net/publication/342048856
CITATIONS READS
0 835
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Strategi pemberdayaan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan masyarakat desa, pesisir, dan pinggiran kota View project
All content following this page was uploaded by Mardiansyah Usman on 04 December 2020.
MAKALAH
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI PROVINSI BENGKULU
Oleh :
MARDIANSYAH
NPM. E2A018034
DOSEN PENGAMPU :
Dr. INDRA CAHYADINATA, S.P. M.Si
PROGRAM PASCASARJANA
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
BENGKULU, MARET 2020
BAB. I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi
bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah
laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran
(Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001).
Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana
batasnya dapat didefinisikan baik dalam konteks struktur administrasi pemerintah
maupun secara ekologis. Batas ke arah darat dari wilayah pesisir mencakup batas
administratif seluruh desa (sesuai dengan ketentuan Direktorat Jenderal
Pemerintahan Umum dan otonomi Daerah, Depdagri) yang termasuk dalam wilayah
pesisir menurut Program Evaluasi Sumber Daya Kelautan (MERP). Sementara batas
wilayah ke arah laut suatu wilayah pesisir untuk keperluan praktis dalam proyek
MERP adalah sesuai dengan batas laut yang terdapat dalam peta Lingkungan Pantai
Indonesia (LPI) dengan skala 1:50.000 yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), (Dahuri dkk.,1996).
2
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.
Daerah pesisir merupakan salah satu pusat kegiatan ekonomi nasional melalui
kegiatan masyarakat seperti perikanan laut, perdagangan, budidaya perikanan
(aquakultur), transportasi, pariwisata, pengeboran minyak dan sebagainya. Seperti
diketahui bahwa secara biologis wilayah pesisir merupakan lingkungan bahari yang
paling produktif dengan sumber daya maritim utamanya seperti hutan bakau
(mangrove), terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass beds), estuaria,
daerah pasang surut dan laut lepas serta sumber daya yang tak dapat diperbaharui
lainnya seperti minyak bumi dan gas alam.
Manfaat ekosistem pantai sangat banyak, namun demikian tidak terlepas dari
permasalahan lingkungan, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam di
wilayah pantai. Permasalahan lingkungan yang sering terjadi di wilayah perairan
pantai, adalah pencemaran, erosi pantai, banjir, inturusi air laut, penurunan
biodiversitas pada ekosistem mangrove dan rawa, serta permasalahan sosial
ekonomi.
Banyak faktor yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan
lautan selama ini bersifat tidak optimal dan berkelanjutan. Namun, kesepakatan
umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebabnya terutama adalah
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan yang
selama ini dijalankan secara sektoral dan terpilah-pilah. Beberapa usaha untuk
menanggulangi erosi dan mundurnya garis pantai telah dilakukan oleh pihak-pihak
terkait, diantaranya adalah dengan melakukan kegiatan pengisian pantai (beach fill).
Tetapi pada kenyataannya pantai tersebut masih terjadi erosi dan terjadi mundurnya
garis pantai di sekitar pantai pasir buatan.
3
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas makalah berjudul Pengelolaan Wilayah Pesisit di Provinsi
Bengkulu ini adalah sebagai berikut :
a. Mengidentfikasi bagaimana pengelolaan wilayah yang ada di Provinsi
Bengkulu
b. Mengetahui bagaimana pemberlakuan peraturan perundang-undangan
dalam pengelolaan wilayah pesisir di Provinsi Bengkulu
4
BAB. II. METODOLOGI
B. Lokasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara maritim kepulauan
terbesar di dunia dengan luas total daratan sebesar 187,8 juta hektar.
Karakterisitik negara maritim kepulauan yang teridiri dari 17.504 pulau, memiliki
sumber plasma nutfah dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.
Provinsi Bengkulu secara georafis berada di 2°16’ - 3°16 LS dan 101° 1 - 101° 41’
Bujur Timur dengan luas wilayah 19.919,3 Km² yang berada di bagian pantai barat
pulau sumatera. Provinsi Bengkulu memiliki garis pantai sepanjang ± 525 Km
dari perbatasan Kabupaten Mukomuko – Provinsi Sumbar sampai dengan
perbatasan Kabupaten Kaur – Provinsi Lampung, yang wilayahnya terdiri dari 9
Kabupaten dan 1 Kota (BPS Prov. Bengkulu, 2018)
Dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu Tahun 2012 -
2032 bahwa kawasan strategis nasional terdiri dari kawasan lingkungan hidup
TNKS dan TNBBS dan pada kawasan perbatasan negara yaitu Pulau Enggano
dan Pulau Mega.
5
Dalam wilayah perairan laut Provinsi Bengkulu juga terdapat beberapa pulau kecil
yaitu Kawasan Pulau Enggano dengan beberapa pulau-pulau kecil disekitarnya
(Pulau Dua, Pulau Merbau, Pulau Bangkai, Pulau Satu dan Pulau Karang Baru),
Pulau Tikus dan Pulau Mega. Dua diantara pulau-pulau kecil tersebut, merupakan
pulau kecil terluar dari 92 pulau kecil terluar yang ada di seluruh wilayah perairan
laut Indonesia, yaitu Pulau Enggano dan Pulau Mega (RAD Kemaritiman, 2017)
C. Jurnal I
The use of ocean color remote sensing in integrated coastal zone
management—A case study from Himmerfjärden, Sweden
Penggunaan penginderaan jauh warna laut di zona pesisir terintegrasi
manajemen - Studi kasus dari Himmerfjärden, Swedia
D. Jurnal II
International Conference on Tropical and Coastal Region Eco Development
2014 (ICTCRED 2014)
Konferensi Internasional tentang Pengembangan Lingkungan Wilayah Tropis dan
Pesisir 2014 (ICTCRED 2014)
6
E. Jurnal III
2nd International Seminar on Ocean and Coastal Engineering, Environment
and Natural Disaster Management, ISOCEEN 2014
Seminar Internasional ke-2 tentang Rekayasa Kelautan dan Pesisir, Lingkungan
dan Bencana Alam Manajemen, ISOCEEN 2014
Dalam penelitian ini, dilakukan dengan Metode yang digunakan yaitu survei dan
metode analisis GIS.
7
BAB. III. PEMBAHASAN
A. Pembahasan Jurnal
1. Jurnal I
Dalam penelitian ini penggunaan data warna laut sebagai alat diagnostik dalam
pengelolaan zona pesisir terintegrasi adalah diselidiki sebagai bagian dari proyek
Integrasi Kebijakan Ilmu Pengetahuan untuk Sistem Pesisir (SPICOSA).
Sejalan dengan ini, sistem pemantauan pesisir operasional telah dibentuk dalam
kolaborasi erat dengan pihak pengguna. Pekerjaan inti dari bagian bio-optik
dalam proyek ini adalah untuk mengembangkan kedalaman dan redaman Secchi
ringan sebagai indikator untuk pengelolaan zona pantai, dengan menghubungkan
penginderaan jauh dengan sosial-ekonomi dan model ekologi dikembangkan
dalam SPICOSA.
2. Jurnal II
Karimunjawa adalah salah satu kepulauan di Indonesia yang kaya akan sumber
daya alam. Meski sudah menjadi kebijakan sebagai kawasan taman nasional,
masih ada degradasi lingkungan yang parah.
8
Karimunjawa; dan untuk menganalisis beberapa kebijakan pengembangan
alternatif untuk memilih kebijakan yang paling tepat direkomendasikan kepada
pemerintah, mengingat keberlanjutan dipertahankan di kepulauan
Karimunjawa; juga untuk membuat strategi untuk implementasi.
3. Jurnal III
Garis pantai di sepanjang ekosistem mangrove di Pantai Timur Surabaya
( Pamurbaya ) berubah dari tahun ke tahun. Penelitian ini digunakan Landsat
Thematic Mapper (TM) 2002 dan gambar Google Earth pada 2002 dan 2014,
serta data lapangan. Informasi geografis teknologi sistem (GIS) digunakan untuk
melapisi beberapa citra satelit untuk mempelajari perubahan garis pantai. Hasil
penelitian menunjukkan garis pantai itu di wilayah studi yang ditentukan telah
berubah, yaitu 5,387 m, 5,428 m, 5,128m, dan 7,431 m masing-masing pada
tahun 2002, 2007, 2011 dan 2014. Selama 12 tahun terakhir bidang studi
cenderung meningkat. Area yang berubah pada tahun 2007, 2011, dan 2014
berdasarkan garis pantai di 2002 masing-masing adalah 683.970 m², 1.617.807
m², dan 2.397.289 m². Total area konservasi mangrove yang dialami
pertambahan 287,16 hektar sedangkan abrasi 11,02 hektar.
9
Dapat disimpulkan bahwa (1). Perubahan panjang garis pantai tidak selalu diikuti
oleh pertambahan lahan pantai area; (2) Pola perubahan garis pantai di Wilayah
Mangrove Utara dan Selatan Pamurbaya cenderung pertambahan tetapi
penyimpangan di timur; (3) Secara keseluruhan, luas lahan bertambah (akresi)
sebesar 287,16 hektar, sedangkan luasnya total area seluas 11,02 hektar telah
terkikis. Daerah yang mengalami pertambahan termasuk Mulyorejo dan Gunung
Anyar sedangkan daerah yang mengalami abrasi adalah pantai-pantai di
Wonorejo.
B. Permasalahan Pesisir
Banyaknya pemanfaatan dan berbagai aktifitas yang terus berlangsung dampak
negatif pun muncul. Dampak-dampak utama saat ini berupa polusi, abrasi, erosi dan
sedimentasi, kerusakan kawasan pantai seperti hilangnya mangrove, degradasi
daya dukung lingkungan dan kerusakan biota pantai/laut. Termasuk diantaranya isu
administrasi, hukum seperti otonomi daerah, peningkatan PAD (Pendapatan Asli
Daerah), konflik-konflik daerah dan sektoral merupakan persoalan yang harus
dipecahkan bersama melalui manajemen kawasan pantai terpadu.
10
pengelolaan wilayah pesisir adalah kombinasi dari pembangunan adaptif,
terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial.
Menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan
untuk melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara
berkelanjutan; menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong
inisiatif masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
agar tercapai keadilan, keseimbangan, keberkelanjutan, meningkatkan nilai sosial,
ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
11
terkait dan masyarakat melalui suatu badan koordinasi penanggulangan bencana
pada tingkat nasional, Propinsi, dan kabupaten/kota.
12
pohon mangrove dan nipah, atau terumbu karang yang berada di sepanjang pantai.
Perlindungan alami ini sudah berjalan sangat lama, sehingga telah membentuk suatu
keseimbangan yang dinamis. Bilamana perlindungan alami ini terganggu maka akan
terjadi ketidakstabilan di pantai tersebut.
Pembagian kerja dan kewenangan pengelolaan perairan untuk 0 sampai 12 mil dari
bibir pantai, itu juga akan terkena dampaknya. Untuk bentang tersebut, pengelolaan
dilaksanakan oleh pemerintah provinsi. Provinsi seluruh Indonesia wajib untuk
menyusun RZWP3K dan menetapkannya menjadi perda. Perda tersebut, menjadi
instrumen yang sangat penting, karena menjadi dasar izin lokasi dan izin pengelolaan
untuk investasi kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
13
Daerah Provinsi dengan cakupan 0 sampai 12 mil laut. Ketetapan tersebut
berimplikasi pada kewajiban pemerintah provinsi untuk menetapkan Perda RZWP3K.
Tata Ruang Laut melalui RZWP3K yang berlaku di daerah, Pemerintah Pusat saat ini
tengah menyusun rencana tata ruang laut (RTRL), RZ kawasan antar wilayah (Laut,
Selat dan Teluk), RZ kawasan strategis nasional, dan RZ kawasan strategis nasional
tertentu (Pulau-Pulau Kecil Terluar). Kemudian, rancangan peraturan pemerintah
tentang izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, rancangan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang tata cara
pemberian izin lokasi perairan dan izin pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Peraturan tersebut meruapakan salah satu upaya mendorong
perkembangan ekonomi di wilayah pesisir. Perda RZWP3K yang sudah disahkan,
ternyata tumpang tindih dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang
sebelumnya sudah ada di provinsi tersebut. Kemudian, kondisi itu diperparah tidak
adanya penyelesaian konflik dan mekanismenya seperti apa yang melibatkan pihak-
pihak terkait.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, dan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU 31/2004,
menjelaskan bahwa konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan
genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya
ikan. Dalam konteks konservasi sumber daya ikan, konservasi ekosistem merupakan
upaya melindungi, melestarikan dan memanfaatkan fungsi ekosistem sebagai habitat
penyangga kehidupan biota perairan pada waktu sekarang dan yang akan datang.
Dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 lebih jauh dikemukakan bahwa kawasan
konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan
14
pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara keberlanjutan.
Dalam Perda Gubernur Prov. Bengkulu Nomor : 5 Tahun 2019, bahwa Alokasi
rencana ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Pulau Mega telah
direncanakan sebagai Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU) dan Kawasan Strategis
Nasional Tertentu (KSNT).
15
BAB. IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dalam makalah berjudul Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Bengkulu ini adalah
sebagai berikut, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengelolaan terpadu Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses
perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian Sumber Daya
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Bengkulu Utara Nomor : 11 Tahun 2015 tentang
RTRW Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2015-2035. Peraturan Daerah Provinsi
Bengkulu Nomor : 5 Tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Bengkulu Tahun 2019-2039, bahwa
RZWP3K merupakan rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya
tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penatapan struktur dan pola ruang
pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan
tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
B. Saran
Saran dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Provinsi Bengkulu dapat dilaksanakan
secara baik oleh seluruh pihak yang terkait dan dengan prinsip pembangunan
pengelolaan wilayah persisir yang berkelanjutan (sustainable development coastal
management).
16
DAFTAR PUSTAKA
17
Beller, W. 1990. How to sustain a small island. Dalam Beller, W., P. d’Ayala, dan P.
Hein (ed): Sustainable development and environmental management of small
islands. Man and The Biosphere Series, Vol. 5. UNESCO and The Parthenon
Publshing Group, Paris, p : 15-22
Bengen D.G. 2001. Ekosistem Dan Sumberdaya Pesisir Dan Laut Serta Pengelolaan
Secara Terpadu Dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu, Bogor, 29 Oktober - 3 November 2001. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir Dan Lautan (Pkspl) IPB dan Proyek Pesisir
Bengen D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta
Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
(PKSPL) IPB, Bogor.
Bengen, D.G. 2003. Definisi, batasan dan realitas pulau-pulau kecil. Makalah
disampaikan pada Seminar Sehari Validasi Jumlah Pulau-pulau dan Panjang
Garis Pantai di Indonesia, 17 April 2003, Jakarta.
Bruce D, Hoctor Z, Garrod B, Wilson J. 2002. Planning for Marine Ecotourism in the
UE Atlantic Area. META-Project. Bristol: University of the Weat England.
Budihardjo S, Hadi SP, Sutikno S, Purwanto P. 2013. The Ecological Footprint
Analysis for Assessing Carrying Capacity of Industrial Zone in Semarang.
Journal of Human Resource and Sustainability Studies. 1(2): 14-20.
Bapedalda Propinsi Bengkulu dan PPL UNIB. 2006. Daya Dukung Lingkungan Pulau
Enggano. Bapedalda Propinsi Bengkulu. Bengkulu
BPS Prov. Bengkulu. 2018. Provinsi Bengkulu dalam Angka 2017. Badan Pusat
Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu.
Dahuri, R. 2003. Paradigma baru pembangunan Indonesia berbasis kelautan. Orasi
Ilmiah Guru Besar Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fak.
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor.
Delinom, R.M. dan Lubis, R.F. 2007. Air Tanah di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
dalam Delinom, R.M., 2007, Sumber Daya Air di Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil di Indonesia, Bandung: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Pusat Penelitian Geoteknologi.
Djamhur M. 2014. Model Pengembangan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil Berbasis Zonasi (Kasus di Teluk Weda). [Disertasi]. Institut
Pertanian Bogor
DKP Provinsi Bengkulu. 2015. DED Pulau Mega untuk Wilayah Kelautan. Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu.
18
DKP. 2007. Laporan Akhir Model Pengembangan dan Valuasi Ekonomi Kawasan
Wisata Bahari di Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Jakarta.
Ginoga D.A., D.Y. Katili, A. Papu. 2016. Kondisi Tutupan Karang di Desa Ratatotok
Timur Kabupaten Minahasa Tenggara. JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 5 (1)
14-19
Gladstone W, Curley B, Shokri MR. 2013. Environmental Impacts of Tourism in The
Gulf and The Red Sea. Marine Pollution Bulletin. 72(2): 375-388.
Gossling S. 1999. Ecotourism: a Means to Safeguard Biodiversity and Ecosystem
Functions. Ecological Economics. 12 (99) -9. 303-320.
Hasan H. 2005. Pengembangan Wilayah Perbatasan Untuk Menjaga Keutuhan
Wilayah Indonesia. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XVI. Surabaya.
Hein, P.L. 1990. Economic problems and prospects of small islands. Dalam Beller,
W., P. d’Ayala, dan P. Hein (ed): Sustainable development and environmental
management of small islands. Man and The Biosphere Series, Vol. 5. UNESCO
and The Parthenon Publshing Group, Paris, p :35-42
Hidayati D, L. Mujiyani, Rachmawati, A. Zaelani. 2003. Ekowisata: Pembelajaran dari
Kalimantan Timur. Jakarta: Pustakan Sinar Harapan.
Hutabarat A, Yulianda F, Fahruddin A, Harteti S, dan Kusharjani. 2009. Pengelolaan
pesisir dan laut terpadu (Edisi I). Bogor: Pusdiklat Kehutanan, Deptan, SECEN-
KOREA International Cooperation Agency.
Hutabarat, S., S. M. Evans. 2006. Pengantar oseanografi. Universitas Indonesia
Press: Jakarta.159 hal.
Langga, A.N.T. 2010. Kajian sumberdaya terumbu karang untuk pengembangan
Ekowisata Bahari di Perairan Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Provinsi
Nusa Tenggara Timur. Tesis, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor
Mangkudilaga, S. 2001. Pemberdayaan Potensi Kelautan Pembangunan Pariwisata
Di Indonesia. Lingkungan Manejemen Ilmiah. 3(2) : 1-9.
Muflih A., A. Fahrudin, Y. Wardiatno. 2015. Kesesuaian dan Daya Dukung Wisata
Pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI), 20 (2): 141-149
Nontji A. 2009. Laut Nusantara. Djambatan.Jakarta
19
Nugroho, S.H., A. Basit. 2014. Sebaran Sedimen Berdasarkan Analisis Ukuran Butir
di Teluk Weda, Maluku Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
6(1):229-240.
Nurjanah, Abdullah A, Kustiariyah. 2011. Pengetahuan dan Karakteristik Bahan Baku
Hasil Perairan. IPB Press Bogor
Nybakken JW. 1998. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah. M.
Ediman, Koesoebiono, DG. Bengen, M. Hutomo, S. Sukardjo. PT. Gramedia
Jakarta. Terjemahan dari: Marine Biology An Ecological Approach.
Plathong S., G.J. Inglis, M. Huber. 2000. Effects of Self-Guide Snorkeling Trails on
Corals in a Tropical Marine Park. Journal Conservation Biology, 14 (6): 1821-
1830.
Purba, M., D. Hartono, Z. Ta’alidin, A. Purwoko, D. Bakhtiar, B. Sulistyo, W. Arianto,
dan K.S. Hindarto. 2003. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Propinsi
Bengkulu. Kerjasama BAPPEDA Propinsi Bengkulu dengan P. T. Tricon Inter
Multijasa Konsultan. Bengkulu.
Purnomo T., S. Hariyadi, Yonvitner. 2013. Kajian Potensi Perairan Dangkal untuk
Pengembangan Wisata Bahari dan Dampak Pemanfaatannya Bagi Masyarakat
Sekitar (Studi Kasus Pulau Semak Daun Sebagai Daerah Penunjang Kegiatan
Wisata Pulau Pramuka Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu). Depik, 2
(3): 172-183
Putera, F.H.A. 2013. Kajian keberlanjutan pengelolaan wisata pantai di pantai Pasir
Putih Bira, Bulukumba Sulawesi Selatan. Jurnal Kepariwisataan Indonesia, 8
(3) : 241-254.
Rahantoknam S.P.T., S.Nurisjah dan F. Yulianda. 2012. Kajian Potensi Sumberdaya
Alam Dan Lingkungan Untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Nuhuroa
Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Lanskap Indonesia 4 (1) : 29-36
Retraubun, A.S.W. 2005. Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Makalah
disampaikan pada Pelatihan Pelatih untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir
Terpadu. Bogor, 8-9 Maret 2005.
Romimohtarto K dan Juwana S, 2009. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang
Biologi Laut. Djambatan, Jakarta
Ross S, G. Wall. 1999. Evaluating ecotourism: The case of North Sulawesi, Indonesia.
Tourism Managrment. 5177(99): 40-0. 673-682.
20
Schleyer, M.H., B.J. Tomalin. 2000. Damage on South African coral Rrefs and an
assessment of their sustainable diving capacity using a fisheries approach.
Bulletin of Marine Science, 67(3): 1025-1042
Setiawan F. 2011. Panduan Lapangan Identifikasi Ikan Karang dan Invertebrata Laut.
Wildlife Conservation Society, Manado.
Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A, Sembiring
A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan, Terapan
Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan Laut. Bogor. Makaira FPIK
IPB
Susilo, B.S. 2005. Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil: Studi kasus
Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Maritek 5 (2) : 85-110.
Tahir A., M. Boer, S.B. Susilo, dan I. Jaya. 2009. Indeks Kerentanan Pulau-Pulau
Kecil : Kasus Pulau Barrang Lompo-Makasar. ILMU KELAUTAN 14 (4): 183-
188.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik pantai. Beta Offset: Jakarta. 397 hal Triatmodjo, B. 1999.
Teknik pantai. Beta Offset: Jakarta. 397 hal
Tyas DW, S Dibyosaputro. 2012. Pengaruh Morfodinamika Pantai Glagah,
Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Keselamatan
Pengunjung Pantai. Jurnal Bumi Indonesia 1 (3): 336-346
Unga KO. 2011. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Banda. [Tesis].
Unhas, Makassar.
Widhianingrum I., A. Indarjo, dan I. Pratikto. 2013. Studi Kesesuaian Perairan Untuk
Ekowisata Diving Dan Snorkeling Di Perairan Pulau Keramat, Kebupaten
Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Journal Of Marine Research. 2 (3) :
181-189
Yulianda F, A.Fahrudin, A.A. Hutabarat, S. Harteti, Kusharjani, H.S. Kang. 2010.
Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu (Integrated Coastal and Marine
Management). Bogor (ID): Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan Ri,
Secem–Korea International Cooperation Agency.
Idrus, Rijal M.,2009. Hard Habits To Break: Investigating Coastal Resources
Utilisation and Management System in Sulawesi Indonesia.
Denhardt, Janet P and Denhardt, Robert B., 2003. The New Public Service: Serving,
not Steering. M.E. Sharpe.
Bridgman, P. and Davis, G. 2000. The Australian Policy Handbook. 2nd Ed.
21
Dahuri R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2001. Pengelolaan Sumber daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Yogyakarta:
Terjemahan Samodra Wibawa dkk. Gajah Mada University Press.
Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. New
Jersey: Princeton University Press.
Quade, E.S. 1984. Analysis for Public Decisions. New York: The Rand Corporation.
Badan Pusat Statistik, 2012. Profil Kemiskinan di Indonesia, Berita Resmi Statistik
No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013
Freeman, R. E. 1984. Strategic management: A stakeholder approach.
Boston:Pitman
Hovik, Sissel and Stokke, Knut Bjorn. 2007. yang berjudul Network Governance and
Policy Integration—the Case of Regional Coastal Zone Planning in Norway.
European Planning Studies. Vol 15: 927-944
Crosby, Benjamin L. 1991 “Stakeholder Analysis: A Vital Tool for Strategic
Managers”. A publication of USAID’s Implementing Policy Change Project.2: 1-
19
Brinkerhoff, Derick W. and Crosby, Benjamin. 2002. Managing Policy Reform.
Kumarian Press. Blue Hills Avenue. Bloomfield. USA.
Stojanovic, Tim and Barker, Natasha. 2008. Improving governance through local
Coastal Partnerships in the UK. The Geographical Journal. Vol 147. Cardiff.
Ondee P. and Pannarunothai S. 2008. Stakeholder Analysis: Who are the Key Actors
in Establishing and Developing Thai Independent Consumer Organizations.
International Journal of Human and Social Sciences vol 3:4
Lincoln, Y.S. and Cuba, E.B. 1985. Naturalistic incuiry. Dalam Denzin Norman K. and
Ivonna S. Loncoln (Editorial). 1994. Handbook of Qualitative Research. London
Sage Publication.
Cuba, E.S. and Lincoln, Y.S., 2005, Competing Paradigms in Qualitative research
dalam Miller G.J.M and Yang, Kaifeng, 2008 Handbook of Research Methods
in Public
Rahmawaty. 2004. Pengelolaan Kawasan Pesisir Dan Kelautan Secara Terpadu Dan
Berkelanjutan. e-USU Repository.
Sherlock Stephen, 2007. Parliamentari Indicators Indonesia, World Bank Institute.
Diah Auliyani , Budi Hendratno, Kismartini., 2014. Partisipasi Masyarakat dalam
Rehabilitasi Mangrove di Beberapa di Kabupaten Rembang; Jurnal Maspari
Volume 6 nomer 1.
Law No. 27 Year 2007 about Management Coastal Area and Small Island
Gainau, O.Y.S. Remote sensing analysis for identification of shoreline changes in the
East Coast of Surabaya (Analisa penginderaan jarak untuk mengidentifikasi
22
perubahan garis pantai di Pantai Timur Surabaya), Theses of Magister
Program. The Department of Ocean Engineering, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya ; 2011.
Prasita, V. Dj. and E.A. Kisnarti. Prediction of sea level rise impacts on the coastal
areas of Surabaya using GIS, The International Journal of Engineering and
Science. ISSN(e): 2319 – 1813 ISSN(p): 2319 – 1805 201 3:2:7.
www.theijes.com
Mc. Dowell, D.M. and O’Connor, B.A. Hydraulic Behavior of Estuaries. The
Macrchollan Press. London ;1977
Olson, T.A. and Burgess, F.J. Pollution and Marine Ecology. John Wiley and Sons
Publisher, New York : 1967
Carefoot, T. Seashore Ecology. University of Queensland Press. St. Lucia-London –
Newyork; 1977.
King, C.A. Coast in geomorphology in environmental management an introduction.
Clarendon Press. Oxford ; 1974.
Arifin, Samsul. Mangrove management based on society empowerment (Pengelolaan
mangrove berbasis emberdayaan masyarakat), Dinas Pertanian – Pemerintah
Kota Surabaya, Indonesia ; 2011.
Moko, G. I., T. Hariyanto, Wiweka, S. Julimantoro. Evaluation of land cover changes
in the coastal zone of Sidoarjo with multi-temporal satellite (Evaluasi perubahan
tutupan lahan wilayah perairan pesisir Surabaya Timur Sidoarjo dengan
menggunakan citra satelit multitemporal). Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya; 2012. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-15983-
3507100025Paper.pdf.
Pemkot (Pemerintah Kota) Surabaya. Plan of Spatial Arrangement (Rencana Tata
Ruang Wilayah/RTRW) Kota Surabaya. Surabaya; 2007
Doerffer R, Sorensen K, Aiken J. MERIS potential for coastal zone application.
International Journal of Remote Sensing 1999;20(9):1809–18.
Kratzer S, Brockmann C, Moore G. Using MERIS full resolution data (300 m spatial
resolution) to monitor coastal waters—a case study from Himmerfjärden,a fjord-
like bay in the north-western Baltic Sea. Remote Sensing of Environment
2008;112(5):2284–300.
Cui T, Zhang J, Groom S, Sun L, Smyth T, Sathyendranath S. Validation of MERIS
ocean-color products in the Bohai Sea: a case study for turbid coastal waters.
Remote Sensing of Environment 2010;114:2326–36.
Kononen K, Leppänen J-M. Patchiness, scales and controlling mechanisms
ofcyanobacterial blooms in the Baltic Sea: application of a multiscale research
strategy. Monitoring algal blooms. New techniques for detecting large-scale
environmental change. Heidelberg New York: Berlin: Springer-Verlag; 63–84.
23