Anda di halaman 1dari 34

PEMETAAN EKOSISTEM MANGROVE DI PESISIR

LAHUNDAPE KOTA KENDARI

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG ( PKL) II


PROGRAM STUDI TEKNIK KELAUTAN

OLEH:

PUTRI
NIT. 19.7.05.108

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2021
PEMETAAN EKOSISTEM MANGROVE DI LAHUNDAPE
KOTA
KENDARI

OLEH:

PUTRI
NIT. 19.7.05.108

Laporan PKL II ini di susun sebagai pertanggung jawaban praktik Di Kelurahan


Lahundape Kecamatan Kendari Barat Kota Kendari
Program Studi teknik kelautan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN RISET DAN SUMBER DAYA MANUSIA
KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul laporan : Pemetaan Ekosistem Mangrove Di


Pesisir Lahundape Kota Kendari
Nama : Putri
Nit : 19.7.05.108

Laporan PKL II disetujui;

Pembimbing I Pembimbing II

Ir.Agus Suracmat,M.Si Khairul Jamil,S.P,M.Si


NIP. 19590814 19883 1 002 NIP. 19710214 200604 1 001

Diketahui oleh
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si


NIP. 19641217 199003 2 003
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penyusun Panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Laporan dengan judul “kondisi hutan mangrove berdasarkan kerapatan jenis di
ekowisata mangrove lantebung kota makassar provinsi sulawesi selatan”
Dengan diadakannya Praktik Kerja Lapang (PKL) II, taruna diharapkan
mampu mencapai tujuan yang diinginkan,mampu menerapkan materi dan praktik
yang sesungguhnya serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
dunia kerja.
Selama Praktik Kerja Lapang (PKL) II hingga selesainya penyusunan laporan
ini, banyak pihak yang telah turut serta memberikan motivasi, dorongan dan
bimbingan yang bermanfaat, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
yang terhormat :

1. Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si sebagai Direktur Politeknik KP Bone


2. Bapak Ir.Agus Suracmat, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Khairul
Jamil,S.P,.M.Si selaku pembimbing II
3. Kepada orang tua yang telah memberikan dorongan, doa, semangat dan
motivasi sehingga laporan ini dapat tersusun dengan baik.
4. Serta semua pihak yang telah memberikan bantuan penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan ini oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan Praktik Kerja Lapang (PKL) II ini
bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, November 2021


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... IV
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... V
DAFTAR TABEL............................................................................................ VI

1. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1. Latar belakang................................................................................ 1
1.2. Tujuan............................................................................................. 1
2. METODE PRAKTIK................................................................................. 2
2.1 Waktu dan Tempat.......................................................................... 2
2.2 Prosedur Kerja ............................................................................... 2
2.3 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan...................................................... 2
2.4 Metode Pengambilan Data.............................................................. 3
3. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 8
3.1. Keadaan Umum Lokasi Praktik...................................................... 8
3.2. Kegiatan Praktek............................................................................. 9
3.3. Data Teknis..................................................................................... 9
4. SIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 22
4.1.1 Simpulan......................................................................................... 22
4.1.2 Saran............................................................................................... 22
5. DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 23
6. LAMPIRAN............................................................................................... 24
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Petak contoh transek.................................................................................... 3
2. Posisi pengukuran lingkar batang pohon mangrove.................................... 3
3. Peta Titik Koordinat Mangrove…………………………………………… 3
4 Tampilan aplikasi SAS Planet...................................................................... 5
5 Tampilan digitasi mangrove di Arcgis......................................................... 6
6 Tampilan Layout aplikasi Arcgis setelah di digitasi.................................... 7
7. Peta administrasi Mangrove di Lahundape Kota Kendari........................... 8
8. Peta pH di tiap stasiun pengambilan data.................................................... 11
9. Peta Salinitas di tiap stasiun pengambilan data........................................... 12
10. Peta Suhu di tiap stasiun pengambilan data................................................. 12
11. . Nilai Kerapatan tingkat semai (tegakan/ha)pada setiap stasiun................. 14
12. Nilai Kerapatan tingkat Pancang (tegakan/ha)pada setiap stasiun............... 15
13. Nilai Kerapatan tingkat Pohon (tegakan/ha)pada setiap stasiun.................. 16
14. Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di Lantebung.................................... 18
15. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 1..................................... 19

16. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 2..................................... 20

17. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 3..................................... 20


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Alat dan bahan yang digunakan................................................................... 2
2. Kriteria Kerusakan Mangrove...................................................................... 4
3. Kondisi Parameter Kualitas air di setiap stasiun.......................................... 11
4. Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha) untuk
tingkat semai................................................................................................ 13
5. Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha) untuk
tingkat Pancang............................................................................................ 14
6. Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha) untuk
tingkat Pohon............................................................................................... 16
7. Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di Lantebung....... 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kota Kendari adalah ibukota dari Provinsi Sulawesi Tenggara, kota ini
memiliki luas 29.600 Hektar. Kota Kendari merupakan wilayah beriklim
tropis. Mayoritas penduduk Kota Kendari yang berjumlah berkisaran 289.468
jiwa (Sensus Penduduk tahun 2010), memeluk agama islam. Kota Kendari
dihuni masyarakat dari beberapa suku, yaitu Suku Tolaki, Suku Muna, Suku
Buton, Suku Bugis. Dan penduduk asli Kota Kendari sendiri berasal dari Suku
Tolaki.Wilayah Kota Kendari adalah wilayah yang berbukit-bukit, berpesisir
pantai dan dengan iklim tropisnya Kota Kendari memiliki alam yang asri dan
lebat. Kota Kendari terkenal akan wisata alam yang masih alami, beberapa
tempat wisata yang ada di Kota Kendari adalah Teluk Kendari, Pantai Nambo,

Hutan Nanga-Nanga, Air Terjun Lahundape dan beberapa tempat wisata


lainnya. Karena itu Kota Kendari banyak di kunjungin oleh wisatawan lokal,
bahkan wisatawan mancanegara.
Mangrove Lahundape yang berada di kota Kendari, disebut sebagai objek
wisata favorit untuk mengisi hari libur. Dikelola serius oleh Pemerintan Kota
Kendari, usaha tersebut membuahkan hasil dengan adanya peningkatan jumlah
pengunjung kian tahunnya. Meski pada hari biasa, ada saja pengunjung yang
menyempatkan diri mengunjungi kecantikan alamnya. Berikut keistimewaannya.
Ketika memasuki kawasan wisata ini, pengunjung akan disapa dengan hutan
mangrove dengan luas berhektar hektar. Oleh karenanya, hutan ini dikatakan
cocok sebagai tempat menyalurkan hobi positif seperti trekking hingga fotografi.
Bahkan sebelum proses pembangunannya benar benar selesai dilakukan, sudah

terlihat jelas antusias masyarakat sekitar untuk mengunjunginya.


Hutan Mangrove merupakan organisme atau tumbuhan yang mampu hidup
pada salinitas yang relatif tinggi dan umumnya terdapat diseluruh pantai serta
tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pasang surut
air (Tarigan, 2008). Keberadaan hutan mangrove diekosistem sangat penting
Karena mereka memiliki potensi ekologis dan ekonomis. Mangrove memberikan
konstribusi yang signifikan pada produksi estuari dan pesisir melalui aliran
energy dari proses dekomposisi.

1.2 Tujuan

1. Mengindentfikasi kondisi hutan mangrove berdasarkan kerapatan


pohon,pancang,semai dan Indeks Nilai Penting (INP) di Ekowisata Mangrove
Lahundape.

2. Mengindetifikasi luas wilayah hutan mangrove di Lahundape menggunakan


Arcgis.
BAB II
METODE PRAKTEK

2.1 Waktu dan tempat


Praktek kerja lapang II ini dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober – 30
November 2021 di Ekowisata Mangrove Di Kecamatan Lahundape Kota
Kendari.

Gambar . Peta Titik Koordinat Mangrove

2.2 Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan
Nama alat Kegunaan
1. GPS (Global Positioning System) - Menentukan titik kordinat
pengamatan
2. Roll meter - Menentukan jarak
3. Tali raffia - Pembatas atau penanda area
4. Patok kayu transek
5. Buku identifikasi mangrove - Mengidentifikasi tumbuhan
mangrove
6. Kamera HP - Mengambil dokumentasi
dilapangan
7. Pensil & buku - Menulis hasil pengukuran
8. Papan pengalas - Pengalas buku saat di
9. Silet lapangan
- Memotong tali rafia saat
pengukuran per plot.
10. Laptop - Mengolah hasil akhir
11. refraktometer - Mengukur salinitas air
12. Termometer - Mengukur suhu di perairan
13. Digital Ph meter - Mengukur Ph Air
14. Aqua Botol - Pengukuran Arus

2.3 Tahap Pelaksanaan


Dalam pelaksanaan praktik kerja lapang ini, adapun tahap
pelaksanaannyasebagai berikut :
a. Penentuan lokasi pengambilan data dan persiapan perlengkapan yang di
butuhkan
b. Proses pengumpulan data dengan metode pengambilan data pada ekosistem
pesisir
c. Analisis dan pengolahan data
d. Hasil dan kesimpulan
2.4 Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan untuk pengambilan data mangrove adalah metode
transek line plot, Dengan cara sebagai berikut:
1. Menarik meteran kearah darat dengan posisi awal yang telah di beri tanda
(patok atau pencatatan pohon).
2. Menentukan titik koordinat dengan menggunakan GPS
3. Menentukan plot
 10 x 10 untuk pengamatan fase pohon dilakukan pengukuran diameter
batang pohon mangrove (diameter > 4 cm ataukelilingbatang> 16 cm).
Pengukuran dilakukan pada seluruh pohon yang berada di setiap plot.
 5 x 5 m untuk pengamatan fase pancang dengan tegakan tinggi 1,5 m
berdiameter >10 cm.
 1 x 1 m untuk pengamatan fase semai dengan diameter >2 cm
10m
10mxx10m
10m

5m
5mxx5m
5m

1m
1mxx1m
1m

Gambar 1. Petak contoh transek


4. Identifikasi setiap jenis mangrove dengan melihat daun, buah, akar, dan
batang.
5. Mengatur diameter pohon setinggi dada

Gambar 2. Posisi pengukuran lingkar batang pohon mangrove


Kondisi hutan mangrove dapat diketahui tingkat kerusakannya di tempat-
tempat tertentu berdasarkan kriteria baku mutu kerusakan mangrove. Kriteria
baku mutu kerusakan hutan mangrove memiliki klasifikasi dalam: Baik (sangat
padat), Baik (sedang), dan Rusak. Baku mutu Kriteria Kerusakan Mangrove dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria Kerusakan Mangrove
Kriteria Kerapatan
Kerapatan (Pohon)
mangrove
Sangat Padat > 1500
baik
Sedang > 1000 - < 1500
Rusak Jarang < 1000
Sumber : KEPMEN LH No. 201 Tahun 2004

A. Software yang digunakan

1. SAS Planet
SASPlanet adalah sebuah software untuk menampilkan dan mendownload
citra satelit resolusi tinggi dari peta yang dikirimkan oleh layanan pemetaan
seperti Google Maps, Bing Maps, dan Yandex.
2. ArcGis
ArcGIS merupakan software berbasis Geographic Information System
(GIS) yang dikembangkan oleh ESRI (Environment Science & Research
Institue).Dimana aplikasi ini digunakan dalam pengelolahan data untuk
visualisasi, editing, serta pembuatan peta seperti peta ekosistem dan peta
Batimetri.
3. GPS (Global Positioning System)
GPS adalah teknologi yang menggunakan sinyal dari satelit yang bisa
mempermudah manusia dalam kegiatan sehari-hari, seperti untuk mengetahui
posisi dengan cepat, menentukan rute perjalanan, mengetahui ketinggian suatu
tempat, bahkan untuk melihat situasi lalu lintas terkini. Pada pembuatan peta
tersebut, GPS digunakan untuk menentukan titik koordinat pada suatu daerah
yang akan di kaji atau diteliti, penentuan titik koordinat pada GPS ini sangat
membantu kita untuk mendapatkan data yang akurat pada peta lokasi.
B. Cara Pembuatan Peta

Download Citra Satelit di SAS Planet menggunakan jenis citra satelit


ESRI ArcGis. Clarity dengan ukuran 18 dan format eksternal file Output
Enhanced Compression Wavelet (ECW) setelah itu di input dan dimasukkan di
ArcGis.
1. Buka software SASPlanet, lalu carilah area pengamatan anda.
2. Klik Rectangular Selection (dapat dilihat pada tanda panah yang berwarna
biru) lalu buat area kajian, maka akan muncul Selection Manager seperti
gambar di bawah.
3. Sebelum mengisi Selection Manager terlebih dahulu pusatkan area kajian
dengan zoom 18 atau 19, sampai area yang anda ingin donwload benar-
benar sudah terbuka dengan jelas (tidak blur). Zoom yang dipakai dapat
dilihat dari tanda panah berwarna merah pada gambar dibawah.
4. Selanjutnya save peta kajian dengan mengisi Selection Manager, Klik
download → Google Satelit → zoom (sesuai besaran yang digunakan
pada saat memperjelas peta).
5. selanjutnya Klik Stitch → Pilih Output Format ECW → Map : Google
Satelit → Projection : Geographic WGS84 → Quality : naikkan 100 →
zoom (sesuaikan lagi seperti diatas) → save to : Desktop (beri nama
sesuai yang diinginkan) atau save di file yang mudah anda temukan →
start (maka file anda sudah tersimpan).

Gambar 3. Tampilan aplikasi SAS Planet


(Sumber PKL II 2021)
6. Buka software Arcgis, lalu klik “Add Data” kemudian carilah file citra
yang tadi disimpan dalam format ECW. Setelah gambar tampil langkah
selanjutnya membuat SHP Mangrove dengan cara membuka CATALOG
kemudian pilih lokasi penyimpanan SHP, lalu klik kanan pada mouse
,pilih menu “shapefile” lalu silahkan atur format nama SHP dan
Koordinatnya sesuai dengan lokasi citra yang akan di digitasi. Setelah itu
klik “Ok”, dan “Continue”.
7. Apabila SHP telah muncul di Table Of Content maka langkang
selanjutnya Klik kanan pada Shp mangrove lalu pilih“Edit Features” lalu
“Start Editing” lalu klik panel Create features, kemudian klik “mangrove”
lalu mulailah mengdigitasi luas hutan mangrove sesuai sebaran yang ada
pada citra tersebut.

Gambar 4. Tampilan digitasi mangrove di Arcgis


(Sumber PKL II 2021)

8. Untuk mengetahui luas sebaran mangrove tersebut langkah selanjutnya


klik kanan pada Mangrove di Table Of Content, pilih Open Atribute
tabel→ Table Options → add field→ ketik luasan →Double kemudian
OK.
9. Selanjutnya Klik kanan pada tabel Luasan →Calculate Geometry→ pilih
Use coordinate system of data frame →pilih satuan Hektare (Ha)→ Ok.
Setelah Nilai pada setiap Polygon copy tabel form luasan ke Exel untuk
dirata ratakan. Kemudian nilai yang sudah didapatkan kemudian di
masukkan kedalam layout Arcgis.

Gambar 5. Tampilan Layout aplikasi Arcgis setelah di digitasi


(Sumber PKL II 2021)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktek

Lokasi penelitian berada di Dusun Togeo dan Dusun Masalle, tepatnya di


Desa Bulu-Bulu Kecamatan Tonra Kabupaten Bone, wilayah pesisir Desa Togeo
ditumbuhi oleh ekosistem mangrove dengan keadaan yang masih tergolong alami
karena masih belum tersentuh oleh banyak aktivitas manusia di dalamya.
Keberadaan ekosistem mangrove ini memberikan banyak peranan terhadap
lingkungan pesisir antara lain sebagai pelindung pantai dan mampu memberikan
nuansa alami dan hijau di sepanjang pesisir.

Gambar 6. Peta administrasi ekowisata mangrove di lahundape Kota Kendari


(Sumber PKL II 2021)
3.2 Kegiatan Praktek
Kegiatan praktek kerja lapang ini dilakukan di lokasi ekowisata mangrove
lahundape Kota Kendari dengan jumlah stasiun pengambilan data sebanyak 3
stasiun.Pada setiap stasiunpenelitian dibuat 3 garis transek dengan jarak antar
garis transek ±50m dengan 3 plot disetiap transek.
Data mangrove yang diambildibedakan berdasarkan kategori tingkat
pertumbuhan(pohon, pancang dan semai). Pengambilan datauntuk tingkat pohon
yaitu individu mangrove yangberdiameter 10 cm atau lebih dan memiliki tinggi
lebihdari 1,5 m. Pengukuran diameter dilakukan dengancara melingkari batang
mangrove pada ukuransetinggi dada dengan menggunakan meteran kain.Untuk
pengambilan data tingkat pancang (sapling)yaitu mangrove yang berdiameter 2-
10 cm dengantinggi 1,5 m. Untuk tingkat semai (seedling) yaitumangrove yang
memiliki tinggi kurang dari 1,5 m.Data yang dikumpulkan adalah jenis
mangrove,jumlah individu tiap jenis untuk masing-masingkategori tingkat
pertumbuhan (pohon, pancang, dansemai), diameter batang (DBH) untuk tingkat
pohon,dan data parameter fisik-kimia yangmeliputi pH, suhu, dan salinitas.
Selain itu dilakukanpengambilan titik koordinat pada setiap substasiundengan
menggunakan GPS.
Kemudian untuk mengetahui luas wilayah sebaran hutan mangrove yang
ada di Lahundape ini menggunakan aplikasi Arcgis dan SAS Planet.

3.3 Data Teknis


A. Mangrove
Analisis data untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove
dianalisis dengan mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) dengan rumus:
INP = RDi + RFi + RCi

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 sampai 300. Nilai penting
memberikan gambaran mengenai peranan atau pengaruh suatu jenis
mangrove dalam komunitas. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari persamaan
berikut:
(a) Kerapatan jenis (Di) merupakan jumlah tegakan jenis i (ni) dalam satuan
unit area yang diukur (A):
Di= ¿
A
(b)Kerapatan relatif jenis i (RDi) merupakan perbandingan antara tegakan
jenis i (ni) denganjumlah total tegakan seluruh jenis (∑n ) :
RDi= ¿ x 100
∑n
(c)Frekuensi jenis (Fi) merupakan jumlah petakcontoh atau plot yang
ditemukan suatu jenis (Pi)dalam jumlah keseluruhan petak contoh
atauplot yang diamati (∑f):
Pi
Fi=
∑f
(d)Frekuensi relatif jenis (RFi) merupakanperbandingan antara frekuensi
jenis i (Fi)dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑f )
Fi
RFi= x 100
∑f
(e)Penutupun jenis (Ci) merupakan jumlah diameter batang jenis i (BA)
dalam luas area pengambilan contoh(A)
∑ BA
Ci=
A
(f) Penutupan relatif jenis (RCi) perbandinganantara Penutupan jenis (Ci)
dengan penutupan untuk seluruh jenis (∑ c):
Ci
RCi= x 100
∑c
Analisis Kondisi ekosistem mangrove dan hasil pengukuran kualitas
air serta substrat dibahassecara deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk
mengetahui fenomena dan permasalahan yang ada.
B. Kondisi Mangrove
1. Parameter Kualitas air

X Y suhu salinatas pH
stasiun 1 122,5299198 -3,970435 31 27 7
stasiun 2 122,5285629 -3,9710778 30 27 7
stasiun 3 122,5305028 -3,971999 35 27 7
Tabel 3 Kondisi Parameter Kualitas air di setiap stasiun
Sumber : Olah data PKL II 2021
Peta Kualitas air
a. pH

Gambar 7. Peta pH di tiap stasiun pengambilan data


(Sumber PKL II 2021)

Gambar 7. diatas menunjukkan bahwa pada setiap stasiun


pengambilan data mangrove memiliki pH yang normal yaitu 7.

b. Salinitas
Gambar 8. Peta Salinitas di tiap stasiun Pengambilan data
(Sumber PKL II 2021)

Gambar 8. menunjukkan bahwa Salinitas ditiap stasiun


pengambilan data mangrove sebesar 27 ppt.

c. Suhu

Gambar 9. Peta Salinitas di tiap stasiun Pengambilan data


(Sumber PKL II 2021)

Gambar 9. menunjukkan bahwa suhu tertinggi terdapat


pada stasiun 3 yaitu sebesar 35°. Hal ini juga dipengaruhi oleh
cuaca yang panas pada pukul 13.30 WIT saat pengambilan data di
stasiun tersebut. berbeda dengan stasiun 1 dan 2 yang memilki
suhu 30°-31°. Karena pengambilan data kualitas dilakukan pada
pukul 10.00 WIT.

2. Kerapatan jenis
Analisis tingkat kerapatan jenis mangrove dilakukan berdasarkan
kategori pertumbuhan yaitu semai, pancang dan pohon.
Semai
Hasil penghitungan nilai tingkat kerapatan untuktingkat semai di
lokasi penelitian disajikan dalamTabel 2.
Tabel 4 Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha)
untuk tingkat semai.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Lokasi Semai
Ind/Ha Ind/Ha Ind/Ha
Rhizophora apiculata 6800 4400 0
Lantebung avicenia marina 1200 3600 6000
sonerita alba 0 1600 4800
Sumber : Olah data PKL II 2021

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai kerapatan jenis mangrove untuk


tingkat semai pada setiapstasiun cukup bervariasi. Jenis Rhizophora
apiculata memiliki kerapatan jenis tertinggi yaitu 6800 Tegakan/Ha yang
terdapat di stasiun 1, disusul jenis avicenia marinadengan kerapatan jenis
sebanyak 6000 Tegakan/Ha di Stasiun 3. Kemudian jenis avicenia alba
yaitu sebanyak 1600 Tegakan/Ha di Stasiun 3.Sementara untuk jenis yang
memiliki nilaikerapatan terendah adalah avicenia marinadengan nilai 1200
tegakan/ha terdapat di stasiun 1.Berdasarkan penghitungan nilai kerapatan
jenissecara total dapat dilihat bahwa untuk tingkat semai,yang memiliki
nilai tertinggi di stasiun 1 yaitu6800 tegakan/ha dan terendah di stasiun 1
avicenia marina 1200 tegakan/ha.
Secara jelas disajikan dalam Gambar 2.
Gambar 10. Nilai Kerapatan tingkat semai (tegakan/ha)pada setiap stasiun
(Sumber PKL II 2021)

Gambar 10. menunjukkan bahwa kerapatan jenis kategori semai


paling banyak ditemukan di stasiun 1, kemudian di stasiun 3 serta di
stasiun 2. Gambar 4 juga menunjukkan bahwa jenis Rhizopora apiculata
memiliki kerapatan tertinggi. itu dikarenakan kondisi lingkungan di
stasiun 1 cocok untuk pertumbuhan jenis tersebut. Sebagaimana dalam
Niti (2008) dinyatakan bahwa Rhizopora apiculata tumbuh pada substrat
lumpur berpasir di muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada
daerah tepian yang menjorok ke laut. Secara total bahwa kerapatan jenis
mangrove untuk tingkat semai di lantebung berkisar antara 1200 – 6800
tegakan/ha. Ini menandakan bahwa permudaan alami hutan bakau di
lantebung cukup bagus.sebagaimana dalampedoman sistem silvikultur
hutan payau telahditetapkan bahwa permudaan alami yang baik
untukhutan payau apabila permudaan alaminya terdapat 2.500 batang/ha
(Anonymous,1978b dalam Aswita & Syahputra, 2017).

Pancang
Hasil penghitungan nilai tingkat kerapatanuntuk tingkat pancang di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 5. Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha)
untuk tingkat Pancang.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Lokasi Pancang
Ind/Ha Ind/Ha Ind/Ha
Lahundap Rhizophora apiculata 3600 2800 0
e avicenia marina 2400 1200 3200
sonerita alba 1200 800 2000
Jumlah 7200 4800 5200
Sumber : Olah data PKL II 2021

Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai kerapatan jenis mangrove untuk


tingkat Pancang pada setiapstasiun cukup bervariasi. Jenis Rhizophora
apiculata memiliki kerapatan jenis tertinggi yaitu 3600 Tegakan/Ha yang
terdapat di stasiun 1, disusul jenis avicenia marinadengan kerapatan jenis
sebanyak 3200 Tegakan/Ha di Stasiun 3. Kemudian jenis avicenia alba
yaitu sebanyak 2000 Tegakan/Ha di Stasiun 3. Sementara untuk jenis yang
memiliki nilaikerapatan terendah adalah avicenia albadengan nilai 800
tegakan/ha terdapat di stasiun 2.Berdasarkan penghitungan nilai kerapatan
jenissecara total dapat dilihat bahwa untuk tingkat semai,yang memiliki
nilai tertinggi di stasiun 1 yaitu3600 tegakan/ha dan terendah di stasiun 2
avicenia marina 800 tegakan/ha.
Secara jelas disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 11. Nilai Kerapatan tingkat Pancang (tegakan/ha)pada setiap


stasiun
(Sumber PKL II 2021)

Gambar 11. menunjukkan bahwa Secara keseluruhan stasiun yang


memiliki nilai kerapatan jenis untuk tingkat pancang yang tertinggi adalah
stasiun 1 dan terendah adalah stasiun 3. Hal ini dapat
memberikangambaran bahwa tingkat regenerasi mangrove palingtinggi
untuk tingkat pancang adalah di stasiun 1.Dan jenis yangpaling tinggi nilai
kerapatannya adalah jenisRhizophora apiculata di stasiun 1.

Pohon
Hasil penghitungan nilai tingkat kerapatan untuk tingkat pohon di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 6. Hasil penghitungan nilai kerapatan jenis mangrove (tegakan/ha)
untuk tingkat Pohon.
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Lokasi Pohon
Ind/Ha Ind/Ha Ind/Ha
Rhizophora apiculata 5000 5700 0
Lahudape avicenia marina 1200 1900 900
sonerita alba 1800 1100 4500
Jumlah 8000 8700 5400
Sumber : Olah data PKL II 2021

Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis Rhizophora apiculatamemiliki


nilai kerapatan jenis yang tertinggiuntuk tingkat pohon di beberapa stasiun
yaitu distasiun 1 dengan nilai 5000 tegakan/ha,stasiun 2 dengan nilai 5700
tegakan/ha.Secara total stasiun yang memiliki nilaikerapatan tertinggi
adalah stasiun 2 (8700 tegakan/ha) dan terendah di stasiun 3 (5400
tegakan/ha).

Gambar 12. Nilai Kerapatan tingkat Pohon (tegakan/ha)pada setiap


stasiun
(Sumber : Olah data PKL II 2021)
Gambar 12. menunjukkan untuk tingkat pohon,jenis yang memiliki
nilai kerapatan tertinggi adalahjenis Rhizophora apiculatadi stasiun 2
danstasiun 1. Kemudian disusul oleh jenis avicenia alba di stasiun 3 dan
Rhizophora stylosa distasiun Lito I. Kerapatan untuk tingkat pohon dapat
dijadikan dasar dalam menentukan tingkat kerusakan hutan
mangrove.Berdasarkan Kepmen LH Nomor 201 Tahun 2010 tentang
kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove, maka
berdasarkan penghitungan nilai kerapatan jenis secara total dapatdikatakan
bahwa kondisi mangrove pada setiapstasiun masih termasuk dalam
kategori baik dansangat padat. Hasil pengamatan di lapangan jugatelah
membuktikan bahwa mangrove di lokasipenelitian masih sangat padat
yang ditandai dengankesulitan dalam penjelajahan dan peletakan
transek.Mangrove di lokasi penelitian merupakan mangroveasli.
Mangrove tumbuh optimaldi wilayah pesisir yang memiliki muara
sungai besardan delta yang aliran airnya banyak mengandunglumpur,
sedangkan di wilayah pesisir yang tidakterdapat muara sungai, hutan
mangrovepertumbuhannya tidak optimal. Akibatketergantungan mangrove
terhadap aliran air tawarmenyebabkan penyebaran mangrove juga
terbatas.Oleh karenanya mangrove tumbuh pada daerahintertidal dan
supratidal di daerah tropis dan subtropisyang cukup mendapat aliran air
tawar (Dahuri, dkk, 2011).

3. Indeks Nilai Penting (INP)


Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 sampai 300. Nilai penting
memberikan gambaran mengenai peranan atau pengaruh suatu jenis
mangrove dalam komunitas.
Tabel 7. Hasil perhitungan Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di
Lahundape
Lokasi Spesies INP (%)
Rhizophora apiculata 183,99
Lahundape avicenia marina 116,01
sonerita alba 113,05
Sumber : Olah data PKL II 2021
Pada Tabel 7 diatas dapat kita lihat bahwa indeks nilai penting
tertinggi didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata yaitu sebesar 183.99
%, disusul oleh Avicenia marina sebesar 116,01 % , dan Avicenia
albasebesar 113,05 %.Indeks nilai penting (INP) mangrove menunjukkan
keterwakilan jenis mangrove yang berperan dalam ekosistem dengan
kisaran nilai antara 0-300.

Gambar 13. Indeks Nilai Penting Jenis Mangrove di Lahundape

Gambar 13. menunjukan bahwa jenis mangrove yang memiliki


peranan atau pengaruh paling tinggi adalah Rhizopora apiculata.Hal ini
menunjukkan bahwa jenis Rhizopora apiculata memiliki peranan cukup
penting pada lingkungan pesisir. Ini juga dipengaruhi oleh kondisi substrat
yang ada dilokasi hampir keseluruhan bersubstrat lumpur.Sebagaimana
dalam Niti (2008) dinyatakan bahwa Rhizopora apiculata tumbuh pada
substrat lumpur di muara sungai pasang surut dan banyak ditemukan pada
daerah tepian yang menjorok ke laut. Oleh karena itujenis ini lebih unggul
dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan setempat.
3. Kerapatan kategori
a. Stasiun 1

Gambar 14. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 1


Sumber : Olah data PKL II 2021

Gambar 14. menunjukkan bahwa pada stasiun 1 kerapatan


kategori didominasi oleh semai dengan jenis Rhizopora apiculata
tertinggi sebesar 6800 Ind/Ha. Sedangkan untuk kerapatan kategori
paling rendah yaitu pada kategori semai dengan jenis Avicenia
marina sebesar 1200 Ind/Ha, disusul pancang dengan jenis
Avicenia alba sebesar 1200 Ind/Ha. dan kategori Pohon jenis
Avicenia marina sebesar 1200 Ind/Ha.
b. Stasiun 2

Gambar 15. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 2


Sumber : Olah data PKL II 2021

Gambar 15. menunjukkan bahwa pada stasiun 2 kerapatan


kategori didominasi oleh pohon masih dengan jenis yang sama
yaitu Rhizopora apiculata tertinggi sebesar 5700 Ind/Ha.
Sedangkan untuk kerapatan kategori paling rendah yaitu pada
kategori pancang dengan jenis Avicenia alba sebesar 800 Ind/Ha.

c. Stasiun 3

Gambar 16. Kerapatan kategori jenis mangrove pada Stasiun 3


Sumber : Olah data PKL II 2021
Gambar 16. menunjukkan bahwa pada stasiun 3 kerapatan
kategori didominasi oleh semai dengan jenis Avicenia marina
tertinggi sebesar 6000 Ind/Ha. Sedangkan untuk kerapatan kategori
paling rendah yaitu pada kategori pohon dengan jenis Avicenia
marina sebesar 900 Ind/Ha.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengambilan data yang ada dilokasi diperoleh bahwa
jenis-jenis mangrove yang ditemukan di lokasi penelitian sejumlah 3 jenis dan
secara umum kondisi mangrove di lokasi penelitian masih dalam kondisi relative
baik dengan nilai kerapatan berdasarkan kategori pertumbuhannya yaitu:
1). Tingkat semai memiliki kerapatan antara 1200 – 6800 tegakan/ha;
2). Tingkat pancang dengan nilai kerapatan berkisar antara 800 - 3600
tegakan/ha; dan
3). Untuk tingkat pohon memiliki kerapatan 900 - 5700 tegakan/ha.
4). Nilai INP tertinggi di dominasi oleh jenis Rhizopora apiculata. dengan
nilai INP 183,99 %.
5) Berdasarkan hasil digitasi menggunakan Arcgis luas Hutan mangrove
yang ada di Ekowisata Mangrove Lahundape adalah sebesar 15,84 Ha.
kondisi mangrove pada setiap stasiun masih termasuk dalam kategori baik
dan sangat padat. Hasil pengamatan di lapangan juga telah membuktikan bahwa
mangrove di lokasi penelitian masih sangat padat yang ditandai dengan kesulitan
dalam penjelajahan dan peletakan transek.
4.2 Saran
Praktik kerja ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat digunakan
sebagai salah satu informasi atau sebagai informasi dasar bagi masyarakat sekitar,
mengigat pentingnya fungsi pemetaan untuk dapat mengetahui keadaan sekitar
tanpa harus terjun langsung di lapangan maka alangkah baiknya jika ilmu
pemetaan dapat di pertahankan atau di kembangkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Aswita & H. Syahputra. 2012. Integrated Coastal management in Pusong Cium


Island for Habitat of TuntongLaut (Batagur borneoensis)Kecamatan
Seuruway Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi AcehIndonesia.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S., & Sitepu, H. (2001). Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan
Damanik, R., & Djamaludin, R. (2012). Atlas Mangrove Teluk Tomini. Gorontalo-
Indonesia: Program Susclam.
FAO. (2007). The World‟s Mangroves 1980 – 2005. FAO Forestry Paper. Food
and Agriculture Organization of
Kusmana, C. (2009). Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jawa Barat.
Jatinangor.
Laporan hasil penelitian. Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan. Yayasan Teungku Chik
Pante
Kulu. Banda Aceh. www.ruffordsmallgrant.org.
Aumeeruddy, Y. (1994). Local Representations and Management of Agroforests
on the Periphery of Kerinci
Niti, 2008. Identifikasi Vegetasi mangrove di Segoro Anak Selatan Taman
Nasional Alas Purwo banyuwangi.
Seblat National Park, Sumatra, Indonesia, People and Plants Working Paper 3.
Paris: UNESCO.Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
United Nations.Jurnal saintek Perikanan. Vol. 3 No. 2. 2008:9-15.
Noor, Y.R., M. Khazali, & I.N.N. Suryadiputra. (2006). Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. Bogor:
Wetland International Indonesia Programme.(2008). Assesment Mangrove di
Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo.
IUCN-CIDA-Susclam Gorontalo.
Soeroyo. (1993). Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Buletin Ilmiah Intisper
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan

Tali rafia Roll meter

Meteran jahit GPS

Lampiran 2. Dokumentasi Pengambilan Data

Anda mungkin juga menyukai