Mata kuliah: Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Terpadu (A) - MO184744
Nama:
Prinsip keterpaduan, unsur fungsi, unsur pusat, provinsi dan kab/kota, dan unsur lain
dalam pengelolaan wilayah pesisir.
1. Konsistensi perencanaan
2. Konsistensi pembiayaan
Pembiayan yang konsisten dalam arti terdapat dana yang disuplai secara kontinu
untuk pengolahan wilayah pesisir. Anggaran dana yang cukup memiliki peranan
yang penting dalam keberlanjutan pengelolaan.
3. Desentraliasasi pengelolaan
Indonesia adalah negara yang sangat luas dan memiliki sangat banyak pulau yang
artinya Indonesia memiliki banyak wilayah pesisir. Dengan adanya desentralisasi
pengelolaan maka dapat mempercepat pengelolaan pesisir di Indonesia secara
keseluruhan. Sebagai contoh, pengelolaan wilayah pesisir di daerah Tuban akan
lebih cepat terealisasi jika pemerintah kota Tuban yang memiliki wewenang untuk
melakukannya.
Menurut Rochette dan Comley (2015), hal awal yang perlu ada dalam
memanajemen suatu daerah pesisir adalah menyadari diperlukannya manajemen suatu
daerah pesisir itu sendiri. Hal tersebut dapat berbentuk dokumen resmi salah satunya
seperti peraturan yang berlaku atau surat yang memerintahkan perlu dilakukannya
manajemen daerah pesisir.
Setelah itu menentukan daerah yang akan dimanajemen. Daerah yang telah
ditentukan dianalisis dan diambil berbagai macam data. Seperti keadaan kesehatan,
sumber polusi, kondisi social ekonomi, dan lain-lain. Evaluasi dari manajemen
sebelumnya juga perlu didapatkan untuk merencanakan ICZM.
Selanjutnya menjamin partisipasi dari stakeholder yang dimulai sejak tahap
evaluasi sebagai pihak yang berkegiatan langsung di daerah studi. Diharapkan
didapatkannnya informasi yang akan membantu perencanaan manajemen daerah pesisir.
Untuk memudahkan manajemen daerah pesisir, ikut serta pihak otoritas dalam hal ini
sangat penting.
Dalam melakukan prinsip ICZM hal yang dilakukan pertama kali adalah
merencakan aksi. Menetapkan tujuan yang jelas mengenai kegiatan atau kerja yang akan
dilakukan di wilayah pesisir. Membuat timeline kerja yang jelas dan tertata. Serta
memikirkan manfaat yang bisa dihasilkan dari pengolahan wilayah pesisir.
Hal yang selanjutnya dilakukan yaitu membuat rencana pengelolaan diantaranya:
1. Rencana kerja
→ Perencanaan pekerjaan yang akan dilakukan selama proses pembangunan.
2. Pengaturan koordinasi
→ koordinasi yang terencana antar stake holder dalam proses pengolahan pesisir.
3. Kampanye publik
→ Kesepahaman antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat perlu
untuk dilakukan untuk meminimalisasi konflik yang mungkin terjadi di kemudian
hari.
→ Pertimbangan yang matang dalam memilih wilayah pesisir yang akan dikelola
sangat perlu dilakukan. Potensi dan sumberdaya yang ada menjadi hal yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan wilayah pesisir.
Integrated Coastal Zone Management
Dalam melakukan pengolahan wilayah pesisir dan laut dapat dijumpai beberapa
hambatan. Hambatan ini dapat diklasifikasikan dalam 2 diantaranya hambatan yang
muncul jika dilihat dari segi teknologi dan hambatan jika dilihat dari sisi ekonomi-sosial.
Dalam bidang teknologi, Indonesia masih banyak mengimpor teknologi dari negara
luar, dalam bidang teknologi kelautan misalnya alat pengebor minyak, crane dll masih
mengimpor dari negara luar. Hal ini dikarenakan masih kurangnya inovasi-inovasi dalam
bidang teknologi. Biaya research/penelitian bisa jadi merupakan salah satu penghambat
kurangnya inovasi teknologi Indonesia.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam pengembangan wilayah pesisir menjadi
salah satu hambatan untuk dapat terlaksananya pengolahan wilayah pesisir. Kurangnya
penelitian yang berkaitan dengan pengolahan wilayah pesisir. Dana menjadi salah satu
faktor penting terjadinya hambatan pembangunan di kawasan pesisir.
Ditinjau dari segi ekonomi sosial terdapat beberapa hambatan dalam
melaksanakan wilayah pesisir diantaranya, mata pencaharian masyarakat pesisir
mungkin saja terganggu dan kehidupan biota laut bisa terganggu. Dengan adanya
pembangunan di wilayah pesisir dimana di wilayah tersebut terdapat masyarakat pesisir
yang berprofesi sebagai nelayan, petani garam, dan pekerjaan laut lainnya, maka
perkerjaan ini bisa terganggu. Masyarakat yang profesinya memancing bisa terhenti jika
wilayah pesisirnya dibangun menjadi wilayah wisata sehingga dalam melaksanakan
pembangunan bisa terhambat oleh ketidaksetujuan warga jika daerah tempat tinggalnya
dibangun wilayah wisata ataupun kawasan industri seperti powerplant. Dengan adanya
pembangunan di wilayah pesisir seperti wilayah wisata maupun powerplant maka resiko
munculnya limbah, polusi, dan sampah akan menjadi besar. Dikarenakan kemampuan
teknologi Indonesia dalam mengelola limbah masih kurang, maka hal ini bisa menjadi
hambatan dilaksanakannya pembangunan di wilayah pesisir.
Korupsi. Korupsi dapat menjadi salah satu hambatan bagi berjalannya
pengelolaan kawasan pesisir. Pemerintah yang tidak jujur dalam menganggarkan dana
untuk pengelolaan pesisir dapat mengakibatkan tidak berjalannya ICZM.
sebenarnya ICZM adalah sebuah konsep yang saat ini dianggap paling ideal untuk
diterapkan di daerah pesisir. Namun ada bebeapa poin – poin yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan ICZM. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu . Dalam pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu (ICZM) perlu
diperhatikna beberapa hal, antara lain (Kay, 1999):
1) Peran dari prsinsip pembangunan berkelanjutan dari para perencana dan pemegang
kebijakan merupakan tantangan untuk dapat mentransfer dalam pengelolaan
2) Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir, merupakan hal yang sangat berkaitan
erat.
3) Perencanaan dan pengelolaan yang mengacu, pada komitmen dari berbagai pihak
menjadi penting, sehingga muncul berbagai bentuk pengelolaan seperti community
Integrated Coastal Zone Management
based, collaborative and co community based. Bentukan ini merupakan antisipasi dari
konflik kepentingan bagi multipihak.
4) Pengelolaan wilayah pesisir merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama.
Tanggungjawab dan pengelolaan yang berkelanjutan meliputi usaha internasional hingga
pada tataran lokal, bersama dengan pengguna wilayah pesisir, penduduk, perusahaan,
Perusahaan swasta, kelompok swasta, kelompok-kelompok advokasi, dan pemerintah.
Kemitraan ini perlu dijalin untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan bersama-
sama.
5) Pengelolaan wilayah pesisir yang berhasil adalah yang berbasis pada tradisi (local
knowledge), terkait dengan sumberdaya alam dan pengelolaannya.
7) Strategi perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dapat diramu dengan berbagai
multipihak yang terkait, merujuk kebijakan, dan dalam skala yang berbeda dan terkait.
Sehingga ada orientasi yang terintegrasi.
8) Melakukan evaluasi pada keberhasilan. Kebijakan dan program wilayah pesisir harus
selalu dievaluasi dan dimonitor untuk memberikan ukuran keberhasilannya.