Selektif breeding merupakan proses penyeleksian indukan ikan terbaik yang sudah
dikembangbiakkan sebelumnya agar dapat menurunkan “strain” tertentu pada anakannya. Dalam
selektif breeding ini karakteristik yang paling penting dalam budidaya ikan adalah laju
pertumbuhan. Parameter pertumbuhan yang harus diestimasikan adalah heritability, interaksi
antara genotif dan lingkungan dan korelasi genetik dengan karakter-karakter yang lain.Adapun
contoh aplikasi selektif breeding dalam bidang akuakultur yang telah diterapkan adalah:
1. Penerapan Seleksi Famili F3 Pada Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus)
Metode Seleksi Famili telah digunakan sebagai satu metode efektif untuk
mendapatkan strain induk nila yang lebih unggul. Pada tahun 2005 telah berhasil
membuat generasi pertama seleksi famili sebanyak 35 famili, tahun 2006 telah
menghasilkan 49 famili dan tahun 2007 menghasilkan 39 famili. Masing-masing famili
terdiri dari dua sub populasi yaitu induk jantan dan induk betina. Jumlah populasi hasil
seleksi pada sub populasi jantan dan betina masing-masing dapat memenuhi jumlah top
grad minimal 15 ekor jantan dan 15 ekor betina. Jumlah famili yang memijah 39 famili.
Hasil cut off pada masing-masing sub famili mempunyai bobot rataan 120,14+7,3 g pada
sub populasi jantan dan 97,36 + 2,6 g pada sub populasi betina. Mutu genetik yang
diperoleh pada generasi F3 menghasilkan nilai heritabiliti sebesar 0,142 dengan respon
seleksi 25,4 g. Proses seleksi masih perlu dilanjutkan kepada generasi ke-4 untuk
memperoleh generasi yang lebih unggul.
2. Selektif Breeding Udang Windu Penaeus monodon
Riset selektif breeding dengan megutamakan seleksi famili untuk karakter
pertumbuhan, toleran terhadap WSSV dan bebas penyakit (SPF) menjadi prioritas agar
diperoleh calon induk udang windu dengan karakter fenotype dan genotype yang lebih
baik. Tujuan riset adalah mendapatkan Metode selektif breeding dan induk udang hasil
seleksi famili dengan karakter tumbuh cepat, toleran terhadap WSSV serta bebas
penyakit (SPF). Metode seleksi diawali dengan pembenihan menggunakan induk udang
windu berasal dari alam (F–0) mengikuti kaidah full sib mating, mengaplikasikan
probiotik dalam pemeliharaan larva, biosecurity dan pemantauan infeksi virus. Diagnosis
bebas penyakit (SPF) dilakukan dengan pengujian 7 jenis virus (TSV, WSSV, IHHNV,
YHV, BP, MBV, HPV). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 9 famili udang
generasi pertama (F–1) memberikan keragaman fenotype yang bervariasi (ukuran besar,
sedang/reguler dan kecil). Benih udang generasi pertama (F–1) hasil seleksi fenotype
pertumbuhan cepat sebesar 37,67%, sedangkan pertumbuhan sedang/ regular dan lambat
masing-masing sebesar 51,71% dan 10,62% dari populasi benih udang yang dihasilkan.
Keragaman genotype induk udang (F–0) jantan dan betina dan generasi pertama (F–1)
menunjukkan keragaman genetik yang berbeda. Nilai heterozigositas pada induk udang
jantan dan betina (F–0) masing-masing sebesar 0,6091 dan 0,2872. Sementara, pada
generasi pertama (F–1) pada udang dengan tumbuh cepat sebesar 0,6633, sedangkan
tumbuh sedang/reguler dan lambat masing-masing 0,6627 dan 0,5512. Hasil uji tantang
terhadap WSSV dengan perendaman maupun pemberian pakan menunjukkan adanya
perbedaan toleransi pada benih udang turunan F–1.
DISUSUN OLEH:
ANGKATAN 31
JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
TAHUN AJARAN 2018/2019