, dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam),
R = tinggi hujan (mm),
t = lamanya hujan (jam) (Handayani et al, 2007: 2)
3.2 Tanah
Tanah merupakan himpunan mineral, bahan organik, endapan-endapan
beserta campuran partikel dengan beragam ukuran. Tanah mempunyai peranan
penting dalam siklus hidrologi. Kondisi tanah menentukan jumlah air yang masuk
ke dalam tanah dan mengalir pada permukaan tanah. Tanah tidak hanya berperan
sebagai media pertumbuhan tanaman, tetapi juga sebagai media pengatur air.
Tanah merupakan faktor penting yang menentukan besarnya erosi yang terjadi.
Faktor erosi yang terjadi di dalam tanah yaitu kemampuan tanah untuk menyerap
air hujan melalui perkolasi dan infiltrasi. Kepekaan atau ketahanan tanah terhadap
erosi berbeda-beda sesuai dengan sifat fisik dan kimia tanah. Perbedaan ketahanan
ini umumnya dinyatakan dalam nilai erodibilitas tanah. Semakin tinggi nilai
erodibilitas tanah, semakin mudah tanah tersebut tererosi. Secara umum tanah
dengan debu yang tinggi, liat yang rendah dan kandungan bahan organik sedikit
mempunyai kepekaan erosi yang tinggi. Ketahanan tanah menentukan mudah
tidaknya massa tanah dihancurkan, sedangkan infiltrasi dan perkolasi
mempengaruhi volume limpasan permukaan yang mengikis dan mengangkut
hancuran masa tanah. Sifat-sifat tanah yang penting pengaruhnya terhadap erosi
adalah kemampuannya untuk menginfiltrasikan air hujan yang jatuh serta
ketahanannya terhadap pengaruh hujan (Arsyad, 1989).
Untuk menghambat terjadinya erosi tersebut perlu adanya alat yang
digunakan untuk mengetahui jumlah air yang masuk ke dalam tanah, hal ini
bertujuan agar laju infiltrasinya diketahui dan dapat di hitung. Infiltrasi
merupakan proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori-pori tanah.
Alat yang digunakan untuk mengukur infiltrasi tanah adalah ring infiltrometer.
Ring infiltrometer merupakan suatu tabung baja silindris pendek, berdiameter
besar yang mengitari suatu daerah dalam tanah. Bentuk ring infiltrometer ada dua
macam bentuk, yaitu single ring infiltrometer dan double ring infiltrometer,
namun dalam kehidupan sehari- hari yang sering digunakan untuk mengukur
infiltrasi tanah yaitu dengan menggunakan alat double ring infiltrometer. Double
ring infiltrometer ini memiliki cara kerja yaitu sebagai berikut.
a) Double ring infiltrometer dimasukkan ke dalam tanah sampai sedalam separuh
dari tinggi alat dengan kedudukan diusahakan tegak lurus.
b) Pukul ring tersebut dengan palu, dan jika menginginkan rata yang sama maka
harus digunakan kayu untuk mengukut ketinggian yang sama.
c) Untuk menghindari kerusakan struktur tanah dalam silinder, maka sebelum
dituangkan air terlebih dahulu tanah ditutup plastic baru kemudian air dituangkan
di atas plastik tersebut.
d) Sebelum penuangan air pada silinder tengah, silinder luar diisi air supaya
perembesan kearah luar bisa dikurangi, ring tengah harus selalu terisi air selama
proses pengamatan.
e) Setelah air diisikan ke dalam ring tengah, dengan cepat plastic ditarik dan
ditambah air sampai ketinggian tertentu lalu dibaca skala penurunan air tiap 5
menit sampai penurunan air dalam silinder mencapai konstan.
f) Kekurangan air selalu ditambah dan selalu dijaga agar ring tidak dalam keadaan
kosong serta dibaca batas penambahannya sampai penurunannya kostan.
Gambar 3. Double Ring Infiltrometer (Giska, 2013)
3.3 Topografi
Topografi merupakan tinggi rendahnya permukaan bumi yang
menyebabkan terjadi perbedaan lereng. Kemiringan dan panjang lereng adalah
dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan
erosi. Erosi akan meningkat jika lereng semakin curam atau semakin panjang. Jika
lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat, sehingga
kekuatan mengangkut meningkat pula. Lereng yang semakin panjang
menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar (Asdak, 1995).
Unsur lain yang berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman, dan arah lereng.
Bentuk lereng dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung, dan
lereng kompleks (Arsyad, 1989).
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik dimana air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dimana
kemiringan lereng berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air
berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng.
Dengan demikian berarti lebih banyak air yang mengalir dan semakin besar
kecepatannya di bagian bawah lereng dari pada bagian atas. Bentuk lereng
dibedakan atas lereng lurus, lereng cembung, lereng cekung dan lereng kompleks.
Lereng lurus dicirikan oleh kemiringan yang seragam pada seluruh bagian lereng.
Lereng cembung semakin curam ke arah lereng bawah, sedangkan lereng cekung
semakin landai ke arah lereng bawah. Lereng yang cembung umumnya tererosi
lebih besar daripada lereng cekung. Perbedaan aspek lereng menimbulkan
perbedaan besarnya erosi yang terjadi karena perbedaan penyinaran matahari dan
kelembaban. Untuk daerah tropis, aspek lereng tidak terlalu menyebabkan
perbedaan erosi yang besar karena matahari berada hampir tegak lurus dari
permukaan (Kurnia, 1985).
Alat untuk mengukur topografi adalah total station. Berikut langkah-
langkah mengukur topografi suatu daerah.
1. Tentukan lokasi pengukuran.
2. Tentukan BM paling dekat terhadap lokasi yang akan diukur.
3. Tentukan kerapatan atau interval titik detail topografi yang akan diukur.
4. Dirikan alat ukur pada BM yang dimaksud pada poin nomer 2 dan target
(prisma reflektor) pada BM lainnya.
5. Tentukan station atau set alat untuk pengambilan data awal ke target sebagai
titik ikat untuk pengukuran detail pada area yang akan dipetakan.
6. Lakukan pengukuran detail situasi sesuai kerapatan titik yang diinginkan (3-5
meter) atau mengikuti perubahan topografi lapangan, bergantung konsisi
lapangan datar atau curam.
7. Jika tidak terjangkau semua area yang akan diukur, dapat dipasang patok
bantu poligon sesuai dengan arah line pengukuran yang direncanakan untuk
melakukan pengambilan data situasi detail daerah lainnya.
8. Sesuaikan penanaman detail situasi lapangan dengan data yang
dimasukkan/direkam pada alat ukur untuk memudahkan proses pengolahan
dan penggambaran, sehingga didapat gambaran peta yang mendekati bentuk
sebenarnya.
9. Kegiatan pada poin nomer 6,7,dan 8 dilakukan dengan cara yang sama dalam
satu line pengukuran.
10. Untuk line lainnya dilakukan cara yang sama mulai poin nomer 4-8.
Keterangan:
BM: tanda di lapangan yang telah mempunyai nilai atau koordinat
tertentu.
Sentering optis: mengatur posisi alat ukur agar berada tegak lurus tepat di
atas BM/patok dengan cara melihat dari jendela optis alat ukur.
3.4 Vegetasi
Vegetasi berpengaruh terhadap erosi karena dapat melindungi tanah dari
kekuatan hujan melalui penahanan dan intersepsi butir hujan oleh kanopi vegetasi.
Tertahannya hujan oleh kanopi dapat mengurangi kecepatan jatuh butir hujan dan
mengurangi energi hujan ketika mencapai permukaan tanah serta memberikan
waktu lebih untuk infiltrasi, sehingga volume dan kecepatan limpasan berkurang.
Vegetasi melalui perakaran juga mempengaruhi sifat tanah dalam wujud
memperbesar ketahanan massa tanah dari daya rusak hujan dan limpasan serta
memperbesar kapasitas infiltrasi melalui peningkatan porositas (Utomo, 1994).
Menurut Asdak (1995), yang lebih berperan dalam menurunkan besarnya
erosi adalah tumbuhan karena tumbuhan merupakan stratum vegetasi terakhir
yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh vegetasi terhadap
aliran permukaan dan erosi dibagi dalam empat bagian (Arsyad, 1989), yaitu
sebagai berikut.
a. Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
b. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak (air).
c. Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan
pertumbuhan vegetasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan
porositas tanah.
d. Transpirasi (penguapan) yang mengakibatkan kandungan air tanah
berkurang sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi.
Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput tebal atau hutan lebat
akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Hutan efektif
dalam mencegah erosi karena daun-daunnya dan rumputnya rapat. Untuk
pencegahan erosi paling sedikit 70% tanah harus tertutup vegetasi. Tanaman yang
tinggi biasanya menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan tanaman yang
rendah, karena air yang tertahan oleh tanaman masih dapat merusak tanah ketika
jatuh di permukaan tanah. Selain mengurangi pukulan butir-butir air hujan pada
tanah, tanaman juga berpengaruh dalam menurunkan kecepatan aliran permukaan
dan mengurangi kandungan air tanah melalui transpirasi (Rachman, 1991).
Peranan vegatasi dalam memitigasi erosi antara lain sebagai berikut.
Intersepsi dan absorbsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi
kinetik hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Tetapi semakin
tinggi tajuk, setelah intersepsi mencapai titik jenuh, kemampuan absorbsi
berkurang, air hujan akan terakumulasi dalam volume yang lebih besar,
ketika jatuh ke permukaan tanah erosivitasnya menjadi semakin besar.
Bahan organik dari seresah yang jatuh dan menutupi permukaan tanah
akan melindungi permukaan tanah dari energi kinetik hujan, limpasan
aliran air permukaan, menjadi salah satu sumber energi bagi fauna tanah
yang akan membantu dalam perbaikan struktur tanah.
Penyebaran perakaran akan memantapkan butir-butir tanah dan
memperkuat struktur tanah, serta memperbesar porositas tanah.
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menganalisis vegetasi, yaitu
sebagai berikut (Kusmana, 1997).
a. Metode Titik Sentuh (Point Intercept Method)
Untuk komunitas tumbuhan bawah, seperti rumput, herba, dan semak metode
yang dapat digunakan adalah metode titik sentuh. Dalam pelaksanaanya di
lapangan dapat digunakan alat bantu seperti gambar di bawah ini.
Gambar 4. Alat kisi kawat (alat a) dan kayu berlubang (alat b)
Tumbuhan yang menyentuh pin yang terbuat dari kawat akan dicatat jenisnya,
sehingga dominansi dari jenis tersebut dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut.
Dominansi suatu jenis (D) =
x 100%
Dominansi relatif suatu jenis =
x 100%
Rumus lainnya sama dengan metode petak. Hal yang sama dapat dilakukan
dengan alat b dengan cara memindahkan alat tersebut pada plot contoh tiap 10 cm,
sehingga didapatkan dominansi dari jenis-jenis yang tersentuh.
b. Metode Garis Sentuh (Line Intercept Method)
Metode garis sentuh digunakan untuk komunitas padang rumput dan
semak/belukar. Prosedur pelaksanaan metode ini adalah sebagai berikut.
Salah satu sisi areal dibuat garis dasar yang akan menjadi tempat titik tolak
garis intersep.
Garis-garis intersep diletakkan secara acak atau sistematik pada areal yang
akan diteliti.
Alat bantu berupa pita ukur atau tambang tali tersebut dibagi ke dalam interval
jarak tertentu. Hanya tumbuhan yang tersentuh di atas atau di bawah garis intersep
yang diinventarisir.
3.5 Manusia
Manusia sangat berperan terhadap terjadinya erosi, seperti yang kita
ketahui bahwa dilihat dari jenisnya erosi dapat dibagi menjadi dua, yaitu erosi
alami (natural erotion) dan erosi dipercepat (accelerate erotion). Tindakan
manusia yang semena-mena tidak mengikuti kaidah konservasi tanah dan air
digolongkan kepada erosi yang dipercepat. Faktor utama yang mempercepat
proses terjadinya erosi adalah manusia sendiri. Kesalahan dalam pengelolaan
tanah dapat mengakibatkan kerusakan tanah yang serius, misalnya terbentuknya
tanah-tanah kritis, luas pemilikan tanah yang sempit, kurangnya pengetahuan
tentang pengawetan tanah, sempitnya lapangan kerja, dank arena dorongan
ekonomi lainnya, sering mendukung pengelolaan tanah yang tidak layak.
5.1 Perbuatan Manusia yang Mempercepat Terjadinya Erosi
a. Pembalakan liar
Pembalakan liar atau penebangan liar (illegal logging) adalah kegiatan
penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu tidak sah atau tidak memiliki izin
dari otoritas setempat. Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar
setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa.
Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar
internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri,
konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di
luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun,
luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan
hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di
Indonesia diakibatkan oleh sistem politik dan ekonomi yang menganggap
sumberdaya hutan sebagai sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk
kepentingan politik serta keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak
dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta
hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun
terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Penelitian Greenpeace mencatat
tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun,
yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan
liar. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, maka erosi yang terjadi di Indonesia
akibat pembalakan liar akan semakin meningkat.
b. Kebakaran hutan
Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, kebakaran
rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar,
tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumber daya pertanian.
Penyebab umum termasuk petir, kecerobohan manusia, dan pembakaran yang
tidak terkontrol.
Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran
tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju
tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika
run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat kebakaran sebagai pengikat akan
menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke daerah yang lebih rendah
yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga
longsor.
c. Pengolahan lahan pertanian yang tidak tepat
Ditingkat lahan pertanian juga terjadi pelanggaran-pelanggaran kaidah
konservasi tanah dan air sebagai contoh adalah dalam teknik konservasi
tanah dan air penanaman tanaman pertanian (budidaya pertanian) terutama di
lahan miring haruslah ditanam memotong lereng atau searah kontur, kecuali
bagi tanaman-tanaman yang buahnya di bawah permukaan tanah. Keadaan
yang terjadi adalah bahwa tanaman budidaya pertanian masih banyak yang
ditanam searah lereng atau tidak memotong lereng; hal ini tentu akan memacu
erosi yang hebat.
BAB 4. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut.
a. Konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara memperlakukan tanah
agar mempunyai ketahanan terhadap gaya yang menghancurkan agregat
dan pengangkutan oleh aliran permukaan, serta mempunyai kemampuan
menyerap air lebih besar.
b. Ada tiga metode konservasi tanah, yaitu metode vegetatif, metode
mekanik, dan metode kimia.
c. Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah (bagian-
bagian tanah) dari satu tempat ke tempat lain oleh air dan angin.
d. Faktor yang mempengaruhi erosi ada lima, yaitu iklim, tanah, topografi,
vegetasi, dan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
UGM Press.
BMKG, 2013. Penakar Hujan Manual Ombrometer.
http://www.staklimkarangploso.info/index.php/tugas-dan-wilayah-
kerja/10-peralatan-klimatologi/14-penakar-hujan-manual-ombrometer. [25
Mei 2014].
Handayani, dkk. 2007. Pemilihan Metode Intensitas Hujan yang Sesuai dengan
Karakteristik Stasiun Pekanbaru. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Riau.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor: IPB Press.
Morgan, R. P. C. 1995. Soil Erosion and Conservation (Second edition ed.).
Harlow: Longman.
Sukrianto, T. 1990. Analisis Keberhasilan Kegiatan Konservasi Tanah dan Air
dalam Rangka Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Tesis. IPB. Bogor.
Utomo, W. H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. Malang: IKIP.
Yani, A. 2010. Menyingkap Fenomena Geosfer. Jakarta: PT Grafindo Media
Pratama.