Anda di halaman 1dari 7

PEMBARUAN INFRASTRUKTUR DI KAWASAN PESISIR UNTUK

MEMBANTU TERWUJUDNYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT


SEHINGGA MENCIPTAKAN MASYARAKAT PESISIR YANG MEMILIKI
POLA PIKIR MASA KINI

UNIVERSITAS HALU OLEO

NATIONAL DEBATE COMPETITION FICTION 2018

DIUSULKAN OLEH:
1. DIDIK RAHMADI (Ketua) B1B116193 / 2016
2. MUHAMMAD ARUL JALAL (Anggota) A1K116102 / 2016
3. KIKI WAHYUNI (Anggota) A1K116128 / 2016

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI
2018
Pembaruan Infrastruktur di Kawasan Pesisir untuk Membantu Terwujudnya
Kesejahteraan Masyarakat Sehingga Menciptakan Masyarakat Pesisir yang
Memiliki Pola Pikir Masa Kini

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau serta


garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km2. Kawasan pesisir
pantai Indonesia yang memiliki kekayaan sangat besar tersebut harus dijaga
kelestariannya dengan melakukan pemanfaatan fungsi wilayah secara terencana,
serasi, seimbang dan bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kawasan pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin;
sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).
Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang
saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lainnya, baik secara biogeofisik
maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus
sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke
arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh prosesproses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di
darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Pengembangan wilayah pada kawasan pesisir sama sebagaimana
pengembangan wilayah pada kawasan lainnya, yang bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan melalui perencanaan

1
pengembangan dalam suatu proses yang didalamnya terdapat berbagai pendekatan
yang harus diperhatikan. Namun kenyataannya, berbagai potensi yang ada hanya
mampu dimanfaatkan sekitar 20% saja yang justru membawa dampak yang kurang
baik terhadap masyarakat pesisir. Hal ini terlihat dari banyaknya permasalahan yang
terjadi di kawasan pesisir seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan atau ekosistem
pantai, belum mandirinya organisasional desa, serta keterbatasan infrastruktur desa
pesisir. Permasalahan tersebut memberikan andil terhadap tingginya kerentanan
terhadap bencana alam dan perubahan iklim.
Permasalahan yang juga kerap terjadi dalam pengelolaan wilayah pesisir
adalah masih adanya nelayan tradisional yang menggunakan alat penangkapan ikan
tidak ramah lingkungan yang cukup berbahaya bagi kelangsungan ekosistem. Hal ini
yang kemudian mendorong diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No 2 Tahun 2015 yang melarang penggunaan alat tangkap pukat hela (trawls) dan
alat tangkap pukat tarik (seine nets). Hal ini menunjukkan, masyarakat lokal kita
sendiri masih sangat kurang dalam hal pemanfaatan pengetahuan dan teknologi dalam
rangka pelestarian dan peningkatan perekonomian mereka. Meski terus melakukan
peningkatan pembangunan di wilayah pesisir, namun pembangunan wilayah pesisir
tidak boleh menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dan ekosistem di wilayah
tersebut.
Banyaknya lembaga yang menangani pesisir dan laut berpotensi dapat
mengakibatkan terjadinya perselisihan wewenang antar instansi, dari sudut institusi
akan terjadi kegiatan yang saling terkait secara lintas sektoral, tumpang tindih
kegiatan, dan makin potensialnya konflik wewenang dan kepentingan tersebut.
Seharusnya pemerintah membentuk sistem institusi dengan keterpaduan sebagai ciri
utamanya. Persoalan tumpang tindih wewenang ini diperjelas oleh Aditya Irawan dan
Nilam Sari (2016:8) yang menyatakan, hutan mangrove sebagai salah satu potensi di
wilayah pesisir, pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Kehutanan serta
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Model pembangunan berkelanjutan yang dikenal dengan sustainable
development yang mengandung tiga unsur utama yang meliputi dimensi ekonomi,

2
ekologi dan sosial (Harris et al, 2001 dalam Dahuri, 2003). Suatu pembangunan
kawasan pesisir, pertama secara ekonomi dianggap berkelanjutan (economic growth)
jika kawasan tersebut mampu menghasilkan barang dan jasa secara
berkesinambungan; kedua secara ekologis dianggap berkelanjutan (ecological
sustainability) manakala basis ketersediaan sumber daya alamnya dapat dipelihara
secara stabil, tidak terjadi ekploitasi berlebih terhadap sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, tidak terjadi pembuangan limbah melampaui kapasitas asimilasi
lingkungan yang dapat mengakibatkan kondisi tercemar, serta pemanfaatan sumber
daya yang tidak dapat diperbaharui yang dibarengi dengan pengembangan bahan
substitusinya secara memadai, dan ketiga secara social dainggap berkelanjutan (social
equity) apabila kebutuhan dasar seluruh penduduknya terpenuhi; terjadi distribusi
pendapatan dan kesempatan berusaha secara adil.
Menurut Bengen (2004) pembangunan sumber daya pesisir dan lautan secara
optimal dan berkelanjutan terwujud apabila memenuhi tiga persyaratan ekologis: (1)
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang sesuai dengan daya dukungnya; (2)
pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan lautan yang harmonis; dan (3) pemanfatan
kapasitas asimilasi wilayah pesisir sesuai dengan daya dukung lingkungan jika kita
menerapkan pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu pada pembangunan
industri dan infrastruktur di wilayah pesisir, maka pembangunan pesisir yang optimal
dan berkelanjutan (sustainable development) akan dicapai yakni suatu upaya
pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam serta jasa asimilasi lingkungan yang
terdapat dikawasan pesisir untuk kesejahteraan manusia sedemikian rupa sehingga
laju pemanfaatannya tidak melebihi daya dukung (carrying capasity) kawasan pesisir
untuk menyediakannya. Pun, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan manusia saat ini tanpa menurunkan atau menghacurkan
kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Potensi sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat di kawasan pesisir yakni
sumber daya perikanan tangkap, budidaya pantai pantai (tambak), budidaya laut, dan
bioteknologi kelautan. Menurut Dahuri, 2001 perairan Indonesia memiliki potensi
lestari ikan laut sebesar 6,2 juta ton, terdiri dari ikan pelagis besar (975, 05 ribu ton),

3
ikan pelagis kecil (3,235,50 ribu ton), ikan demersal (1,786,35 ribu ton), ikan karang
konsumsi (63,99 ribu ton), udang penaid (74,00 ribu ton), lobster (4,80 ribu ton), dan
cumi-cumi (28,25 ribu ton). Dari potensi tersebut sampai pada tahun 1998 baru
dimanfaatkan sekitar 58,5 persen. Dengan demikian masih terdapat 41 persen potensi
yang belum termanfaatkan atau sekitar 2,6 juta ton per tahun.
Sementara itu, potensi pengembangan budidaya laut untuk berbagai jenis ikan
(kerapu, kakap, beronang, dan lain-lain), kerang-kerangan dan rumput laut, yaitu
masing-masing 3,1 juta ha, 971.000 ha dan 26.700 ha. Sedangkan potensi produksi
budidaya ikan dan kerang serta rumput laut adalah 46.000 ton per tahun dan 482.400
ton per tahun. Dari keseluruhan potensi produk budidaya laut tersebut, sampai saat ini
hanya sekitar 35 persen yang sudah direalisasikan. Potensi sumberdaya hayati
(perikanan) laut lainnya yang dapat dikembangkan adalah ekstrasi senyawa-senyawa
bioaktif (natural products), seperti squalence, omega-3, phycocolloids, biopolymers,
dan sebagainya dari microalgae (fitoplankton), macroalgae (rumput laut),
mikroorganisme, dan invertebrata untuk keperluan industri makanan sehat (healthy
food), farmasi, kosmetik, dan industri berbasis bioteknologi lainnya. Padahal bila
dibandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki potensi keanekaragaman hayati
laut yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia pada tahun 1994 sudah meraup
devisa dari industri bioteknologi keluatan sebesar 14 milyar dolar (Sida, 1995 dalam
Dahuri, 2001). Potensi ini sulit untuk dicapai karena pemikiran dari masyarakat
kawasan pesisir itu sendiri masih belum bisa mengoptimalkan kemampuan mereka
dalam memanfaatkan potensi yang ada sehingga perlu ada partisipasi dari generasi
muda untuk membantu membuka pemikiran mereka dalam meningkatkan kualitas
diri masyarakat pesisir.
Seperti kita ketahui bahwa generasi muda adalah salah satu komponen yang
perlu dilibatkan dalam pembangunan baik secara nasional maupun di daerah, karena
memiliki sumber daya manusia yang potensial yang mendukung keberhasilan
pembangunan daerah, mengapa demikian? karena generasi muda memiliki Fisik yang
kuat, pengetahuan baru, inovatif dan tingkat kreatif yang dapat digunakan untuk

4
membangun daerah dan secara umum dapat membangun Negara Indonesia di masa
yang akan datang.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah itu dimana peran
dari generasi muda Indonesia saat ini sangat dibutuhkan apalagi mengingat bahwa
kebanyakan dari generasi muda merupakan golongan generasi Z. Generasi Z
merupakan mereka yang lahir ditahun 1995 sampai 2010 masehi, yang mana mampu
mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan
ponsel, browsing dengan Personal Computer (PC). Apapun yang dilakukan
kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Sejak kecil mereka sudah mengenal
teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh
terhadap kepribadian mereka.
Peran generasi Z dalam pembaharuan infrastruktur adalah memberikan
pengetahuan tentang cara penangkapan ikan yang baik dan ramah lingkungan salah
satu contoh metode penangkapan ikan yaitu dengan menggunakan sero, sero
merupakan alat tangkap ikan yang didesain sedemikian rupa untuk dapat menagkap
ikan dengan diameter-diameter tertentu, jaring insang, bubu lipat ikan, bubu rajungan,
pancing ulur, rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda. Selain metode penangkapan,
budidaya perikanan juga perlu dilakukan melihat semakin berkurangnya jumlah ikan-
ikan tertentu di laut. Selain itu perlu juga dibangun tempat produksi budidaya ikan
yang langsung dapat diolah menjadi produk-produk pangan dengan memperkenalkan
banyak teknologi pangan yang dapat digunakan oleh mereka. Disamping itu potensi
dari kawasan pesisir sebagai tempat wisata, generasi muda perlu membantu
pemerintah Desa untuk mempromosikan dan menyebarluaskan karya wisata dari
kawasan-kawasan pesisir sehingga dapat dikenal oleh masyarakt lokal maupun manca
negara. Misalnya dalam bidang pariwisata yang sudah dipromosikan maka khalayak
umum akan datang untuk berwisata ke desa tersebut untuk sekedar liburan. Apabila
ada banyak pengunjung yang datang di kawasan tersebut maka pemerintah akan
melirik potensi yang dimiliki dan akan mengembangkannya dengan cara membangun
infrastruktur yang ada di daerah pesisir itu.

5
Melalui pembaharuan infrastruktur yang berkelanjutan maka masyarakat yang
ada di desa itu memiliki kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kesempatan tersebut harus dimanfaatkan masyarakat secara maksimal, sehingga
apabila masyarakat dalam daerah itu telah sejahtera maka mereka memiliki daya
saing yang mampu mencapai level internasional. Mengingat tingginya potensi sumber
daya yang dapat dikembangkan dari kawasan pesisir.

Anda mungkin juga menyukai