Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

DAMPAK PENAMBANGAN PEGUNUNGAN MERATUS


TERHADAP LINGKUNGAN

(Studi Kasus Dampak Penambangan Pegunungan Meratus Kabupaten Hulu


Sungai Tengah Kalimantan Selatan)

Disusun Sebagai Prasyarat Untuk Mengikuti Mata Kuliah


Analisis Sumberdaya Dan Lingkungan

DosenPengasuh:
AGUS GUNARTO, SE, MM.

Disusun Oleh:

SHIDDIQ MAULANA
NIM. 1724010

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

BAB I .......................................................................................................................1

PENDAHULUAN ...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

1.2 Tujuan Penyusunan Makalah .........................................................................3

1.3 Manfaat Penyusunan Makalah .......................................................................3

BAB II ......................................................................................................................5

PERMASALAHAN .................................................................................................5

BAB III ....................................................................................................................8

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH .................................................................8

3.1 Karakteristik Kawasan Pegunungan Meratus ................................................8

3.2 Analisis Dampak Kegiatan Pertambangan Di Kawasan Pegunungan Meratus


Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Pegunungan Meratus ....................................9

3.3 Solusi Terhadap Dampak Kegiatan Pertambangan Di Kawasan


Pegunungan Meratus Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Pegunungan Meratus
............................................................................................................................17

BAB IV ..................................................................................................................19

P E N U T U P........................................................................................................19

4.1 Kesimpulan...................................................................................................19

4.2 Saran .............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT, karena Berkat Rahmat dan Karunia-Nya
jualah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “DAMPAK
PENAMBANGAN PEGUNUNGAN MERATUS TERHADAP
LINGKUNGAN” (Studi Kasus Dampak Penambangan Pegunungan Meratus
Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan). Penyusunan makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu prasyarat dalam mengikuti Mata
Kuliah Analisis Sumber Daya dan Lingkungan pada Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Nasional
Malang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak AGUS GUNARTO, SE, MM selaku Dosen Pengasuh Mata Kuliah
Analisis Sumber Daya dan Lingkungan pada Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi
Nasional Malang yang telah memberikan banyak pengetahuan selama penulis
mengikuti perkuliahan.
2. Rekan-rekan Mahasiswa Angkatan 2017 Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi
Nasional Malang dan pihak-pihak lain yang turut memberikan petunjuk, bahan
materi dan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan Makalah ini.

Malang, 28 April 2018


Penulis,

SHIDDIQ MAULANA
NIM. 1724010

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan,
hasil tambang, dan laut adalah beberapa contoh kekayaan alam Indonesia
yang melimpah. Kekayaan alam Indonesia tersebar ke berbagai daerah
di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Dan salah satu kekayaan alam
Indonesia terdapat di Pulau Kalimantan, tepatnya di Pegunungan Meratus.
Pegunungan meratus adalah merupakan kawasan pegunungan yang
berada di Tenggara Pulau Kalimantan membelah Provinsi Kalimantan
Selatan menjadi dua, membentang sepanjang 600 km2 dari arah tenggara dan
membelok ke arah Utara hingga perbatasan Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur. Pegunungan ini menjadi bagian dari delapan kabupaten
di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Kabupaten Hulu Sungai Tengah
(HST), Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS),
Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah Laut,
Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin.
Sedangkan di Provinsi Kalimantan Timur mencangkup Kabupaten
Paser, Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Barat bagian
Selatan, sementara di Provinsi Kalimantan Tengah meliputi sebagian kecil
Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Timur. Pegunungan Meratus
adalah kawasan yang sangat luas dan diperkaya oleh kelimpahan
sumberdaya alam. Hal tersebut membuat Pegunungan Meratus begitu
diminati oleh pihak luar Meratus. Banyak dari pihak luar itu yang
menanamkan modalnya baik disektor kehutanan, pertanian, perkebunan,
pertambangan, hingga sektor pariwisata. Mereka datang tidak hanya dari
Kalimantan Selatan di luar Kawasan Pegunungan Meratus tetapi juga dari
provinsi-provinsi lain di Indonesia, bahkan luar negeri seperti China,
Malaysia, Kanada, Australia Amerika Serikat dan banyak negara lainnya.
1
Terdapat Formasi vegetasi utama di Kawasan Pegunungan Meratus
yang yang berupa hutan perbukitan campuran Dipterocarpaceae (Hill Mixed
Dipterocarps) dan dilanjutkan dengan formasi hutan pegunungan bawah.
Kedua formasi vegetasi ini merupakan habitat penting bagi jenis-jenis pohon
komersial sebagai bahan baku industri kehutanan.
Tidak sedikit usaha bidang kehutanan yang memiliki konsesi
di Kawasan Pegunungan Meratus, walaupun tidak diketahui secara pasti
kapan penebangan-penebangan secara besar-besaran dengan menggunakan
kapital luar yang besar mulai berjalan. Namun, jika kita menyimak
perkembangan politik dan kebijakan pembangunan kehutanan di Indonesia,
kemungkinan Pegunuangan Meratus, mulai di rambah kapital besar berkisar
di 4 dasawarsa yang telah lalu, yaitu sekitar penghujung tahun 60-an. Lebih
lanjut beberapa pemerhati kehutanan menyebutkan pada awal tahun 70-an
sebagian besar sub-kegiatan pengusahaan hutan dengan menggunakan
Chainsaw dan Bulldozer sudah dilakukan. Harus diakui bahwa industri
kehutanan di Kalimantan Selatan sudah sangat mengakar, namun banyak
orang menilai manajemen kehutanan di negara ini tidak beres yang berakibat
pada laju pengurangan hutan (deforestasi) hutan di Indonesai umumnya dan
Kalimantan Selatan termasuk di dalamnya hutan kawasan Pegunungan
Meratus sangat tinggi, terjadinya kelangkaan bahan baku dan terjadinya
proses peminggiran masyarakat desa di sekitar hutan dalam hal ini
masyarakat adat Dayak Meratus.
Sektor kehutanan berikut segala kebijakan yang menaunginya sudah
cukup membebani Pegunungan Meratus dan penghuninya yaitu masyarakat
adat Dayak Meratus. Kondisi ini diperparah oleh tirani sektor lain seperti
apa yang terjadi di dunia pertambangan Kalimantan Selatan.
Eksplotasi batu bara dan biji besi sangat banyak yang bersentuhan
secara langsung dengan hutan Pegunungan Meratus. Saat ini, PT. Adaro
Indonesia, dan PT. Arutmin Indonesia berupaya untuk mendapatkan ijin
kepada Menteri kehutanan untuk menggarap hutan Pegunungan Meratus,
padahal kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang semestinya
2
dilarang untuk dibabat karena jantungnya daerah ini terletak dikawasan
tersebut. Sedangkan PT. Antang Gunung Meratus berusaha
mengalihfungsikan Hutan Tanaman Industri + 900 hektar di kaki Gunung
Meratus Kabupaten Tapin/Hulu Sungai Selatan.

1.2 Tujuan Penyusunan Makalah


Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu prasayarat mengikuti mata kuliah Analisis Sumberdaya Dan
Lingkungan. Selain hal itu, tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a) Untuk mengetahui karakteristik kawasan Pegunungan Meratus
b) Untuk menganalisis dampak kegiatan pertambangan di Kawasan
Pegunungan Meratus pada masyarakat sekitar kawasan Pegunungan
Meratus
c) Untuk mengetahui solusi terhadap dampak kegiatan pertambangan
di Kawasan Pegunungan Meratus pada masyarakat sekitar kawasan
Pegunungan Meratus

1.3 Manfaat Penyusunan Makalah


Sedangkan manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai
berikut:
a) Terbentuknya paradigma dan pola pikir yang mendukung pelestarian
sumber daya alam dan kekayaan alam yang terkandung pada Kawasan
Pegunungan Meratus
b) Terwujudnya rasa sense of belonging dan kepekaan Mahasiswa Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota
Institut Teknologi Nasional Malang terhadap permasalahan
pertambangan dan dampaknya bagi masyarakat sekitar tambang

3
c) Teridentifikasinya beberapa solusi terhadap dampak kegiatan
pertambangan di Kawasan Pegunungan Meratus pada masyarakat sekitar
kawasan Pegunungan Meratus.

4
BAB II

PERMASALAHAN

Dalam beberapa pekan terakhir ini, arus penolakan dari berbagai elemen
masyarakat kian menguat, menyusul terbitnya Surat Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor: 441.K/30/DJB/2017 tentang
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanggal 4
Desember 2017, yang memberikan izin kepada perusahaan asing PT Mantimin
Coal Mining melakukan eksploitasi tambang batubara selama 17 (tujuh belas)
tahun di kawasan Pegunungan Meratus Kecamatan Batang Alai Timur Kabupaten
Hulu Sungai Tengah (HST).
Pernyataan sikap menolak, tidak hanya dilakukan oleh warga masyarakat
setempat, namun disuarakan juga oleh aktivis kampus dan lembaga swadaya
masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk demo (gerakan moral), serta
pihak DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan DPRD Provinsi Kalimantan
Selatan. Bahkan, mantan Bupati Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Harun Al
Rasyid) angkat bicara. Beliau mensinyalir ada pihak tertentu atau oknum pejabat
daerah yang ‘bermain’ di balik terbitnya izin eksploitasi bahan galian tambang
batubara. Mengingat, selama kepemimpinannya tidak pernah memberikan
rekomendasi atau persetujuan dalam bentuk apapun.
Kecurigaan yang diutarakan oleh mantan Bupati Harun Al Rasyid, cukup
beralasan. Sebab tidak mungkin Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri ESDM
berani (nekat) menerbitkan izin operasional tambang tanpa melibatkan pemerintah
daerah. Artinya, sebelum izin diberikan oleh pemerintah pusat, pihak investor
(perusahaan) harus melengkapi persyaratan terlebih dahulu, baik secara tekhnis
maupun administratif.
Kendati izin tambang batubara sudah diterbitkan oleh pemerintah pusat,
dan PT Mantimin Coal Mining sebagai pemegang hak tambang, akan tetapi pada
tataran teknis operasional rasanya sulit bisa diwujudkan, karena alasan dan
pertimbangan, sebagai berikut :

5
1. Menguatnya intensitas penolakan dari elemen masyarakat. Situasi seperti ini,
tentu menyulitkan bagi perusahaan melakukan aktivitas tambang batubara.
2. Kebijakan atau peraturan dalam bentuk apapun tidak boleh merugikan rakyat
atau bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Pemerintah Daerah, DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan DPRD
Provinsi Kalimantan Selatan, juga menyatakan sikap yang sama (menolak).
4. Dampak negatif yang akan melanda masyarakat dan daerah (kebanjiran) serta
kerusakan lingkungan dan ekosistem lainnya, jika kawasan tersebut
ditambang.
5. Menyimpang dengan Peraturan Daerah Kab. Hulu Sungai Tengah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
6. Bertabrakan dengan kebijakan institusi level setingkat, misalnya kebijakan
yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
dimana titik koordinat areal tambang batubara PT. Mantimin Coal Mining
tersebut, masuk dalam kawasan hutan lindung.
7. Derasnya pemberitaan media massa
Untuk menopang 7 (tujuh) alasan tersebut di atas, diharapkan dukungan
konkret dari pemerintah daerah, pihak DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan
DPRD Provinsi Kalimantan Selatan serta seluruh anggota DPD RI dan DPR RI
dari daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan hasil Pemilu 2014. Bangun
soliditas ‘Bela Banua’ dengan melakukan protes kepada pemerintah pusat melalui
upaya menggelar pertemuan dengan pihak Kementerian ESDM, bila perlu
menghadap Presiden RI.
Pendekatan secara politis dan taktis tersebut merupakan bagian dari solusi
atau usulan dalam perspektif tulisan ini, selain rencana Judicial Review
sebagaimana dikemukakan oleh H Saban Effendi selaku Ketua DPRD Kabupaten
Hulu Sungai Tengah, beberapa hari yang lalu.
Alhasil, terbitnya izin tambang batubara milik PT Mantimin Coal Mining
di kawasan Pegunungan Meratus, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah telah memicu reaksi dan penolakan dari masyarakat. Jika
pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak mencabut
6
izin tambang batubara tersebut, maka semakin ‘mempermanenkan’ polemik yang
berlangsung di tingkat lokal.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat
permasalahan yang diangkat dalam penyusunan makalah ini adalah : “Bagaimana
dampak lingkungan dan dampak sosial yang diakibatkan rencana kegiatan
pertambangan batubara dikawasan Pegunungan Meratus di Provinsi Kalimantan
Selatan.

7
BAB III

ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

3.1 Karakteristik Kawasan Pegunungan Meratus


Pegunungan Meratus merupakan ekosistem hutan hujan tropika yang
memiliki ciri khas dan unik oleh karena itulah Indonesia secara umum
menjadi Negara terpenting dalam perlindungan hutan hujan tropika di Asia.
Hutan Borneo yang mana termasuk di dalamnya hutan
di pegunungan Meratus juga dikenal oleh seluruh dunia sebagai Lungs of
The World yaitu paru-paru dunia karena masih banyaknya tumbuhan yang
hidup dalam ekosistem hutan baik yang masih alami dan juga sudah dikelola
oleh masyarakat daerahnya. Disebut sebagai paru-paru dunia karena
memiliki penghasil oksigen terbesar guna kelangsungan hidup makhluk
hidup di dunia ini.
Kawasan hutan merupakan aset penting untuk meredam dampak
pemanasan global dengan kemampuannya menyerap sejumlah besar
karbondioksida dari atmosfer dalam proses fotosintesis. Para pakar dan
aktivis lingkungan juga berusaha untuk segera memasukkan kawasan
Pegunungan Meratus ke dalam mekanisme udara bersih atau lean
Development Mechanism sehingga kelestarian kawasan tersebut kemudian
akan menjadi kepedulian seluruh dunia.
Karena hutan Pegunungan Meratus yang terbentang dengan luas
lebih dari satu juta hektar merupakan aset besar yang memberikan kontribusi
bagi kesegaran udara dunia. Kekayaan Pegunungan Meratus sangatlah
melimpah ruah. Di daerah tersebut terdapat sumber daya hayati dan plasma
nutfah sampai sumber daya mineral.
Dilatarbelakangi oleh kekayaan alam tersebut, kawasan ini tidak
luput dari kepentingan politik dan kekuasaan baik lokal dan nasional
maupun internasional. Kawasan ini tidak hanya berfungsi hidrologis dan

7
pengawetan flora, fauna dan ekosistemnya, tetapi juga daya tarik fisik dan
biotik (panorama alam) yang dimilikinya.
Mempertimbangkan berbagai fungsi tersebut, hilangnya atau
degradasi hutan akibat eksplotasi kayu dan mineralnya yang akan
menimbulkan akibat yang serius, maka areal ini diusulkan oleh FAO pada
tahun 1981 untuk menjadi kawasan konservasi Cagar Alam Meratus Hulu
Barabai (luasan yang lebih besar, yaitu ± 200.000 ha) dalam National
Conservation Plan for Indonesia, Vol. V Kalimantan.
Kemudian pada tahun 1997, areal calon kawasan konservasi Meratus
Hulu Barabai diusulkan penunjukannya secara definitif sebagai kawasan
konservasi dengan fungsi Taman Nasional oleh BKSDA V Banjarbaru
(cq. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Kalimantan Selatan)
ke Departemen Kehutanan. Usulan ini didukung rekomendasi Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan No. 522/00658/Eko tanggal 14
Maret 1998, rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Hulu Sungai
Selatan No. 522/01992/Eko tanggal 5 November 1997, rekomendasi Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah No. 522/116/Eko tanggal 5
November 1997 dan rekomendasi Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Kotabaru No. 500/2153/Eko tanggal 25 Oktober 1997.

3.2 Analisis Dampak Kegiatan Pertambangan Di Kawasan Pegunungan


Meratus Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Pegunungan Meratus
Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena
perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak
menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti
sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dan sebagainya) sebagai
akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut
tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).

9
Setiap kegiatan penambangan baik itu penambangan Batu bara,
Nikel dan Marmer serta lainnya pasti menimbulkan dampak positif dan
negatif bagi lingkungan sekitarnya. Dampak positifnya adalah
meningkatnya devisa Negara dan pendapatan asli daerah serta menampung
tenaga kerja sedangkan dampak negatif dari kegiatan penambangan dapat
dikelompokan dalam bentuk kerusakan permukaan bumi, ampas buangan
(tailing), kebisingan, polusi udara, menurunnya permukaan bumi (land
subsidence), dan kerusakan karena transportasi alat dan pengangut berat.
Karena begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penambangan maka perlu kesadaran kita terhadap lingkungan
sehingga dapat memenuhi standar lingkungan agar dapat diterima pasar.
Apalagi kebanyakan komoditi hasil tambang biasanya dijual dalam bentuk
bahan mentah sehingga harus hati-hati dalam pengelolaannya karena bila
para pemakai mengetahui bahan mentah yang dibeli mencemari lingkungan,
maka dapat dirasakan tamparannya terhadap industri penambangan kita.
Sementara itu, harus diketahui pula bahwa pengelolaan sumber daya
alam hasil penambangan adalah untuk kemakmuran rakyat. Salah satu
caranya adalah dengan pengembangan wilayah atau community
development. Perusahaan pertambangan wajib ikut mengembangkan
wilayah sekitar lokasi tambang termasuk yang berkaitan dengan
pengembangan sumber daya manusia. Karena hasil tambang suatu saat akan
habis maka pengelolaan kegiatan penambangan sangat penting dan tidak
boleh terjadi kesalahan.
Seperti halnya aktivitas pertambangan lain di Indonesia,
Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan hidup yang cukup besar, baik itu air, tanah, udara, dan hutan,
Air. Penambangan Batubara di kawasan Pegunungan Meratus secara
langsung menyebabkan pencemaran antara lain ;

10
a) Pencemaran Air
Permukaan batubara yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi
dengan air menghasilkan Asam sulfat yang tinggi sehingga terbunuhnya
ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap
perubahan pH yang drastis.
Batubara yang mengandung uranium dalam konsentrasi rendah, torium,
dan isotop radioaktif yang terbentuk secara alami yang jika dibuang akan
mengakibatkan kontaminasi radioaktif. Meskipun senyawa-senyawa ini
terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak
signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi
merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah
melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang
merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama
ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
b) Pencemaran Udara
Polusi/pencemaran udara yang kronis sangat berbahaya bagi
kesehatan. Menurut logika udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-
paru.Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan
seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti
asma dan bronchitis kronis.
c) Pencemaran Tanah
Penambangan batubara dapat merusak vegetasi yang ada,
menghancurkan profil tanah genetic, menggantikan profil tanah genetic,
menghancurkan satwa liar dan habitatnya, degradasi kualitas udara,
mengubah pemanfaatan lahan dan hingga pada batas tertentu dapat
mengubah topografi umum daerah penambangan secara permanen.
Disamping itu, penambangan batubara juga menghasilkan gas metana,
gas ini mempunyai potensi sebagi gas rumah kaca. Kontribusi gas
metana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, memberikan kontribusi
sebesar 10,5% pada emisi gas rumah kaca. Aktivitas pertambangan
batubara juga berdampak terhadap peningkatan laju erosi tanah dan
11
sedimentasi pada sempadan dan muara-muara sungai. Kejadian erosi
merupakan dampak tidak langsung dari aktivitas pertambangan batubara
melainkan dampak dari pembersihan lahan untuk bukaan tambang dan
pembangunan fasilitas tambang lainnya seperti pembangunan sarana dan
prasarana pendukung seperti perkantoran, permukiman karyawan.
Dampak penurunan kesuburan tanah oleh aktivitas pertambangan
batubara terjadi pada kegiatan engupasan tanah pucuk (top soil) dan
tanah penutup (sub soil/overburden). Pengupasan tanah pucuk dan tanah
penutup akan merubah sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah dimana
sususnan tanah yang terbentuk secara alamiah dengan lapisan-lapisan
yang tertata rapi dari lapisan atas ke lapisan bawah akan terganggu dan
terbongkar akibat pengupasan tanah tersebut.
d. Dampak Terhadap Manusia
Dampak pencemaran Pencemaran akibat penambangan batubara
terhadap manusia, munculnya berbagai penyakit antara lain :
1. Limbah pencucian batubara zat-zat yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan
penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. Kaarena Limbah
tersebut mengandung belerang ( b), Merkuri (Hg), Asam Slarida
(Hcn), Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu
batubara menyebabkan polusi udara di sepanjang jalan yang
dijadikan aktivitas pengangkutan batubara. Hal ini menimbulkan
merebaknya penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat
memberi efek jangka panjang berupa kanker paru-paru, darah atau
lambung.Bahkan disinyalir dapat menyebabkan kelahiran bayi
cacat.
2. Antaranya dampak negatifnya adalah kerusakan lingkungan dan
masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh proses penambangan dan
penggunaannya. Batubara dan produk buangannya, berupa abu
ringan, abu berat, dan kerak sisa pembakaran, mengandung berbagai
logam berat : seperti Arsenik, Timbal, Merkuri, Nikel, Vanadium,
12
Berilium, Kadmium, Barium, Cromium, Tembaga, Molibdenum,
Seng, Selenium, dan Radium, yang sangat berbahaya jika dibuang
di lingkungan.
3. Seperti halnya aktivitas pertambangan lain di Indonesia,
Pertambangan batubara juga telah menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan hidup yang cukup parah, baik itu air, tanah, Udara, dan
hutan, Air Penambangan Batubara secaralangsung menyebabkan
pencemaran air, yaitu dari limbah penducian batubara tersebut
dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian
tersebut mencemari air sungai sehingga warna air sungai menjadi
keruh, Asam, dan menyebabkan pendangkalan sungai akibat
endapan pencucian batubara tersebut.Limbah pencucian batubara
setelah diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi
kesehatan manusia jika airnya dikonsumsi. Limbah tersebut
mengandung Belerang (b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn),
Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), dan Pb. Hg dan Pb merupakan
logam berat yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia
seperti kanker kulit.
e. Dampak Sosial dan Kemasyarakatan
− Terganggunya Arus Jalan Umum
Banyaknya lalu lalang kendaraan yang digunakan untuk angkutan
batubara berdampak pada aktivitas pengguna jalan lain. Semakin
banyaknya kecelakaan, meningkatnya biaya pemeliharaan jembatan
dan jalan, adalah sebagian dari dampak yang ditimbulkan.
− Konflik Lahan Hingga Pergeseran Sosial-Budaya Masyarakat
Konflik lahan kerap terjadi antara perusahaan dengan masyarakat
lokal yang lahannya menjadi obyek penggusuran.Kerap perusahaan
menunjukkan kearogansiannya dengan menggusur lahan tanpa
melewati persetujuan pemilik atau pengguna lahan. Atau tak jarang
mereka memberikan ganti rugi yang tidak seimbang denga hasil yang
akan mereka dapatkan nantinya. Tidak hanya konflik lahan,
13
permasalahan yang juga sering terjadi adalah diskriminasi.Akibat
dari pergeseran ini membuat pola kehidupan mereka berubah
menjadi lebih konsumtif. Bahkan kerusakan moralpun dapat terjadi
akibat adanya pola hidup yang berubah.
Nilai atau dampak positif dari batubara itu sendiri, Sumber
wikipedia.com mengatakan Tidak dapat di pungkiri bahwa batubara
adalah salah satu bahan tambang yang memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi.Indonesia adalah salah satu negara penghasil batubara
terbesar nomor 2 setelah Australia hingga tahun 2008. Total sumber
daya batubara yang dimiliki Indonesia mencapai 104.940 Milyar Ton
dengan total cadangan sebesar 21.13 Milyar Ton. Namun hal ini
tetap memberikan efek positif dan negatif, dan hal positifnya Sumber
wikipedia.com mengatakan. Hal positifnya adalah bertambahnya
devisa negara dari kegiatan penambangannya.
Secara teoritis usaha pertambangan ditujukan untuk kesejahteraan
masyarakat. Para pekerja tambang selayaknya bekerja sama dengan
masyarakat sekitar. Salah satu bentuknya dengan cara
memperkerjakan masyarakat sekitar dalam usaha tambang sekitar,
sehingga membantu kehidupan ekonomi masyarakat sekitar.
f. Pembakaran Batubara dan Ancaman Terbesar Terhadap iklim
Pembakaran batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah
dasyat. Air dalam jumlah yang besar dalam pengoperasian PLTU
mengakibatkan kelangkaan air di banyak tempat. Polutan beracun yang
keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan masyarakat dan
lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab utama
penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-
anak balita dan janin dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar
PLTU. Dan yang tak kalah penting, pembakaran batubara di PLTU
adalah sumber utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim seperti
karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang
memperburuk kondisi iklim.
14
g. Pertambangan Batubara Yang Ditinggalkan dan Limbah
Pembakaran Batubara
Jejak kerusakan yang ditinggalkan oleh batubara tidak berhenti di saat
pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya, terdapat pertambangan
batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis, limbah
pembakaran batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan
bisa kembali seperti sediakala.
Pertambangan yang ditinggalkan pasca dieksploitasi habis,
meninggalkan segudang masalah untuk lingkungan dan masyarakat
sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase tambang asam, dan erosi
tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak adalah
adalah kondisi permanen yang tak akan pernah pulih, sekeras apapun
usaha yang dilakukan untuk mengembalikannya.
Limbah pembakaran batubara sangat beracun, dan membahayakan
kesehatan masyarakat, tembaga, cadmium dan arsenic adalah sebagian
dari zat toksik yang dihasilkan dari limbah tersebut, yang masing-masing
memicu keracunan, gagal ginjal, dan kanker.
Setiap rantai dalam siklus pemanfaatan batubara menyumbangkan
kerusakan yang diakibatkan oleh energi kotor ini, masing-masing dengan
caranya sendiri.Kerusakan ini nyata dan mematikan.
h. Lingkungan Pasca Tambang
Kegiatan pasca tambang pembangunan yang berkelanjutan semestinya
menghasilkan output yaitu pemanfaatan yang optimal dan bijak terhadap
sumberdaya alam yang tak terbaharukan, serta berkesinambungan
terhadap keseterdiaan sumber daya alam. Adanya dampak ekologis dari
kegiatan pasca tambang memacu untuk dipikirkan terlebih dahulu, serta
dilakukan penelitian dan penaatan ruang karena bila tidak dilakukan
kompehensip, maka penutupan tambang hanya akan meninggalakan
kerusakan bentang alam dan lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya
penanggulanan pencemaran dan kerusakan lingkungan pada saat operasi
15
maupun pasca ditutupnya usa tambang sebagai berkesinambungan yang
pada intinya adalah upaya yang bisa untuk menghilangkan dampak dari
kegiatan tambang dengan melakukan suaru gran desain dan krontruksi
kegiatan tambang yang berdampak lingkungan yang dikenal dengan
AMDAL.
Dalam kaitan dengan hal ini pemerintah harus meyeleksi secara ketat
para pemegang Kuasa Penambangan sehingga betul-betul melaksanakan
AMDAL sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan perundangan
mengenai dampak lingkungan berkembang sejak diundangkannya
Undang-Undang No. 4/1982, Undang-Undang No. 23/1997 serta Surat
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 389K/008/MPE/1995
tentang Pedoman Teknis Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Untuk menyederhanakan prosedur, pemerintah harus membuat daftar
kegiatan yang sudah berjalan atau yang disebut listing, yang didasarkan
ada luas jangkuan kegiatan dan skala produksinnya.Semua kegiatan
penambangan yang termasuk dalam daftar diharuskan membuat
AMDAL, sedangkan tidak termasuk dalam daftar diharuskan membuat
UKL dan UPL.Kegiatan yang menyusun AMDAL adalah kegiatan
penambangan yang berada di lokasi yang sensitif terhadap lingkungan
seperti hutan lindung, daerah cagar budaya dan cagar alam. Dalam
undang-undang No. 11/1967 mengenai pertambangan telah dicantumkan
pula daerah yang tidak diperkenankan untuk dijadikan ajang kegiatan
penambangan antara lain kuburan, cagar budaya, bangunan penting
seperti jembatan, instalasi militer dan sebagainya.

16
3.3 Solusi Terhadap Dampak Kegiatan Pertambangan Di Kawasan
Pegunungan Meratus Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Pegunungan
Meratus
Tidak dapat di pungkiri bahwa pemerintah mempunyai peran yang
penting dalam mencari solusi terhadap dampak dan pengaruh pertambangan
batu bara yang ada di indonesia. Pemerintah harus menyadari bahwa tugas
mereka adalah memastikan masa depan yang dimotori oleh energi bersih
dan terbarukan. Dengan cara ini, kerusakan pada manusia dan kehidupan
sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak buruk perubahan iklim dapat
dihindari.
Sayangnya, Pemerintah Indonesia ingin percaya bahwa batubara
jawaban dari permintaan energi yang menjulang, serta tidak bersedia
mengakui potensi luar biasa dari energi terbarukan yang sumbernya
melimpah di negeri ini.
Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan beberapa
pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi preventif
(control/protective) yaitu pengembangan sarana jalan/jalur khusus
untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi keruwetan
masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar dari
ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar
meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal
dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi penataan lingkungan
sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan akibat
kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas
penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk
malaria. Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk (breeding place).

17
3. Pendekatan administratif yang mengikat semua pihak dalam kegiatan
pengusahaan penambangan batu bara tersebut untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta
dikembangkan untuk membina dan memberikan
penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku
dan membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian
lingkungan.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan pada Bab-bab terdahulu,
dapatlah diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
a. Pegunungan meratus adalah merupakan kawasan pegunungan yang
berada di Tenggara Pulau Kalimantan membelah Provinsi Kalimantan
Selatan menjadi dua, membentang sepanjang 600 km2 dari arah tenggara
dan membelok ke arah Utara hingga perbatasan Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur. Pegunungan ini menjadi bagian dari delapan
kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu Kabupaten Hulu Sungai
Tengah (HST), Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan
(HSS), Kabupaten Tabalong, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tanah
Laut, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tapin. Sedangkan di Provinsi
Kalimantan Timur mencangkup Kabupaten Paser, Kabupaten Penajam
Paser Utara dan Kabupaten Kutai Barat bagian Selatan, sementara di
Provinsi Kalimantan Tengah meliputi sebagian kecil Kabupaten Barito
Utara dan Kabupaten Barito Timur.
b. Pegunungan Meratus adalah kawasan yang sangat luas dan diperkaya
oleh kelimpahan sumberdaya alam. Hal tersebut membuat Pegunungan
Meratus begitu diminati oleh pihak luar Meratus. Banyak dari pihak luar
itu yang menanamkan modalnya baik disektor kehutanan, pertanian,
perkebunan, pertambangan, hingga sektor pariwisata.
c. Terbitnya Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) Nomor: 441.K/30/DJB/2017 tentang Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) tanggal 4 Desember
2017, yang memberikan izin kepada perusahaan asing PT Mantimin
Coal Mining melakukan eksploitasi tambang batubara selama 17 (tujuh
belas) tahun di kawasan Pegunungan Meratus Kecamatan Batang Alai
19
Timur Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), menuai kontroversial dari
berbagai Pihak.
d. Aktivitas pertambangan lain di Indonesia, Pertambangan batubara juga
telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup yang cukup
besar, baik itu air, tanah, udara, dan hutan, Air. Penambangan Batubara
di kawasan Pegunungan Meratus secara langsung dapat menyebabkan
pencemaran.
e. Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh penambang batubara dapat ditempuh dengan beberapa
pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut :
1. Pendekatan teknologi;
2. Pendekatan lingkungan;
3. Pendekatan administrative;
4. Pendekatan edukatif.

4.2 Saran
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan pada Bab-bab terdahulu,
dapatlah direkomendasikan beberapa saran yaitu sebagai berikut :
a. Hendaknya semua Pihak, menyadari betul bagaimana memastikan masa
depan yang dimotori oleh energi bersih dan terbarukan; kerusakan pada
manusia dan kehidupan sosialnya serta kerusakan ekologi dan dampak
buruk perubahan iklim dapat dihindari;
b. Perlu dikaji ulang dan diadakan judicial review atas dikeluarkannya
Surat Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Nomor: 441.K/30/DJB/2017 tentang Perjanjian Karya Pengusahaan
Pertambangan Batubara (PKP2B) tanggal 4 Desember 2017, yang
memberikan izin kepada perusahaan asing PT Mantimin Coal Mining
melakukan eksploitasi tambang batubara selama 17 (tujuh belas) tahun
di kawasan Pegunungan Meratus Kecamatan Batang Alai Timur
Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).

20
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. 2004. Pengelolaan DTA Danau dan Dampak Hidrologisnya. Balai


Penelitian Tanah.
Bogor. http://www.litbang.deptan.go.id/artikel/one/56/pdf [16 Juni
2006].

Agus F, Farida, Noordwijk Van Meine, editor. 2004. Hydrological Impacts of


Forest, Agroforestry and Upland Cropping as a Basis for Rewarding
Environmental Service Providers in Indonesia. Proceedings of a
workshop in Padang/Singkarak, Weat Sumatra, Indonesia, 25-28
February 2004.ICRAF-SEA. Bogor

Latifa, S. 2000. Keragaan Accacia mangium wild pada Lahan Bekas Tambang
Timah (Studi kasus di areal PT. Timah). Tesis Sekolah Pasca
sarjana.IPB. Bogor.
Pusat Penelitian ttan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan
Batubara. Departemen ESDM. 2006. Batubara Indonesia. Departe
men ESDM. Jakarta.

Sitorus. S.R.P. 2000. Pengembangan Sumberdaya Tanah Berkelanjutan.


Jurusan Tanah.Fakultas pertanian lnstitut Pertanian Bogor (IPB).
Bogor.
Soemarwoto, 0 . 2005. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada
Uversity Press. Yogyakarta.

Suhala, S, A. F. Yoesoef dan Muta'alim. 1995. Teknologi Pertambangan


Indonesia. Pusat Penelitlan dan Pengembangan Teknologi Mineral,
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambanga
n dan Energi. Jakarta.

https://kalsel.antaranews.com/berita/62041/artikel-menjaga-meratus-menyelamatkan-
dunia

http://jejakrekam.com/2018/01/24/mungkinkah-pegunungan-meratus-hst-ditambang/

Tamliha, Syaifullah. Ekonomi Politik Pengelolaan SDA di Hutan Pegunungan


Meratus, Http://www. YCHI.org, diakses tanggal 27 Oktober 2007.

http://www.Koko06.multiply.com/journal/item/, diakses tanggal 27 Oktober 2007


Note: tulisan ini dibuat tahun 2007

http://hatetepes.blogspot.co.id/2009/02/dampak-ekonomi-dari-kegiatan.html
21

Anda mungkin juga menyukai