0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
640 tayangan11 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan ruang wilayah pesisir dan laut Indonesia seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Potensi sumber daya alam di wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Dokumen juga membahas masalah-masalah yang dihadapi wilayah pesisir seperti pencemaran, kerusakan habitat, eksploitasi berlebihan sumber daya, dan abrasi pantai. Pentingnya pengelolaan wilayah pesisir ditek
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan ruang wilayah pesisir dan laut Indonesia seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Potensi sumber daya alam di wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Dokumen juga membahas masalah-masalah yang dihadapi wilayah pesisir seperti pencemaran, kerusakan habitat, eksploitasi berlebihan sumber daya, dan abrasi pantai. Pentingnya pengelolaan wilayah pesisir ditek
Dokumen tersebut membahas tentang pengelolaan ruang wilayah pesisir dan laut Indonesia seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah. Potensi sumber daya alam di wilayah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Dokumen juga membahas masalah-masalah yang dihadapi wilayah pesisir seperti pencemaran, kerusakan habitat, eksploitasi berlebihan sumber daya, dan abrasi pantai. Pentingnya pengelolaan wilayah pesisir ditek
Kekayaan alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki
Indonesia tersebut antara lain berupa sumberdaya perikanan, sumberdaya hayati (biodiversity) seperti mangrove, terumbu karang, padang lamun, serta sumberdaya mineral seperti minyak bumi dan gas alam termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Lahan pesisir (coastal land) yang landai seperti pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa dan Pantai Barat Sulawesi Selatan pada umumnya secara geologis terbentuk oleh endapan alluvial yang subur dan dapat menjadi lahan pertanian produktif. Di samping itu, kini banyak terungkap bahwa wilayah lautan Indonesia memiliki harta karun yang banyak di dasar laut akibat kapal-kapal pelayaran niaga yang karam pada masa lalu.
Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan sumberdaya kelautan
masih jauh dari optimal. Pembangunan yang dilakukan selama PJP II yang ditekankan pada wilayah daratan menyebabkan kurang berkembangnya wilayah pesisir sehingga pada umumnya masyarakat pesisir merupakan masyarakat miskin. Selain itu, kegiatan pemba- ngunan di wilayah daratan juga menyisakan beragam permasalahan yang mengancam kesinambungan pembangunan, seperti pencemaran, gejala penangkapan ikan berlebih (overfishing), penangkapan ikan dengan bahan peledak, penambangan terumbu karang untuk bahan bangunan, degradasi fisik habitat pesisir, konflik pemanfaatan ruang, dan lain sebagainya.
2. PENATAAN RUANG DAN OTONOMI DAERAH
Perihal penataan ruang wilayah negara diatur di dalam UU No.
24/1992 tentang Penataan Ruang. Di dalam penjelasan disebutkan bahwa Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas kontinen di sekitarnya, dimana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1982 tentang Hukum Laut.
Otonomi daerah dimaksudkan untuk membatasi kewenangan
Pemerintah (Pusat) dan Propinsi sebagai daerah otonom, karena Pemerintah dan Propinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan otonomi sebatas sebagaimana yang diatur dalam PP No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut bahwa kewenangan Pemerintah hanya mencakup kewenangan pada lima bidang (politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama) dan kewenangan bidang lain. Kini, peran Pemerintah lebih ditekankan dalam memberikan kebijaksanaan yang bersifat makro/umum khususnya dalam kerangka penyelenggaraan negara kesatuan. Kewenangan Pemerintah pada bidang lain antara lain adalah dalam hal kebijakan tentang perenca- naan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.
3.POTENSI PEMBANGUNAN KELAUTAN INDONESIA
Di wilayah pesisir dan laut Indonesia terkandung kekayaan alam
yang sangat besar dan beragam, baik berupa SDA terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk- produk bioteknologi); SDA tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan (seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC atau Ocean Thermal Energy Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan untuk pariwisata bahari, transportasi laut, dan sumber keragaman hayati serta plasma nutfah.
Kekayaan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan tersebut dapat
kita dayagunakan untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa melalui sedikitnya 11 sektor ekonomi kelautan: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) hutan mangrove, (8) perhubungan laut, (9) sumberdaya wilayah pulau- pulau kecil, (10) industri dan jasa maritim, dan (11) SDA non- konvensional. Total nilai ekonomi dari kesebelas sektor ekonomi kelautan itu diperkirakan mencapai 1,2 trilyun dolar AS/tahun, dan dapat menyediakan lapangan kerja untuk 40 juta orang. Sampai sekarang, potensi ekonomi yang luar biasa besar, ibarat ‘Raksasa Yang Tertidur’ itu belum dimanfaatkan secara produktif dan optimal.
Dari 11 sektor ekonomi kelautan tersebut, yang menjadi domain
tanggung jawab, kewenangan atau tupoksi (tugas pokok dan fungsi) ekonomi KKP selama ini adalah: (1) perikanan tangkap; (2) perikanan budidaya; (3) industri pengolahan hasil perikanan; (4) industri bioteknologi kelautan; (5) garam; (6) pembangunan pulau-pulau kecil; dan (7) sumber daya kelautan non-konvensional yakni SDA dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di wilayah pesisir dan laut Indonesia, namun karena alasan teknis maupun ekonomis belum bisa kita manfaatkan, seperti industri air dari laut dalam (deep sea water industry), deep sea mining, industri farmasi dan kosmetik dari laut, dan sebagainya. Perlu dicatat, bahwa perikanan tangkap bukan hanya mencakup usaha perikanan tangkap di laut, tetapi juga di Perairan Umum Darat (PUD) seperti sungai, danau, waduk (bendungan), dan perairan rawa. Demikian juga perikanan budidaya (aquaculture) dan industri bioteknologi, bukan hanya di laut, tetapi juga di perairan payau (tambak, coastal aquaculture), PUD, sawah (minapadi), saluran irigasi, kolam air tawar, dan akuarium. 4. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI WILAYAH PESISIR
Pemanfaatan sumber daya pesisir di satu sisi berdampak pada
kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan penyediaan lapangan pekerjaan seperti penangkapan ikan secara tradisional, budi daya tambak, penambangan terumbu karang , dan lain sebagainya. Namun di sisi lain, pemanfaatan sumber daya alam secara terus menerus dan berlebihan akan menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem pesisir.
Ada beberapa masalah yang terjadi dalam pembangunan di kawasan
pesisir dan lautan di Indonesia antara lain:
(1) Pencemaran
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
(2) Kerusakan Fisik Habitat
Kerusakan fisik habitat ekosistem wilayah pesisir di Indonesia
umumnya terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang dan rumput laut. Terumbu karang di Indonesia yang masih berada dalam kondisi sangat baik hanya 6,20 %, kondisi rusak 41,78 % , kondisi sedang 28,30%, dan kondisi baik 23,72 % (Moosa et.al. 1996). Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan- kegiatan perikanan yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan peledak dan beracun, penambangan karang, reklamasi pantai, pariwisata, dan sedimentasi akibat erosi dari lahan atas.
(3) Eksploitasi sumber daya secara berlebihan
Ada beberapa sumber daya perikanan yang telah dieksploitir secara
berlebihan (overfishing), termasuk udang, ikan demersal, palagis kecil, dan ikan karang. Menipisnya stok sumber daya tersebut, selain karena overfishing juga dipicu oleh aktivitas ekonomi yang baik secara langsung atau tidak merusak ekosistem dan lingkungan sehingga perkembangan sumber daya perikanan terganggu. Disamping itu, kurangnya apresiasi dan pengetahuan manusia untuk melakukan konservasi sumber daya perikanan, seperti udang, mangrove, terumbu karang, dan lain-lain.
(4) Abrasi Pantai
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1)
proses alami (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia. Kegiatan manusia tersebut misalnya kegiatan penebangan hutan (HPH) atau pertanian di lahan atas yang tidak mengindahkan konsep konservasi telah menyebabkan erosi tanah dan kemudian sedimen tersebut dibawa ke aliran sungai serta diendapkan di kawasan pesisir. Aktivitas manusia lainya adalah menebang atau merusak ekosistem mangrove di garis pantai baik untuk keperluan kayu, bahan baku arang, maupun dalam rangka pembuatan tambak.
(5) Konversi Kawasan Lindung ke Penggunaan Lainnya
Dewasa ini banyak sekali terjadi pergeseran penggunaan lahan, misalnya dari lahan pertanian menjadi lahan industri, property, perkantoran, dan lain sebagainya yang terkadang kebijakan persegeran tersebut tanpa mempertimbangkan efek ekologi, tetapi hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi jangka pendek. Demikian juga halnya yang terjadi di kawasan pesisir, banyak terjadi pergeseran lahan pesisir dan bahkan kawasan lindung sekalipun menjadi lahan pemukiman, industri, pelabuhan, perikanan tambak, dan parawisata. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem di sekitar pesisir, terutama ekosistem mangrove.
5.PENTING NYA MENGELOLA WILAYAH PESISIR
Pada hakekatnya terdapat beberapa alasan yang melatar- belakangi
pentingnya pengelolaan wilayah pesisir, yaitu :
Pertama, wilayah pesisir merupakan salah satu kawasan yang
memiliki produktivitas hayati yang tinggi. Perairan (coastal waters) daerah tropis seperti Indonesia, mendapatkan masukan unsur hara (nutrients) dari daratan melalui aliran sungai dan aliran air permukaan (run off) ketika hujan, serta siraman sinar matahari sepanjang tahun. Dengan demikian, apabila kita ingin mendukung kelestarian (sustainability) dan produktivitas usaha perikanan, baik penangkapan maupun budidaya, maka kita harus memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan wilayah pesisir.
Kedua, wilayah pesisir memiliki potensi keindahan dan kenya-
manan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata. Selain itu karena adanya kemudahan transportasi dan distribusi barang dan jasa, sumber air pendingin bagi industri, dan tempat pembuangan limbah; maka wilayah pesisir berfungsi sebagai pusat permukiman, pelabuhan, kegiatan bisnis, dll. Oleh sebab itu, wajar bila lebih dari separuh jumlah penduduk dunia bermukim di wilayah pesisir dan dua pertiga dari kota-kota besar dunia juga terletak di wilayah ini (World Bank, 1994 ; Cicin-Sain and Knecht, 1998).
Ketiga, karena tingkat kepadatan penduduk dan intensitas
pembangunan yang tinggi di wilayah pesisir, maka wilayah pesisir pada umumnya mengalami tekanan lingkungan (environmental stresses) yang tinggi pula. Selain dampak lingkungan yang berasal dari kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah pesisir.
Keempat, wilayah pesisir biasanya merupakan sumberdaya milik
bersama (common property resources), sehingga berlaku rejim open access (siapa saja boleh memanfaatkan wilayah ini untuk berbagai kepentingan). Pada rejim open access ini, setiap pengguna ingin memanfaatkan sumberdaya pesisir semaksimal mungkin sehingga sulit dilakukan pengendalian, dan sering kali terjadi kehancuran ekosistem sebagai akibat tragedi bersama (tragedy of the common).
6.Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Di Masa Yang
Akan Datang
(a) Visi Pembangunan Sumberdaya Pesisir dan Laut
Bertitik tolak dari potensi, kendala dan permasalahan, dan tujuan
pembangunan kelautan di Indonesia serta semangat desentralisasi, maka visi pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan di Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut : Wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terkandung di dalamnya, merupakan sumber penghidupan dan sumber pemba- ngunan yang harus dimanfaatkan secara berkelanjutan, guna mening- katkan kemakmuran rakyat menuju terwujudnya bangsa Indonesia yang sejahtera, maju dan mandiri.
(b) Kebijakan
Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Ditjen Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan kewenangan pemerintah pusat di bidang kelautan, telah menetapkan 5 (lima) pedoman pelaksanaan kebijakan pembangunan pesisir dan laut sebagai berikut :
1. Kebijakan pembangunan pesisir dan laut harus berorientasi
kepada kepentingan umum, bukan kepentingan perorangan atau golongan, apalagi untuk kepentingan pejabat birokrasi. 2. Kebijakan pembangunan kelautan harus bersifat “constraint- based development”, dengan pengertian bahwa setiap kegiatan pemba- ngunan di wilayah pesisir, harus memenuhi segenap kriteria pem- bangunan berkelanjutan (sustainable development), 3. Kebijakan pembangunan pesisir dan laut harus merupakan milik umum (public domain). 4. Kebijakan pembangunan pesisir dan laut semaksimal mungkin diusahakan untuk tidak menciptakan beban anggaran negara. 5. Kebijakan pembangunan pesisir dan laut harus berorientasi kepada pemberdayaan masyarakat (seluruh stakeholder kelautan). (c) Program Kerja Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Sebagai penjabaran dari kebijakan Departemen tersebut, maka
Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah merencanakan Program Kerja lima tahunan periode tahun 2000 – 2004 mencakup 8 (delapan) program utama, yaitu :
1. Penyusunan kebijakan umum pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil
2. Program Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu 3. Program Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil 4. Program Penyusunan Tata Ruang Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil. 5. Program Pemberdayaan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir 6. Program Perlindungan dan Konsevasi Taman Nasional Laut 7. Program Rehabilitasi Kerusakan dan Pengkayaan Lingkungan Pesisir 8. Program Mitigasi Bencana dan Pengendalian Pencemaran dari darat.\