Anda di halaman 1dari 16

Arahan Pengembangan Pulau Bunaken Kota Manado Sebagai Sektor

Pariwisata yang Berkelanjutan


Oleh
Ainun Masitah (08161006)

A. Latar Belakang
Pulau-pulau kecil terluar selanjutnya disingkat PPKT adalah pulau-pulau kecil yang
memiliki titik-titik dasar koordinat geografis yang menghubungkan garis pangkal kepulauan
sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Sebagai Kawasan Strategis Nasional
Tertentu (KSNT) selain memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi,
pulau-pulau kecil juga mempunyai peran serta strategis dalam menjaga kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kawasan ini di satu sisi menyediakan sumberdaya
alam yang produktif seperti terumbu karang padang lamun (seagrass), hutan mangrove,
perikanan dan kawasan Konservasi.
Wilayah PPKT juga memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan sebagai wilayah
bisnis potensial yang berbasis pada sumberdaya (Resource Based) seperti industri Perikanan,
pariwisata, jasa transportasi, industri olahan, dan industri lainnya yang ramah lingkungan.
Selain itu, PPKT juga dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai pendukung
pertumbuhan wilayah. Namun, dalam pengelolaan PPKT harus memperhatikan aspek
lingkungan dan keterkaitan dengan wilayah lain dalam lingkup regional, karena secara
pemanfaatan yang salama ini dilakukan terhadap potensi pulau-pulau kecil masih belum
optimal. Hal ini terjadi akibat kurangnya perhatian dan keterlibatan pemerintah dalam
pengelolaan dan penyusunan regulasi kebijakan yang mengatur terkait pemanfaatan dan
pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil selama ini masih berorientasi ke darat.
Sedangkan pada wilayah perairan masih belum diatur secara sepenuhnya terkait pengelolaan
dan pemanfaatannya.
Salah satu pulau yang ada di Indonesia adalah Pulau Bunaken yang terletak di Kota
Manado, ProvinsI Sulawesi Utara. Secara geografis dan administrasi Pulau Bunaken
merupakan pulau yang berada di perairan Laut Sulawesi pada 1 35’ – 1 49’ LU dan 124 39’ -
124 35’ BT. Pulau Bunaken dapat di akses melalui 2 aksesibllitas yang mana terletak di
sekitar 5000 kaki atau 1,5 km dari Kota Manado dan dapat ditempuh dengan beberapa jenis
moda laut seperti perahu, speed boat, dan kapal pesiar. Berdasarkan Kecamatan Bunaken
Kepulauan Dalam Angka 2018, Pulau Bunaken memiliki luas wilayah sebesar 1.969,21 Ha
yang terbagi menjadi 4 desa yaitu Desa Bunaken, Desa Alung Banua, Desa Manado Tua Satu
dan Desa Manado Tua Dua. Karena Pulau Bunaken adalah daerah kepulauan, maka sebagian
besar wilayahnya merupakan perairan yang potensial akan sumber daya perikanan dan wisata
dasar lautnya. Sehingga berpotensi menjadi tujuan daya tarik wisata baik wisatawan dalam
negeri maupun mancanegara.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, Pulau Bunaken ditetapkan sebagai
Daerah Tujuan Pariwisata atau Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) atau Taman Nasional
Bunaken oleh UNESCO dan sebagai Citra Pariwisata Nasional yaitu sebagai Finest Diving
and Snorkelling in Asia dan Finest Under Water World dan juga biasa dikenal sebagai Taman
Laut Bunaken. Pulau Bunaken juga mempunyai sumber daya alam serta kebudayaan yang
sangat berpotensi dikembangkan menjadi destinasi pariwisata dan juga dijuluki. Sumber daya
alam yang ada memiliki keindahan bawah laut dengan segala macam keanekaragaman hayati
yang terkandung didalamnya dan pantai pasir putih serta pemandangan alam lain yang sangat
indah.
Melalui sektor pariwisata, Kepulauan Bunaken dapat berperan penting untuk
pertumbuhan ekonomi masyarakat baik di Pulau Bunaken maupun bagi Kota Manado dengan
potensi yang dimiliki maka Pulau Bunaken dapat digolongkan sebagai Kawasan Strategis
Pariwisata Nasional (KSPN). Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011,
yang menyebutkan bahwa KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau
memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh
penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya,
pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup serta pertahanan dan
keamanan. Kemudian berdasarkan Kebijakan dan Implementasi Pendayagunaan Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesi menyebutkan
bahwa Pulau Bunaken menjadi sektor pariwisata yang sangat strategis sehingga perlu adanya
pengelolaan lebih lanjut terhadap Pulau Bunaken.
Berdasarkan adanya potensi pariwisata yang dimiliki serta adanya isu dan permasalahan
nasional mengenai pemanfaatan pulau-pulau kecil. Maka diperlukannya suatu bentuk
pengelolaan pulau yang dapat mengembangkan potensi pariwisata dan mengendalikan
pemanfaatan sumber daya dengan mengeksploitasi secara berlebihan. Dengan menerapkan
konsep ekowisata melalui pengembangan pariwisata berkelanjutan dengan memadukan tiga
komponen penting yaitu aspek konservasi alam, memberdayakan masyarakat lokal dan
meningkatkan kesadaran lingkungan hidup. Sehingga konsep pengembangan pariwisata
melalui konsep ekowisata menjadi alternatif pilihan terhadap pengembangan Pulau Bunaken
Kota Manado.
B. Landasan Teori
a. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Pengertian pulau-pulau kecil menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah pulau dengan louas lebih kecil
atau sama degan 2.000 Km2 berserta kesatuan ekosistemnya. Potensi sumberdaya dan jasa
lingkungan kelautan yang terdapat di pulau-pulau kecil akan tergantung pada proses
terbentuknya pulau serta posisi atau letak pulau tersebut, sehingga secara gologis pulau-pilau
tersebut memiliki formasi struktur berbeda dan dalam proses selanjutnya pulau-pulau tersebut
juga akan memiliki kondisi lingkungan, sumberdaya lingkungan serta keanekaragaman yang
spesifik dan unik (Begen dan Retraubun, 2006). Berbagai permasalahan yang ada seperti
permasalahan lingkungan fisik perairan yang disebabkan oleh berbagai bentuk pencemaran,
permasalahan ekonomi masyarakat, permasalahan sosial dan budatya yang berimplikasi
kepada aktivitas yang bersifat menganggagu kelestarian sumberdaya serta terbatasnya sarana
dan prasarana penunjang merupakan faktor-faktor yang menghambat pengembangan aktivitas
perekonomian di kawasan pulau-pulau kecil (Hutabarat dan Rompas, 2007).
Secara umum sumberdaya alam yang terdapat di kawasan pulau-pulau kecil terbagi
menjadi tiga macam (Dahuri, 1998), yaitu sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable
resources) meliputi ikan, plankton, rumput laut, lamun, mangrove dan trumbu karang.
Sumberdata tidak dapat dipulihkan (non renewable resource), meliputi minyak bumi dan gas
serta bahan tambang lainnya. Jasa-jasa lingkungan (environmental resource), meliputi
periwisata dan perhubungan laut. Kemudian untuk kakteristik pulau-pulau kecil menurut
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil adalah sebagai berikut:
1. Terpisah dari pulau besar.
2. Sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau disebabkan
manusia.
3. Memiliki keterbatasan daya dukung pulau.
4. Apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas.
5. Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau
induk maupun kontinen.
Dalam menentukan arah kebijakan pengelolaan pulau-pulau yang berkelanjutan dan
berbasis masyarakat terdapat beberapa pendekatan yang dikombinasikan yaitu hak, ekosistem
dalam alokasi ruang wilayah pulau dan gugusan pulau dan sesuai kondisi sosial budaya
setempat (Dahuri, 2003). Pengembangan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut
pulau-pulau kecil perlu mempertimbangkan berbagai faktor berdasarkan karakteristik yang
dimiliki sebuah pulau atau gugusan pulau dan diperlukan pendekatan yang lebih sistematik
serta lebih spesifik berdasarkan lokasi (Andrianto, 2005). Mengingat rentannya ekosistem
pulau dan gugusan pulau kecil, maka pemerintah melakukan pembatasan kegiatan yang
cenderung menimbulkan dampak negative yang sangat luas, baik secara ekologis maupun
sosial.
Keadaan ini menunjukan bahwa pengelolaan pembangunan pada kawasan tersebut
apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal yang cukup
nyata. Dengan kegiatan dalam bentuk apapun yang dilakukan akan berdampak pada fungsi
ekosistem pulau-pulau kecil. Oleh karena itu pengelolaan pulau-pulau kecil harus
memperhatikan persyaratan pengelolaan lingkungan yang serius. Konsep pengelolaan wisata
tidak hanya berorientasi pada berkelanjutan tetapi juga mempertahankan nilai sumberdaya
alam dan manusia. Oleh karena itu sifat sumberdaya dan ekosistem pesisir dan lautan alami
sering rentan dan dibatasi oleh daya dukung, maka pengembangan pasar yang dilakukan
menggunakan pendekatan product driven, yaitu disesuaikan dengan potensi, sifat, perilaku
objek daya tarik wisata alam dan budaya yang tersedia seperti tidak tahan lama (perishable),
tidak dapat pulih (non recoverable) dan tidak tergantikan (non substitutable) diusahakan
untuk menjaga kelestarian dan keberadaannya (Yulianda, 2007).
Secara umum kegagalan dalam mengatasi masalag pengelolaan memberikan implikasi
antara lain percepatan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya. Penyebab
utama terjadinya kegagalan tersebut antara lain yaitu pendekatan hak-hak (entelimen) yang
sangat mencolok antara berbagai lapisan masyarakat, sumberdaya alamnya mengalami
semacam akses terbuka (aquasi-open-acces resources) yang semua pihak cenderung
memaksimumkan keuntungan dalam pemanfaatanya, kekurangan dalam sistem penilaian
(undervaluation) terhadap sumberdaya alam terhadap sistem ekonomi pasar yang terjadi
dimana sangat erat kaitannya dengan aspek teknis finansial dan aspek sosial ekonomi budaya
masyarakat setempat.
Menurut Bengen (2002), pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari
terwujud apabila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu keharmonisan spasial, kapasitas
asimilasi dan dukung lingkungan, pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya.
Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau
kecil bagi peruntukan pembangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kesesuaian
(suitability) lahan (pesisir dan laut) dan keharmonisan antara pemanfataan. Keharmonisan
spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukan bagi
zona pemanfaatan tetapi juga harus dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi.
Keharmonisan spasial, juga menuntut pengelolaan pembangunan zona pemanfaatan
dilakukan secara bijaksana. Artinya kegiatan pembangunan ditempatkan pada kawasan yang
secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan yang dimaksud.
b. Pengembangan Pariwisata
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisata
dalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Berdasarkan konsep
pemanfaatannya, wisata dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok (Yuliana, 2007), yaitu:
1. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan pada
pengelaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
2. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan budaya sebagai
objek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.
3. Ekowisata (ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata
berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan
sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.
Ada beberapa kebijakan terkait pengembangan pariwisata diantaranya yaitu:
1. Kebijakan pokok:
a. Mewadahi, membangun dan juga mengembangkan manfaat potensi pariwisata
sebagai kegiatan ekonomi yang bisa menciptakan lapangan kerja.
b. Meningkatkan kemampuan dan juga keterampilan aparatur serta
pemberdayaan tugas dan fungsi organisasi daripada sebagai fasilitator
regulator yang bisa menjadi pengembangan pariwisata.
c. Mengantarkan kerjasama periwisata antara daerah dan juga dunia usaha.
2. Kebijakan spasial (keruangan) periwisata:
a. Memberikan arahan yang jelas agar bisa menjadi pengembangan pariwisata
berdasarkan karakteristik keruangan melalui zonasi pengembangan.
b. Untuk kemudahan pembangunan dan pengolahan yang perlu dilakukan adalah
pengelompokkan objek daya tarik wisata pada satuan kawasan wisata. Satuan
kawasan wisata tersebut merupakan kawasan yang memiliki pusat-pusat
kegiatan wisatawan agar mempunyai keterkaitan sirkuit atau jalur wisata.
c. Melakukan urutan prioritas pengembangan satuan kawasan wisata dengan
memperhatikan dampaknya terhadap perkembangan objek dan juga daya tarik
wisata.
3. Kebijakan pengembangan objek dan daya tarik wisata:
a. Pengembangan objek dan daya tarik wisata menyangkut aspek pemanfaatan
dan pengendalian yang satu dengan yang lainnya merupakan suatu kesatuan
yang terintegrasi oleh karenannya pembangunan objek dan daya tarik wisata
harus sesuai dengan dasar-dasar pada sistem perencanaan.
b. Pengembangan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan dasar
pendekatan pembangunan satuan kawasan wisata dengan nuasan nilai agama,
budaya estetika dan moral yang dianut oleh masyarakat.
c. Pengembangan objek dan daya tarik wisata dilakukan sesuia dengan
mekanisme pasar dan meliputi wisata alam, wisata budaya, wisata minat
khusus, wisata pantai dan juga wisata petualangan.
4. Kebijakan pengembangan sarana dan prasarana periwisata:
a. Menyiapkan sistem perencanaan tata ruang kawasan wisata.
b. Meningkatkan aksesibilitas ke kawasan wisata.
c. Pemenuhan fasilitas standar (fasilitas kesehatan, keamanan, kebersihan dan
komunikasi) di kawasan wisata sesuai dengan kebutuhan.
d. Menarik investor untuk membangun akomodasi dan jug afasilitas penunjang
lainnya.

c. Tujuan dan Manfaat Kepariwisataan


Setelah mengatahui berbagai macam pengertian mengenai pariwisata dan bentuk
pengembangannnya, terdapat tujuan dan manfaat dari adanya pengembangan pariwisata pada
suatu kawasan sesuai dengan intruksi presiden nomor 9 tahun 1969 yang dikutip dalam buku
“perencanaan pengembangan pariwisata” oleh Oka A.Youti (1997) dikatakan bahwa tujuan
dari pengembangan kepariwisataan adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan pendapatan divisa pada khususnya dan pendapatan negara serta
masyarakat pada umumnya. Memperluas kesempatan serta lapangan kerja dan
mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri sampingan lainnya.
2) Memperkenalkan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia.
3) Meningkatkan persaudaraan atau persahabatan nasional dan internasional.
Selain itu manfaat yang didapatkan dari bidang kepariwisataan yang mencakup dalam
berbagai bidang yaitu ekonomi budaya politikm lingkungan hidup, nilai pergaulan dan ilmu
pengetahuan, pengetahuan dan kesempatan kerja diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Manfaat kepariwisataan dari segi ekonomi
Periwisata bisa menghasilkan devisa bagi negara sehingga dapat meningkatkan
perekonomian suatu negara.
2) Manfaat kepariwisataan dari segi budaya
Membawa sebuah pemahaman dan pengertian antara budaya dengan acara lewat
interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada.
Sehingga dari segi interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan juga
menghargai budaya masyarakat setempat dan juga latar belakang kebudayaan lokal
yang dianut oleh masyarakat tersebut.
3) Manfaat kepariwisataan dari segi politik
Memelihara hubungan internasional dengan baik yaitu dalam pengembangan
pariwisata dalam mancanegara. Sehingga terjadinya kujungan antar bangsa sebagai
wisatawan seperti halnya dalam pariwisata nusantara. Sehingga dapat memberikan
inspirasi untuk selalu mengadakan pendekatan dan saling mengerti.
4) Manfaat kepariwisataan dari segi lingkungan hidup
Setiap tempat pariwisata apabila ingin dikunjungi oleh banyak wisatawan harus
terjaga kebersihannya sehingga masyarakat secara bersama-sama harus sepakat untuk
merawat serta memelihara lingkunan atau daerah yang bisa dijadikan sebuah objek
wisata.
5) Manfaat kepariwisataan dari segi nilai pergaulan dan ilmu pengetahuan
Memiliki teman dari berbagai macam negara sehingga dapat mengetahui kebiasan
mereka sehingga bisa mempelajari kegiatan baik dari nagera mereka, sedangkan dari
segi ilmu pengetahuan kita bisa mempelajari pariwisata serta dapat mengetahui
dimana letak keunggulan dari sebuah objek wisata sehingga dapat menerapkan di
daerah objek wisata daerah yang belum berkembang dengan baik.
6) Manfaat keperiwisataan dari segi peluang dan kesempatan kerja
Mencipatkan berbagai macam kesempatan kerja, serta mendirikan berbagai macam
usaha yang bisa mendukung objek pariwisata menjadi lebih baik dan juga menarik.
d. Ekowisata Sebagai Pariwisata Bekelanjutan
Dampak negative dari munculnya aktifitas pariwisata berbasis industri seperti fasilitas
hotel dan resort adalah perubahan bentang alam, serta tertekan terhadap keberadaan
ekosistem setempat. Oleh karena itu untuk menghindari pemanfaatan dan pengelolaan pulau
sebagai periwisata berbasis industri, maka dibangun konsep periwisata yang lembut (soft
tourism) sebagai perlawanan terhadap pariwisata masal (mass tourism). Periwisata
berkelanjutan merupakan jenis pariwisata yang menyenangkan orang dan alam dalam suatu
arah yang bertanggungjawab (Fennel, 1999). Sedangkan menurut Yudasmara (2004),
menyebutkan bahwa periwisata berkelanjutan harus memperhatikan yaitu peningkatan
kesejateraan masyarakat lokal, menjamin keadilan antara generasi dan intragenerasi,
melindungi keanekaragaman biologi dan mempertahankan sistem ekologi yang ada serta
menjamin integrasi budaya.
Pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan memiliki kesamaan dengan konsep
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), sehingga pariwisata yang
berkelanjutan harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut ini (Hadiyati et al., 2003).
1. Secara ekologis berkelanjutan, yaitu pembangunan periwisata tidak menimbulkan
efek negative bagi ekosistem setempat. Konservasi pada daerah wisata harus
diupayakan secara maksimal untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari
efek negative kegiatan wisata.
2. Secara sosial dan kebudayaan dapat diterima, yaitu mengacu pada kemampuan
penduduk lokal menyerap usaha periwisata tanpa menimbulkan konflik sosial dan
masyarakat lokal mampu beradaptasi dengan budaya turis yang berbeda sehingga
tidak merubah budaya masyarakat lokal.
3. Secara ekonomis menguntungkan, yaitu keuntungan yang diperoleh dari kegiatan
wisata yang ada dapat meningkatkan kesejateraan dan taraf hidup masyarakat
setempat.
Saat ini ekowisata merupakan istilah yang telah dipergunakan secara internasional
untuk mempertegas konsep pariwisata yang berkelanjutan. perlu diingat bahwa ekowisata
merupakan suatu konsep wisata yang menjunjung tinggi keaslian alam dan berorientasi
ekologi. Ekowisata merupakan bagian integral dari pariwisata berkelanjutan artinya bahwa
ekosistem tidak menggambarkan bagian lain dalam pasar wisata komersial sebagaimana yang
dilakukan oleh industri pariwisata, tetapi menggambarkan suatu filosofi perjalanan yang
meliputi kriteria periwisata berkelanjutan dengan mempromosikan/memajukan perjalanan
secara harmonis dan bertanggungjawab khususny di alam.
Ekowisata pertama kali diperkenalkan oleh The International Ecotourism Society
(TIES) pada tahun 1991. Dimana TIES mendefinisikan ekowisata sebagai perjalanan
bertanggungjawab ke daerh-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan
dan memelihara kesejateraan masyarakat setempat. Sedangkan menurut Fennel (1999),
mendefinisikan ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus
pengelaman dan pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem tertentu dan memberikan
dampak negative paling rendah pada lingkungan, tidak bersifat konsumtif serta berorientasi
lokal (dalam hal kontrol. Manfaat/keuntungan yang didapatkan dan skala usaha), berada
dilokasi wisata alam dan berkonstribusi pada konservasi dan preservasi lokasi tersebut.
Pendapat ini sejalan dengan pendapat menurut Bruce et al. (2002), ekowisata merupakan
wisata yang beriorietasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan
sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan. Ekowisata adalah wisata yang
berbasis pada memperbolehkan orang untuk menikmati lingkungan alam dalam arah yang
sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Konsep pengelolaan ekowisata tidak hanya berorientasi pada keberlanjutan tetapi lebih
dari pada itu yaitu mempertahankan nilai sumberdaya dan manusia. Agar nilai-nilai tersebut
terjaga makam pengusaha ekowisata tidak melakukan eksploitasi sumberdaya alam, tetapi
hanya menggunakan jasa alam dan budaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan fisik,
pengetahuan dan psikologis pengunjung. Hal inilah yang membuat ekowisata mempunyai
nilai lestari dan tidak akan mengenal kejenuhan pasar (Yulianda, 2007).
e. Ekowisata Bahari
Ekowisata bahari menjadi menjadi konsep pariwisata yang populer di kebanyakan
negara-negara yang memiliki wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk Indonesia mulai
menerapkan ekowisata bahari sebagai suatu bentuk baru dari pariwisata yang berlawanan
dengan bentuk pariwisata masal yang tradisional dan berbasis industri. Hal ini dilakukan
sebagai dasar atau tuntutan dari para pencinta lingkungan bahwa kegiatan wisata seharusnya
memperkecil dampak negative terhadap lingkung melalui kegiatan konservasi, tetapui lebih
dari itu adalah bentuk kesadaran dan tanggungjawab manusia dalam memelihara
keberlanjutan sumberdaya alam. Ekowisata bahari (marine ecotourism) merupakan
pengmbangan dari wisata bahari (marine tourism).
Menurut Yulianda (2007) mendefinisikan ekowisata bahari sebagai ekowisata yang
memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. sumberdaya ekowisata terdiri dari
sumberdaya alam dan manusia yang dapat diintegraskan menjadi komponen terpadu bagi
pemanfaatan wisata. Ekowisata bahari merupakan kegiatan pesisir dan laut yang
dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Kemudian menurut pendapat Bruce et al.
(2002), ekowisata bahari adalah ekowisata yang terdapat di wilayah pesisir dan lingkungan
laut. aktifitas ekowisata bahari dapat berbasis perairan (water-based), berbasis daratan (land-
based) atau gabungan keduannya yang meliputi pengamatan hewan laut, selam (diving) dan
snorkeling, perjalanan mengamati dasar laut dengan perahu di permukaan, berjalan kaki di
pesisir dan pantai serta mengunjungi laut lepas dan pusat kehidupan laut.
f. Prinsip Ekowisata
Ekowisata dan konservasi tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Yulianda (2007)
menjelaskan bahwa konsep pengembangan ekowisata sejalan dengan misi konservasi yang
mempunyai tujuan yaitu menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap
mendukung sistem kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, menjamin kelestarian dan
pemanfaatan spesies dan ekosistemnya dan memberikan kontribusi kepada kesejateraan
masyarakat. Menurut Yulianda konsep pengembangan ekowisata hendaknya dilandasi pada
prinsip dasar ekowisata yang meliputi:
1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan
budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam
dan budaya setampat.
2. Pendidikan konservasi lingkungan; mendidik pengunjung dan masyarakat akan
pentingnya konservasi.
3. Pendapatan langsung untuk kawasan; retribusi atau pajak konservasi (conversation
tax) dapat digunakan untuk pengelolaan kawasan.
4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan; merangsang masyarakat agar terlibat
dalam perencanaan dan pengawasan kawasan.
5. Pengasilan bagi masyarakat; masyarakat mendapat keuntungan ekonomi sehingga
terdorong untuk menjaga kelestarian kawasan.
6. Menjaga keharmonisan dengan alam; kegiatan dan pengembangan fasilitas tetap
mempertahankan keserasian dan keaslian alam.
7. Daya dukung sebagai batas pemanfaatan; daya tampung dan pengembangan fasilitas
hendaknya mempertimbangkan daya dukung lingkungan.
8. Kontribusi pendapatan bagi nagara (pemerintah daerah dan pusat).
Ada tujuh prinsip-prinsip ekowisata menurut Ecotourism and Sustainable Development
dalam Bahar (2004) antara lain:
1. Menyangkut perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural
destinations).
Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk dan biasayanya
lingkungan tersebut dilindungi.
2. Meminimalkan dampak negative (minimized negative impact)
Pariwisata menyebabkan kerusakan tetapi ekowisata berusaha untuk meminimalkan
dampak negative yang berumber dari hotel, jalan atau infrastruktur lainnya.
Meminimalkan dampak negative dapat dilakukan melalui pemanfaatan
material/sumberdaya setampat yang dapat didaur ulang, sumber energi yang
terbaharui, pembuangan dan pengelolaan limbah dan sampah yang aman dan
menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya
setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan sesusi daya dukung objek dan
pengaturan perilakunya.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness)
Unsur paling penting dalam ekowisata adalah pendidikan, baik kepada wisatawan
maupun masyarakat penyangga objek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi
dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik objek
dank ode etik sehingga dampak negative dapat diminimalkan.
4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi
(provides direct financial benefit for conservation)
Ekowisata dapat membantu meningkatkan perlindungan langkungan, penelitian dan
pendidikan melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya.
5. Memberikan menfaat/keuntungan financial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal
(provides direct financial benefits for conservation)
Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli kepada kawasan konservasi apabila
meraka mendapatkan manfaat yang menguntungkan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Keberadaan ekowisata disuatu kawasan harus mampu meningkatkan
kesejateraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat financial dapat
dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal,
baik dalam pendidikan, wirausaha, permodalan dan manajemen.
6. Menghormati budaya setempat (respect local culture)
Ekowisata disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifa destruktif, intrusif,
polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat yang justru merupakan salah satu
‘core’ bagi pengembangan kawasan ekowisata.
7. Mendukung gerakkan hak asasi manusia dan demiokrasi (support human right and
democratic movements).
Ekowisata harus mampu mengakat harkat dan martabat masyarakat lokal yang secara
umum memiliki posisi tawar yang lebih rendah, menempatkan masyarakat sebagi
elemen pelaku dalam pengembangan suatu kawasan, sehingga terlibat langsung dalam
pengambilan keputusan serta menentukan hak-hak kepemilikan, pengembilan
keputusan secara komprehensif, adaptif dan demokrasi melalui pendekatan co-
management (integrated bottom up and top down approach).
C. Metode Pelaksanaan Pengembangan
Dalam pelaksanaannya untuk menerapkan konsep ekowisata ada beberapa tahapan yang
perlu untuk dilakukan. Dimana tahapan ini memperhatikan seluruh aspek sumberdaya yang
ada di Pulau Bunaken. Adapun beberapa tahapan yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik, potensi dan masalah yang ada di Pulau Bunaken, Kota
Manado. Baik pada daerah perairannya maupun pada daerah daratan yang akan
direncanakan dalam menerapakan konsep ekowisata.
2. Melakukan analisis keseuaian kegiatan pemanfaatan yang akan dilakukan sesuai
dengan potensi sumberdaya yang hendak akan direncanakan dalam menerapkan
konsep ekowisata bahari dan bekelanjutan.
3. Melakukan analisis daya dukung ini dilakukan sebagai dasar konsep yang akan
dikembangkan dalam melakukan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan
yang ada di Pulau Bunaken.
4. Melakukan analisis SWOT dengan memasukan beberap faktor-faktor temuan dari
hasil identifikasi karakteristik, potensi dan permasalahan serta hasil analisis
kesesuauian kegiatan pemanfaatan sumberdaya dan hasil analisis daya dukung
kawasan Pulau Bunaken.
5. Menyusun rekomendasi penerapan konsep Ekowisata sebagai pengembangan dan
pengelolaan terhadap potensi sumberdaya yang dimiliki Pulau Bunaken menjadi
distinasi pariwisata yang bekelanjutan.

D. Strategi Pengembangan Konsep Ekowisata


a. Analisis Kesesuaian
Pada dasarnya suatu kegiatan pemanfaatan yang akan dikembangkan hendaknya
disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Oleh karena itu, analisis
kesesuaian yang dimaksud adalah analisis kesesuaian dari potensi sumberdaya untuk
dikembangkan sebagai objek ekowisata bahari karena setiap kegiatan wisata mempunyai
persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan
dikembangkan (Yulianda, 2007). Pengembangan daerah yang optimal dan berkelanjutan
membutuhkan suatu pengelolaan keruangan wilayah pesisir yang matang.
Selanjutnya, Fauzi dan Anna (2005) mengatakan bahwa kebijakan menyangkut pulau-
pulau kecil pada dasarnya harus berbasiskan kondisi dan karakteristik biogeofisik serta sosial
ekonomi masyarakatnya, mengingat peran dan fungsi kawasan tersebut sangat penting baik
bagi ekosistem pesisir maupun bagi kehidupan ekosistem daratan (mainland) agar
sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Adapun kriteria wilayah yang
diperlukan untuk menentukan zona kegiatan pariwisata, yakni :
1. Mempunyai keindahan alam yang menarik untuk dilihat dan dinikmati sehingga
membawa kepuasan dan memberikan rasa relaksasi dan memulihkan semangat
produktif.
2. Memiliki keaslian panorama alam dan keaslian budaya.
3. Memiliki keunikan ekosistem.
4. Di dalam lokasi wisata tidak terdapat ancaman atau gangguan binatang buas, arus
maupun angin kencang.
5. Tersedia sarana dan prasarana (mudah dijangkau, baik melalui darat maupun melalui
laut, kemungkinan pengembangan aksesibilitas cukup baik, dekat dengan restoran,
penjualan cinderamata, tempat penginapan/hotel, dan tersedia air bersih.
Berdasarkan kriteria wilayah zona pariwisata tersebut, pada Pulau Bunaken terdapat
beberapa keindahan alam yang memiliki daya tarik wisata. Dimana dalam melakukan analisis
kesesuaian terhadap Pulau Bunaken menjadi ekowisata bahari yang berkelanjutan dibagi
berdasarkan peruntukkannya menjadi wisata pantai, wisata Snorkling dan wisata selam
(diving). Adapun analisis kesesuaian yang dilakukan terhadap karakteristik wilayah yang ada
di Pulau Bunaken yang dapat dikembangkan menjadi ekowisata dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut.
Tabel 2. Analisis Kesesuaian terhadap Karakteristik Wilayah
No. Kesesuaian Peruntukan Karakteristik Wilayah
˗ Memiliki keindahan pantai pasir putih
dan warna air laut yang biru jernih.
˗ Lokasi pantai menjadi tempat pendaratan
penyu hijau.
˗ Gelombang dan angina pantai yang
1. Wisata Pantai tenang.
˗ Terdapat resort sebagai tempat
penginapan dan fasilitas penunjang
wisata pantai.
˗ Terdapat hutan mangrove dan pepohonan
kelapa di sekitaran pantai.
˗ Pasir pantai dan air laut yang biru dan
jernih.
˗ Terdapat padang lamun.
˗ Gelombang air laut yang tenang.
˗ Terdapat tempat penyewaan peralatan
snorkeling.
˗ Terdapat penyu hijau yang berkeliaran
disekitar perairan dangkal pantai.
˗ Terdapat pesona alam bawah laut yang
indah dengan berbagai macam
keanekaragaman biota laut dan jenis ikan
Wisata Snorkling dan Wisata Selam
2. seperti penyu hijaum beberapa jenis ikan
(diving)
hiu, ikan parim taman belut laut dan
beberapa jenis ikan yang memiliki
keunikan lainnya.
˗ Terdapat terumbu karang yang memiliki
berbagai macam bentuk-bentuk yang
unik sebagai tempat tinggal beberapa
jenis biota laut dan ikan.
˗ Keindahan bawah laut memiliki
kedalaman laut yang cocok untuk
dilakukan kegiatan snorkeling dan diving
sekitar 2-5 meter dan 7-15 meter.

Karateristik wilayah Pulau Bunaken yang ada tersebut, penulis mendapatkan melalui
beberapa jenis berita di internet, artikel-artikel dan jurnal penelitian orang lain. Berdasarkan
karakteristik wilayah yang ada di Pulau dapat diketahui bahwa peruntukan bagi ekowisata
dengan wisata pantai dan wisata snorkeling dan diving sudah cukup sesuai untuk
dikembangkan.
b. Analisis SWOT
Menurut Siagian (1995) menyebutkan bahwa dalam melakukan strategis pengembangan
pariwisata perlu dilakukan suatu analisis SWOT untuk memudahkan pelaksanaan strategi
tersebut. David (2006) menjelaskan matriks SWOT merupakan suatu alat yang digunakan
untuk mencocokkan beberapa faktor yang penting untuk membantu seorang manajer dalam
mengembangkan empat tipe strategi. Empat tipe strategi tersebut diperoleh dari pemetaan
faktor-faktor yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(opportunity), serta ancaman (threat). Dari pemetaan faktor-faktor tersebut akan dapat
diperoleh empat rumusan tipe strategi yaitu SO (Strength-Opportunity), WO (Weakness-
Opportunity), ST (Strength-Threat), dan WT (Weakness-Threat). Untuk memperoleh empat
rumusan strategi tersebut, hal yang harus dilakukan adalah mencocokkan Antara faktor
internal dan eksternal yang ada di lapangan. Faktor internal dan eksternal tersebut adalah
faktor-faktor yang dapat dianalisis atau dikembangkan menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang, maupun ancaman. Dari rumusan tersebut, maka rumusan SWOT harus dimasukkan
dalam suatu matriks untuk mencocokkan dan menghasilkan empat rumusan tipe strategi
tersebut. Matriks SWOT ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. Matriks SWOT
Kekuatan (strength) : Kelemahan (weakness):
Internal
Faktor-faktor yang menjadi Faktor-faktor yang menjadi
Eksternal kekuatan kelemahan
Peluang (opportunity): Strategi SO: Strategi WO:
Faktor-faktor yang menjadi Menggunakan kekuatan Mengatasi kelemahan
peluang untuk memanfaatkan dengan memanfaatkan
peluang peluang
Ancaman (threats): Strategi ST: Strategi WT:
Faktor-faktor yang menjadi Menggunakan kekuatan Meminimalkan kelemahan
ancaman untuk menghindari ancaman dan menghindari ancaman

Analsisi SWOT ini juga dapat dijakan rumusan dalam mengembangkan potensi dan
menangani permasalahan yang ada di Pulau Bunaken. Sehingga pengembangan dan
peningkatan terhadap konsep ekowisata dapat diterapkan dengan maksimal. Baik
pengambangan pada daerah perairan maupun pada daerah daratan yang semuanya akan saling
diintegrasikan manjadi suatu kawasan yang dapat mendukung dan menunjuang satu dengan
lainya. Baik berupa potensi sumberdaya alam maupun budaya masyarakat setempat. Dengan
memaksimalkan peranan masyarakat dan pihak pemerintah dalam pengelolaan Pulau
Bunaken, Kota Manado menjadi objek wisata konservasi alam yang berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai