Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena setelah

melampaui berbagai tahapan kegiatan, akhirnya makalah yang berjudul “Ekologi

Pesisir Pantai Tanjung Benoa” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah

ini diharapkan dapat mengarahkan seluruh proses survei sehingga tidak melenceng dari

kaedah-kaedah ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penulis sadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu penulis mohon kritik dan saran dari pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan

pokok materi yang kami bahas dalam makalah penulis. Pada kesempatan ini penulis

juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu

pembuatan makalah ini. Secara khusus terima kasih kepada:

1. Tim Dosen mata kuliah Ekologi Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik,

Universitas Udayana.

2. Pihak-pihak yang telah membantu dalam observasi.

Denpasar, 24 Mei 2008

Hormat kami

(Penulis)

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I
I.1 Latar Belakang
1
I.2 Rumusan Masalah
2
I.3 Tujuan Penelitian
2
I.4 Metode Penulisan
2

BAB II
II.1 Karakteristik Pantai Pulau Bali
3 II.2 Potensi Sumber Daya Alam yang Dimiliki Pantai Tanjung Benoa
6
II.3 Pemanfaatan Daerah Pesisir Pantai Tanjung Benoa
9
II.4 Permasalahan Pada Pantai Tanjung Benoa 10

BAB III
III.1 Kesimpulan 12
III.2 Daftar Pustaka 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan tepi air Tanjung Benoa terletak di ujung timur pulau Bali, masuk
dalam wilayah administratif Kecamatan Tanjung Benoa, Kabupaten Badung. Pantai ini
terkenal dengan tujuan wisata air yang cukup lengkap. Adapun definisi kawasan tepi air
dari pendekatan ekologis adalah daerah pertemuan darat dan laut, dengan batas ke arah
darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan intrusi air laut/perembesan air
asin; sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian perairan pantai sampai batas terluar
yang masih dipengaruhi oleh proses alamiah yang terjadi di darat seperti sedimentasi
dan aliran air tawar serta proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia (Soegiarto,
1976).
Kawasan pesisir adalah kawasan yang secara administrasi pemerintahan
mempunyai batas terluar ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk propinsi atau
sepertiganya untuk kabupaten atau kota. Perairan wilayah pesisir merupakan salah satu
ekosistem yang sangat produktif. Di kawasan ekologi tersebut dapat diklasifikasikan
dalam tiga kelompok besar, yaitu:
1. Potensi terbarukan (renewable), seperti hutan mangrove, coral reef, sea grass.
Algae, bioactive substances
2. Potensi tak terbarukan (non renewable), seperti bahan mineral.
3. Jasa lingkungan (environmental services), seperti industri maritime, jasa
angkutan, pariwisata.

Adapun kawasan di pesisir Tanjung Benoa, yaitu:


1. Kawasan budidaya
Kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya
buatan. Kawasan budidaya meliputi kawasan perumahan, kawasan industri,
kawasan perdagangan dan jasa, dan kawasan pariwisata.
2. Kawasan lindung
Kawasan ini ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan yang meliputi
kawasan pantai berhutan bakau/ hutan mangrove yang ada di sebelah timur
Kabupaten Tanjung Benoa.
3. Kawasan perkotaan

3
Kawasan permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
4. Kawasan tepi pantai
Kawasan dari suatu perkotaan dimana daratan dan air bertemu, dan meliputi
kegiatan atau bangunan yang secara fisik, sosial, ekonomi dan budaya
dipengaruhi oleh karakteristik badan air laut.
5. Kawasan sempadan pantai
Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
Ekosistem alami di wilayah pesisir pantai ini antara lain adalah terumbu karang
(coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach),
pantai berbatu (rocky beach), formasi pescaprea, formasi baringtonia, estuaria, laguna,
delta dan ekosistem pulau kecil. Sedangkan ekosistem buatan berupa tambak,
pemukiman, pelabuhan, kawasan industri, pariwisata dan sebagainya.
Keanekaragaman sistem ekologi yang tinggi ini di samping menyediakan
sumber daya alam (ekosistem alami dan buatan) sebagai aset yang sangat penting dan
strategis bagi pembangunan, juga mampu memberikan kontrol-kontrol terhadap erosi
pantai, buffer terhadap gangguan badai, pertukaran nutrient, daerah perlindungan
terhadap keanekaragaman genetik dan komoditi-komoditi perikanan ekonomis penting.
Sangat penting untuk dikelolah terlebih-lebih daerah Bali sebagai daerah tujuan wisata
utama dunia, maka peranan wilayah pesisir dalam menunjang kepariwisataan sangatlah
strategis. Jadi fungsi yang cocok untuk kawasan tepi pantai ini adalah untuk parawisata
karena SDA yang sangat mendukung. Hanya saja masyarakat masih belum sadar betul
tentang bagaimana mejaga dan membudidayakan akan harta karun mereka yang ada di
depan mata.
Berbagai permasalahan utama wilayah pesisir antara lain, erosi pantai,
penurunan potensi atau ketersediaan sumber daya akibat eksploitasi berlebih, kerusakan
habitat akibat aktivitas-aktivitas manusia di daratan dan lautan yang seringkali
memproduksi limbah bahan pencemar yang membahayakan bagi kehidupan perairan
laut atau merusak wilayah pesisir dapat menghambat kegiatan pembangunan dan
ekosistem, serta konflik kepentingan antar berbagai sektor kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan. Sementara itu, manajemen sumber daya pesisir dalam wujud struktural
dan pemanfaatan ruang atau kawasan menuntut adanya suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, dan pengendalian ke dalam satu sistem yang tak terpisahkan.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan yang timbul dan untuk


menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya serta pengelolaan lingkungan
wilayah pesisir secara terpadu, yang mencakup aspek teknis dan ekologis, aspek sosial
ekonomi dan budaya, aspek sosial politik, serta aspek hukum dan kelembagaan,
pemerintah mengambil kebijakan atas dasar-dasar pengelolaan dan pemanfaatan
kawasan tepi air yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yaitu :
Undang-Undang R.I No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Undang-Undang R.I No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang R.I No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Undang-Undang R.I No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang R.I No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Undang-Undang R.I No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

4
Undang-Undang R.I No. 28 Tahun 2004 tentang Bangunan Gedung.
Undang-Undang R.I No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang R.I No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
Peraturan Pemerintah R.I No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban
Serta Bentuk dan Tata Cara Peran masyarakat Dalam Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah R.I No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional.
Keputusan Presiden R.I No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri.
Keputusan Presiden R.I No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Adapun kebijakan pemerintah dalam ruang lingkup nasional saja tidak cukup.
Peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan tepi air juga
timbul dalam ruang lingkup local yaitu dari Provinsi Bali sendiri yang tertuang dalam
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Bali, yaitu:
• Mempertahankan kawasan lindung dan yang berfungsi lindung khususnya di
Pulau Bali bagian Utara yang semakin terdesak oleh kegiatan budidaya.
• Mempertahankan sumber-sumber air dan daerah resapannya untuk menjaga
ketersediaan air sepanjang tahun.
• Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan yang berpotensi
mengancam kebeeradaan kawasan lindung dan sentra-sentra produksi pangan.
• Menghentikan pengembangan industri yang tidak ramah lingkungan.
• Merelokasi kegiatan industri di luar kawasan industri ke dalam kawasan industri
yang telah ditetapkan.
• Bahwa kelembagaan koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Pulau
Bali penting untuk dikembangkan.
• Bahwa penyelesaian Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang RTRW
Pulau Bali dipercepat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah pengelolaan sumber daya alam wilayah pesisir yang berkelanjutan dan
berbasis masyarakat yang disesuaikan dengan karakteristik sumber daya alam dan
lingkungan di daerah pantai tanjung benoa?
Bagaimanakah pengelolaan wilayah pesisir yang terkoordinasi melalui pendekatan
multisektoral di daerah pantai tanjung benoa?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan sumber daya alam wilayah pesisir yang
berkelnjutan dan berbasis masyarakat yang disesuaikan dengan karakteristik sumber
daya alam dan lingkungan di daerah pantai tanjung benoa.
Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wilayah pesisir yang terkoordinasi melalui
pendekatan multisektoral di daerah pantai tanjung benoa.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah:
Metode Literatur, berasal dari media internet dan berbagai sumber yang ada.
Metode wawancara, berasal dari nara sumber (Bapak I Wayan Kembar, Lurah Tanjung
Benoa) yang mengetahui keadaan daerah pantai tanjung benoa.

5
1.5 Batasan Lokasi Pengamatan
Utara : pantai
Selatan: Kelurahan benoa
Timur : pantai
Barat : pantai

BAB II
ISI

II.1 Karakteristik Pantai Pulau Bali


Pulau Bali terletak pada 80.03’.40” LS – 80.50’.48” LS dan 1140.25’.53” BT –
150.42’.40” BT, sebelah selatan dari kepulauan Indonesia dan berbatasan dengan Laut
Jawa di sebelah utara, Selat Lombok di sebelah timur, sebelah selatan berbatasan
langsung dengan Samudra Indonesia, dan Selat Bali di sebelah barat. Pulau Bali hanya
terdiri atas satu provinsi yang terbagi menjadi delapan kabupaten, yakni kabupaten
Badung, Tabanan, Jembrana, Buleleng, Bangli, Gianyar, Amlapura, dan Semarapura,
dengan luas daratan Pulau Bali sekitar 5.632,86 km2 termasuk pulau-pulau kecil yang
termasuk ke dalam wilayah provinsi Bali, antara lain Pulau Serangan, Pulau Nusa
Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Menjangan.
Garis pantai Pulau Bali memiliki panjang sekitar 430 km, yang terdiri atas 79,2
% pantai berpasir kelabu hitam, 8,5% pantai berpasir putih, 6,8% pantai berhutan
mangrove, dan 5,5% pantai bertebing terjal (cliff).
Bentuk morfologi pulau Bali dominan terdiri atas daerah dataran rendah berupa
pantai, rawa, sungai, danau, dataran vulkanik, dan dataran sedimen yang landai dengan
kemiringan 0-5%, sekitar 0-25 km di atas permukaan laut. Dataran rendah ini memiliki
umumnya memiliki tingkat erosi yang kecil, terkecuali pada beberapa daerah seperti
Teluk Benoa, Singaraja, dan Gilimanuk, yang merupakan daerah abrasi dan proses
pengendapan aktif.
Berdasarkan tipe paparan dan perairan pantainya, Pulau Bali mempunyai tipe
pantai yang termasuk dalam kategori pantai pulau. Yang dimaksud dengan pantai pulau
adalah pantai yang mengelilingi pulau yang dibentuk oleh endapan sungai, batu
gamping, endapan gunung api, dan endapan lainnya.
Tipe sedimentasi pantai Pulau Bali didominasi oleh pasir kelabu hitam. Untuk
menentukan tipe sedimentasi pantai, sangat berkaitan erat dengan tipe tanah daerah
pantai yang bersangkutan. Berdasarkan Peta Tanah Tinjau, wilayah pantai pulau Bali
dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, antara lain:
1. Daerah vulkanis, yaitu merupakan tanah pertanian pesisir yang subur, terdapat
pada sebagian besar pantai Kabupaten Tabanan sebelah barat.
2. Daerah endapan alluvial, yang terdapat pada wilayah pantai Kota Denpasar,
Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Negara, dan merupakan tanah pertanian yang subur.
Sedangkan untuk tanah endapan alluvial di wilayah pantai Gerokgak bagian barat dan
Angantiga, Amlapura, merupakan daerah yang kering.
3. Daerah batu gamping, merupakan daerah yang kering. Terdapat pada wilayah
pantai Gilimanuk, sebagian besar kecamatan Kuta dan pantai Gerokgak sebelah timur.

6
4. Daerah pantai dengan tanah regosol, terdapat pada wilayah pantai bagian timur
kabupaten Amlapura, wilayah pantai Singaraja, dan sebagian kecil pantai kabupaten
Semarapura.
(disusun oleh Dai dan Rosman, 1970, Bapedalda, Prop. Bali).
Endapan tanah vulkanis dan endapan tanah alluvial kemudian akan mampu
membentuk pantai yang melandai, hingga bergelombang, sedangkan untuk endapan
tanah regosol, dan daerah batu gamping akan membentuk pantai yang bergelombang
hingga berbukit.
Dari data di atas, secara mudah dapat disimpulkan bahwa, pantai yang berasal
dari endapan tanah alluvial dan vulkanis merupakan pantai dengan tanah yang subur
seperti pada daerah pantai selatan pulau Bali, sedangkan pantai berupa daerah batu
gamping dan pantai dengan tanah regosol membentuk daerah-daerah yang kering
seperti yang terlihat pada pantai wilayah sebelah timur sampai ke utara. Curah hujan
yang rendah, sedikitnya aliran sungai, keadaan topografi yang dominan berupa dataran
yang bergelombang hingga berbukit dan berbukit hingga bergelombang juga
berpengaruh pada keadaan tanah yang kering, mempengaruhi jumlah air tanah yang
meresap, mempengatuhi dalamnya air tanah, peka terhadap erosi, dan kurang produktif.
Pantai Tanjung benoa adalah salah satu pantai yang terletak di daerah tenggara Pulau
Bali. Pantai tenggara Pulau Bali membentuk garis pantai yang berkelok-kelok yang
meliputi daerah teluk dan tanjung sampai relatif lurus, dimana perairannya merupakan
selat Badung, sebagian Selat Lombok, yang dilindungi oleh Pulau Nusa Penida
sehingga tidak berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia. Adapun pantai-pantai
yang berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia, seperti pantai Nusa Dua sebelah
Selatan, dan sebagian besar pantai Nusa Penida memiliki tebing tinggi yang terjal.
Perairan tenggara pulau Bali memiliki kedalaman kurang lebih 100m antara Nusa
Dua dengan pulau Nusa Penida, 260m antara Pulau Nusa Penida dengan pantai Klotok
(Semarapura), hingga mencapai kedalaman sekitar 1000m pada selat Lombok.
Wilayah pesisir tenggara Pulau Bali dominan merupakan kawasan pariwisata serta
merupakan kawasan penyebaran berbagai habitat yang memiliki nilai konservasi tinggi,
seperti terumbu karang dan padang lamun. Hal ini menyebabkan diperlukannya kondisi
air yang baik untuk keberlangsungan dan kelestarian dua hal tersebut di atas.
Pengembangan kawasan pantai alami menjadi kawasan pariwisata, baik yang dilakukan
pada daerah pesisir maupun daerah peairan, tentu saja dapat menimbulkan tekanan-
tekanan pada ekosistem pantai dan lautan, dalam hal ini, tekanan-tekanan yang
dimaksud adalah berupa limbah, baik berupa limbah cair, maupun limbah padat, antara
lain limbah domestik berupa limbah rumah tangga, pasar, dan perhotelan, limbah
industri terutama limbah prosesing makanan dan limbah pencelupan (dyeing), limbah
transportasi atau limbah jalan, dan yang juga cukup berpengaruh adalah limbah
pertanian. Selain itu, ada juga limbah yang bersal dari aktivitas di sekitarnya, berupa
limbah transportasi laut, limbah pelabuhan, dan limbah wisata air. Untuk penjelasan
yang lebih terperinci mengenai pencemaran terhadap lingkungan pantai, terutama untuk
pantai tanjung Benoa akan dijelaskan pada subbab berikutnya.

Karakteristik Pantai Tanjung Benoa


Kawasan pantai tanjung Benoa terletak di kelurahan Benoa, Nusa Dua, kabupaten
Badung yang membentang dari wilayah hotel Grand Mirage ke Utara. Luas daratannya
yang meliputi desa Kelurahan Tanjung Benoa sebesar 524 Ha, yang sekeliling daerah
ini dikelilingi oleh pantai tanjung benoa. Ketinggian desa ini dilihat dari permukaan air

7
laut berkisar 2 – 7 m. Memiliki curah hujan sekitar 1500 – 200 mm/th. Daerah ini
merupakan daerah dataran rendah. Yang memiliki suhu sebesar 30-35˚C. Adapun
batas-batas wilayahnya sebagai berikut :
Utara : pantai
Selatan: Kelurahan benoa
Timur : pantai
Barat : pantai
Adapun sebagian besar penduduk di daerah sekitar pantai tanjung benoa ini bermata
pencaharian sebagai nelayan dan bekerja di sektor pariwisata dan industri.
Kualitas Perairan Laut
Wilayah pesisir tenggara Pulau Bali, sebagian besar dikembangkan menjadi
objek pariwisata, dan jaga sebagai kawasan konservasi. Pada perairan Tanjung Benoa,
terdapat penyebaran terumbu karan, dan padang lamun. Untuk dapat menunjang
aktivitas-aktivitas di atas, anas, nda perlu camilah.
Pengembangan segala aktivitas yang dilakukan baik di darat, maupun di laut.
Aktivitas –aktivitas tersebut tentu saja bukan untuk menjual .

II.2 Potensi Sumber Daya Alam yang Dimiliki Pantai Tanjung Benoa
Pantai Tanjung Benoa merupakan wilayah yang sangat produktif. Di setiap daerahnya
yang membentang dari utara hingga selatan memiliki potensi yang sangat besar. Daerah
pantai timur berfungsi sebagai daerah pariwisata sejak tahun 1980. Pantai utara
berfungsi sebagai kawasan transit pelabuhan Benoa, dan daerah pantai barat digunakan
untuk zona hijau hutan mangrove.
Seiring berkembangnya zaman, pantai timur semakin berkembang pesat dilihat dari
panoramanya yang indah dan fungsinya sebagai daerah pariwisata, banyak jenis wisata
dan olahraga air yang ditawarkan. Di antaranya adalah paraceiling, flying fish, banana
boat, jetski, diving, scuba diving, hingga tour keliling laut atau tour ke tempat
penangkaran penyu dengan menggunakan perahu motor. Fasilitas dan sarana prasarana
yang ditawarkan pun semakin berkembang dengan dibangunnya hotel-hotel, restaurant,
café, jalan raya, gedung pertokoan, sekolah, real estate, pasar, terminal, dan lain-lain.
Karena perkembangan yang sangat cepat inilah, maka diberlakukan sebuah aturan perda
tentang sempadan pantai yaitu, 75 m dari bibir pantai dimana dipakai acuan jarak pantai
ke jalan raya 500m untuk melindungi ekologi pantai.
Daerah pantai utara juga tidak kalah berkembangnya dengan pantai timur, karena daerah
pantai utara ini merupakan salah satu kawasan yang digunakan sebagai pelabuhan untuk
tempat transitnya kapal-kapal laut yang akan berlabuh di Bali. Pelabuhan benoa yang
terletak di pantai utara ini merupakan salah satu jalur masuk atau jalur transportasi yang
sangat penting bagi pulau Bali ini.
Selain dua wilayah pantai tanjung benoa tadi, adapun daerah pantai barat yang
digunakan sebagai daerah hijau bagi kelurahan benoa yang merupakan tempat
penangkaran hutan mangrove dan pelestarian ekosistem mangrove pada pantai timur
dan disepanjang rute menuju pulau penyu. Ekosistem mangrove dan terumbu karang ini
mempunyai potensi yang sangat besar untuk menunjang produksi perikanan yang dapat
meningkatkan perekonomian dan sektor perikanan di daerah Benoa pada khususnya dan
Bali pada umumnya. Untuk lebih jelasnya mengenai potensi sumber daya alam

8
mangrove dan terumbu karang di daerah perairan pantai tanjung benoa dapat diuraikan
sebagai berikut.

Ekosistem Mangrove
Masyarakat kita sering menerjemahkan mangrove sebagai komunitas hutan bakau,
sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuh-tumbuhan yang
hidup di hutan pasang-surut. Mangrove hidup di daerah antara level pasang-naik
tertinggi sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata. Seperti halnya
pariwisata sebagai penghasil devisa, mangrove di pantai tanjung benoa ini juga
memiliki produktivitas yang tinggi dan manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan
ekosistem di pesisir pantai dan juga memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya, di antaranya adalah :
kayunya dapat dipakai sebagai kayu bakar. Karena kayu mangrove ini memiliki tingkat
kalori yang tinggi yang dapat dipakai sebagai pengganti arang. Selain itu karena kayu
mangrove mempunyai kualitas kayu yang kuat dan baik, kayunya digunakan sebagai
bahan perumahan dan konstruksi kayu.
kulit kayu yang merupakan sumber tannin yang biasa digunakan untuk penyamak kulit
dan pengawetan jaring ikan. Selain itu juga sebagai sumber dari lem plywood dan
beberapa macam zat warna.
daunnya bisa digunakan sebagai makanan ternak. Beberapa daun dari jenis-jenis
tertentu dapat digunakan sebagai obat, bahkan ada pula yang dijadikan sebagai
pengganti teh atau tembakau.
bunga-bunganya merupakan sumber madu
akar-akarnya efektif untuk perangkap sedimen, memperlambat kecepatan arus, dan
mencegah erosi pantai
tempat berlindung bagi berbagai ikan dan hewan-hewan air
hutan mangrove juga merupakan suatu penyangga komunitas daratan dan pesisir.
Namun, pertumbuhan mangrove kini mulai terganggu akibat adanya banyak
pencemaran akibat pembangunan yang dilakukan atau dilaksanakan di sekitar kawasan
mangrove ini.
Kawasan hutan mangrove di daerah Tanjung Benoa ini merupakan kawasan
hutan lindung yang telah ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya (Ta hura) dengan luas
1.373,5 ha (BTID,1995), yang terdiri dari 408,5 ha areal perlindungan, 520 ha areal
pembinaan/koleksi, dan 445 ha areal pemanfaatan. Jenis-jenis vegetasi penyusun hutan
mangrove antara lain: bakau putih (Rhizopora apiculata), bakau-bakau (R.
mucronata),prapat (Sonneratia alba), duduk agung (Aegicaras cornitulatum), api-api
(Avicenia marina), tancang (Bruguiera gymnorchiza), buta-buta (Excoecoria agalocha),
ketapang (Therminalia cattapa), gambir laut (Clerodendum enerme), dan lain-lain. Dari
jenis-jenis vegetasi di atas, jenis Sonneratia alba merupakan jenis yang dominan.

Ekosistem Terumbu Karang


Terumbu karang merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dan
berupa bentukan batuan kapur yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut.
Terumbu karang terletak di daerah perairan dangkal dimana penetrasi cahaya matahari
masih sampai ke dasar perairan tersebut. Terumbu karang memberi kontribusi untuk
menopang melimpahnya ikan-ikan, menopang semaraknya industri pariwisata
(snorkling, diving, fotografi air), menyediakan habitat bagi organisme berskeleton

9
sebagai sumber bagi pasir putih di pantai selatan pulau Bali, peredam aksi gelombang
sehingga meminimumkan erosi dan melindungi lahan, pulau-pulau,dan pantai. Di pantai
Tanjung Benoa ini produktivitas terumbu karang mencapai angka yang masih standar,
belum memasuki zona kritis, namun sudah terlihat tanda-tanda menuju arah tersebut,
yang diakibatkan oleh aktivitas pembangunan di sekitar pantai seperti, aktivitas
pariwisata, pecahnya karang oleh jangkar perahu/kapal, pemanenan karang berlebih
untuk cenderamata, hiasan dan produk lainnya dan pengerukan pantai. Hal ini telah
disadari oleh pihak masyarakat, maka telah diusulkan upaya untuk memperluas wilayah
penangkaran terumbu karang, namun hingga saat ini pemerintah belum memberikan
kepastian akan hal tersebut.

II.3 Pemanfaatan Daerah Pesisir Pantai Tanjung Benoa


Selain memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa, daerah pesisir di Pantai
Tanjung Benoa ini pun memberikan lahan yang bermanfaat bagi masyarakat di
sekitarnya. Beberapa contoh pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di Pantai
Tanjung Benoa ini, antara lain :
Sektor Perikanan
Jika dulu sektor perikanan merupakan sektor usaha yang paling menonjol di kawasan
pantai Tanjung Benoa, maka sejak tahun 1980 pelaku sektor usaha tersebut banyak yang
telah beralih ke sektor pariwisata, dikarenakan sektor pariwisata dianggap memiliki
hasil yang lebih menjamin penghidupan. Kini, sektor perikanan tidak lagi sebagai sektor
usaha utama.
Sektor Industri
Salah satu kelebihan yang dimiliki wilayah pesisir adalah aksesibilitasnya yang tinggi
yang memudahkan proses lalu lintas. Karena itulah, daerah ini sangat cocok
dimanfaatkan sebagai kawasan industri. Karena daerah pantai tanjung benoa memiliki
akses yang baik terhadap penyediaan bahan baku, distribusi produk dan pembuangan
limbah.
Perhubungan laut
Pemanfaatan sebagai sarana transportasi melalui pengembangan sistem pelabuhan dan
angkutan laut akan memainkan peranan penting dalam komunikasi dan transportasi
yang bertujuan untuk mendorong gerak pembangunan, penyerapan tenaga kerja dan
sekaligus membantu mengendalikan pencemaran lingkungan. Apalagi pantai tanjung
benoa memiliki sebuah pelabuhan yang cukup terkenal, yaitu Pelabuhan Benoa yang
sangat membantu pergerakan industri untuk kelurahan benoa itu sendiri.
Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu industri kelautan yang perlu didorong dan digalakkan
untuk memenuhi kebutuhan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
masyarakat di sekitar pantai Tanjung Benoa dimana sebagian besar penduduknya
tergantung akan sektor ini. Sektor ini juga bertujuan untuk memperluas kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan devisa, dan lain-lain. Kini, pariwisata
menjadi sektor usaha utama bagi masyarakat di kawasan pantai Tanjung Benoa.

II.4 Permasalahan Pada Pantai Tanjung Benoa Erosi Pantai


Pantai merupakan daerah pesisir pantai yang merupakan gambaran nyata
mengenai air,angin, dan tanah. Angin dapat mempengaruhi gerak air laut yang

10
membawa material dari ke tempat satu ke tempat lainnya, mengikis tanah, dan
kemudian mengendapkannya pada suatu tempat secara terus-menerus, yang
menyebabkan terus berubahnya garis pantai. Proses terjadinya suatu erosi terhadap
pantai, ketika gelombang mendekati pantai, gelombang mulai bergesekan dengan dasar
laut, dan kemudian menyebabkan pecahnya gelombang di tepi pantai. Turbulensi yang
akhirnya terjadi ketika pecahnya gelombang di tepi pantai, menyebabkan terbawanya
material dari dasar pantai, atau menyebabkan terkikisnya bukit-bukit pasir di pantai.
Gelombang yang pecah di tepi pantai itulah sebagai penyebab utama pada proses
erosi, dan proses pengendapan pada garis pantai. Pada saat pecahnya gelombang di bibir
pantai, akan terjadi run up, kemudian surut kembali, dan membawa sedimentasi yang
ada di sekitar pantai.
Kemampuan air laut memindahkan material tergantung pada kecepatannya.
Gelombang yang besar atau gelombang dengan arus yang kuat, akan mampu
mengangkat sedimen dalam jumlah yang banyak. Material ini diendapkan ketika
kecepatan air mulai menurun dan kemudian akan di ambil kembali ketika kecepatan air
mulai meningkat.
Ketinggian muka air juga mempengaruhi kemampuan air dalam mengerosi
pantai. Pantai dengan kemiringan yang relatif datar, cenderung memiliki sistem
pertahanan sendiri terhadap erosi. Keberadaan terumbu karang dan kemiringan pantai
yang relatif datar, memudahkan mereduksi energi gelombang yang mendekati pantai.
Keberadaan bukit pasir, dan hutan mangrove dapat melindungi pantai dari serangan
badai, dan sebagainya.
Sekitar 12% garis pantai di Bali, mengalami erosi dengan laju yang berbeda-
beda. Intervensi manusia yang tidak memberi ruang yang cukup terhadap
berlangsunganya keseimbangan proses-proses dinamis di pantai serta aktivitas lainnya
yang merubah rezim pola arus dan gelombang memperparah laju kemunduran garis
pantai disamping oleh faktor alam. Contohnya, dapat dilihat pada pelanggaran misalnya
terhadap sempadan garis pantai ,dan bangunan-bangunan pantai yang menjorok ke laut.
Menurut data proyek Pengamanan Pantai Bali, kanwil Departemen Pekerjaan
Umum, Prop. Bali , pada tahun 1998, dari 430m , panjang pantai yang mengalami erosi,
hingga mencapai 51.50 km (12%)yang tersebar pada 31 jalur pantai di seluruh wilayah
kabupatan.

BAB III
PENUTUP

11
Mengantisipasi semakin meningkatnya permintaan terhadap sumber daya pesisir
di masa mendatang sebagai akibat semakin meningkatnya jumlah penduduk,
berkembangnya tekhnologi, meningkatnya investasi serta adanya pergeseran basis
pembangunan di darat ke wilayah pesisir, maka diperlukan suatu konsep pengelolaan
sumber daya pesisir secara rasional dan berkesinambungan. Untuk itu dibutuhkan
intervensi pemerintah dalam merumuskan pengelolaan dan konservasi sumber daya
karena kompleksnya isu-isu manajemen yang muncul di wilayah pesisir bersamaan
dengan meningkatnya penduduk dan permintaan akan sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan pesisir.
Dalam konteks otonomi daerah, dimana adanya perimbangan pendapatan yang
lebih besar bagi daerah otonom atas sumber daya alam kelautan, di satu sisi merupakan
peluang untuk meningkatkan pendapatan asli daerah akan tetapi di sisi lain dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan karena terabaikan prinsip pemanfaatan yang
rasional. Akan ada kecenderungan daerah memanfaatkan sumber daya pesisir secara
tidak terkendali dalam rangka mengejar pendapatan asli daerah yang setinggi-tingginya
dan hal ini akan berdampak terhadap rusaknya sumber daya alam dan lingkungan.
Sementara itu, adanya pemisahan kewenangan secara spasial atas sumber daya
alam yang ada di wilayah perairan laut antar daerah otonom (kabupaten/kota) dan antara
kabupaten/kota dengan provinsi dan pusat, kiranya akan menimbulkan permasalahan
tersendiri dalam upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Mengingat sistem
ekologi pesisir merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait, maka pengelolaan
pesisir daerah Bali khususnya pesisir pantai Tanjung Benoa harus dilakukan melalui
pendekatan ”satu sistem ekologi, satu sistem manajemen”.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan yang timbul dan untuk
menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumber daya pesisir diperlukan suatu konsep
pembangunan dan pemanfaatan sumber daya serta pengelolaan lingkungan wilayah
pesisir secara terpadu, yang mencakup aspek teknis dan ekologis, aspek sosial ekonomi
dan budaya, aspek sosial politik, serta aspek hukum dan kelembagaan.

12
Lampiran

GB.1, GB.2 TAMPILAN HUTAN MANGROVE TANJUNG BENOA

13
GB.3 AREAL PARKIR GB. 4 PESISIR PANTAI TANJUNG
BENOA

GB. 5, GB.6 PESISIR PANTAI TANJUNG BENOA

14
GB.7 TANAMAN HIJAU DAN AREA PENEDUHGB.8 KONDISI KEBERSIHAN
PANTAI

GB. 9, GB.10 AKTIVITAS PARIWISATA PADA PANTAI TANJUNG


BENOA

15
GB.11, GB.12 FASILITAS PARIWISATA PADA PANTAI TANJUNG
BENOA

16

Anda mungkin juga menyukai