Anda di halaman 1dari 4

PERATURAN PERUNDANGAAN

PENGEMBANGAN PULAU KECIL DAN PESISIR

Disusun oleh:

Nama : Menliman Joyfal Gulo


NIM : 22/492934/GE/09790
Hari/Jam : Jum’at/09.15-10.55 WIB.
Dosen Pengajar : Prof. Dr. Muhammad Baiquni, M.A.
Surani Hasanati, S.Si., M.Sc.
Drs. Joko Christanto, M.Sc.

DEPARTEMEN PEMBANGUNAN WILAYAH


FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
Dasar Teori
Pulau-pulau kecil memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, merupakan aset penting untuk pembangunan negara. Potensi ekonomi dan
lingkungan wilayah ini sangat penting, khususnya bagi masyarakat pesisir. Wilayah pesisir
tidak hanya berfungsi sebagai pusat konservasi alam yang melindungi beragam ekosistem laut,
tetapi juga menyediakan berbagai barang dan jasa kelautan yang membantu industri seperti
perikanan, pariwisata, dan transportasi. Namun, untuk memaksimalkan potensinya, diperlukan
pendekatan terpadu yang menggabungkan berbagai sektor yang terlibat. Pulau-pulau kecil dan
pesisir harus dimanfaatkan secara berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat setempat. Potensi sumber daya alam dan ekosistemnya tersebut
perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sehingga
tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan lestari
(Chikmawati, 2013).

Indonesia adalah negara kepulauan dengan 17.508 pulau, garis pantai 81.000 km, dan
wilayah perairan 5,8 juta km persegi. Sumber daya pesisir dan lautan seharusnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang tinggal di wilayah pesisir dan kepulauan.
Namun, sayangnya, sumber daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan telah rusak
karena pemanfaatan yang tidak sesuai dengan prinsip ekologis yang mendasari pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan. Jumlah pulau kecil di Indonesia juga telah berkurang
dari 17.508 menjadi 13.466, menurut hasil survei dari Badan Informasi Geospasial (dulu
dikenal sebagai Bakorstunal). Penurunan jumlah ini disebabkan oleh fakta bahwa pulau gosong
tidak lagi dianggap sebagai pulau. Ini karena PBB mendefinisikan pulau sebagai objek yang
masih terlihat saat air pasang, sedangkan pulau gosong hanya muncul ketika air laut surut dan
tenggelam ketika air laut pasang. Pengelolaan pulau tentunya sangat penting untuk
meningkatkan ekonomi maupun aspek bidang lainnya. Hal ini dikarenakan pulau dan pesisir
sangat berpotensi dalam sektor perikanan, pertanian, dan juga pariwisata. Keanekaragaman
pulau di Indonesia kemungkinan besar memiliki keanakekaragaman hayati juga. Banyaknya
flora dan fauna endemik yang belum teridentifikasi masih tersimpan begitu saja. Guna dalam
melestarikan dan menjaga hal tersebut pentingnya pengelolaan yang baik dari pemerintah.
Peran ini juga memastikan perlindungan terhadap pulau baik dalam aspek pengelolaan,
pelestarian, konservasi, maupun mitigasi bencana.
Mempertimbangkan hal itu Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang No.
27/2007 disingkat UU-PWP3K tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pengaturan undang-undang ini mencakup berbagai fase kegiatan dalam sistem manajemen,
termasuk perencanaan, pengelolaan, pengawasan, dan pengendalian. Kegiatan ini akan
dilakukan di wilayah pesisir dan pulau kecil, yang mencakup daerah pertemuan antara
pengaruh perairan dan daratan, wilayah daratan yang mencakup wilayah administrasi
kecamatan, dan ke arah perairan laut sejauh 12 (duabelas mil). Ketidaksinkronan dengan
peraturan lainnya, serta ketidaksesuaian antara pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya di
wilayah pesisir merupakan masalah utama. Perubahan juga dianggap lebih menguntungkan
investasi daripada kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan dan adat. UU-
PWP3K kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 1/2014. Pengelolaan mencakup kerja
sama pemerintah pusat dan daerah, kolaborasi antar sektor, kerja sama antar pemangku
kepentingan (pemerintah, bisnis, dan masyarakat), integrasi ekosistem darat dan laut, dan
integrasi berbagai disiplin ilmu dan praktik manajemen. Dengan demikian Pengelolaan WP3K
telah mematuhi persyaratan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Ini adalah langkah penting untuk menjamin pembangunan berkelanjutan
wilayah ini dan memberikan manfaat yang merata bagi seluruh masyarakat.

Esensi keputusan ini bukanlah seperti yang dinyatakan sementara kalangan yakni bahwa
negara harus memperhatikan lingkungan hidup, pengembangan ekononi atau bahkan
keberadaan orang di suatu pulau terpencil untuk menunjukkan effective occupation (tindakan
administratif penguasaan suatu wilayah), tetapi yang terpenting adalah apakah ada suatu
pengaturan hukum atau instrument hukum, regulasi atau kegiatan administratif lainnya tentang
pulau tersebut terlepas dan isi kegiatannya (AH Oegrosono, 2008). Pengaturan tata ruang di
pulau-pulau dan wilayah pesisir Indonesia sangat penting untuk menjamin pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien. Wilayah-wilayah ini memiliki peran utama dalam mengelola
pembangunan sektor kelautan dalam konteks otonomi daerah. Dalam pengelolaan wilayah
pesisir dan laut, desentralisasi harus selalu mempertimbangkan kesatuan NKRI dan
kesejahteraan umum. Setelah berkonsultasi dengan instansi teknis yang relevan, mereka dapat
merancang, menyusun, mengesahkan, dan mengelola wilayah konservasi sumber daya laut
pada tingkat daerah. Selain itu, dalam batas kewenangan mereka dalam bidang eksplorasi,
eksploitasi, konservasi sumber daya alam, perencanaan ruang laut, dan pengelolaan kekayaan
laut, pihak daerah juga memiliki otoritas untuk mengatur dan menjalankan sistem administrasi,
izin, pajak, dan retribusi.
Namun, pengaturan tata ruang di pulau-pulau dan wilayah pesisir juga harus
mempertimbangkan kemungkinan konflik penggunaan lahan yang dapat menimbulkan konflik
antara berbagai sektor, masyarakat, dan sektor swasta. Keterbatasan sumber daya finansial
untuk pembangunan, sumber daya manusia yang buruk, tingkat kemiskinan di masyarakat
pesisir, kurangnya koordinasi antara pemangku pembangunan, dan masalah penegakan hukum
yang lemah adalah masalah lain yang harus diperhatikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Havas Oegroso. (2008). Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia. Indonesian Journal
of International Law, 6(3), 306-314.
Chikmawati, N. F. (2013). Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia
(Dalam Perspektif Perlindungan Hukum bagi Hak-hak Ekonomi Masyarakat
Tradisional). ADIL: Jurnal Hukum, 4(2), 396-417.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang PERUBAHAN ATAS


UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil.

Anda mungkin juga menyukai