Anda di halaman 1dari 23

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322866673

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Ikan di Teluk Kendari, Kota Kendari Provinsi


Sulawesi Tenggara

Research Proposal · February 2018

CITATIONS READS

0 3,224

1 author:

Zulfathri Randhi

17 PUBLICATIONS   1 CITATION   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

- Akselerasi Iptek Kelautan dan Perikanan untuk peningkatan daya saing bangsa dan pencapaian Sustainable Development Goals View project

Praktik Kerja Lapang PMB COREMAP II Kabupaten Buton dan Wakatobi 2010 View project

All content following this page was uploaded by Zulfathri Randhi on 01 February 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA IKAN DI TELUK KENDARI
KOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan

laut, yang memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang

sangat kaya. Satria (2009) mengemukakan bahwa wilayah pesisir memiliki

keberagaman potensi sumberdaya alam yang tinggi sehingga dapat memberikan

manfaat secara optimal bagi pengembangan ekonomi dan sosial budaya

masyarakat. Estuaria merupakan ekosistem pesisir yang memiliki produktivitas

yang tinggi karena adanya vegetasi mangrove di wilayah ini. Menurut Dahuri

(2004), adanya hutan mangrove yang memiliki produktivitas tinggi di sungai

besar menyebabkan kandungan detritus organik yang tinggi, sehingga

produktivitas sekunder di estuaria menjadi tinggi pula. Nuitja (2010) menyatakan

daerah pasang surut (estuaria) di wilayah pesisir memiliki kesuburan cukup bagus

dan menjadi habitat berbagai biota air yang khas, demikian pula hutan bakau yang

mendominasi tempat tersebut.

Tingginya produktivitas menjadikan habitat estuaria kaya akan beragam

sumberdaya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Fauzi (2000) mengemukakan

bahwa sumberdaya yang ada di wilayah pesisir seperti hutan mangrove dan

organisme yang berasosiasi di dalamnya, selain menghasilkan barang dan jasa

yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung, juga menghasilkan

jasa-jasa yang manfaatnya sering lebih terasa dalam jangka panjang.

Teluk Kendari di ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara merupakan

ekosistem estuaria yang menarik untuk dikaji. Di teluk ini bermuara dua Daerah
Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Wanggu dan DAS Nanga-nanga yang tidak saja

memasok air tawar tetapi juga sedimen akibat berbagai aktivitas pembukaan lahan

di lahan atas. Sepanjang pesisir Teluk Kendari merupakan kawasan pemukiman

masyarakat Kota Kendari yang memasok limbah domestik perkotaan ke dalam

teluk. Di dalam teluk terdapat tiga buah pelabuhan rakyat dan sebuan pelabuhan

perikanan samudera. Semua itu berpotensi memberi dampak menurunnya kualitas

lingkungan perairan. Pada saat yang sama tidak kurang dari 100 orang nelayan

masih menggantungkan hidupnya dari aktivitas penangkapan ikan di perairan ini.

Menghadapi permasalahan tersebut pemerintah daerah setempat telah

melakukan upaya-upaya strategis. Namun demikian banyak pihak terutama

masyarakat nelayan dan aktivis lingkungan menilai upaya yang dilakukan

pemerintah daerah lebih mengutamakan aspek keindahan dalam penataan kota,

dan cenderung mengabaikan aspek kelestarian sumberdaya perairan. Tentu saja

hal ini mengancam kehidupan para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari

ketersediaan sumberdaya yang ada di Teluk Kendari.

Langkah-langkah pengelolaan Teluk Kendari hendaknya tidak hanya

didasari pertimbangan aspek penataan kota tetapi juga didasari suatu kajian

kuantifikasi potensi dan manfaat sumberdaya dan jasa lingkungan yang ada,

sehingga kebijakan pengelolaan yang dibuat tetap mempertahankan keseimbangan

ekosistem termasuk ekosistem perairan. Kuantifikasi manfaat sumberdaya dan

jasa lingkungan sangat penting dalam pertimbangan pengambilan kebijakan

karena dengan adanya penjabaran nilai tersebut, manfaat serta dampak negatif

pembangunan bagi manusia dan lingkungan kedepannya dapat lebih terukur.


Selain itu, kuantifikasi manfaat tersebut diharapkan mampu menghasilkan suatu

kebijakan yang dapat memberi keuntungan bagi pemerintah dan masyarakat serta

kelestarian sumberdaya tetap terjaga.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka dipandang sangat urgen untuk

melakukan suatu upaya valuasi nilai ekonomi sumberdaya ikan yang ada di Teluk

Kendari.

B. Rumusan Masalah

Teluk Kendari sebagai suatu ekosistem estuaria memiliki potensi serta

permasalahan yang sangat kompleks. Hal ini berdampak pada banyaknya konflik

kepentingan yang terjadi dalam pengelolaannya. Masalah lingkungan yang

dihadapi Teluk Kendari saat ini adalah pencemaran dan pendangkalan. Langkah

Pemerintah Kota Kendari adalah melakukan pengerukan, reklamasi pantai dan

membangun bangunan-bangunan untuk memperindah wajah Teluk Kendari.

Tidak ada program yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan, sehingga

cenderung terkesan keberadaan sumberdaya tersebut terabaikan, sementara

ratusan warga masih menggantungkan hidup dari sumberdya tersebut. Diduga hal

ini disebabkan belum ada informasi yang jelas berapa sesungguhnya nilai

sumberdaya ikan di Teluk Kendari,

Berdasarkan uraian tersebut, beberapa permasalahan yang akan teliti

dalam penelitian ini yaitu :

- Apa saja jenis sumberdaya hewani (ikan dan non ikan) yang

diproduksi oleh nelayan di perairan Teluk Kendari?


- Berapa kapasitas produksi para nelayan dari usaha pemanfaatan

sumberdaya tersebut?

- Berapakah nilai ekonomi sumberdaya ikan yang ada di Teluk Kendari?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian ini yaitu :

1. Mengkaji jenis-jenis ikan tangkapan para nelayan yang melakukan

proses produksi di Teluk Kendari.

2. Mengkaji berapa besar produksi maksimum para nelayan yang

melakukan penangkapan di Teluk Kendari.

3. Mengkaji besaran nilai ekonomi hasil tangkapan ikan oleh nelayan di

Teluk Kendari.

Penelitian diharapkan ini dapat menjadi bahan informasi kepada seluruh

stakeholder yang terkait dengan pengelolaan Teluk Kendari tentang nilai ekonomi

sumberdaya hayati khususnya ikan di wilayah perairan Teluk Kendari.

Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian

selanjutnya dan dapat meningatkan penghargaan masyarakat terhadap kelestarian

sumberdaya hayati yang ada di Teluk Kendari.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Wilayah Estuaria dan Potensinya

Wilayah estuaria merupakan salah satu bentuk ekosistem yang ada di

wilayah pesisir. Gunawan (2000) menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan

dinamika pembentukan beberapa habitat utama seperti pantai dan pulau

penghalang (barrier island), estuaria, lahan basah pesisir (coastal wetlands), dan

terumbu karang.

Wilayah pesisir memiliki beberapa pengertian yang dikemukakan oleh

beberapa ahli seperti Hansom (1998); Beatley et al. (1994); Dahuri (2003); serta

Djais dkk, (2006) yaitu bentangan alam yang merupakan daerah pertemuan antara

darat dan laut atau zona transisi yang sangat produktif secara ekologis. Ke arah

darat meliputi bagian daratan, baik yang kering maupun yang terendam air laut,

dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik air laut seperti : pasang surut, angin

laut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut. Sedang ke arah laut

mencakup bagian laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari DAS (Daerah Aliran Sungai) maupun

yang disebabkan oleh penggundulan hutan, buangan limbah domestik dan

industri, serta pertanian.

Estuaria sendiri memiliki pengertian yang begitu banyak dan sangat

beragam. Suatu definisi sederhana tentang estuaria dikemukakan oleh Nybakken

(1992), bahwa estuaria merupakan bentuk teluk di pantai yang sebagian tertutup,

di mana air tawar dan air laut bertemu dan bercampur.


Lebih lanjut Djais dkk (2006) menjelaskan bahwa estuaria merupakan

salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan merupakan suatu tempat

yang spesifik, di mana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal yang mempengaruhi suatu

keadaan hidrodinamisme dari estuaria : aliran air sungai dan arus pasang surut, di

mana pada saat pasang, air laut akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas

serta kualitas air yang ada di dalam estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai

atau estuaria selalu dihubungkan dengan substrat berlumpur dan biota atau

organisme yang hidup di payau.

Wilayah estuaria memiliki karakteristik yang tidak dapat dipisahkan

dengan wilayah pesisir pada umumnya karena estuaria merupakan salah satu

bentuk ekosistem di wilayah pesisir. Beberapa karakteristik wilayah pesisir

menurut Djais, dkk., (2006) yaitu : (1) merupakan wilayah pertemuan antara

berbagai aspek yang ada di darat, laut dan di udara. Bentuk wilayah ini

merupakan hasil keseimbangan dinamis dari suatu proses penghancuran dan

pembangunan dari ketiga unsur tersebut; (2) berfungsi sebagai zona penyangga

(buffer zone) dan habitat dari berbagai jenis burung (unggas) yang bermigrasi

serta merupakan tempet pembesaran, pemijahan dan mencari makan bagi berbagai

jenis biota; (3) memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada sala

yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan; (4) memiliki tingkat

kesuburan yang tinggi yang menjadi sumber zat organik yang penting dalam

rantai makanan di laut

Dahuri (2003) secara lebih terperinci menjelaskan tentang karakteristik

wilayah estuaria yaitu merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di
bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan

terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut.

Wilayah estuaria yang menjadi tempat bertemunya air tawar dan air laut

menjadikannya mempunyai karakteristik fisik-kimia yang sangat bervariasi,

seperti yang dijelaskan oleh Nybakken (1992) bahwa variasi rezim fisik-kimia

tersebut sering kali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi

organisme. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa hal inilah yang menyebabkan

jumlah spesies yang hidup di estuaria lebih sedikit dibandingkan dengan habitat

laut lainnya.

Hutabarat (2000) menjelaskan hal yang berbeda tentang jumlah spesies

wilayah estuaria seperti yang dijelaskan sebelumnya. Meskipun estuaria

merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini sangat produktif

yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa. Oleh karena itu, umum

dikatakan bahwa estuaria relatif hanya dapat dihuni oleh beberapa spesies saja,

meskipun demikian kenyataannya yang terjadi adalah sebaliknya. Di sini terdapat

bermacam-macam spesies yang jumlahnya amat banyak.

Selanjutnya Hutabarat (2000) menjelaskan bahwa faktor yang

menyebabkan daerah estuaria mempunyai nilai produktivitas tinggi yaitu: (1) di

sana terdapat suatu penambahan bahan-bahan organik secara terus-menurus yang

berasal dari daerah aliran sungai; (2) perairan estuaria umumnya dangkal,

sehingga cukup menerima sinar matahari untuk menyokong kehidupan tumbuh-

tumbuhan; (3) daerah ini merupakan tempat yang relatif kecil menerima aksi
gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk di dalamnya; (4) aksi pasang

selalu mengaduk bahan-bahan organik yang berada di sekitar tumbuh-tumbuhan.

Karakteristik wilayah estuaria di pesisir yang begitu kompleks

memungkinkan wilayah ini memiliki potensi yang sangat besar. Djais dkk.,

(2006) menyatakan bahwa potensi sumberdaya wilayah laut, pesisir dan pulau-

pulau kecil antara lain : (1) sumberdaya dapat diperbaharui (renewable resoures)

yang meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut,

sumberdaya perikanan laut dan bahan-bahan bioaktif; (2) sumberdaya tak dapat

diperbaharui (non-renewable resources) meliputi sumberdaya mineral harta karun

dan sumberdaya geologi; (3) energi kelautan meliputi OTEC (Ocean Thermal

Energy Conversion), ombak/gelombang laut dan pasang surut; (4) jasa-jasa

lingkungan meliputi rekreasi dan pariwisata, transportasi dan komunikasi, sarana

pendidikan dan penelitian, pertahanan dan keamanan, penampungan (penetralisir)

limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan

preservasi) serta sistem penunjang kehidupan.

Gambar 1. Makrofauna hutan mangrove yang memperlihatkan penyebaran


(Bengen, 2000)
Potensi sumberdaya yang dapat diperbaharui di daerah estuaria terdiri

dari komunitas tumbuhan dan hewan yang beragam. Nybakken (1992)

menggambarkan komunitas hewan yang ada di estuaria terbagi menjadi tiga

komponen yaitu fauna lautan, air tawar dan air payau. Komponen fauna lautan

merupakan yang terbesar dalam jumlah spesies. Kelompok fauna laut terbagi

menjadi fauna laut stenohaline, yaitu fauna yang mempunyai toleransi yang

rendah terhadap salinitas dan biasanya terdapat pada mulut estuaria yang pada

umumnya memiliki salinitas 30‰ atau lebih; serta fauna laut eurihaline yang

mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas di bawah 30‰.

Komponen fauna air payau terdapat di pertengahan daerah estuaria pada salinitas

antara 5‰ dan 30‰ tetapi tidak terdapat di air tawar maupun air laut. Contoh

komponen hewan ini antara lain polikaeta, berbagai tiram, kerang, siput kecil dan

udang. Komponen fauna air tawar terdiri dari binatang-binatang yang biasanya

tidak dapat mentolerir salinitas di atas 5‰ dan terbatas pada bagian hulu estuaria.

Senada dengan hal tersebut, Djais dkk (2006) menambahkan bahwa

komunitas hewan di wilayah estuaria antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting

dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan

estuaria sebagai tempat kawin atau bermigrasi menuju habitat air tawar. Estuaria

juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.

Komunitas tumbuhan dan hewan estuaria di wilayah pesisir membentuk

komponen-komponen yang saling mendukung dan membentuk suatu kesatuan.

Hal ini dikemukakan oleh Bengen (2000), bahwa sumberdaya hayati perairan

pesisir yang merupakan satuan kehidupan (organisme hidup) saling berhubungan


dan berinteraksi dengan lingkungan nir-hayatinya (fisik) membentuk suatu sistem.

Dalam konteks yang lebih luas, ia menjelaskan bahwa ekosistem pesisir

merupakan unit fungsional komponen hayati (biotik) dan nir-hayati (abiotik).

Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir terbagi atas empat

kelompok utama : (1) produser, (2) konsumer primer, (3) konsumer sekunder dan

(4) dekomposer.

B. Potensi dan Pemanfaatan Teluk Kendari sebagai Wilayah Estuaria

Bengen (2000), mengemukakan bahwa dengan pertumbuhan penduduk

yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir, bagi berbagai

peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan dll), maka tekanan ekologis

terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut semakin meningkat pula.

Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam keberadaan dan

kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil baik

secara langsung (misalnya kegiatan konversi lahan) maupun tidak langsung

(misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan pembangunan).

Wilayah estuaria Teluk Kendari memiliki vegetasi khas berupa mangrove

memiliki potensi fauna seperti yang ada pada hutan mangrove lainnya. Bengen

(2000) menyatakan bahwa komunitas hutan mangrove membentuk percampuran

antara 2 (dua) kelompok : (1) Kelompok fauna daratan/terrestrial yang umumnya

menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular, primata dan

burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di

dalam hutan mangrove, karena melewatkan sebagian besar hidupnya di luar

jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat
mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut; (2) Kelompok

fauna perairan/aquatik, terdiri atas dua tipe yaitu yang hidup di kolom air,

terutama berbagai jenis ikan dan udang, serta yang menempati substrat, baik keras

(akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting,

kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Selanjutnya Bengen (2000) juga menyatakan bahwa mangrove memiliki

beberapa fungsi yang terkait dengan organisme yaitu sebagai daerah asuhan

(nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah

pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-

kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.

Gambar 2. Manfaat ekologi dan ekonomi hutan mangrove


(Dixon, 1989 dalam Bengen, 2000)
C. Konsep Valuasi Ekonomi Sumberdaya

Selama ini, umat manusia menghargai (menilai) manfaat ekosistem

alamiah hanya dari segi manfaat langsungnya. Dalam hal ini yang dimaksud

manfaat langsung suatu ekosistem alamiah adalah output (barang)/sumberdaya

alam dan jasa lingkungan ekosistem tersebut yang dapat secara langsung

dikonsumsi, dimanfaatkan, atau diperdagangkan oleh umat manusia. Misalnya,

manfaat langsung ekosistem mangrove adalah kayu; berbagai jenis udang,

kepiting dan ikan; flora dan fauna lainnya; serta fungsi mangrove sebagai lokasi

pariwisata (Dahuri, 2003).

Nilai ekonomi dari sumberdaya alam didefinisikan oleh Fauzi (2000)

yaitu sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan

barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara umum, konsep

ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap

barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan

menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis dari ekosistem dapat diterjemahkan

ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa.

Barbier et al. (1997) mendefinisikan valuasi ekonomi sebagai upaya

untuk memasukkan nilai kuantitatif barang-barang dan penyediaan jasa

sumberdaya lingkungan (sumberdaya biologis atau keanekaragaman), termasuk

atau tidak ke dalam harga pasar namun tersedia untuk membantu kita.

Menurut Salm et al. (2000) dalam Bengen (2000), manfaat ekonomi

pesisir dan laut dapat ditilik dari beberapa kriteria yaitu : (1) Spesies penting:

didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi;
(2) Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung

lokasi dan ukuran hasil perikanan; (3) Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya

perubahan pola pemanfaatan yang mengancam keseluruhan nilai lokasi bagi

manusia; (4) Manfaat ekonomi: didasarkan pada tingkah dimana perlindungan

lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang; (5)

Pariwisata: didasarkan pada nilai keberadaan atau potensi lokasi untuk

pengembangan pariwisata.

Selanjutnya Fauzi dan Anna (2002), mengemukakan bahwa salah satu

tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan basis untuk menilai suatu

sumberdaya alam adalah dengan memberikan “price tag” (harga) terhadap barang

dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian

kita menggunakan apa yang disebut sebagai nilai ekonomi dari sumberdaya alam

dan lingkungan.

Sebagai aset, sumberdaya alam menyediakan jenis jasa yang dapat

dijadikan sebagai basis dalam menghitung nilai ekonomi. Pertama, menyangkut

bagaimana pilihan terhadap konsumsi atau pemanfaatan sumberdaya alam

tersebut dilakukan. Sebagai contoh, sumberdaya ikan bisa dimanfaatkan oleh

nelayan untuk menghasilkan produk yang bisa dijual ke pasar (marketable

output), sementara sumberdaya yang sama bisa menghasilkan output yang

berbeda, bukan sebatas ikan yang diperoleh tapi kepuasan rekreasi yang tidak

terukur di pasar. Jadi, meski sumberdaya ikan menyediakan jasa input untuk

kegiatan tersebut, jenis output dan pendekatan untuk melakukan valuasi

ekonominya pun berbeda. Aspek kedua adalah menyangkut seberapa besar derajat
sifat barang publik yang melekat pada jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam

tersebut dan bagaimana kendali terhadap akses sumberdaya tersebut dilakukan

(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003).

Nilai ekonomi sumberdaya yang menyeluruh adalah nilai ekonomi total

yang merupakan penjumlahan dari use values dan non-use values beserta

komponen-komponennya. Secara diagramatis, konsep nilai ekonomi sumberdaya

alam dapat dijelaskan sebagai berikut :

Nilai Ekonomi
Sumberdaya Alam

Use Non Use

Direct Indirect Option Bequest Existence

Gambar 1. Klasifikasi Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam (Fauzi, 2000)

Adanya perbedaan jenis nilai ekonomi sumberdaya alam yaitu use value

(dapat diperdagangkan) dan non use value (tidak dapat diperdagangkan),

menyebabkan adanya perbedaan untuk menganalisis atau menghitung nilai

ekonomi sumberdaya alam tersebut. Fauzi (2000) menyatakan bahwa untuk

barang yang dapat diperdagangkan, pengukurannya dilakukan melalui pendekatan

surplus konsumen, surplus produsen, dan pendekatan produktivitas. Untuk

sumberdaya alam yang tidak diikutkan ke dalam mekanisme pasar, pengukuran

nilai ekonominya menggunakan teknik pengukuran tidak langsung dan teknik

pengukuran langsung.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknik pengukuran tidak langsung untuk

barang dan jasa yang tidak diperdagangkan menggunakan pendekatan Travel Cost

method dan Hedonic Pricing method. Sedangkan untuk pengukuran langsungnya

menggunakan pendekatan Contingen Valuation Method.


III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan, bertempat di

wilayah estuari Teluk Kendari Kotamadya Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

No. Alat dan Bahan Jumlah Satuan Kegunaan


A. Alat
1 Alat penangkap ikan 6 Jenis Pengambilan sampel ikan
2 Perahu bermesin 1 Unit Sarana penangkapan ikan
3 Buku Identifikasi 1 Buah Mengidentifikasi jenis
Ikan sumberdaya yang ditemukan
4 Kamera digital 1 Unit Dokumentasi
5 Tape Recorder 1 Unit Peralatan wawancara
6 Kuisioner 1 Paket Lembar isian responden
7 Alat tulis menulis 1 Paket Pencatatan data

C. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

menggunakan metode random sampling, yaitu sampel yang dipilih secara acak.

Dalam penelitian ini, sampel penelitian yang akan dipilih adalah 3 (tiga) nelayan

penangkap dan 3 (tiga) nelayan budidaya yang beroperasi di perairan Teluk

Kendari.
a. Perikanan Tangkap

Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi lapangan dengan

melakukan uji coba penangkapan ikan (experimental fishing), serta wawancara

terhadap nelayan yang beroperasi di wilayah Teluk Kendari. Experimental fishing

dilakukan untuk mengumpulkan dan mengidentifikasi jenis-jenis biota perairan

serta menentukan kapasitas tangkap (fishing capacity) dari masing-masing jenis

alat tangkap. Jumlah produksi perbulan diperoleh melalui estimasi berdasarkan

informasi hasil tangkapan nelayan per trip berdasarkan musim penangkapan.

Adapun pengumpulan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi data dari BPS

dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kendari.

Teknis penyiapan data pada penelitian ini untuk organisme yang dapat

dinilai melalui mekanisme pasar, yaitu :

1. Menentukan nama spesies apa saja yang terdapat di Teluk Kendari (merujuk

buku identifikasi organisme dan data wawancara nelayan).

2. Mengkategorikan organisme mulai dari yang paling sering dicari untuk dijual

atau dikonsumsi.

3. Mendata kegiatan penangkapan nelayan di Teluk Kendari meliputi alat

tangkap untuk masing-masing organisme, musim penangkapan, hasil

penangkapan (jenis dan jumlah ikan dan non ikan) tiap musimnya, hasil

penangkapan per trip, serta harga jual masing-masing jenis ikan untuk setiap

musim.

Untuk organisme yang tidak diorganisasikan melalui mekanisme pasar,

pengambilan datanya dilakukan melalui prosedur sebagai berikut :


1. Menentukan nama spesies organisme di Teluk Kendari yang tidak

diperjualbelikan (merujuk data wawancara nelayan).

2. Menganalisis nilai manfaat organisme tersebut dari sudut pandang ekologi

(non-use value) yang kemudian dinilai secara ekonomi.

b. Perikanan Budidaya

Data kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan di perairan Teluk

Kendari dikumpulkan dengan mewawancara beberapa pelaku kegiatan tersebut.

Data yang akan dikoleksi dari setiap responden antara lain kapasitas produksi dari

kegiatan budidaya, siklus produksi setiap tahunnya, biaya produksi (fixed costs &

variable costs) serta margin (selisih) antara biaya hasil penjualan produksi dengan

total biaya produksi (keuntungan). Data yang diperoleh dari beberapa responden

kemudian digunakan untuk mengestimasi kapasitas produksi perikanan budidaya

yang dilakukan di perairan Teluk Kendari.

D. Analisis Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis menggunakan beberapa

pendekatan, karena perbedaan karakteristik organisme yang ada jika ditinjau dari

sudut pandang mekanisme pasar. Selanjutnya, hasil analisis data diuraikan secara

deskriptif untuk menggambarkan nilai ekonomi organisme yang ada di Teluk

Kendari.

Penilaian ekonomi organisme yang diorganisasikan melalui mekanisme

pasar (Traded goods). menggunakan pendekatan Surplus Konsumen. Prinsip

pendekatan ini adalah mengukur seberapa besar kehilangan surplus akibat


perubahan harga atau kuantitas yang mempengaruhi keinginan membayar

seseorang terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumberdaya alam (DKP,

2003). Untuk mengetahui kondisi usaha perikanan tangkap di Teluk Kendari,

dilakukan pendekatan analisis finansial yaitu dengan melihat kemampuan usaha

tersebut untuk menghasilkan sejumlah penerimaan dari sejumlah biaya yang

dikeluarkan yang menggunakan indikator RC Ratio (Return Cost Ratio)

(Hernanto, 1998 dan Sisdjatmiko, 1990). Sedangkan untuk mengetahui faktor-

faktor yang mempengaruhi produksi usaha perikanan tangkap digunakan analisis

fungsi produksi tipe Cobb-Douglass (Soekartawi, 1994).

1. Organisme yang bersifat non-traded goods dinilai dengan menggunakan

pendekatan Hedonic Pricing (HP). Prinsipnya adalah mengestimasi nilai

implisit dari karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan

mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan

permintaan barang dan jasa. Analisis HP terdiri dari dua tahapan, pertama

adalah menentukan variabel kualitas lingkungan yang akan dijadikan studi

(fungsi HP) dan untuk mengkajinya diperlukan ketersediaan data spasial dan

juga data dari harga suatu objek yang akan dinilai. Tahapan kedua adalah

menentukan fungsi permintaan dari variabel lingkungan yang ingin diketahui.

- Fungsi HP dapat ditulis dalam persamaan :

Ph = f(Qj, Nk, Ai)

- Dari persamaan 1 akan diperoleh fungsi permintaan implisit terhadap

kualitas lingkungan. Dengan menurunkan fungsi di atas terhadap variabel

Q, akan diperoleh:
dPh / dQj = f(Qj, Nk, Ai)

Persamaan 2 dapat juga disebut sebagai fungsi permintaan terbalik

(inverse demand curve) bagi kualitas lingkungan (Fauzi, 2000).


DAFTAR PUSTAKA

Beatley, T., D.J. Brower, and A.K. Schwab. 1994. Understanding the Coastal
Environment, The Special Nature of Coastal Areas. in An Introduction to
Coastal Zone Management. Island Press, Washington, D.C. pp 11-31
Bengen, D.G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem dan Sumberdaya
Pesisir. Makalah. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu (ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources
Management Project, November 2000. Halaman 5-30. Bogor.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Buku Pedoman Valuasi Ekonomi
Kawasan Konservasi Laut. Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.
Djais, F.H., Ansori Zamawi, Sigit Purnomo, Yvonne I. Pattinaja, Pandoe Prahoro,
Miftahul Huda, Hendi Koeshandoko, RKH Nugrahani, Arief Sudianto,
Fajar Kurniawan. 2006. Modul Sosialisasi Tata Ruang Laut Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Edisi 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang
Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta. 172 Halaman.
Fauzi, Akhmad., 2000. Persepsi terhadap Nilai Ekonomi Sumberdaya. Makalah.
Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
(ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources Management Project,
November 2000. Halaman 34-44. Bogor.
Fauzi, A., dan Suzy Anna, 2002. Penilaian Depresisasi Sumberdaya Perikanan
sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan
Perikanan (Valuing Fisheries Resources Depreciation for Fisheries Policy
Consideration). Jurnal Pesisir dan Lautan Vol. 4 (2). Halaman 36-49.
Gunawan, Iwan. 2000. Konsep Resolusi Konflik dalam Penetapan Ruang Wilayah
Pesisir. Makalah. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu (ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources
Management Project, November 2000. Halaman 67-74. Bogor.
Hutabarat, S., 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton : Telaah terhadap Ilmu
Perikanan dan Kelautan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 61 Halaman.
Nutjia, I Njoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumberdaya Perikanan. IPB Press.
Bogor. 168 Halaman.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.
Jakarta. 459 Halaman.
Satria, A., 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. IPB Press. Bogor. 178 Halaman.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai