dengan


kondisi oseanografi setempat;
2. Kemungkinan interaksi antara sifat-sifat kimia dan biologi bahan buangan
dengan lingkungan perairan.

Pengaruh bahan buangan terhadap kehidupan dan rantai makanan;

1. Proses degradasi dan perubahan biogeokimia;


2. Prognose terhadap jumlah dan macam tambahan bahan pencemar di hari
depan;
3. Faktor-faktor lain yang khas.

Perlu juga diperhatikan kemungkinan terjadinya proses saling menunjang


atau proses saling menetralkan antara dampak bahan pencemar yang telah ada
dengan bahan pencemar yang masuk kemudian. Oleh karena itu penting
diketahui sifat fisik kimia bahan pencemar maupun perairan, dan kemungkinan
terjadinya peningkatan pencemaran serta perusakan lingkungan.

Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan wilayah pesisir,


kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan sampah dan
bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan perundangan. Bahan
buangan yang beracun perlu diberi perlakuan (treatment) terlebih dahulu
sebelum dibuang ke perairan, dan perairan tempat pembuangan harus
mempunyai kondisi oseanografi yang memadai,. Industri-industri yang mutlak
harus didirikan di wilayah pesisir wajib memproses bahan-bahan buangan untuk
keperluan lain, sehingga dengan demikian dampak terhadap lingkungan dapat
dibatasi.

Tekanan terbesar terhadap jasa-jasa ekosistem ditimbulkan oleh


pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat. Peningkatan pertumbuhan penduduk
pesisir yang disebabkan oleh kelahiran dan migrasi yang tinggi setiap tahun
berakibat langsung terhadap alih fungsi lahan. Peningkatan alih fungsi lahan
dengan berbagai tujuan berakibat pada berkurangnya jasa-jasa ekosistem yang
dapat diberikan alam bagi manusia. Secara ekologis, pertumbuhan penduduk
yang cepat dapat berdampak pada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Hal ini
dikarenakan makin banyaknya penduduk pada suatu wilayah maka permintaan
akan lahan semakin meningkat karena lahan atau ruang tidak bertambah
sedangkan yang bertambah adalah kegiatan penduduk yang mendiaminya.
Kegiatan yang mengiringi pertumbuhan penduduk umumnya adalah pembukaan
lahan untuk pemukiman, pertanian, perkebunan, perikanan, industri,
pertambangan dan berbagai kegiatan lainnya yang berdampak pada
pengurangan luas lahan hingga berpengaruh sangat besar terhadap lahan di
wilayah pesisir. Dampak lainnya yang timbul adalah meningkatnya pencemaran,
menurunnya kualitas air, tanah dan udara, berkurangnya keanakeragaman satwa
dan sumber genetika, berkurangnya daerah tangkapan hujan dan aliran air. Pada
akhirnya semua dampak-dampak tersebut mengakibatkan penurunan kualitas
hidup masyarakat, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Adapun dampak-dampak pembangunan di wilayah pesisir yang umum terjadi


karena pembangunan:

a. Pembangunan pemukiman dan perkotaan

Kawasan perkotaan termasuk areal pemukiman dan kegiatan sosial


masyarakat di dalamnya adalah bagian dari lingkungan hidup. Peningkatan
jumlah penduduk dan pertumbuhan perekonomian masyarakat dari setiap tahun
umumnya semakin meningkatkan permintaan masyarakat terhadap pemukiman.
Peningkatan kebutuhan akan pemukiman yang terus menerus bertambah
mengakibatkan arah pembangunan pemukiman terus meluas, hingga mencapai
area pesisir laut. Sebagai contoh nyata adalah pembangunan pulau-pulau buatan
di teluk Jakarta yang hingga saat ini menjadi polemik antara kebutuhan
pembangunan untuk pemukiman dan upaya pelestarian lingkungan pesisir. Satu
sisi lahan sudah tidak tersedia lagi di Jakarta untuk memenuhi kebutuhan
permintaan kawasan pemukiman yang tinggi, sementara disisi lain ada ekosistem
pesisir pantai yang sepertinya menganggur dan secara teknologi dapat
dimanfaatkan. Akan tetapi ekosistem ini bukan tanpa penghuni atau pemilik.
Namun ekosistem pesisir ini menjadi tempat bergantung berbagai biota perairan
dan juga masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan atau usaha perikanan laut
lainnya. Selain Jakarta, pembangunan pesisir juga di lakukan di beberapa kota
lainnya, seperti Surabaya, Batam, dan Bali serta berbagai kota lainnya di
Indonesia. Kegiatan pembukaan dan pembersihan lahan, penggalian, serta
penimbunan selama proses konstruksi sangat berdampak negatif berbagai
ekosistem pesisir, seperti hilangnya kawasan mangrove, pantai, terumbu karang
dan lainnya. Selanjutnya kegiatan pembangunan di pesisir pantai akan
mengakibatkan perubahan arah dan kecepatan arus, yang kemudian
mengakibatkan dampak turunan berupa erosi, abrasi, kekeruhan, sedimentasi,
dan perubahan batimetri. Saat pembangunan telah selesai kemudian pemukiman
disekitar pantai tersebut berfungsi dan didiami masyarakat, maka akan muncul
lagi dampak baru dari aktivitas masyarakat seperti tumpukan sampah dan limbah
cair dalam jumlah besar. Limbah ini berpotensi masuk kedalam ekosistem pesisir
dan mengakibatkan pencemaran dan penurunan kualitas air di pesisir tersebut.
Dampak lanjutan dari penurunan kualitas air tersebut adalah terganggunya atau
hilangnya biota perairan seperti plankton, bentos, nekton, terumbu karang dan
lamun. Pada akhirnya dampak tersebut juga akan berpengaruh terhadap
masyarakat khususnya masyarakat perikanan dan nelayan yang
menggantungkan hidupnya dari keberadaan bota-biota perairan tersebut.

b. Pembangunan industri

Pertambahan manusia yang meningkat diikuti dengan peningkatan jumlah


kebutuhan manusia. Pemenuhan kebutuhan manusia tersebut baru dapat
terwujud bila ada industri/manufaktur yang mengubah bahan mentah dari alam
dengan berbagai proses menjadi barang jadi yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Umumnya industri dibuat sedekat mungkin dengan daerah pesisir
untuk memudahkan distribusi bahan baku, bahan pendukung, dan pemasaran
hasil produksi. Air merupakan kebutuhan utama setiap industri. dan pada
akhirnya air yang telah digunakan dalam proses industri akan dibuang kembali ke
lingkungan. Namun kondisi kualitas air yang dibuang kembali ke lingkungan
sudah jauh menurun dan apabila tidak XIX diolah dengan baik, air tersebut akan
bersifat beracun bagi lingkungan. Banyak kasus tentang pembuangan limbah cair
ke perairan laut telah mengakibatkan kematian organisme perairan dan
kerusakan ekosistem. Pada akhirnya aktivitas ini mengakibatkan kondisi
ekosistem pesisir menjadi kritis dan sebahagian besar biota perairan menghilang.
Ikan-ikan yang tercemar logam berat dan unsur-unsur beracun lainnya yang
kemudian ditangkap, akan menjadi sangat berbahaya bila dikonsumsi oleh
manusia. Dampaknya bisa langsung terasa maupun bisa terasa setelah beberapa
waktu kemudian.
c. Pembangunan transportasi laut

Indonesia sebagai negara dengan banyak pulau yang tersebar membutuhkan


pembangunan fasilitas transportasi laut yang memadai dan mencukupi. Fasilitas
perhubungan laut sangat penting untuk mengembangkan dan memanfaatkan
sumber daya alam di kawasan pesisir. Dengan fasilitas transportasi laut yang
baik, maka biaya perdagangan dapat dibuat kompetitif sehingga memudahkan
masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan dan sekaligus meningkatkan
pendapatan daerah dan negara. Akan tetapi pembangunan pelabuhan dengan
berbagai bentuk dan modelnya, sedikit banyak akan mempengaruhi kondisi
fisiografi daerah pesisir dimana pembangunan tersebut dilakukan. Perubahan
fisiografi akan berdampak pada perubahan pola dan arah arus laut, berpotensi
meningkatkan kekeruhan perairan. Kegiatan ini juga dapat mengubah daerah
endapan sedimen, mempercepat endapan sedimen, khususnya pada daerah
dengan tingkat sedimentasi tinggi seperti pesisir timur sumatera, pesisir utara
jawa dan pesisir barat Kalimantan dan daerah lainnya yang karakter pesisirnya
serupa. Selain itu aktivitas kepelabuhanan di darat, kapal-kapal yang berlabuh
dan berlayar disepanjang alur pelayaran menghasilkan limbah padat, cair,
tumpahan minyak dan bahan-bahan berbahaya lainnya. Limbah yang tidak
dikelola dengan baik seperti tumpahan minyak dan bahan-bahan berbahaya yang
masuk ke pesisir laut dan mencemari perairan tersebut. Tanpa pengelolaan,
kegiatan ini akan memberikan dampak negatif berupa penurunan kualitas
ekosistem pesisir dan hilangnya jasa-jasa ekosistem pesisir.

d. Pembangunan Pertanian/perkebunan/budidaya perikanan

Kegiatan pertanaian dan perkebunan skala besar di lahan atas sangat besar
pula pengaruhnya terhadap penurunan kualitas perairan pesisir. Secara fisik,
pembangunan kawasan perkebunan/pertanian skala besar berpotensi
meningkatkan erosi dihulu. Erosi tersebut pasti mengalir bersama aliran sungai
dan bermuara ke daerah pesisir. Erosi tersebut meningkatkan partikel
tersuspensi dan kekeruhan di perairan. Dampaknya adalah meningkatnya
kecepatan pengendapan di pesisir dan mengubah batimetri daerah pesisir.
Secara biokimia, kegiatan perkebunan dan pertanian umumnya menggunakan
berbagai senyawa dan bahan kimia dalam perawatan dan perlindungan tanaman
dalam bentuk pupuk maupun sebagai insektisida/herbisida. Bahan-bahan ini
dalam penggunaan secara berlebihan berpotensi masuk kedalam perairan.
Bahan-bahan biokimia yang masuk keperairan tersebut akan terbawa melalui
aliran sungai hingga ke pesisir. Akumulasi bahan-bahan kimia tersebut akan
berdampak pada penurunan kualitas perairan, menyebabkan perairan menjadi
toksik dan meracuni biota yang XX ada di perairan pesisir tersebut. Pada
akhirnya seluruh kegiatan tersebut akan mengakibatkan kerusakan ekosistem
secara menyeluruh dan permanen yang sulit dikembalikan lagi.
e. Pariwisata

Beberapa kegiatan pariwisata menimbulkan kekhawatiran terhadap


sumberdaya pesisir terutama karang dan mangrove. Beberapa masalah yang
dihadapi dalam pariwisata pesisir seperti konversi lahan kawasan mangrove
menjadi lahan kering untuk kawasan wisata dan resort, masuknya sedimentasi
dari pembangunan untuk kawasan wisata dan resort, adanya pembangunan jalan
yang menghalangi masuknya air tawar dan air laut, adanya pembuangan limbah
dan polutan dari kawasan wisata dan rekreasi, pengambilan mangrove, karang
dan biota dasar perairan untuk dijadikan bahan suvenir yang dijual kepada
wisatawan.

D. Kesimpulan

Wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut, ke


arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran, adapun dampak yang di alami ,
pencemaran lingkungan pesisir dan laut dapat diakibatkan oleh limbah buangan
kegiatan atau aktifitas di daratan (land-based pollution), maupun kegiatan atau
aktivitas di lautan (sea-based pollution). Kontaminasi lingkungan laut akibat
pencemaran dapat dibagi atas kontaminasi secara fisik dan secara kimiawi.
Dalam hal ini Pencemaran lingkungan yg memiliki dampak negatif bukan saja
pada perairan sungai tetapi juga perairan pesisir dan lautan. Dampak yang
terjadi kerusakan ekosistem bakau, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis
biota (ikan, kerang, keong), terjadi abrasi, hilangnya benih banding dan udang.
Dengan demikian maka Untuk mempertahankan kelestarian daya guna perairan
wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat pembuangan
sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan peraturan
perundangan. Pencemaran yang meluas dan menerus menyebabkan penurunan
mutu lingkungan serta berkurangnya populasi ikan laut dan kerang atau
penurunan daya dukung alami. Perairan di kawasan pantai sangat peka terhadap
pecemaran yang dibawa oleh aliran air dari sungai termasuk buangan dari limbah
pertanian. Dengan demikian maka Untuk mempertahankan kelestarian daya
guna perairan wilayah pesisir, kebiasaan menggunakan perairan sebagai tempat
pembuangan sampah dan bahan buangan industri perlu diatur berdasarkan
peraturan perundangan.

E. Daftar Pustaka
Anugrah, Prima Tegar, 2015, “Pengendalian Pencemaran dan
Pemulihan Kerusakan Pesisir di Wilayah Kota
Semarang”, Program Studi Ilmu Kelautan,
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Univesitas Brawijaya,
Malang.

Astjario, Kusnanda, 2011, “Tinjauan Aspek- Aspek Pembangunan


Yang mempengaruhi Dampak Lingkungan
Kawasan Pesisir Dan Laut.

Basri, Hasan, 2020, “Pengelolaan, Pengawasan Kawasan Pesisir


Dan Laut Di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum
Reusam, Fakultas Hukum, Universitas
Malikussaleh, Vol. 7, No.2.

Berhitu, Pieter, Abraham Kalalimbang, 2009, “Studi Kerusakan


Wilayah Pesisir Pantai Kecamatan Nusaniwe
dan Kecamatan Sirimau Dengan Analisis Fisik
Untuk Perencanaan Tata Ruang Pesisir”,
Jurnal Teknologi, Vol. 6, No.2

Fattah, Ibrahim, Fajrianty, Pratidina Rosul, 2019, “Analisis Yuridis


Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap
Pencemaran Laut di Wilayah Pesisir Pantai
Lakessi Kota Pare Pare”, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadiyah, Pare- Pare, Vol.
3, No.2.

IDMM Riyadi, “Kebijakan Pembangunan Sumber Daya Pesisir


Sebagai Alternatif Pembangunan Indonesia
Masa Depan”

Jayawardana, Mochammad Maulana Trianggono, 2017,


“Penanggulangan Masalah Pencemaran
Sampah Daerah Pesisir Sebagai Upaya
Pelestarian Ekosistem Pesisir Dan Hutan
Mangrove”, Jurnal Pengabdian Rakyat, IKIP
PGRI Jember, Vol. 1, No1.
K, Hengky dan Jubhar C, 2011, “Eksploitasi Dan Konservasi
Sumberdaya Hayati Laut dan Pesisir Di
Indonesia” Jurnal Biologi Papua, Vol. 1, N0.1.

Kismartini, 2012, “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Wilayah


Pesisir dalam Perspektif Pembangunan
Berkelanjutan di Kabupaten
Rembang”,Disertasi Program Doktor Ilmu
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu
Administrasi, Universitas Brawijaya. Malang.

Mubarak, H. 2017, ”Dampak Pembangunan Wilayah Pesisir” Rektor


Universitas Muhammadiyah Riau, Keynote
Speech.

Nawa, Suwendi, 2006, “Teknologi Penanggulangan dan


Pengendalian Kerusakan Lingkungan Pesisir
Pantai Dan Laut Untuk Mendukung
Pengembangan Pariwisata, Jurnal Teknik
Lingkungan, Vol. 7, No.2.

Pagoray, Henny, 2003, “Lingkungan Pesisir dan Masalahnya


Sebagai Daerah Aliran Buangan Limbah”
Institut Pertanian Bogor.

Palijima, Tomy, 2021, Perlindungan Hukum Wilayah Pesisir Dalam


Pengendalian Pencemaran dan Perusakan
Laut Pesisir Di Negeri Batu Merah Damer,
Kabupaten Maluku Barat Daya” Balobe Law
Journal, Fakultas Hukum, Universitas
Pattimura, Ambon Vol. 1. No. 1.

Pramudyanto, Bambang, 2014, “Pengendalian Pencemaran dan


Kerusakan Di Wilayah Pesisir, Jurnal Lingkar
Widyaiswara, Vol. 1, No.4.

Raharjo, Purnomo, Deny Setiady, Sheila Zallesa Endah Putri, 2015,


“Identifikasi Kerusakan Pesisir Akibat
Konversi Hutan Bakau Menjadi Lahan Tambak
Di Kawasan Pesisir Cirebon, Jurnal Geologi
Kelautan, Vol. 13 No.1.
Roziqin, Ali dan Kismartini, “ Evaluasi Dampak Kebijakan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Di
Kabupaten Rembang”, Administrasi Publik,
Universitas Diponegoro.

Selvie, Tumengkol, 2013, “Potensi dan Permasalahan


Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan,
Fakultas Ilmu Sosial Politik, Universitas Sam
Ratulangi Manado.

Sopamena, Feliks, Christina Joseph, 2019, “Studi Penanggulangan


Kerusakan Daerah Pesisir Pantai Di Negeri
Kamal Kecamatan Kairatu Barat Kabupaten
Seram Bagian Barat”, JURNAL MANUMATA
VOL 5, NO 1.

Supriyanto, 2017, “Strategi Pengendalian Kerusakan dan


Pencemaran Kawasan Pesisir Pantai”, Jurnal
Statik Maritim, STIMART Amni, Semarang,
Vol.26, No.2

Tatag, Wiranto, “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Laut Dalam


Kerangka Pembangunan Perekonomian
Daerah”

Thaib, Danial, 2012, “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Kawasan


Pantai Utara Kabupaten Bekasi Dalam
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Pesisir, Jurnal Green Growth Vol.1.

Vatria, Belvi, 2010, “Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat


Menyebabkan Terjadinya Degradasi
Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang
Ditimbulkannya, Ilmu Kelautan Dan
Perikanan, Politeknik negeri Pontianak,
Pontianak, Vol. 9, No.1.

Widowati, Dyah Ayu dan Muchammad Chanif Chamdani, 2018,


“Dinamika Hukum Pengelolaan Pesisir Pasca
Reformasi Di Indonesia” Majalah Hukum
Nasional, Fakultas Hukum Universitas Gadjah
Mada, No.2.

Winarta, Mardian Adi, “Kebijakan Pengelolaan Sampah Dalam


Upaya Mencegah Pencemaran Lingkungan
Hidup Dikawasan Pantai Pasir Putih,
Kabupaten Situbondo

Zamdial, Dede Hartono, Deddy Bakhtiar, Eko Nofridiansyah, 2017,


“Studi Identifikasi Kerusakan Wilayah Pesisir
di Kabupaten MukoMuko Provinsi Bengkulu,
Jurnal Enggano, Vol.2, No.2.

Anda mungkin juga menyukai