Anda di halaman 1dari 19

Potensi Reklamasi Pantai Yang Berkelanjutan Untuk Kesejahteraan

Masyarakat di Kabupaten Bangkalan Pulau Madura JawaTimur

The Potential of Sustainable Beach Reclamation for Community Welfare in


Bangkalan District, Madura Island, East Java

I Gusti Ayu Gangga Santi Dewi,


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
ganggasanti@gmail.com

Bambang Eko Turisno,


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro,
b_e_turisno@yahoo.com

Abstrak
Kabupaten Bangkalan dengan laju pertumbuhan penduduk tinggi dan bidang usaha yang
komplek banyak membutuhkan lahan. Oleh karena itu banyak dilakukan reklamasi pantai untuk
kebutuhan hidup dan wisata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi hasil reklamasi
pantai di Kabupaten Bangkalan yang berkelanjutan dan manfaat kawasan hasil reklamasi untuk
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bangkalan Pulau Madura.
Penelitian ini secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam ranah pendekatan Social Legal.
Dalam hal ini terdapat dua aspek penelitian, yaitu aspek legal research, yakni obyek penelitian tetap
ada yang berupa hukum dalam arti “norm” dan socio research, yaitu digunakannya metode dan
teori-teori ilmu sosial tentang hukum.
Berdasarkan hasil penelitian, dengan mengembangkan potensi hasil reklamasi pantai di
Kabupaten Bangkalan Pulau Madura maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
pantai. Hasil lahan reklamasi dimanfaatkan untuk memperluas lahan masyarakat yang sudah ada
sebelumnya sebagai rumah tinggal dan usahanya juga pembangunan konservasi sumber daya alam
seperti pengembangan mangrove dan pengembangan ikan tambak.
Kata kunci: Potensi, Lahan Reklamasi, Kesejahteraan, Berkelanjutan.

Abstract
Bangkalan Regency with a high population growth rate and a complex business sector requires
a lot of land. Therefore many coastal reclamation is done for the needs of life and tourism. The
purpose of this study was to determine the potential for sustainable coastal reclamation results in
Bangkalan District and the benefits of the reclaimed area for the welfare of the community in
Bangkalan Island, Madura.
This research can be broadly grouped into the realm of the Social Legal approach. In this case
there are two aspects of research, namely aspects of legal research, namely the object of research
remains in the form of law in the sense of "norm" and socio research, namely the use of methods
and theories of social science theories about law.

1
Based on the results of research by developing the potential of coastal reclamation results in
Bangkalan Regency, Madura Island, it can improve the welfare of communities around the coast.
The reclamation land is used to expand the existing community land as a residence and business as
well as the development of conservation of natural resources such as the development of mangroves
and the development of fish ponds
Keywords: Potential, Reclamation Land, Welfare, Sustainable.

1. Introduction
Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di wilayah Asia Tenggara dan merupakan
negara yang berbentuk kepulauan. Indonesia dikenal dengan sebutan negara maritim, yaitu negara
yang mempunyai banyak perairan. Luas Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil dari Samudera
Indonesia hingga Samudera Pasifik. Indonesia memiliki lautan yang luas sekitar 3.273.810 km²
sehingga luas lautan lebih besar dibandingkan luas daratannya.
Pada era globalisasi ini kebutuhan tanah semakin bertambah, baik untuk keperluan tempat
tinggal maupun tempat kegiatan usaha. Persediaan lahan pertanahan semakin sempit bahkan
berkurang dengan makin bertambahnya penduduk. Banyaknya permintaan area lahan pertanahan
tersebut mendorong pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan atas tanah, dengan salah satu
alternatif yakni mengubah wilayah pantai menjadi daratan baru yang dikenal dengan kegiatan
reklamasi pantai. Pengembangan kawasan baru dengan mereklamasi pantai banyak dilakukan di
sejumlah kota besar di Indonesia yang laju pertumbuhan penduduk dan bidang usaha banyak
membutuhkan lahan, tidak terkecuali di Kabupaten Bangkalan.
Hukum Tanah Nasional Republik Indonesia yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menegaskan bahwa tanah dikuasai oleh negara
adalah tanah negara. Tanah Reklamasi merupakan tanah negara yang diatur dalam Surat Edaran
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410 -1293 tentang Penertiban
Status Tanah Timbul dan Tanah Reklamasi.
Secara teori, reklamasi berarti suatu upaya untuk membentuk dataran baru dalam rangka
memenuhi kebutuhan lahan dengan cara menimbun kawasan pantai, reklamasi juga merupakan
suatu langkah pemekaran kota (Ni’am,2005). Reklamasi merupakan upaya meningkatkan sumber
daya alam lahan dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan cara pengeringan lahan atau

2
pengurugan tanah dengan menambah tanah sejumlah volume tertentu ke dalam laut dan daerah
pesisir pantai. Akan tetapi dalam praktiknya, reklamasi pantai yang banyak dilakukan di Indonesia
belum memenuhi kriteria-kriteria tersebut (Karnawati,2007). Reklamasi pesisir sebagai suatu
kegiatan penimbunan dengan memasukkan sejumlah material terhadap areal pesisir yang secara
terus-menerus tergenang air dengan tujuan untuk mendapatkan lahan kering yang diatasnya dapat
didirikan bangunan sebagai usaha bersama untuk kepentingan umum (Santi, 2009).
Undang-Undang No. 27 tahun 2007 jo Undang – Undang No. 1 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir menjelaskan bahwa Reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika manfaat
sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Pada Pasal
26 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Di Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil menyebutkan bahwa pelaksanaan reklamasi wajib menjaga dan
memperhatikan: a. Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b. Keseimbangan antara
kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau
kecil; dan c. Persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.
Tujuan dilakukannya reklamasi dengan menekankan kaitan antara reklamasi pantai dengan
kepentingan sosial, yakni dengan menyediakan lahan baru untuk membuka lapangan pekerjaan dan
lapangan usaha baru, merekayasa kawasan pantai untuk pemanfaatan yang lebih baik, perbaikan
lingkungan pantai, menyediakan kawasan pantai yang dapat digunakan untuk umum dan
menyediakan perumahan bagi seluruh lapisan pendapatan (Sidarta,1998). Menurut pendapat Suhud
(1998) tujuan reklamasi pantai lebih mengacu pada kepentingan perbaikan ekonomi, yaitu dengan
diperolehnya lahan baru yang dapat mengurangi tekanan atas kebutuhan lahan dibidang kota yang
sudah padat, kemungkinan menghidupkan kembali transportasi air sehingga beban transportasi
dapat berkurang, membuka peluang pembangunan nilai tinggi, meningkatkan pariwisata bahari,
meningkatkan pendapatan pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat disekitar
kawasan pantai maupun ekonomi perkotaan, dan meningkatkan sosial ekonomi masyarakat.
Dampak positif reklamasi pantai adalah terjadinya peningkatan kualitas dan nilai ekonomi
kawasan pesisir, mengurangi tanah yang kurang produktif di sepanjang pantai, perlindungan pantai
dari erosi, peningkatan kondisi habitat perairan, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain. Dampak

3
positif reklamasi pantai adalah terjadinya peningkatan kualitas dan nilai ekonomi kawasan pesisir,
mengurangi tanah yang kurang produktif di sepanjang pantai, perlindungan pantai dari erosi,
peningkatan kondisi habitat perairan, penyerapan tenaga kerja dan lain-lain (Asiyah, 2015).
Dampak negatif dari reklamasi pantai meliputi dampak fisik seperti halnya peningkatan
kekeruhan air, pencemaran laut, peningkatan potensi banjir dan genangan di wilayah pesisir,
rusaknya habitat laut dan ekosistemnya. Reklamasi berdampak negatif pula pada perubahan sosial
ekonomi pada masyarakat pesisir seperti kesulitan akses publik ke pantai dan berkurangnya mata
pencaharian(Huda,2013). Masyarakat pesisir seperti diketahui umumnya cukup dekat dengan
kemiskinan, hal ini karena faktor ekonomi dan sosial sehingga mereka sulit mendapatkan
pendidikan yang memadai, akhirnya menjadi satu alasan untuk memilih menjadi nelayan. Dampak
negatif reklamasi pantai akan menghilangkan pekerjaan mereka sebagai nelayan apabila tidak
dikelola secara baik potensi lahan hasil reklamasi (Retnowati, 2011).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang Modul Terapan
Pedoman Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai, bahwa dampak positif
pelaksanaan reklamasi adalah dapat membantu negara/kota dalam rangka penyediaan lahan untuk
berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata dan usaha
masyarakat sekitar khususnya nelayan. Sedangkan dampak negatif akibat kegiatan reklamasi yakni
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus,
erosi dan sedimentasi pantai berpotensi meningkatkan bahaya banjir, dan berpotensi gangguan
lingkungan di daerah lain seperti pengeprasan bukit atau pengeprasan pulau untuk material
timbunan.
Proses reklamasi pantai yang belum berjalan dengan baik dikhawatirkan menimbulkan dampak
negatif, seperti semakin banyaknya material yang hanyut, sehingga terjadi pendangkalan perairan.
Apabila terus berlangsung akan mengancam ekosistem pantai (Djainal, 2012). Reklamasi pantai
dengan dampak-dampak negatif tersebut dapat dicegah dengan berbagai kegiatan sesuai
persyaratan dalam izin lokasi, izin dampak lingkungan dan izin pelaksanaan reklamasi yang telah
diatur dalam peraturan yang berlaku. Apabila syarat dalam pengajuan izin tidak dilaksanakan, maka
pelaksanaan reklamasi pantai dapat ditolak bahkan dibatalkan oleh pemerintah meski sudah

4
terlaksana hasil reklamasi tersebut. Sebagaimana contoh hasil penelitian Ruslin (2017), daerah yang
mengalami dampak negatif reklamasi pantai yaitu di Kota Makassar. Hal mana lahan pada pesisir
Makassar yang direklamasi mengalami pencemaran. Lahan hasil reklamasi digunakan sebagai
ruang publik yang dapat menampung berbagai aktifitas masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok di Pantai Losari. Pencemaran akibat reklamasi pantai tersebut berdampak pada
menurunnya mutu perairan / kualitas air laut di pantai losari sehingga tidak dapat dimanfaatkan
sesuai peruntukannya.
Reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan memberikan pengaruh positif bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Bangkalan beserta masyarakat sekitarnya dengan berbagai sumber daya alam
laut. Hasil reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan untuk pembangunan tempat tinggal, usaha
dan wisata dipandang sebagai suatu prospek yang mendatangkan sejumlah manfaat untuk
kesejahteraan umum.
Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah 1)Bagaimanakah potensi reklamasi pantai di
Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura sebagai lahan pertanahan yang berkelanjutan, 2)Apakah
manfaat dari hasil reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura.

2. Methods
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam ranah pendekatan Social Legal
(Rahardjo,2009). Penelitian ini dilakukan rekonstruksi realitas sosial, dengan mengedepankan
interaksi antara penelitian dengan apa yang dikaji melalui sumber-sumber dan informan, serta
memperhatikan konteks yang membentuk masukan, proses dan hasil penelitian, maupun
pemaknaan-pemaknaannya.

B. Lokasi Penelitian

5
Kawasan reklamasi pantai yang sudah dikelola sebagai kawasan wisata serta sebagian kawasan
sebagai usaha hasil laut merupakan potensi yang dimanfaatkan masyarakat sekitar. Lokasi
penelitian akan dilakukan di wilayah reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura
Jawa Timur yang telah direklamasi dengan melihat kondisi dari pengelolaan lahan sebagai tempat
tinggal dan tempat usaha juga pengembangan wisata yang telah ada sebelumnya.

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini digali dari para informan terutama warga yang melakukan
reklamasi pantai yang telah memperoleh manfaat dari lahan hasil reklamasi pantai, perangkat desa
sekitar lokasi penelitian, pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bangkalan, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Kelautan dan Perikanan, untuk mengetahui pengaturan, tindakan
serta kebijakan-kebijakannya. Sedangkan bahan hukum dalam penelitian ini meliputi hukum
nasional.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik untuk menemukan data primer, dilakukan melalui wawancara secara bebas/terbuka atau
tak terstruktur secara langsung dengan responden yang ditemui, yang dianggap penting untuk
memberikan data dalam penelitian ini. Penelitian ini bersifat field research dengan menggunakan
pendekatan verstehen atau hermeneutic. Di samping itu observasi dilakukan dalam rangka untuk
memperoleh data tentang lokasi penelitian dalam aspek fisiknya misalnya pola penggunaan tanah
hasil reklamasi, penguasaan tanah, dan perilaku-perilaku warga pesisir terhadap reklamasi pantai.
Penelitian ini dilengkapi dengan Library research tentang teori kemanfaatan dengan dikaitkan
dengan hukum progresif untuk kesejahteraan masyarakat maupun hukum positif berupa kebijakan,
peraturan perundang-undangan yang terkait reklamasi pantai.

6
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian dilakukan melalui teknik triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber
dilakukan dengan mengadakan komparasi data dan sumbernya untuk mensistematisasi perbedaan
dan persamaan pandangan berdasarkan kualifikasi, situasi sumber saat penyampaian data dan
kesesuainnya dengan dokumen yang menjadi data penelitian.
Triangulasi metode dilakukan dengan mengadakan strategi pengecekan melalui teknik
pengumpulan data observasi partisipatif dan wawancara mendalam (indepth interview) khususnya
perolehan data para pihak yang terkait dengan reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan.
Dalam menganalisis secara interaktif dengan menggunakan fieldnote yang terdiri deskripsi dan
refleksi data (Sutopo, 1990). Data diklasifikasi melalui proses indexing, shorting, grouping dan
filtering. Hasil penelitian dianggap valid dan reliable selanjutnya adalah merekonstruksi dan
menganalisisnya masalah secara induktif kualitatif, dengan bertitik tolak dari pengamatan atas
masalah–masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan bersifat umum (Sudarto,
2002).
Langkah-langkah teknik analisis data penelitian ini mengikuti model interaktif analisis data yang
meliputi tiga siklus kegiatan, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan atau
verifikasi. Simpulan yang dimaksud bukanlah simpulan yang bersederajat dengan generalisasi.

3.Results and Discussion


A. Potensi Reklamasi Pantai di Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura Sebagai Lahan
Yang Berkelanjutan
1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Bangkalan adalah sebuah kabupaten di Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur,
Indonesia. Ibu kotanya adalah Bangkalan. Kabupaten ini terletak di ujung paling barat Pulau
Madura berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Sampang di timur serta Selat Madura di

7
selatan dan barat. Di lihat dari Topografi, daerah Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2 –
100 m diatas permukaan air laut.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur Tahun 2018, luas wilayah
Kabupaten Bangkalan 1.260,14 km yang berada dibagian paling barat dari Pulau Madura terletak
diantara koordinat 112 40’06” – 113 08’04” Bujur Timur serta 6 51’39”– 7 11’39” Lintang Selatan.
Kabupaten Bangkalan yang terdiri dari 18 wilayah kecamatan. Pada tahun 2018, jumlah
penduduknya mencapai 1.067.610 jiwa dengan luas wilayah 1.001,44 km² dan penduduk 1.064
jiwa/km². Wilayah yang terletak di pesisir pantai yaitu kecamatan Sepulu, Bangkalan,Socah,
Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan KecamatanBurneh
mempunyai ketinggian antara 2 – 10 m diatas permukaaan air laut. Sedangkan wilayahyang terletak
di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19 – 100 m diatas permukaan airlaut tertinggi adalah
Kecamatan Geger dengan ketinggian 100 m.
Sejak diresmikannya Jembatan Suramadu yang merupakan jembatan terpanjang di Indonesia,
Kabupaten Bangkalan menjadi gerbang utama Pulau Madura serta menjadi salah satu destinasi
wisata pilihan di Jawa Timur, baik dari keindahan alamnya, seperti Bukit Jaddih, Gunung Geger,
Pemandian Sumber Bening -Langkap - Modung dan budaya Karapan sapi serta wisata kuliner di
antaranya adalah nasi bebek khas Madura.
Berdasarkan hasil penelitian Yulianti (2015) bahwa kebijakan yang dilakukan terhadap
pelaksanaan reklamasi di wilayah Madura masih bersifat sektoral, sehingga tidak terwujud
keterpaduan dalam mengaturnya. Masing-masing lembaga teknis pemerintah daerah terkait
reklamasi antara lain Perijinan, Bappeda, Dispendaloka, Kelautan dan Perikanan, menjalankan
fungsi kewenanganya sendiri-sendiri, bahkan BPN sebagai otoritas penerbit sertifikat tidak pernah
berkoordinasi dengan pemkab setempat dengan alasan hanya berdasarkan persyaratan administratif
dan menyatakan tidak ada Perda yang mengaturnya. Oleh sebab itu diperlukan payung hukum
berupa ”Peraturan Daerah” tentang Reklamasi diperlukan untuk mengatasi problem kewenangan
antar lembaga teknis pemerintah baik pusat maupun daerah.

2) Potensi Reklamasi Pantai di Kabupaten Bangkalan Yang Berkelanjutan

Kabupaten Bangkalan memiliki sejumlah lokasi wisata yang terbagi dalam beberapa kategori,
yakini Wisata Alam, Wisata Religi, Wisata Sejarah dan Wisata Kuliner dan Keluarga. Wisata alam

8
antara lain Sumber Mata Air / Pemandian Kecamatan Modung, Bukit Geger Pantai Siring
Kemuning di desa Macajah, Tanjungbumi, Pantai Rongkang, Pantai Basmalah, Pantai Maneron dan
pantai-pantai di sejumlah desa di Kabupaten Bangkalan.
Banyaknya obyek wisata membuat hampir setiap akhir pekan Kabupaten Bangkalan didatangi
oleh wisatawan baik dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali bahkan sampai wisatawan luar negeri.
Hal ini juga disebabkan Kabupaten Bangkalan mempunyai potensi dari segi fisik alam yang indah
berupa pantai dan bukit karena letak geografisnya.
Kabupaten Bangkalan merupakan kota tepi pantai yang mempunyai beberapa pantai yang
sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata mengingat posisinya yang sangat
strategis dengan berbagai macam aktivitas pendukungnya. Salah satu upaya untuk mengembangkan
wisata pantai adalah dengan mereklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan.
Hasil reklamasi pantai yang dijadikan obyek wisata melibatkan masyarakat sekitar termasuk
para nelayan dalam mengelola kawasan tepi pantai ini. Kawasan reklamasi pantai untuk usaha dan
wisata dapat menghidupkan kegiatan perekonomian masyarakat sekitarnya seperti pembuatan
kerajinan tangan oleh para istri nelayan untuk dijual sebagai souvenir, serta usaha restoran dan lain
yang sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
Hasil penelitian menemukan bahwa pengembangan wisata di kawasan tepi pantai mendapat
respon positif dari pemerintah Kabupaten Bangkalan. Berbagai bantuan telah diberikan pemerintah
seperti penataan di kawasan tepi pantai baik dana maupun skill dari pemerintah daerah dan
penyediaan fasilitas pendukung (ATM Bank, Apotik, Rumah Sakit, pusat perbelanjaan, restoran dan
toko souvenir). Selain itu pemerintah Provinsi Jawa Timur juga mempunyai program mengenai
pengembangan wisata di kawasan tepi pantai juga akan dibangun sebuah menara untuk menikmati
pemandangan Kabupaten Bangkalan.
Pengembangan kawasan hasil reklamasi pantai untuk obyek wisata di Kabupaten Bangkalan
didukung oleh beberapa faktor, antara lain :
a. Faktor Ekonomi
Pengembangan kawasan hasil reklamasi pantai untuk obyek wisata memerlukan biaya untuk
pembangunan berbagai fasilitas pelayanan kegiatan seperti wisata olah raga, restoran, dan lain-lain
serta memberikan keindahan visual yang khas daerah tepian air yang menarik. Penyediaan dana
untuk pengelolaan manajemen berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah serta kemampuan
masyarakat dalam mengelola kawasan hasil reklamasi sebagai obyek wisata. Oleh karena itu

9
diperlukan peran dan bantuan dana baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi
dengan melibatkan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) setempat.
b. Faktor Sosial

Pengembangan kawasan hasil reklamasi pantai harus diinformasikan dengan jelas,


transparan, dan lengkap meliputi antara lain manajemen, pembiayaan dan AMDAL , sehingga
masyarakat dapat memberikan aspirasi sebagai masukan pemerintah dalam menetapkan
kebijakannya.
c. Faktor Budaya

Kawasan hasil reklamasi pantai untuk obyek wisata harus berciri khas budaya setempat yang
mempunyai kekhasan yang spesifik. Sejarah adat setempat merupakan budaya yang memberikan
identitas khusus. Hal ini akan memberikan identitas khusus pada kawasan dan memunculkan daya
tarik tertentu dengan ciri khas yang spesifik antara satu lokasi dengan lokasi tepian air lainnya
berdasarkan kekhasan ekologi, iklim, sejarah, ataupun sosial budaya setempat.
d. Faktor Lingkungan
Pengembangan hasil reklamasi pada tepian pantai harus ditujukan untuk perlindungan
terhadap lingkungan dengan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan serta untuk
memanfaatkan lahan-lahan yang kurang produktif. Proyek pembangunan dengan pemilihan bahan
yang akan digunakan, khususnya antara daratan dengan perairan, penanggulangan limbah untuk
pencegahan kerusakan ekosistem perairan laut dengan mempertimbangkan faktor keberlanjutan
jangka panjang. Pengawasan pembangunan lahan hasil reklamasi yang terpadu dan bersifat
keberlanjutan akan tercipta dengan baik dengan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia
(SDM) yang ada di sekitarnya.
Pengembangan kawasan hasil reklamasi pantai untuk obyek wisata yang berorientasi pada
kebersihan lingkungan perairan dengan mencegah adanya polusi. Sedangkan pengembangan
potensi kawasan hasil reklamasi pantai untuk obyek wisata yang bertumpu pada usaha peningkatan
kualitas lingkungan dengan memanfaatkan keaslian lingkungan yang tumbuh secara alami, seperti
hutan mangrove di sekitar kawasan hasil reklamasi pantai. Selain Mangrove juga restorasi
bangunan bersejarah di kawasan tepian laut yaitu adanya simpul-simpul sejarah dan peninggalan
budaya peninggalan Belanda.

10
Penjabaran mengenai keberlanjutan kehidupan dan penghidupan terdapat di Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 17 tahun 2013 jo. Peraturan menteri kelautan dan perikanan
nomor 28 tahun 2014 tentang perizinan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Pasal 30
ayat (2) yang berbunyi bahwa keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat dilakukan
dengan memberikan akses kepada masyarakat menuju pantai, mempertahankan mata pencaharian
penduduk sebagai nelayan, pembudidaya ikan, dan usaha kelautan dan perikanan lainnya ,
memberikan kompensasi/ganti kerugian kepada masyarakat sekitar yang terkena dampak reklamasi,
merelokasi permukiman bagi masyarakat yang berada pada lokasi reklamasi dan memberdayakan
masyarakat sekitar yang terkena dampak reklamasi.
Beberapa destinasi wisata pantai hasil reklamasi yang berada di Bangkalan, Madura, Jawa
Timur dimiliki oleh perorangan atau swasta. Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Bangkalan Faisol (2019) bahwa tempat wisata di Kabupaten Bangkalan paling barat di pulau
Madura ini masih dikelola oleh swasta, diantaranya wisata di daerah Kecamatan Galis, Kecamatan
Arosbaya dan juga Jeddih. Sementara Bupati Bangkalan Imron (2019), mengatakan akan diadakan
musyawarah bersama, sehingga dihasilkan kerjasama pengelolaan wisata yang masih dikelola
perorangan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan.

B. Manfaat Lahan Reklamasi Pantai di Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura

Pengelolaan dan pemanfaatan tanah hasil reklamasi pantai di wilayah pesisir diperbolehkan
oleh undang-undang, sepanjang memperhatikan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang
berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati, serta kelestarian fungsi lingkungan.
Hal tersebut sebagaimana termaktub dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah, yang berbunyi: “Penggunaan dan pemanfaatan tanah pada pulau-pulau kecil
dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau, sempadan waduk, dan
atau sempadan sungai, harus memperhatikan kepentingan umum dan keterbatasan daya dukung,
pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keanekaragaman hayati serta kelestarian
fungsi lingkungan.”
Pemanfataan kawasan reklamasi pantai Di Kabupaten Bangkalan selain bertujuan untuk
pemukiman penduduk dengan usahanya baik sebagai nelayan maupun pedagang juga berdayaguna

11
bagi kelangsungan hidup serta kelestarian ekosistem perairan. Kewenangan masyarakat untuk
memanfaatkan dan mendayagunakan tanah di wilayah pesisir dijelaskan juga dalam penjelasan
UUPA Angka II butir 2 yang menyatakan bahwa “Negara dapat memberikan tanah yang dikuasai
oleh Negara kepada orang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukkan dan
keperluannya misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau
memberikannya dalam pengelolaan kepada suatu badan (Departemen, Jawatan atau Daerah
Swantara).”
Berdasarkan penjelasan UUPA tersebut, negara dimungkinkan memberikan tanah yang
dikuasai oleh negara kepada warga yang membutuhkan. Permohonan hak atas tanah hasil reklamasi
pantai ditujukan pada pemerintah baik oleh warga perseorangan atau badan hukum berdasarkan
peraturan-perundang-undangan yang berlaku.

Di Kabupaten Bangkalan daerah pesisir selatan yaitu di Kecamatan Kamal, Socah, Labang,
Kwanyar dan Modung. Pemanfaatan tanah hasil reklamasi dilakukan oleh perorangan untuk tempat
tinggal dan swasta (badan usaha) untuk usahanya. Masyarakat menyatakan mereka menguasai
tanah dari warisan orang tuanya dan jual beli dibawah tangan. Tanah hasil reklamasi selain
dimanfaatkan untuk obyek wisata yang dikelola masyarakat sekitar dengan kerjasama dengan
pemerintah daerah juga untuk memperluas lahan mereka yang sudah ada sebelumnya untuk tujuan
tertentu yaitu usaha antara lain warung, tambak dan toko. Masyarakat sangat antusias apabila hasil
reklamasi pantai dimanfaatkan untuk pengembangan wisata pantai di daerah mereka karena untuk
meningkatkan taraf hidup mereka.
Di Kecamatan Kwanyar, Kecamatan Modung dan Kecamatan Sreseh Kabupaten Bangkalan,
lahan reklamasi pantai mereka manfaatkan untuk memperluas usahanya. Di Kecamatan Kamal
terdapat pelabuhan penyeberangan yang sudah tidak berfungsi, setelah direklamasi menjadi
berfungsi sebagai tempat pembongkaran dan perbaikan kapal. Dampak positifnya bagi masyarakat
adalah banyak dari masyarakat yang awal mulanya berprofesi sebagai nelayan kini mereka beralih
profesi menjadi pekerja buruh ditempat perbaikan dan pembongkaran kapal tersebut.
Pada Kecamatan Socah dibangun Pelabuhan Peti Kemas di area seluas 100 ha dengan
pembebasan lahan milik perseorangan. Kawasan pelabuhan hasil reklamasi ini dimanfaatkan untuk
bongkar muat barang ekspor impor, pemukiman, tambak ikan dan Menara Suar (Mercusuar).

12
Meskipun sempat ada penolakan dari masyarakat, akhirnya masyarakat merelakan tanahnya karena
bermanfaat untuk mereka. Reklamasi pantai di Kecamatan Socah ini memberikan manfaat positif
bagi masyarakat setempat dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan hukum. Manfaat tersebut berupa
peningkatan nilai ekonomi pendapatan daerah Kabupaten Bangkalan berupa pajak ekspor impor
dan penyerapan tenaga kerja.
Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan penelitian yang dilakukan Reflis (2017) pada
reklamasi pantai pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Api-Api. Reklamasi
pantai dengan penambahan luas kawasan menjadi 200 hektare di Palembang Sumatera Selatan
(Sumsel), berdampak positif bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Sumsel dan Pemerintah Kabupaten
Banyuasin. KEK Tanjung Api-Api mempunyai nilai strategis karena menjadi gerbang ekonomi di
Pulau Sumatera, Jawa, Bangka Belitung, Kalimantan dan negara-negara ASEAN lainnya. Letak
geografisnya yang demikian strategis yang langsung terhubung ke samudera akan memotong jarak
tempuh perjalanan kapal-kapal pengangkut logistik. Reklamasi pantai Tanjung Api-Api akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Sumatera Selatan. Hasil penelitian sejenis lainnya oleh
Suganda, Yatmo, dan Atmodiwirjo (2009) bahwa pencapaian pembangunan berkelanjutan di
kawasan reklamasi pantai KEK Tanjung Api-Api harus memenuhi tiga pilar yaitu aspek
lingkungan, ekonomi dan sosial. Aspek-aspek lingkungan, sosial, ekonomi dilaksanakan secara
seimbang dan dinamis dengan pembangunan spesifik lokal, serta bersifat tidak linier dan
mengandung proses umpan balik.
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangkalan (2019), bahwa
hampir seluruh kawasan pesisir pantai di Kabupaten Bangkalan terdapat hutan Mangrove dan tipe
pengelolaan ekosistem mangrove di pesisir selatan Kabupaten Bangkalan dibagi menjadi 2 tipe: (1)
ekosistem mangrove sebagai sabuk hijau tambak; (2) ekosistem mangrove sebagai zona rehabilitasi
kawasan perlindungan setempat. Ekosistem mangrove di pesisir selatan Kabupaten Bangkalan
merupakan ekosistem mangrove alami yang dikelola sebagai hutan lindung. Hutan mangrove di
Kecamatan Modung masih merupakan hutan alami, sedangkan di Kecamatan Kwanyar adalah
kawasan rehabilitasi kawasan hutan yang merupakan program pemerintah. Pemanfaatan budidaya
mangrove pada sepanjang kawasan reklamasi pantai dapat untuk tempat obyek wisata.

13
Ekosistem mangrove merupakan daerah yang menghubungkan antara ekosistem pesisir
dengan daratan. Ekosistem mangrove hanya tumbuh pada pantai yang terlindung dari ombak, badai
dan erosi. Menurut Alikodra (1999), ekosistem hutan mangrove memiliki beberapa sifat
kekhususan, yakni letak hutan mangrove terbatas pada tempat tertentu, peranan ekologis ekosistem
hutan mangrove bersifat khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya, dan hutan mangrove
memiliki potensi hasil yang bernilai ekonomis tinggi, serta hutan mangrove sebagai sumberdaya
alam yang dapat dipulihkan pendayagunaannya.
Reklamasi pantai berupa tanggul sebagai sabuk pantai sangat bermanfaat untuk
keberlanjutan ekosistem mangrove. Pembangunan kawasan konservasi hutan mangrove di
Kabupaten Bangkalan tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Bangkalan tahun 2009-2029. Pembangunan hutan mangrove merupakan pembangunan
berwawasan lingkungan yang tujuan meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dan
melakukan penanaman kembali hutan mangrove yang telah rusak. Hutan mangrove merupakan
salah satu bagian yang sangat penting dari seluruh sistem pembangunan daerah (Alikodra, 1999).
Manfaat hutan mangrove bagi masyarakat pesisir adalah hasil kayu bakau yang bernilai jual
tinggi dan daunnya untuk kerajinan tangan berupa tas dan sepatu, sehingga meningkatkan
pendapatan masyarakat sekitar. Kabupaten Bangkalan yang terdapat kawasan hasil reklamasi untuk
konservasi mangrove meliputi Kecamatan Labang, Kamal, Kwanyar dan Modung. Pemanfaatan
lahan hasil reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan juga diperuntukkan untuk usaha tambak ikan
dan usaha garam. Setiap tahun kegiatan mereklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan untuk usaha
tambak ini semakin meningkat, sehingga meningkatkan pendapatan warga masyarakat sekitarnya.
Usaha ekspor dibantu lewat BumDes setempat sangat membantu masyarakat pesisir khususnya
nelayan.

4. Conclusions
Potensi dari hasil reklamasi pantai yang dijadikan obyek wisata dengan melibatkan
masyarakat pesisir termasuk para nelayan dalam mengelola kawasan tepi pantai ini dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kawasan reklamasi pantai untuk usaha dan wisata dapat

14
menghidupkan kegiatan perekonomian masyarakat sekitarnya seperti pembuatan kerajinan tangan
oleh para istri nelayan untuk dijual sebagai souvenir, serta usaha restoran dan lainnya termasuk
konservasi mangrove yang daun dan pohonnya dapat dibuat home industri. Konservasi mangrove di
kawasan hasil reklamasi dengan fasilitas sarana prasana pembangunan lahan merupakan budidaya
magrove yang berkelanjutan baik sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah,
pemanfaatan tanah hasil reklamasi pantai di wilayah pesisir diperbolehkan oleh undang-undang,
sepanjang memperhatikan keterbatasan daya dukung, pembangunan yang berkelanjutan, keterkaitan
ekosistem, keanekaragaman hayati, serta kelestarian fungsi lingkungan. Pemanfataan kawasan
reklamasi pantai di Kabupaten Bangkalan Kepulauan Madura, selain untuk obyek wisata juga untuk
pemukiman penduduk dengan usahanya baik sebagai nelayan maupun pedagang, serta berdayaguna
bagi kelangsungan serta kelestarian ekosistem perairan termasuk mangrove.

Saran

a. Secara teoritis, pengembangan potensi di wilayah pesisir dapat ditindaklanjuti dengan


penelitian sejenis selanjutnya untuk daerah-daerah lain yang mereklamasi pantai. Penelitian
dilakukan dengan bekerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan terkait pembuat kebijakan
reklamasi pantai. Penelitian dilakukan dengan kajian mendalam terhadap dampak reklamasi
pantai dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berkompeten serta interdisiplin
ilmu yang komprehensif.
b. Secara praktis, pemanfaatkan kawasan hasil reklamasi pantai mendukung meningkatnya
kunjungan kepariwisataan baik di dalam maupun luar negeri. Pembangunan pelabuhan hasil

15
reklamasi pantai diharapkan ada kerjasama dan kemitraan antara pemerintah, investor baik
dalam maupun luar negeri dan masyarakat, sehingga meningkatkan pendapatan daerah dan
pendapatan negara berupa devisa baik sektor ekspor maupun kepariwisataan.

5. References

Alikodra, H.S. (1999). Implementasi Konservasi Hutan Mangrove di Indonesia. Makalah pada
Raker Pengelolaan Pesisir dan Hutan di Indonesia yang diselenggarakan pada 18 Mei 1999 oleh
Direktorat Jenderal Bangda Depdagri. Jakarta.

Asiyah, S. (2015).Analisis Perubahan Pemukiman dan Karasteristik Pemukiman Kumuh Akibat


Abrasi dan Inundasi di Pesisir Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Tahun 2003-2013. Semarang.
Jurnal Geo Eco 1 (1): 84.

Huda, MC.(2013). Pengaturan Perizinan Reklamasi Pantai Terhadap Perlindungan Lingkungan


Hidup. Jurnal Perpectif, XVIII (2):127.

Djainal, H. (2012). Reklamasi Pantai dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan Fisik di Wilayah
Kepesisiran Kota Ternate. Jurnal Lingkungan Sultan Agung 1 (1). Semarang :2.

Harsono, B. (2002). Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta :83.

Karnawati. (2007). Mekanisme Gerakan Massa Batuan Akibat Gempabumi, Tinjauan dan Analisis
Geologi Teknik, Jurnal Dinamika Teknik Sipil 7 (2): 179-190.

16
Ni’am. (2005). Menuju Harmonisasi Sistem hukum Sebagai Pilar Pengelolaan Wilayah Pesisir
Indonesia, Jakarta: 111
Rahardjo, S. (2009). Lapisan Lapisan Dalam Studi Hukum, Alumni, Bandung :67-68.

Reflis. (2017). Reklamasi Dan Restorasi Ekologi Kawasan Tanjung Api-Api Provinsi Sumatera
Selatan, Jurnal AGRISEP 16(1) : 57 – 70.

Retnowati, E. (2011). Nelayan Indonesia dalam Pusaran Kemiskinan Struktural, Jurnal Perpektif
XVI (3). Surabaya :195.

Santi, G. (2019). Penolakan Masyarakat Terhadap Reklamasi Telok Benoa Provinsi Bali, Jurnal
Diponegoro Private Law Review 4(1). Semarang :393.

Sidarta.(1998). Reklamasi? Tidak Reklamasi? Prosiding Konperensi Nasional I Pengelolaan


Sumber Daya Pesisir Dan Lautan Indonesia. PKSPLIPB-CRC-University of Rhode Island :174.

Sudarto. (2002). Metode Penelitian Filsafat, Raja Grafindo, Jakarta:57.

Suganda, E. Yatmo,Y.A. dan Atmodiwirjo, P. (2009). Pengelolaan Lingkungan dan kondisi


Masyarakat Pada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Makara, Sosial Humaniora. 13(2) 143 – 153.

Suhud. (1998). Penanggulangan Reklamasi Yang Telah Berjalan. Prosiding Konperensi Nasional I
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. PKSPLIPB-CRC-University of Rhode
Island :25

Sutopo, HB. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, Universitas Negeri Sebelas Maret
Press, Surakarta:11.

Tita, RI. (2017). Subaltern Dan Kebijakan Pembangunan Reklamasi Pantai Di Kota Makasar.
Jurnal Politik Profetik 5( 2). Surabaya:194.

17
Yulianti, R. (2015). Urgensi Pengaturan Reklamasi Pantai Di Wilayah Pesisir Selatan Madura,
Jurnal Yustisia 4 (1) Surakarta :119.

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Di Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 17/PERMEN-KP/2013


tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 28/PERMEN-KP/2014


tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan Dan PerikananNomor 17/ PERMEN-KP/2013
Tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 tentang Modul Terapan Pedoman
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai

Surat Edaran Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 410-1293 Tahun
1996 tentang Penertiban Status Tanah Timbul Dan Tanah Reklamasi.

Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor: 7 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Bangkalan Tahun 2012-2032.

18
19

Anda mungkin juga menyukai