Banyak pendapat para ahli baik di dunia yang telah mengemukakan definisi dan
batasan wilayah pesisir. Menurut Soegiarto (1976), wilayah pesisir adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, meliputi bagian daratan baik yang kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi laut seperti pasang-surut air laut; dan bagian
laut yang masih terpengaruh proses-proses alami di darat (seperti sedimentasi)
maupun akibat aktivitas manusia di darat seperti pencemaran. Departemen
Kelautan dan Perikanan dalam Undang-Undang mendefinisikan wilayah pesisir
sebagai daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabwo memaparkan bahwa potensi sumber
daya perikanan dan kelautan Indonesia sangat melimpah, namun belum
termanfaatkan secara maksimal, yaitu baru dimanfaatkan sebesar 10%. Padahal
potensi sumber daya pesisir dan laut yang dapat dimanfaatkan meliputi potensi
perikanan baik tangkap maupun budidaya, terumbu karang, hutan mangrove,
pertambangan, sumber daya energi dan mineral kelautan, perhubungan laut, wisata
bahari, dll.
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu adalah upaya secara terprogram, dinamis, dan
terus menerus dalam membuat keputusan terkait pemanfaatan, pembangunan dan
perlindungan wilayah dan sumber daya pesisir dan lautan sehingga terjadi
optimalisasi dan harmonisasi berbagai kepentingan dalam mencapai pembangunan
wilayah pesisir secara berkelanjutan. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan pesisir
terpadu adalah: 1) keterpaduan, 2) desentralisasi pengelolaan, 3) pembangunan
berkelanjutan, 4) keterbukaan dan peran serta masyarakat, dan 5) kepastian hukum.
Terpadu yang dimaksud mengandung dimensi-dimensi berikut, yaitu keterpaduan
wilayah, sektor, dan bidang ilmu,. Keterpaduan wilayah memiliki arti bahwa
adanya integrasi antara wilayah daratan secara administrative dan laut karena
keduanya saling berdampak. Keterpaduan sektoral adalah mewujudkan koordinasi
tugas, wewenang, dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah.
Keterpaduan bidang ilmu adalah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut
dilaksanakan atas dasar pendekatan berbagai jenis keilmuan, meliputi: teknik,
ekonomi, ekologi, sosiologi, hukum, kelautan, tata ruang, dan lainnya yang
relevan. Selain ketiga hal tersebut, penting juga memperhatikan keterpaduan
ekologis yaitu dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut selain berusaha
meningkatkan pembangunan ekonomi, namun tetap mengedepankan ekologis
lingkungan. Dalam prosesnya, pengelolaan wilayah pesisir dan laut terdiri dari 3
tahap utama: perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian maka
keterpaduan tersebut perlu untuk diterapkan sejak tahap perencanaan sampai
pengendalian.
Peran serta masyarakat pesisir dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut meliputi
tahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 40 Tahun 2014 tentang Peran Serta dan
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Kementerian dan Pemerintah Daerah wajib untuk memberdayakan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, dengan melalui:
Ketiga, permodalan, dengan melalui penyediaan skim kredit dengan bunga ringan,
pemberian subsidi bunga kredit program dan/atau imbalam jasa penjaminan, dan
pemanfaatan dana tanggung jawab sosial serta dana program kemitraan dan bina
lingkungan.