net/publication/322866673
CITATIONS READS
0 3,224
1 author:
Zulfathri Randhi
17 PUBLICATIONS 1 CITATION
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
- Akselerasi Iptek Kelautan dan Perikanan untuk peningkatan daya saing bangsa dan pencapaian Sustainable Development Goals View project
Praktik Kerja Lapang PMB COREMAP II Kabupaten Buton dan Wakatobi 2010 View project
All content following this page was uploaded by Zulfathri Randhi on 01 February 2018.
A. Latar Belakang
laut, yang memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang
yang tinggi karena adanya vegetasi mangrove di wilayah ini. Menurut Dahuri
daerah pasang surut (estuaria) di wilayah pesisir memiliki kesuburan cukup bagus
dan menjadi habitat berbagai biota air yang khas, demikian pula hutan bakau yang
bahwa sumberdaya yang ada di wilayah pesisir seperti hutan mangrove dan
yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung, juga menghasilkan
ekosistem estuaria yang menarik untuk dikaji. Di teluk ini bermuara dua Daerah
Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Wanggu dan DAS Nanga-nanga yang tidak saja
memasok air tawar tetapi juga sedimen akibat berbagai aktivitas pembukaan lahan
teluk. Di dalam teluk terdapat tiga buah pelabuhan rakyat dan sebuan pelabuhan
lingkungan perairan. Pada saat yang sama tidak kurang dari 100 orang nelayan
hal ini mengancam kehidupan para nelayan yang menggantungkan hidupnya dari
didasari pertimbangan aspek penataan kota tetapi juga didasari suatu kajian
kuantifikasi potensi dan manfaat sumberdaya dan jasa lingkungan yang ada,
karena dengan adanya penjabaran nilai tersebut, manfaat serta dampak negatif
kebijakan yang dapat memberi keuntungan bagi pemerintah dan masyarakat serta
melakukan suatu upaya valuasi nilai ekonomi sumberdaya ikan yang ada di Teluk
Kendari.
B. Rumusan Masalah
permasalahan yang sangat kompleks. Hal ini berdampak pada banyaknya konflik
dihadapi Teluk Kendari saat ini adalah pencemaran dan pendangkalan. Langkah
Tidak ada program yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan, sehingga
ratusan warga masih menggantungkan hidup dari sumberdya tersebut. Diduga hal
ini disebabkan belum ada informasi yang jelas berapa sesungguhnya nilai
- Apa saja jenis sumberdaya hewani (ikan dan non ikan) yang
sumberdaya tersebut?
Teluk Kendari.
stakeholder yang terkait dengan pengelolaan Teluk Kendari tentang nilai ekonomi
Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian
penghalang (barrier island), estuaria, lahan basah pesisir (coastal wetlands), dan
terumbu karang.
beberapa ahli seperti Hansom (1998); Beatley et al. (1994); Dahuri (2003); serta
Djais dkk, (2006) yaitu bentangan alam yang merupakan daerah pertemuan antara
darat dan laut atau zona transisi yang sangat produktif secara ekologis. Ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik yang kering maupun yang terendam air laut,
dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik air laut seperti : pasang surut, angin
laut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut. Sedang ke arah laut
mencakup bagian laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari DAS (Daerah Aliran Sungai) maupun
(1992), bahwa estuaria merupakan bentuk teluk di pantai yang sebagian tertutup,
salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan merupakan suatu tempat
yang spesifik, di mana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal yang mempengaruhi suatu
keadaan hidrodinamisme dari estuaria : aliran air sungai dan arus pasang surut, di
mana pada saat pasang, air laut akan masuk dan mempengaruhi kadar salinitas
serta kualitas air yang ada di dalam estuaria tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai
atau estuaria selalu dihubungkan dengan substrat berlumpur dan biota atau
dengan wilayah pesisir pada umumnya karena estuaria merupakan salah satu
menurut Djais, dkk., (2006) yaitu : (1) merupakan wilayah pertemuan antara
berbagai aspek yang ada di darat, laut dan di udara. Bentuk wilayah ini
pembangunan dari ketiga unsur tersebut; (2) berfungsi sebagai zona penyangga
(buffer zone) dan habitat dari berbagai jenis burung (unggas) yang bermigrasi
serta merupakan tempet pembesaran, pemijahan dan mencari makan bagi berbagai
jenis biota; (3) memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada sala
yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan; (4) memiliki tingkat
kesuburan yang tinggi yang menjadi sumber zat organik yang penting dalam
wilayah estuaria yaitu merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di
bagian hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan
Wilayah estuaria yang menjadi tempat bertemunya air tawar dan air laut
seperti yang dijelaskan oleh Nybakken (1992) bahwa variasi rezim fisik-kimia
tersebut sering kali menciptakan suatu lingkungan yang sangat menekan bagi
jumlah spesies yang hidup di estuaria lebih sedikit dibandingkan dengan habitat
laut lainnya.
merupakan suatu tempat yang sulit untuk ditempati, daerah ini sangat produktif
yang dapat mendukung sejumlah besar biomassa. Oleh karena itu, umum
dikatakan bahwa estuaria relatif hanya dapat dihuni oleh beberapa spesies saja,
berasal dari daerah aliran sungai; (2) perairan estuaria umumnya dangkal,
tumbuhan; (3) daerah ini merupakan tempat yang relatif kecil menerima aksi
gelombang, akibatnya detritus dapat menumpuk di dalamnya; (4) aksi pasang
memungkinkan wilayah ini memiliki potensi yang sangat besar. Djais dkk.,
(2006) menyatakan bahwa potensi sumberdaya wilayah laut, pesisir dan pulau-
pulau kecil antara lain : (1) sumberdaya dapat diperbaharui (renewable resoures)
yang meliputi hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut,
sumberdaya perikanan laut dan bahan-bahan bioaktif; (2) sumberdaya tak dapat
dan sumberdaya geologi; (3) energi kelautan meliputi OTEC (Ocean Thermal
komponen yaitu fauna lautan, air tawar dan air payau. Komponen fauna lautan
merupakan yang terbesar dalam jumlah spesies. Kelompok fauna laut terbagi
menjadi fauna laut stenohaline, yaitu fauna yang mempunyai toleransi yang
rendah terhadap salinitas dan biasanya terdapat pada mulut estuaria yang pada
umumnya memiliki salinitas 30‰ atau lebih; serta fauna laut eurihaline yang
Komponen fauna air payau terdapat di pertengahan daerah estuaria pada salinitas
antara 5‰ dan 30‰ tetapi tidak terdapat di air tawar maupun air laut. Contoh
komponen hewan ini antara lain polikaeta, berbagai tiram, kerang, siput kecil dan
udang. Komponen fauna air tawar terdiri dari binatang-binatang yang biasanya
tidak dapat mentolerir salinitas di atas 5‰ dan terbatas pada bagian hulu estuaria.
komunitas hewan di wilayah estuaria antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting
dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan
estuaria sebagai tempat kawin atau bermigrasi menuju habitat air tawar. Estuaria
juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
Hal ini dikemukakan oleh Bengen (2000), bahwa sumberdaya hayati perairan
Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir terbagi atas empat
kelompok utama : (1) produser, (2) konsumer primer, (3) konsumer sekunder dan
(4) dekomposer.
terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut semakin meningkat pula.
kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil baik
memiliki potensi fauna seperti yang ada pada hutan mangrove lainnya. Bengen
menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas insekta, ular, primata dan
burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di
jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat
mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut; (2) Kelompok
fauna perairan/aquatik, terdiri atas dua tipe yaitu yang hidup di kolom air,
terutama berbagai jenis ikan dan udang, serta yang menempati substrat, baik keras
(akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting,
beberapa fungsi yang terkait dengan organisme yaitu sebagai daerah asuhan
pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-
alamiah hanya dari segi manfaat langsungnya. Dalam hal ini yang dimaksud
alam dan jasa lingkungan ekosistem tersebut yang dapat secara langsung
kepiting dan ikan; flora dan fauna lainnya; serta fungsi mangrove sebagai lokasi
barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara umum, konsep
barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan
ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa.
atau tidak ke dalam harga pasar namun tersedia untuk membantu kita.
pesisir dan laut dapat ditilik dari beberapa kriteria yaitu : (1) Spesies penting:
didasarkan pada tingkat dimana spesies penting komersial tergantung pada lokasi;
(2) Kepentingan perikanan: didasarkan pada jumlah nelayan yang tergantung
lokasi dan ukuran hasil perikanan; (3) Bentuk ancaman: didasarkan pada luasnya
lokasi akan berpengaruh pada ekonomi lokal dalam jangka panjang; (5)
pengembangan pariwisata.
tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan basis untuk menilai suatu
sumberdaya alam adalah dengan memberikan “price tag” (harga) terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian
kita menggunakan apa yang disebut sebagai nilai ekonomi dari sumberdaya alam
dan lingkungan.
berbeda, bukan sebatas ikan yang diperoleh tapi kepuasan rekreasi yang tidak
terukur di pasar. Jadi, meski sumberdaya ikan menyediakan jasa input untuk
ekonominya pun berbeda. Aspek kedua adalah menyangkut seberapa besar derajat
sifat barang publik yang melekat pada jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam
yang merupakan penjumlahan dari use values dan non-use values beserta
Nilai Ekonomi
Sumberdaya Alam
Adanya perbedaan jenis nilai ekonomi sumberdaya alam yaitu use value
pengukuran langsung.
Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknik pengukuran tidak langsung untuk
barang dan jasa yang tidak diperdagangkan menggunakan pendekatan Travel Cost
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 1.
menggunakan metode random sampling, yaitu sampel yang dipilih secara acak.
Dalam penelitian ini, sampel penelitian yang akan dipilih adalah 3 (tiga) nelayan
Kendari.
a. Perikanan Tangkap
Adapun pengumpulan data sekunder diperoleh melalui dokumentasi data dari BPS
Teknis penyiapan data pada penelitian ini untuk organisme yang dapat
1. Menentukan nama spesies apa saja yang terdapat di Teluk Kendari (merujuk
2. Mengkategorikan organisme mulai dari yang paling sering dicari untuk dijual
atau dikonsumsi.
penangkapan (jenis dan jumlah ikan dan non ikan) tiap musimnya, hasil
penangkapan per trip, serta harga jual masing-masing jenis ikan untuk setiap
musim.
b. Perikanan Budidaya
Data yang akan dikoleksi dari setiap responden antara lain kapasitas produksi dari
kegiatan budidaya, siklus produksi setiap tahunnya, biaya produksi (fixed costs &
variable costs) serta margin (selisih) antara biaya hasil penjualan produksi dengan
total biaya produksi (keuntungan). Data yang diperoleh dari beberapa responden
D. Analisis Data
pendekatan, karena perbedaan karakteristik organisme yang ada jika ditinjau dari
sudut pandang mekanisme pasar. Selanjutnya, hasil analisis data diuraikan secara
Kendari.
implisit dari karakteristik atau atribut yang melekat pada suatu produk dan
permintaan barang dan jasa. Analisis HP terdiri dari dua tahapan, pertama
(fungsi HP) dan untuk mengkajinya diperlukan ketersediaan data spasial dan
juga data dari harga suatu objek yang akan dinilai. Tahapan kedua adalah
Q, akan diperoleh:
dPh / dQj = f(Qj, Nk, Ai)
Beatley, T., D.J. Brower, and A.K. Schwab. 1994. Understanding the Coastal
Environment, The Special Nature of Coastal Areas. in An Introduction to
Coastal Zone Management. Island Press, Washington, D.C. pp 11-31
Bengen, D.G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem dan Sumberdaya
Pesisir. Makalah. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu (ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources
Management Project, November 2000. Halaman 5-30. Bogor.
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003. Buku Pedoman Valuasi Ekonomi
Kawasan Konservasi Laut. Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.
Djais, F.H., Ansori Zamawi, Sigit Purnomo, Yvonne I. Pattinaja, Pandoe Prahoro,
Miftahul Huda, Hendi Koeshandoko, RKH Nugrahani, Arief Sudianto,
Fajar Kurniawan. 2006. Modul Sosialisasi Tata Ruang Laut Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Edisi 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan,
Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang
Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta. 172 Halaman.
Fauzi, Akhmad., 2000. Persepsi terhadap Nilai Ekonomi Sumberdaya. Makalah.
Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu
(ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources Management Project,
November 2000. Halaman 34-44. Bogor.
Fauzi, A., dan Suzy Anna, 2002. Penilaian Depresisasi Sumberdaya Perikanan
sebagai Bahan Pertimbangan Penentuan Kebijakan Pembangunan
Perikanan (Valuing Fisheries Resources Depreciation for Fisheries Policy
Consideration). Jurnal Pesisir dan Lautan Vol. 4 (2). Halaman 36-49.
Gunawan, Iwan. 2000. Konsep Resolusi Konflik dalam Penetapan Ruang Wilayah
Pesisir. Makalah. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu (ToT-ICM) Proyek Pesisir – Coastal Resources
Management Project, November 2000. Halaman 67-74. Bogor.
Hutabarat, S., 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton : Telaah terhadap Ilmu
Perikanan dan Kelautan. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang. 61 Halaman.
Nutjia, I Njoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumberdaya Perikanan. IPB Press.
Bogor. 168 Halaman.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.
Jakarta. 459 Halaman.
Satria, A., 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. IPB Press. Bogor. 178 Halaman.