Anda di halaman 1dari 161

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG

BERKAITAN DENGAN NOTARIS DALAM


PEMBUATAN AKTA (STUDI PUTUSAN MAJELIS
PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN)
SUMATERA UTARA TAHUN 2015-2018)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi


Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

Rasyada Abdillah
177011174

MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


2

Universitas Sumatera Utara


Telah Diuji Pada

Tanggal : 06 Desember 2019

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Dr. T. Devi Keizerina Anwar, S.H., C.N., M.Hum.

ANGGOTA : 1. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum.

2. Dr. Henry Sinaga, S.H., M.Kn.

3. Dr. Tony, S.H., M.Kn.

4. Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn.

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya, Rasyada Abdillah dengan ini menyatakan bahwa tesis saya dengan judul:

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN


DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA (STUDI PUTUSAN
MAJELIS PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA
TAHUN 2015-2018)

Adalah karya orisinil saya dan setiap seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai
dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister kenotariatan Universitas
Sumatera Utara.

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dengan
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Universitas Sumatera Utara


PERSETUJUAN PUBLIKASI
TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rasyada Abdillah


NIM : 177011174
Program Studi : Magister Kenotariatan

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui memberikan kepada


Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive
Royalty Free Right) untuk mempublikasikan tesis saya yang berjudul:

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN


DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA (STUDI PUTUSAN
MAJELIS PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA
TAHUN 2015-2018)

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalih media/memformat, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian persetujuan publikasi ini saya buat dengan sebenarnya.

Universitas Sumatera Utara


Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah
selesai dari suatuurusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang
lainnya, dan kepada Tuhanmulahhendaknya kamu berharap” (QS. Al-Insyirah: 6-
8)

Alhamdulillah... dengan ridha-Mu ya Allah


Amanah ini telah selesai, sebuah langkah usai sudah. Cita telah ku
gapai, namunitu bukan akhir dari perjalanan ku, melainkan awal
dari sebuah perjalanan

Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah,


kupersembahkan karyatulis ini untuk yang termulia, Ayahanda Abdurrahman
Saputra yang telah berjuang dengan gigih membesarkan dan mendidik dengan
penuh kasih sayang dan mengajarkan berbagai ilmu serta membimbing penulis
hingga sekarang dan pengorbanan yang sungguh luar biasa. Terima kasih Ibunda
saya, Hamiyati yang selalu sabar dan lembut dalam mendidik anak-anaknya,
hingga semua anak-anaknya telah beranjak dewasa. Semoga kita semua selalu
diberikan nikmat oleh Allah dan dijauhkan dari segala hal yang buruk. Amin.

Ucapan terimakasih yang sangat besar juga ku persembahkan untuk adik-adikku


tercinta, Astha Faina, S.M. dan Nuzaffar Habar yang telah memberikan semangat
dan doa selama ini. Walau diantarakita sering terjadi kesalahpahaman dan saya
selalu tegas dan keras dalam mendidik kalian, itu hanya cara saya mendidik agar
kita semua dapat menjadi orang yang dapat sukses tidak hanya di dunia, namun
juga di akhirat. Ketulusan hati meminta maaf atas segala kesalahanyang telah
terjadi baik disengaja ataupun tanpa disengaja. Semoga kita semua akanmenjadi
orang yang sukses yang dapat membanggakan kedua orang tua kita. Serta untuk
calon istriku yang tersayang, Purnama Sari Ramadhani, S.Psi. yang selalu
memberikan motivasi, sumbangan fikiran, waktu, dan masih banyak hal lain yang

Universitas Sumatera Utara


telah engkau berikan untuk membantu penulis dalam berbagia hal khususnya
dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Semoga kita tetap selalu diberikan nikmat
oleh Allah dan dijauhkan dari segala musibah dan semoga apa yang kita impikan
dapat terwujud. Amin ya Allah.

Untuk tulusnya persahabatan dan cinta yang telah terjalin, orang-orang terdekat
yaitusahabatku, Faisal Ramadhan Harahap, Raskita J.F. Surbakti, Mavoarota
Jamili, Satria Ginting, Panji Prapdayuda, Muhammad Rizza Fuady, Zulfikar,
Subhan, Alfred, Dara Triani Putri, Dara Ayuwi, Alifah Nadra, Lyla Mayasari,
Aulia Ummulmadinah, Julaifa Sarah,Sarmaida Sagala, Nursara Siregar, Indarsi
Unthari, Inka Kristina Gultom, Hendrika Saut Situmorang, Suka dukatelah kita
lalui selama ini dari awal perkuliahan hingga sekarang. Begitu banyak
kenanganindah yang telah terjadi. terima kasih telah membantu, memberikan
motivasi, dan kekuatanselama ini. Serta doa dan dukungan selama ini. Semoga tali
silaturahmi dapat terjalin denganbaik sampai kita tua nanti. Semoga Allah
membalas semua kebaikan kalian dan semoga kitasemua menjadi orang-orang yang
sukes. Aamiin.

Terimakasih sedalam-dalamnya saya ucapkan juga kepada Ibu Dr. T. Devi


Keizerina Anwar, S.H., C.N., M.Hum., Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum dan
Bapak Dr. Henry Sinaga, S.H., M.Kn.yang telah banyak memberikan inspirasi,
motivasi dan edukasi kepada saya dari awal perkuliahan sampai sekarang sehingga
saya dapat menjadi seorang Magister.

Kesuksesan bukanlah suatu kesenangan bukan pula suatu kebanggaan, hanya


suatu perjuangan dalam menggapai sebutir mutiara keberhasilan... Semoga Allah
memberikan rahmat dan karunia-Nya.
“...Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasannya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
(kepadanya) dengan balasan yang sempurna”(An-Najm: 39-41)

Salam

Rasyada Abdillah

Universitas Sumatera Utara


BIODATA

1. Nama Lengkap : Rasyada Abdillah


2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/22 September 1994
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Status Perkawinan : Belum Menikah
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jl. Bromo Gg. Sederhana No. 17 Medan
7. Nomor HP : 081361337176
8. Nama Orang Tua
a. Nama Ayah : Abdurrahman Saputra
b. Pekerjaan : Wiraswasta
c. Alamat : Jl. Bromo Gg. Sederhana No. 17 Medan
d. Nama Ibu : Hamiyati
9. Riwayat Pendidikan
a. SD Swasta Al-Ulum Medan, Tahun 2000-2006
b. SMP Swasta Al-Ulum Medan, Tahun 2006-2009
c. SMA Negeri 2 Medan, Tahun 2009-2012
d. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Jurusan
Hukum Perdata, Tahun 2012-2016
e. Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Magister Kenotariatan,
Tahun 2017-2019

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Asslammu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji dan syukur hanya milik Allah Subhanallahu wa ta‟ala yang telah

memberikan kesempatan kepada peneliti dalam penyusunan tesis yang berjudul

“Permasalahan Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Notaris Dalam

Pembuatan Akta (Studi Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara Tahun 2015-2018)” ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat

dan salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Besar Muhammad Salallahu „alaihi

wassalam yang telah bersusah payah membawa umatnya dari alam kegelapan ke

alam yang terang benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Peneliti

menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan dan

kelemahan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Oleh sebab itu,

Peneliti sangat mengharapkan adanya penelitian lanjutan guna kesempurnaan

penelitian ini. Pada kesempatan ini peneliti mengucapakan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini dan kepada

pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan

perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister

Kenotariatan, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S,H, C.N, M.Hum, selaku Ketua Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

juga selaku pembimbing pertama yang telah banyakmeluangkan waktu dan

pikiran serta sabar dalam mengarahkan penelitidalam menyelesaikan penulisan

tesis ini.

4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H, M.A, selaku Sekretaris Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku pembimbing kedua yang

telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran

danperhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Henry Sinaga S,H., M.Kn, selaku pembimbing ketiga yang telah

meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, dorongan, saran

danperhatian hingga selesai penulisan tesis ini.

7. Bapak Dr. Tony, S.H., M.Kn. dan Bapak Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn. selaku

dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan penulisan

tesis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan,

bimbingan serta arahan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses

kegiatan perkuliahan.

9. Seluruh Staf/Pegawai Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu

ii

Universitas Sumatera Utara


dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis

menyelesaikan tesis ini.

10. Ibu Rahmayani Saragih, S.H., M.H. selaku Sekretaris Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dan seluruh jajaran Kantor Wilayah

Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara dan juga kepada

Ibu Ihdina Nida Marbun, S.H., M.Kn. dan Ibu Rohmawaty Sondang

Saragih, S.H. selaku Notaris/PPAT yang telah banyak membantu memberikan

bantuan dalam bentuk data maupun wawancara kepada Peneliti.

11. Kedua orang tua tercinta, Abdurrahman saputra dan Hamiyati, yang telah

memberikan dukungan materiil dan moriil, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan Pendidikan.

12. Kedua adik-adik tercinta, Astha Faina, S.M. dan Nuzaffar Habar, yang telah

memberikan dukungannya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

13. Calon istri tercinta, Purnama Sari Ramadhan, S.Psi., yang telah memberikan

dukungannya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan

ini.

14. Sahabat-sahabat dan juga seluruh mahasiswa angkatan 2017 yang telah banyak

membantu dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisantesis ini.

Semoga rahmat dan hidayah serta lindunganNya selalu dilimpahkam

kepadakita semua selaku orang-orang yang selalu ingin mencari kehidupan yang

iii

Universitas Sumatera Utara


lebihbaik di dunia dan di akhirat. KepadaMu kami menyerahkan diri dan ampunan.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin Ya Rabbal’aalamiin.

Medan, 18 Februari 2020

Peneliti,

Rasyada Abdillah

177011174

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ v
ABSTRAK............................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................................... 13
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 14
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 15
E. Keaslian penelitian .......................................................................... 15
F. Kerangka Teori dan konsepsi .......................................................... 17
1. Kerangka Teori......................................................................... 17
2. Kerangka Konsepsi .................................................................. 23
G. Metode Penelitian ............................................................................ 26
1. Jenis dan Sifat Penelitian.......................................................... 26
2. Sumber Data ............................................................................. 28
3. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 30
4. Lokasi Penelitian ...................................................................... 31
5. Analisis data ............................................................................. 31

BAB II PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG


BERKAITAN DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN
AKTA DI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH NOTARIS
(MPWN) SUMATERA UTARA DARI TAHUN 2015 SAMPAI
TAHUN 2018
A. Mekanisme pengawasan, pemeriksaan, dan penjatuhan sanksi
kepada Notaris terhadap pelanggaran Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ......................................... 33
1. Pengawasan Notaris ............................................................... 33

Universitas Sumatera Utara


2. Pemeriksaan Notaris .............................................................. 36
3. Penjatuhan Sanksi .................................................................. 38
B. Upaya hukum Notaris yang dijatuhkan sanksi oleh Majelis
Pengawas Notaris (MPN) .............................................................. 48
C. Permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan
Notaris dalam pembuatan akta di Majelis Pengawas Wilayah
Notaris (MPWN) Sumatera Utara dari tahun 2015 sampai tahun
2018 ................................................................................................. 50

BAB III IMPLEMENTASI KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS


WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA DALAM
MENYELESAIKAN PERMASALAHAN-PERMASALAHAN
HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN NOTARIS DALAM
PEMBUATAN AKTA
A. Kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab Notaris ............ 87
1. Kewenangan Notaris ................................................................ 87
2. Kewajiban Notaris .................................................................... 92
3. Tanggung jawab Notaris .......................................................... 95
B. Tinjauan umum tentang Majelis Pengawas Notaris (MPN) ..... 100
C. Implementasi Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris
(MPWN) Sumatera Utara dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan hukum yang berkaitan dengan Notaris dalam
pembuatan akta ............................................................................. 104

BAB IV KEPATUHAN NOTARIS TERHADAP KEPUTUSAN MAJELIS


PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA
UTARA DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN-
PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN
NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA DI MAJELIS
PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA
UTARA DARI TAHUN 2015 SAMPAI TAHUN 2018

vi

Universitas Sumatera Utara


A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan.......................................... 112

B. Kepatuhan Notaris Terhadap Keputusan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara Dalam Menyelesaikan

Permasalahan-Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan

Notaris Dalam Pembuatan Akta Di Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara Dari Tahun 2015 Sampai

Tahun

2018................................................................................................. 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan .................................................................................... 133
B. Saran ............................................................................................... 134
`

vii

Universitas Sumatera Utara


PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN
DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTADI MAJELIS
PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Notaris dalam menjalankan kewenangannya sering dilaporkan oleh pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap akta autentik ke Majelis Pengawas Wilayah
Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Ternyata kasus tersebut bermula dari produk yang
dibuat sendiri oleh Notaris, yaitu akta autentik. Setidaknya ada 4 (empat) potensi
masalah yang mudah menjerat Notaris dari sanksi administratif yang diberikan
Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, yaitu:Pada saat akta
itu dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta tersebut, ternyata ada
pihak lain yang merasa dirugikan misalnya pihak ke-3, ketidak cermatan/kurang
telitinya Notaris dalam membuat akta autentik, kesengajaan Notaris dalam membuat
akta autentik yang menyebabkan akta itu hanya menguntungkan salah satu pihak atau
Notaris menjadi pihak dalam akta autentik sehingga akta itu menjadi akta dibawah
tangan, dan para pihak yang datang kepada Notaris memberikan keterangan/data
yang tidak benar dalam pembuatan akta autentik.
Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang
bersifat deskriptif analisis. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berasal dari
penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.
Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan, Permasalahan-permasalahan
hukum yang berkaitan dengan akta Notaris di Majelis Pengawas Wilayah Notaris
(MPWN) Sumatera Utara dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 ada 14 (empat
belas) bentuk pelanggaran, yaitu: Notaris tidak membacakan akta, Notaris membuat
akta baru tanpa sepengetahuan para pihak, Notaris tidak amanah, tidak jujur, dan
tidak menjaga kepentingan para pihak dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris
melakukan rangkap jabatan, Notaris tidak cermat dan tidak hati-hati dalam membuat
akta autentik, Notaris membuat akta pengakuan, Notaris membuat akta fiktif, Notaris
melakukan pembatalan akta secara sepihak, Notaris tidak mau mengeluarkan salinan
kedua, Notaris tidak mengirim laporan bulanan Notaris ke Majelis Pengawas Daerah
Notaris (MPDN), Notaris memeras pihak yang berkepentingan terhadap akta, akta
Notaris ditandatangani tidak dihadapan Notaris, Notaris membuat surat kuasa
menjual terhadap suatu objek jaminan, Notaris membuat akta jual beli PPAT.
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah masih lebih banyak
Notaris yang dinyatakan bersalah daripada Notaris yang dinyatakan tidak tidak
bersalah. Ini membuktikan bahwa masih banyak Notaris yang tidak menjadikan
Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris sebagai tuntunannya, baik
ketika ia menjalankan tugasnya sebagai Notaris maupun dalam kehidupan sehari-
harinya, dan pula Notaris harus selalu menjunjung tinggi sumpah jabatannya sebagai
Notaris.

Kata Kunci : Notaris, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera


Utara, Akta Notaris.

viii

Universitas Sumatera Utara


ix

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris sebagai pejabat umum kehadirannya dikehendaki oleh aturan

hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang

membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa

atau perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini mereka yang diangkat sebagai

Notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat, dan atas

pelayanan tersebut, masyarakat yang telah merasa dilayani oleh notaris sesuai

dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada Notaris. Oleh

karena itu Notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya. 1

Notaris biasanya dianggap sebagai pejabat tempat seseorang dapat

memperoleh nasehat yang diandalkan.Notaris yang dalam profesinya

sesungguhnya merupakan instansi yang dengan akta-aktanya menimbulkan alat

bukti tertulis dan mempunyai sifat autentik dan dapat berbuat banyak untuk

mendorong masyarakat guna mempergunakan akta autentik (apa yang dimaksud

dengan akta autentik diatur dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata yang berbunyi: adalah akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-

undang diperbuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang terhadap itu

ditempat dimana akta itu diperbuat)2 sebagai alat-alat pembuktian tertulis.3

1
Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Cet. III, Refika Aditama, Bandung, 2013, h.32.
2
M.U. Sembiring, Teknik Pembuatan Akta, Pogram Pendidikan Spesialis Notariat
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997, h. 5.
3
R. Soegondo Notodisoerojo, Hukum Notariat Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2007, h. 82.

1
Universitas Sumatera Utara
2

Notaris, selaku pejabat umum dalam setiap pelaksanaan tugasnya, tidak

boleh keluar dari “rambu-rambu” yang telah diatur oleh perangkat hukum yang

berlaku. Notaris dituntut untuk senantiasa menjalankan tugas dan jabatannya,

sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku. Notaris wajib menjunjung tinggi

martabat jabatannya, baik saat menjalankan tugas jabatannya maupun di luar

tugas jabatannya. Ini berarti bahwa notaris harus selalu menjaga agar perilakunya

tidak merendahkan jabatannya, martabatnya, dan kewibawaannya sebagai

Notaris.4

Notaris berasal dari kata Notarius yang berarti penulis cepat atau

stenografer, yang berasal pada zaman Kaisar Yustinianus (Romawi). Pada masa

itu telah dikenal pembuatan alat bukti. Pada awalnya alat bukti itu hanyalah

berdasarkan kepada saksi, dimana saksi itu adalah orang yang pada perbuatan

hukum itu berlangsung. Saksi tersebut dihadapkan untuk memberikan kesaksian

tentang apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat. Namun seiring

perkembangan zaman, mulailah dipikirkan tentang kelemahan alat bukti saksi

tersebut, sebab sesuai dengan perkembangan masyarakat, perjanjian-perjanjian

yang dikembangkan anggota masyarakat semakin kompleks dan rumit, disisi lain

mungkin saja jangka waktu perjanjian yang mereka buat lebih panjang yang

melebihi usia manusia.5

4
Daud Widya Pranata Septiadi, Keabsahan Akta Notaris Disaat Terjadi Ketidaksesuaian
Jabatan Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dengan Wilayah Yang Berbeda, Tesis,
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,
2016,h. 1.
5
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, h. 33.

Universitas Sumatera Utara


3

Lembaga Notaris pertama kali masuk ke Indonesia pada Abad ke-17

dengan keberadaan Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC). Jan Pieterszoon

Coen yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (sekarang

Jakarta), mengangkat Melchior Kerchem sebagai sekretaris College Van

Schepenen (urusan perkapalan kota) untuk merangkap sebagai notaris yang

berkedudukan di Jacatra pada tanggal 27 Agustus 1620.6

Pada tanggal 1 Juli 1860, pemerintah Hindia Belanda telah menetapkan

Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, yang

terdiri dari 66 pasal. Peraturan Jabatan Notaris ini masih berlaku sampai dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Setelah Indonesia merdeka, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui

berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945,

dengan dasar tersebut tetap diberlakukannya statsblad 1860 Nomor 3. Sejak tahun

1948 kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh menteri kehakiman,

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1948 Tentang Lapangan

Pekerjaan, Susunan, Pimpinan Dan Tugas Kewajiban Kementerian Kehakiman.

Tahun 1949 melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang salah satu hasil

kesepakatannya yaitu tentang penyerahan kedaulatan, membawa akibat kepada

status Notaris berkewarganegaraan Belanda yang ada di Indonesia, harus

meninggalkan jabatannya. Dengan demikian terjadi kekosongan Notaris di

Indonesia, untuk mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan kewenangan yang

ada pada Menteri Kehakiman dari tahun 1949 sampai 1954 menetapkan dan

6
Habib Adjie, op.cit., h. 1.

Universitas Sumatera Utara


4

mengangkat wakil Notaris untuk menjalankan tugas jabatan Notaris dan

menerima protokol yang berasal dari Notaris yang berkewarganegaraan Belanda.7

Pasal 1 angka 1Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang ini atau berdasarkan undang-undang lainya. Pembuatan akta autentik ada

yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Akta autentik pada hakikatnya

memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak

kepada Notaris. Akta autentik dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Akta yang dibuat oleh pejabat (akta relaas)

2. Akta yang dibuat dihadapan pejabat oleh para pihak yang

berkepentingan (akta partij).8

Notaris mempunyai kewenangan yang telah ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan. Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur

dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Dengan demikian setiap wewenang ada batasannya sebagaimana

yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan yang

diperoleh suatu jabatan mempunyai sumber asalnya. Dalam hukum administrasi

kewenangan bisa diperoleh secara atribusi, delegasi dan mandat.Berdasarkan

7
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2009, h. 4.
8
Herry Susanto, Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam Kontrak, FH UII
Press, Yogyakarta, 2010, h. 6.

Universitas Sumatera Utara


5

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) ternyata notaris sebagai pejabat umum

memperoleh kewenangan secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan

dan diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) sendiri.9

Kewenangan Notaris diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-

Undang nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yaitu:

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal, menyimpan

akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.

(2) Selain itu Notaris juga berwenang,

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

dibawah tangan dengan mendaftarkannya dalam buku khusus.

b. Membukukan surat dibawah tangan,

c. Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat

tersebut,

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya,

e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta,

f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan,

9
Habib Adjie, op.cit., h.78.

Universitas Sumatera Utara


6

g. Membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan yang diatur pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris

mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.

Kewenangan Notaris dapat diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan

undang-undang kepada Notaris untuk membuat akta autentik maupun kekuasaan

lainnya. Secara filosofis, Notaris diberikan kewenangan untuk membuat akta

autentik maupun akta lainnya, yaitu untuk memberikan kepastian hukum terhadap

perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat atau subjek hukum. Sedangkan

secara sosiologis banyak kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada Notaris

tidak dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini disebabkan karena masih banyak

Notaris yang belum mengetahui tentang adanya kewenangan itu, seperti

kewenangan untuk membuat akta koperasi, akta wakaf, dan akta lainnya. 10

Notaris merupakan perwujudan dalam pelaksanaan kepastian hukum.

Kewenangan notaris dalam setiap tugas dalam melaksanakan jabatannnya adalah

mewujudkan kepastian hukum dalam akta-akta yang dibuatnya.11

Notaris dalam menjalankan profesinya, tidak lepas dari aktifitas ekonomi

(salah satunya dapat mendorong iklim investasi) 12 . Aktifitas ekonomi adalah

aktifitas transaksi dalam perdagangan yang merupakan hubungan hukum. Oleh

10
Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, h. 27.
11
Jusmar, Peran Majelis Kehormatan Notaris Sumatera Utara Dalam Memberikan
Perlindungan Dan Penegakan Hukum Sesuai Dengan Undang-Undang Jabatan Notaris, Tesis,
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2018, h. 16.
12
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Kepemilikan Properti Di Indonesia
Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing, Mandar Maju, Bandung, 2013, h.31.

Universitas Sumatera Utara


7

karena itu haruslah diatur oleh hukum.13 Beragam pelanggaran dapat terjadi dalam

sebuah praktik kenotariatan. Pelanggaran tersebut dapat karena disengaja atau

tidak. Pelanggaran itu diantaranya adalah keberpihakan Notaris terhadap salah

satu pihak, ikut mempromosikan sebuah kegiatan komersil atau menjelek-

jelekkan Notaris lain. Disadari atau tidak, pelanggaran-pelanggaran tersebut kerap

terjadi dan tentu saja ada pihak-pihak yang dirugikan dari pelanggaran-

pelanggaran tersebut. Pihak yang biasanya sering dirugikan adalah klien dari

Notaris itu sendiri.14

Perilaku Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya rentan terhadap

penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga pembinaan

dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan agar Notaris diharapkan

dapat menjalankan profesi jabatannya dengan selalu meningkatkan kualitas

profesionalisme dan perlindungan hukum kepada masyarakat.15

Notaris dalam menjalankan kewenangannya sering dilaporkan oleh pihak-

pihak yang berkepentingan terhadap akta autentik tersebut ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Ternyata kasus tersebut bermula dari

produk yang dibuat sendiri oleh Notaris tersebut, yaitu akta autentik. Setidaknya

ada 4 (empat) potensi masalah yang mudah menjerat Notaris dari sanksi

13
Sutiarnoto, Tantangan Dan Peluang Investasi Asing Di Indonesia, Pustaka Bangsa
Press, Medan, 2008, h. 1.
14
Silvia Sumbogo, Analisis Hukum Tentang Wewenang Majelis Pengawas Daerah Pasca
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/Puu-X/2012, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2015,h. 3.
15
Junita Tampubolon, Analisis Yuridis Akibat Hukum Dari Buku Daftar Akta Notaris
Yang Tidak Ditandatangani Dan Di Paraf Kepada Majelis Pengawas Daerah, Tesis, Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2019,h. 3.

Universitas Sumatera Utara


8

administratif yang diberikan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara, yaitu:

1. Pada saat akta itu dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam akta

tersebut, ternyata ada pihak lain yang merasa dirugikan misalnya pihak ke-

3.

2. Ketidak cermatan/kurang telitinya Notaris dalam membuat akta autentik.

3. Kesengajaan Notaris dalam membuat akta autentik yang menyebabkan

akta itu hanya menguntungkan salah satu pihak atau Notaris menjadi pihak

dalam akta autentik sehingga akta itu menjadi akta dibawah tangan.

4. Para pihak yang datang kepada Notaris memberikan keterangan/data yang

tidak benar dalam pembuatan akta autentik.16

Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan

Hak Asasi Manusia, bertugas untuk melayani kepentingan masyarakat yang

memberi kepercayaannya kepada Notaris, untuk membuat akta autentik mengenai

perbuatan hukum yang diinginkan oleh masyarakat. Adapun tujuan masyarakat

mendatangi Notaris untuk membuat akta otentik yaitu karena akta otentik tersebut

akan berlaku sebagai alat bukti yang sempurna baginya. Selain itu, Notaris dalam

menjalankan jabatannya perlu diberikan perlindungan hukum, antara lain pertama,

untuk tetap menjaga keluhuran harkat dan martabat jabatannya, termasuk ketika

memberikan kesaksian dan berproses dalam pemeriksaan dan persidangan, kedua

untuk merahasiakan keterangan yang diperoleh, guna pembuatan akta Notaris dan

16
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 21 Januari
2019.

Universitas Sumatera Utara


9

ketigauntuk menjaga minuta atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta

atau protokol Notaris dalam penyimpanan oleh Notaris.17

Sejak hadirnya institusi Notaris di Indonesia pengawasan terhadap Notaris

selalu dilakukan oleh lembaga peradilan dan sejak terbitnya Undang-Undang 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris pengawasan dilakukan oleh Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Tujuan dari pengawasan tersebut

agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua

persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris, demi untuk

pengamanan dari kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh

pemerintah, bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri, tetapi untuk

kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Tujuan lain dari pengawasan ini adalah

Notaris dihadirkan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan alat bukti

berupa akta autentik sesuai permintaan yang bersangkutan kepada

Notaris. 18 pengembanan jabatan Notaris adalah pelayanan kepada masyarakat

secara mandiri dan tidak memihak dalam bidang kenotariatan yang

pengembanannya dihayati sebagai panggilan hidup bersumber pada semangat

pengabdian terhadap sesama manusia demi kepentingan umum serta berakar

dalam penghormatan terhadap martabat manusia pada umumnya dan martabat

Notaris pada khususnya.19

17
Nurhapifah Asri Lubis, Penerapan Asas Keadilan Dalam Pelaksanan Sidang Pemeriksan
Dugaan Pelanggaran Jabatan Notaris Dan Etika Profesi Notaris,Tesis, Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2018, h. 83.
18
Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Refika
Aditama, Bandung, 2011, h. 3.
19
Risma Ernawati S, Analisis Yuridis Terhadap Notaris Yang Bertindak Sebagai
Perantara Berkaitan Dengan Jual Beli Tanah, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 2018,h. 6.

Universitas Sumatera Utara


10

Hadirnya pengawasan terhadap Notaris ini, tidak menutup kemungkinan

bahwa tidak akan terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris.

Karena betapapun ketatnya pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, tetap saja bisa terjadi pelanggaran.

Hal ini harus diselaraskan pula dengan kesadaran dan rasa penuh tanggung jawab

dalam melaksanakan tugas jabatannya sebagai Notaris yang mengikuti aturan

hukum yang berlaku. Tidak kalah pentingnya lagi, adanya peranan masyarakat

untuk mengawasi dan senantiasa melaporkan tindakan Notaris yang dalam

melaksanakan tugas jabatannya tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku

kepada Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Dengan

adanya laporan seperti ini, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara dapat menindak tindakan Notaris yang tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.20

Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai instansi yang berwenang

melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap Notaris.

Tiap jenjang Majelis Pengawas Notaris (MPN) terdiri dari Majelis Pengawas

Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dan Majelis Pengawas Pusat

(MPP) yang mempunyai wewenang masing-masing. kewenangan Majelis

Pengawas Notaris (MPN) diatur dalam:

1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

20
Habib Adjie, Memahami Majelis Pengawas Notaris (MPN) Dan Majelis Kehormatan
Notaris (MKN), Refika Aditama, Bandung, 2017, h. 9.

Universitas Sumatera Utara


11

3. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan

Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan

Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris,

4. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Tata Susunan Organisai, Tata Cara

Pengangkatan Anggota Dan Tata Kerja Majelis Pengawas,

5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan,

Perpindahan Pemberhentian, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

6. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Dan

Pemanggilan Notaris.

7. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi

Administratif Terhadap Notaris.

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 TentangJabatan Notaris

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh

menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut, menteri membentuk majelis

pengawas yang terdiri dari 9 (sembilan) orang, terdiri dari unsur:

1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang,

Universitas Sumatera Utara


12

2. Organisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang,

3. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang.

Pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Notaris (MPN) terhadap

Notaris tersebut dimana didalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian

setidaknya Notaris diawasi oleh anggota majelis pengawas yang memahami dunia

Notaris. Adanya anggota majelis pengawas dari Notaris merupakan pengawasan

internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris yang mengetahui dan memahami

dunia Notaris luar-dalam. Sedangkan unsur lainnya yang mewakili dunia

akademik dan dunia pemerintahan. Perpaduan keanggotaan majelis pengawas

dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga

setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dariUndang-

Undang Jabatan Notaris(UUJN) karena diawasi oleh internal dan eksternal.21

Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris tidak hanya

pelaksanaan tugas jabatan Notaris saja, yang sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris (UUJN), tetapi juga Kode Etik Notaris dan tindakan-tindakan atau

perilaku kehidupan Notaris yang dapat melakukan perbuatan yang tidak baik bagi

martabat Notaris.22 Kehadiran Majelis Pengawas Notaris (MPN) dapat diartikan

bahwa selama ini majelis pengawas merupakan aparat penegak hukum yang

menjalankan peradilan bagi Notaris. Majelis Pengawas Notaris (MPN) menurut

Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

21
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Op.,Cit, h. 173.
22
Melky S. Pardede, Efektivitas Kewenangan Majelis Pengawas Daerah Dalam Rangka
Pengawasan Terhadap Notaris Di Kabupaten Toba Samosir, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2017, h. 78.

Universitas Sumatera Utara


13

Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 adalah suatu badan yang memiliki lingkup

kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan

terhadap Notaris.

Pada saat Notaris melakukan kesalahan-kesalahan yang menyangkut

profesionalitasnya, maka institusi yang berwenang untuk memeriksa dan

mengadilinya adalah peradilan profesi Notaris, yang dijalankan oleh Majelis

Pengawas Notaris (MPN) secara berjenjang. Pembentukan Majelis Pengawas

Notaris (MPN) ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan

hukum bagi masyarakat pengguna jasa Notaris.

Guna mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan-permasalahan

hukum yang berkaitan dengan Notaris dalam pembuatan aktadi Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara serta akibat hukumnya terhadap

Notaris yang tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris(UUJN), maka hal ini menjadi alasan yang kuat dan mendorong penulis

untuk memilih judul tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan antara lain sebagai berikut:

1. Permasalahan-permasalahan hukum apasaja yang berkaitan dengan

Notaris dalam pembuatan akta di Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara dari tahun 2015 sampai tahun 2018?

2. Bagaimana implementasi kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara dalam menyelesaikan permasalahan-

Universitas Sumatera Utara


14

permasalahan hukum yang berkaitan dengan Notaris dalam pembuatan

akta?

3. Bagaimana kepatuhan Notaris terhadap keputusan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dalam menyelesaikan

permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan Notaris dalam

pembuatan akta di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara dari tahun 2015 sampai tahun 2018?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisa permasalahan-permasalahan hukum apasaja yang

berkaitan dengan Notaris dalam pembuatan aktadi Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara.

2. Untuk menganalisa implementasi kewenangan Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara dalam menyelesaikan permasalahan-

permasalahan hukum yang berkaitan dengan Notaris dalam pembuatan

akta.

3. Untuk menganalisa kepatuhan Notaris terhadap keputusan Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dalam

menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan

Notaris dalam pembuatan akta di Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


15

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

Teoritis maupun secara Praktis dibidang Kenotariatan.

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, masukan

dan/atau dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan

berbagai konsep keilmuan yang dapat memberi andil bagi perkembangan ilmu

pengetahuan hukum khususnya dibidang Kenotariatan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

a. Manfaat yang sebesar-besarnya bagi para praktisi hukum khususnya

bagi para notaris dalam melaksanakan tugasnya.

b. Mengungkap masalah-masalah yang timbul dan/atau muncul dalam

lapangan hukum dan masyarakat serta memberikan solusinya

sehubungan dengan pelaksanaan pengawasan terhadap Notaris.

E. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di linkungan universitas

diseluruh Indonesia, khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara,

menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan

tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis

ini, antara lain:

1. Andre Prima Sembiring, Nim. 137011016, Magister Kenotariatan

Universitas Sumatera Utara, Analisis Hukum Terhadap Kewenangan

Universitas Sumatera Utara


16

Majelis Pengawas Wilayah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran

Administrasi Yang Dilakukan Notaris. Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana kewenangan MPW dalam melakukan penerapan sanksi

terhadap pelanggaran administratif yang dilakukan oleh notaris?

b. Bagaimana akibat hukum terhadap notaris dan para pihak setelah

dijatuhkan sanksi oleh majelis pengawas wilayah atas pelanggaran

administrasi yang berlaku bagi notaris?

c. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan Notaris dan/atau pihak

yang dirugikan atas putusan sanksi yang dikeluarkan MPW

terhadap pelanggaran yang dilakukan Notaris?

2. Juliana Magdalena Tahalele, Nim. 11010210400148, Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro, Eksistensi Majelis Pengawas

Notaris Dalam Pengawasan Notaris (Studi Kota Ambon), dengan rumusan

masalah:

a. Bagaimana eksistensi Majelis Pengawas Notaris dalam kaitannya

dengan pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris di kota

Ambon?

b. Kendala-kendala apa yang dihadapi Majelis Pengawas, serta upaya

mengatasinya?

3. Bayu Nirwana sari, Nim. 0906582324, Magister Kenotariatan Universitas

Indonesia, Pelaksanaan, Pembinaan dan Pengawasan Notaris Oleh Majelis

Universitas Sumatera Utara


17

Pengawas Daerah Notaris di Kabupaten Tanggerang, dengan rumusan

masalah:

a. Bagaimanakah pelaksanaan pembinaan dan pengawasan notaris

oleh MPD Kabupaten Tanggerang?

b. Kendala apa sajakah yang dihadapi oleh MPD Kabupaten

Tanggerang dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan

notaris dan bagaimanakah cara mengatasi kendala tersebut?

Berdasarkan judul penelitian tersebut, tidak ada kesamaan dengan

penelitian yang dilakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang

membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan konsepsi

1. Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan adanya landasan teoritis, sebagaimana

dikemukakan oleh M. Solly Lubis bahwa “landasan teoritis merupakan

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, asas maupun konsep yang

relevan digunakan untuk mengupas suatu kasus atau permasalahan.23 Dalam

penelitian suatu permasalahan hukum, dikatakan relevan apabila pembahasan

dikaji menggunakan teori-teori hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas

hukum. Teori hukum dapat digunakan untuk menganalisis dan menerangkan

23
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, h. 80.

Universitas Sumatera Utara


18

pengertian hukum dan konsep yuridis yang relevan untuk menjawab

permasalahan yang muncul dalam penelitian hukum.24

Pada ilmu hukum, kelangsungan perkembangan suatu ilmu senantiasa

tergantung pada metodologi, aktivitas penelitian, imajinasi sosial dan teori.25

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau

proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Fungsi teori dalam

penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan

serta menjelaskan gejala yang diamati.26

Oleh karena itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai

kegunaan sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih

mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh

karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin

faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang. 27

24
Salim H.S, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, h.
54.
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Pers, Jakarta, 1986, h. 6.
26
JJ. Warisman, Penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Pers,
Jakarta, 1996, h. 203.
27
Soerjono Soekanto, op.cit., h.121.

Universitas Sumatera Utara


19

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan

penemuan-penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran,

prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan-

penjelasan dan pertanyaan-pertanyaan. Teori hukum yang digunakan adalah

teori efektivitas hukum dan teori sistem hukum.

a. Teori Efektivitas Hukum

Tujuan peraturan perundang-undangan diciptakan agar masyarakat

maupun aparatur penegak hukumnya dapat melaksanakan peraturan

perundang-undangan secara konsisten tanpa membedakan antara masyarakat

yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Semua orang dipandang sama

dimata hukum (equality before the law). Namun dalam realitanya, peraturan

perundang-undangan yang ditetapkan tersebut sering dilanggar, sehingga

aturan tersebut tidak berjalan efektif. Tidak efektifnya peraturan perundang-

undangan tersebut bisa disebabkan karena kekaburan peraturan perundang-

undangan, aparatnya tidak konsisten ataupun masyarakatnya tidak

mendukung pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tersebut.

Apabila peraturan perundang-undangan tersebut dilaksanakan dengan baik,

maka peraturan perundang-undangan tersebut dapat dikatakan efektif.

Dikatakan efektif karena bunyi peraturan perundang-undangannya jelas dan

tidak perlu ada penafsiran, aparatnya menegakkan hukum secara konsisten

dan masyarakat yang terkena aturan tersebut sangat mendukungnya. 28

28
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi Dan Tesis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 301.

Universitas Sumatera Utara


20

Istilah teori efektivitas hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris,

yaitu effectiveness of the legal theory, dalam bahasa Belanda disebut dengan

effectiviteit van de juridische theorie, sedangkan dalam bahasa Jerman

disebut wirksamkeit der rechtlichen theorie.

Hans Kelsen menyajikan defenisi tentang efektivitas hukum.

efektivitas hukum adalah

“apakah orang-orang pada kenyataannya berbuat menurut suatu cara


untuk menghindari sanksi yang diancam oleh norma hukum atau
bukan, dan apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan bila
syaratnya terpenuhi atau tidak terpenuhi.”29

Konsep efektivitas hukum dalam defenisi Hans Kelsen difokuskan pada

subjek dan sanksi. Subjek yang melaksanakannya, yaitu orang-orang atau

badan hukum. orang-orang atau badan hukum tersebut harus melaksanakan

hukum sesuai dengan bunyi dari norma hukum. bagi orang-orang yang dikenai

sanksi hukum, maka sanksi hukum benar-benar dilaksanakan atau tidak.

Hukum diartikan norma hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Norma hukum tertulis merupakan norma hukum yang ditetapkan oleh lembaga

yang berwenang untuk itu, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR RI) dengan persetujuan presiden. Sedangkan norma hukum yang tidak

tertulis merupakan norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat

adat.30

Teori efektivitas hukum dapat diartikan sebagai teori yang mengkaji

dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan dan faktor-faktor yang

29
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Nusa Media, Bandung, 2006,
h. 39.
30
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani,op.cit.,h. 302.

Universitas Sumatera Utara


21

mempengaruhi dalam pelaksanaan penerapan hukum. ada tiga fokus kajian

teori efektvitas hukum, yang meliputi:

1. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum,

2. Kegagalan dalam pelaksanaannya, dan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhinya. 31

Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugas jabatannya

harus selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Jabatan Notaris, Kode Etik

Notaris dan peraturan perundang-undangan lainnya. Majelis Pengawas Notaris

juga dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris harus

selalu dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga

dapat terciptanya pengawasan dan pembinaan yang maksimal, dan juga

kepada masyarakat harus sealu mendukung peraturan perundang-undangan

yang berlaku, misalnya tidak membuat semua urusan menjadi mudah demi

kebaikan diri sendiri ataupun orang lain.

b. Teori Sistem Hukum

Teori sistem hukum oleh Lawrence M. Friedmen menyebutkan bahwa

sistem hukum terdiri atas perangkat struktur hukum, substansi hukum

(perundang-undangan) dan kultur (budaya) hukum. ketiga komponen ini

mendukung berjalannya sistem hukum disuatu negara. Secara realitas sosial,

keberadaan sistem hukum yang yang terdapat dalam masyarakat mengalami

31
Ibid., h. 303.

Universitas Sumatera Utara


22

perubahan-perubahan sebagai akibat pengaruh, apa yang disebut modernisasi

atau globalisasi baik itu secara evolusi maupun revolusi. 32

Ketiga komponen ini mendukung berjalannya sistem hukum disuatu

negara. Di Indonesia berbicara struktur hukum maka hal tersebut merujuk

pada struktur institusi penegakan hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan

pengadilan. Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. 33 Substansi

adalah aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam

sistem hukum. jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi

pedoman bagi aparat penegak hukum. kultur hukum menyangkut budaya

hukum yang merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum.

sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum

yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat

tanpa didukung dengan budaya hukum oleh pihak-pihak yang terlibat dalam

sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara

efektif.34

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial

tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu.

Untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat

kearah yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum

dalam arti kaidah atau aturan, melainkan juga adanya jaminan atas

32
Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, h. 26.
33
Achmad Ali, Keterpurukan Hukum Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 8.
34
Seesio Jimee Nainggolan, Analisis Yuridis Penentuan Kedudukan Saksi Pelaku Sebagai
Justice Colaboration Dalam Tindak Pidana Narkotika Di Pengadilan Negeri Pematang Siantar
(Studi Putusan No: 231/Pid.Sus/2015/PN), USU Law Journal, Nomor 3, Oktober 2017, h. 109.

Universitas Sumatera Utara


23

perwujudan kaidah hukum tersebut kedalam praktek hukum, dengan kata lain

jaminan akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik.35

Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai instansi yang berwenang

melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap

Notaris, harus dapat menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan

aturan hukum yang berlaku. Dengan masih banyaknya laporan masyarakat

terhadap Notaris yang tidak menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dan hasil

pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

pula banyak Notaris yang dinyatakan bersalah, ini membuktikan bahwa

budaya hukum di dunia Notaris masih belum sempurna meski sudah adanya

aturan hukum dan aparat penegak hukumnya. Dengan ini diharapkan Majelis

Pengawas Notaris (MPN) harus bisa mengubah budaya hukum dalam dunia

Notaris menjadi lebih baik lagi kedepannya.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsepsional ini penting dirumuskan agar tidak sesat

kepemahaman lain, diluar maksud yang diinginkan. Konsepsional ini

merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping unsur lainnya seperti asas

dan standar. Oleh karena itu, kebutuhan untuk membentuk konsepsional

merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum.

Konsepsional adalah suatu konstruksi mental yaitu sesuatu yang dihasilkan

35
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis: Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung , 2003, h. 40.

Universitas Sumatera Utara


24

oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan

analisis.36

Dalam bahasa latin, kata conceptus (dalam bahasa Belanda, begrip)

atau pengertian merupakan hal yang dimengerti. Pengertian bukanlah

merupakan defenisi yang dalam bahasa lain adalah defenitio. Defenisi tersebut

berarti perumusan (dalam bahasa Belanda omschrijving) yang pada

hakekatnya merupakan suatu bentuk ungkapan pengertian disamping aneka

bentuk lain yang dikenal didalam epistimologi atau teori ilmu pengetahuan. 37

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsional atau

pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.38

Pada bagian ini terlihat dengan jelas bahwa suatu konsepsional atau

suatu kerangka konsepsional pada hakikatnya merupakan suatu pengarah atau

pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis (tinjauan pustaka) yang

sering kali masih bersifat abstrak. Namun, suatu kerangka konsepsional

terkadang dirasakan masih juga abstrak sehingga diperlukan defenisi

operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.39

Maka konsepsional merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati,

konsepsional terdiri dari variabel-variabel yang ingin menentukan adanya

hubungan empiris.40

36
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, h. 48.
37
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Roke Sarasni, Yogyakarta, 1996, h.
22.
38
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, h. 21.
39
Satjipto Rahardjo, op.cit., h. 30.
40
Koentjaraningrat, et-al, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Cet. III, Gramedia,
Jakarta, 1980, h. 21.

Universitas Sumatera Utara


25

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu

didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga diperoleh hasil penelitian yang

sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Analisis Yuridis adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang

dalam hal ini suatu kaidah-kaidah hukum yang diangggap hukum atau

dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang berupa peraturan-

peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang menjadi dasar

penilaiannya, kemudian mengelompokkan atau memisahkan

komponen-komponen serta bagian-bagian yang relevan untuk

kemudian mengkaitkan data yang dihimpun untuk menjawab

permasalahan.41

b. Permasalahan Hukum adalah sebuah kejadian dari situasi tertentu atau

keadaan yang belum terselesaikan.42

c. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-

undang lainnya.43

41
Digilib.unila.ac.id, diakses pada tanggal 27 agustus 2018, pukul 16.27 WIB.
42
Bahan kuliah Edy Ikhsan, di Magister Kenotariatan USU, pada tanggal 10 januari 2018.
43
Pasal1 ayat (1), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang PerubahanUndang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


26

d. Majelis Pengawas Notaris adalah adalah suatu badan yang mempunyai

kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan

pengawasan terhadap Notaris.44

e. Pengawasan Notaris secara berjenjang adalah pengawasan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris mulai dari tingkat daerah,

wilayah , sampai pusat.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa

dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu. Sistematis adalah

berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.45

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlukan suatu metode yang harus

tepat dan sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan serta harus

sistematis dan konsisten. Dalam melakukan penelitian ini menggunakan

jenis penelitian yuridis empiris, yang terdiri dari penelitian terhadap

identifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum. Permasalahan

yang diteliti mencakup bidang yuridis, yaitu peraturan-peraturan yang

44
Pasal1 ayat (6), Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
45
Soerjono Soekanto, op.cit., h. 42.

Universitas Sumatera Utara


27

mengatur tentang pelaksanaan tugas jabatan Notaris, tugas pengawasan

terhadap Notaris serta termasuk didalamnya Kode Etik Notaris.

Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis yaitu

penelitian hukum yang menggunakan data primer, 46 yaitu data yang

diperoleh langsung dari sumber data di lapangan. Menurut pendekatan

empiris pengetahuan didasarkan atas fakta-fakta yang diperoleh dari hasil

penelitian dan observasi.47 Penelitian-penelitian yang dilakukan didasarkan

pada metode ilmiah yang merupakan bagian dari pendekatan empiris.

b. Sifat Penelitian

Metode pendekatan penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis,

bersifat deskriptif analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan

memperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

yang akan diteliti. Dalam penelitian ini terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana

adanya, sehingga bersifat sekedar mengungkapkan fakta.

Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh

akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan. 48

Atau dengan kata lain dapat dikatakan, hasil penelitian ditekankan pada

memberikan gambaran secara objektif, tentang keadaan sebenarnya dari

46
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. III, UI Press, Jakarta, 2007, h. 3.
47
Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM, Jakarta,
2004, h. 6.
48
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni,
Bandung, 1994, h. 101.

Universitas Sumatera Utara


28

49
objek yang diselidiki. Spesifikasi penelitian yang bersifat analitis

bertujuan menggambarkan objek yang menjadi pokok permasalahan.

2. Sumber Data

Metode pendekatan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mencakup penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang

digunakan dalam penelitian ini bersumber pada data primer dan data sekunder

yang dapat dipaparkan sebagai berikut:

1) Data primer, dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara.

Wawancara secara mendalam dilakukan secara langsung kepada

narasumber yaitu dengan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara. Dalam hal ini, mula-mula diadakan beberapa pertanyaan

untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut, sehingga dapat diperoleh

jawaban yang memperdalam data primer dan data sekunder lainnya.

2) Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelaahan

kepustakaan atau penelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan

pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian yang sering

disebut sebagai bahan hukum.50

Selain berupa peraturan perundang-undangan, data sekunder juga

dapat berupa pendapat para pakar yang ahli terhadap masalah-masalah ini,

yang disampaikan dalam berbagai literatur baik dari buku-buku, naskah ilmiah,

49
Hadari Nabawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1996, h. 31.
50
Fajat dan Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2010, h. 34.

Universitas Sumatera Utara


29

laporan penelitian, media masa, dan lain-lain. Adapun data sekunder tersebut

dapat dibedakan menjadi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang isinya mempunyai

kekuatan mengikat yang berupa:

a. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

c. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara

Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan

Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara Pemeriksaan Majelis

Pengawas Notaris,

d. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Tata Susunan Organisai,

Tata Cara Pengangkatan Anggota Dan Tata Kerja Majelis

Pengawas,

e. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pengangkatan, Perpindahan Pemberhentian, Dan Perpanjangan

Masa Jabatan Notaris.

f. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia Nomor M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang

Pengambilan Minuta Dan Pemanggilan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


30

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan pustaka yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer dan berisikan informasi

yang dapat membantu menganalisis bahan hukum primer. Adapun

bahan hukum sekunder yang digunakan terdiri dari tulisan-tulisan hasil

karya para ahli hukum yang berupa buku-buku, makalah-makalah,

artikel-artikel, majalah, serta dokumen-dokumen yang relevan lainnya,

yang materinya dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian

ini.

3. Bahan hukum tersier yaitu, bahan-bahan yang memberikan petunjuk

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang

berupa kamus, diantaranya kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data

dilakukan melalui tahap-tahap penelitian, antara lain:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research).

Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari

konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas, dan hasil-hasil pemikiran lainnya


51
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan alat

pengumpulan datanya adalah studi dokumen dengan mengumpulkan data

sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara

mempelajari buku-buku, hasil penelitian, dan dokumen-dokumen

51
Muis, Pedoman Penulisan Skripsi Dan Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990, h. 48.

Universitas Sumatera Utara


31

perundang-undangan yang terkait, selanjutnya digunakan untuk kerangka

teoritis pada penelitian lapangan.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Studi lapangan ini dilakukan untuk mendapatkan atau menggali

informasi-informasi dan catatan yang diperlukan untuk menginventarisir

hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan

permasalahan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan

wawancara informasi langsung kepada responden atau informasi dengan

cara tatap muka. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tatap muka antara pewawancara dengan

responden dengan menggunakan alat panduan wawancara. Sehingga

penelitian ini berusaha menggali informasi dari narasumber yang berkaitan

dengan penelitian ini. yang menjadi narasumber dalam penelitian ini

adalah Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dan

Notaris di provinsi Sumatera Utara.

4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, yaitu wilayah

kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Provinsi Sumatera

Utara dan dikantor-kantor Notaris yang dijatuhi sanksi oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Provinsi Sumatera Utara.

5. Analisis data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang

berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

Universitas Sumatera Utara


32

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian

dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas

atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat pola

tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).52

Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang

menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang

terkumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek

penelitian. 53 Data yang diperoleh, dipilih dan disusun secara sistematis,

kemudian dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya ditarik kesimpulan

dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang

dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang

khusus, 54 dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum

seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-

proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus,

guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam

penelitian ini.

52
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis Dan
Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, h . 53.
53
Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, h. 174.
54
Bahan Kuliah Jelly Leviza, di Magister Kenotariatan USU, pada tanggal 6 November
2017.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN

DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA DI MAJELIS

PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA

A. Mekanisme Pengawasan, Pemeriksaan, Dan Penjatuhan Sanksi Kepada

Notaris Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris

1. Pengawasan Notaris

Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum yang

berwenang membuat akta autentik diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris yang

dibentuk oleh Menteri. Ketentuan mengenai pengawasan terhadap Notaris diatur

dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Bab IX tentang

Pengawasan.

Secara umum, pengertian dari pengawasan adalah kegiatan yang dilakukan

oleh pengawas dalam melihat, memperhatikan, mengamati, mengontrol, memiliki,

dan menjaga serta memberi pengarahan yang bijak. Tujuan dari pengawasan yang

dilakukan terhadap notaris, agar Notaris sebanyak mungkin memenuhi

persyaratan-persyaratan yang dituntut kepadanya. Persyaratan-persyaratan yang

dituntut itu tidak hanya oleh hukum atau undang-undang saja, akan tetapi juga

berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh klien terhadap Notaris tersebut.

Tujuan dari pengawasan itupun tidak hanya ditujukan bagi penataan kode etik

33
Universitas Sumatera Utara
34

Notaris, akan tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu agar para Notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang

ditetapkan oleh undang-undang demi pengamanan atas kepentingan masyarakat

yang dilayani.55

Pengawasan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris. Kode etik profesi merupakan

kriteria prinsip profesional yang telah digariskan, sehingga dapat diketahui dengan

pasti kewajiban profesionalisme anggota lama, baru, ataupun calon anggota

kelompok profesi. Dengan demikian pemerintah atau masyarakat tidak perlu ikut

campur tangan untuk menentukan bagaimana seharusnya anggota kelompok

profesi melaksanakan kewajiban profesionalnya.

Pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh

menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut, menteri membentuk majelis

pengawas yang terdiri dari 9 (sembilan) orang, terdiri dari unsur:

1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang,

2. Organisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang,

3. Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang.

Pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas Notaris (MPN) terhadap

Notaris tersebut dimana didalamnya ada unsur Notaris, dengan demikian


55
Intan Puspita Sari, Budaya Hukum Notaris Dalam Implementasi Undang-Undang
Jabatan Notaris Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tesis, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2018.

Universitas Sumatera Utara


35

setidaknya Notaris diawasi oleh anggota majelis pengawas yang memahami dunia

Notaris. Adanya anggota majelis pengawas dari Notaris merupakan pengawasan

internal, artinya dilakukan oleh sesama Notaris yang mengetahui dan memahami

dunia Notaris luar-dalam. Sedangkan unsur lainnya yang mewakili dunia

akademik dan dunia pemerintahan, Perpaduan keanggotaan majelis pengawas

dapat memberikan sinergi pengawasan dan pemeriksaan yang objektif, sehingga

setiap pengawasan dilakukan berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dan para

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak menyimpang dari Undang-

Undang Jabatan Notaris karena diawasi oleh internal dan eksternal.

Kehadiran Majelis Pengawas Notaris (MPN) dapat diartikan bahwa selama

ini majelis pengawas merupakan aparat penegak hukum yang menjalankan

peradilan bagi Notaris. Majelis Pengawas Notaris (MPN) menurut Pasal 1 Ayat

(2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

40 Tahun 2015 adalah suatu badan yang memiliki lingkup kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris.

Pada saat Notaris melakukan kesalahan-kesalahan yang menyangkut

profesionalitasnya, maka institusi yang berwenang untuk memeriksa dan

mengadilinya adalah peradilan profesi Notaris, yang dijalankan oleh Majelis

Pengawas Notaris (MPN) secara berjenjang. Pembentukan Majelis Pengawas

Notaris (MPN) ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan

hukum bagi masyarakat pengguna jasa Notaris.

Pasal 7 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi, Tata

Universitas Sumatera Utara


36

Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Dan Tata Kerja Majelis

Pengawas mengatakan bahwa Majelis Pengawas Notaris beranggotakan 9

(sembilan) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua merangkap anggota, 2

(dua) orang wakil ketua merangkap anggota dan 6 (enam) orang anggota.

Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dilakukan secara

berjenjang, yaitu pengawasan yang dimulai dari tingkat:

1. Majelis Pengawas Daerah,

2. Majelis Pengawas Wilayah,

3. Majelis Pengawas Pusat.

Tiap-tiap jenjang majelis pengawas notaris mempunyai kewajiban dan

wewenang masing-masing dalam melakukan pengawasan dan untuk menjatuhkan

sanksi.

2. Pemeriksaan Notaris

Pasal 70 huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 TentangJabatan Notaris

mengatakan bahwa Majelis Pengawas Daerah (MPD) berwenang melakukan

pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu)

tahun atau setiap waktu apabila dianggap perlu. Tim pemeriksa atau majelis

dengan tugas seperti ini hanya ada pada Majelis Pengawas Daerah saja, yang

merupakan tugas pemeriksaan rutin atau setiap waktu-waktu diperlukan, dan

langsung dilakukan di kantor Notaris yang bersangkutan. Tim pemeriksa ini

Universitas Sumatera Utara


37

bersifat insidentil (untuk pemeriksaan tahunan atau sewaktu-waktu) saja.

Pemeriksaan yang dilakukan tim pemeriksa meliputi pemeriksaan:56

1) Kantor Notaris (alamat dan kondisi fisik kantor);

2) Surat Pengangkatan sebagai Notaris;

3) Berita Acara sumpah jabatan Notaris;

4) Surat Keterangan izin cuti Notaris;

5) Sertifikat cuti Notaris;

6) Protokol Notaris yang terdiri dari:

a. Minuta akta;

b. Buku daftar akta atau reportorium;

c. Buku khusus untuk mendaftarkan surat dibawah tangan yang disahkan

tanda tangannya dan surat dibawah tangan yang dibukukan;

d. Buku daftar nama penghadap atau klepper dari daftar akta dan daftar

surat dibawah tangan yang disahkan;

e. Buku daftar protes;

f. Buku daftar wasiat;

g. Buku daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan

ketentuan perundang-undangan.

7) Keadaan arsip;

8) Keadaan penyimpanan akta (penjilidan dan keamanannya);

56
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang 30
Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Op. Cit, h. 146.

Universitas Sumatera Utara


38

9) Laporan bulanan pengiriman salinan yang disahkan dari daftar akta, daftar

surat dibawah tangan yang disahkan, dan daftar surat dibawah tangan yang

dibukukan;

10) Penyerahan protokol berumur 25 tahun atau lebih;

11) Jumlah pegawai yang terdiri atas:

a. Sarjana, dan

b. Non sarjana.

12) Sarana kantor, antara lain:

a. Komputer;

b. Meja;

c. Lemari;

d. Kursi tamu;

e. Mesin tik;

f. Filling cabinet;

g. Pesawat telepon/faksimili/internet.

13) Penilaian pemeriksaan;

14) Waktu dan tanggal pemeriksaan.

3. Penjatuhan Sanksi

Sanksi terhadap Notaris menunjukkan Notaris bukan sebagai subjek yang

kebal terhadap hukum. Notaris dapat dijatuhi sanksi administratif, sanksi perdata,

sanksi pidana, dan sanksi etik. Menurut Philipus M. Hadjon, sanksi merupakan

alat kekuasaan yang bersifat hukum publik, yang digunakan oleh penguasa

Universitas Sumatera Utara


39

sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma hukum administrasi, dengan

demikian unsur-unsur sanksi yaitu:57

1) Sebagai alat kekuasaan;

2) Bersifat hukum publik;

3) Digunakan oleh penguasa;

4) Sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan.

Sanksi selalu ada pada aturan-aturan hukum yang dikualifikasikan sebagai

aturan hukum yang memaksa. Ketidaktaatan atau pelanggaran terhadap suatu

kewajiban yang tercantum dalam aturan hukum mengakibatkan terjadinya

ketidakaturan yang sebenarnya tidak diinginkan oleh aturan hukum. Hal ini sesuai

dengan fungsi sanksi yang dipakai untuk penegakkan hukum terhadap ketentuan-

ketentuan yang biasanya berisi suatu larangan atau mewajibkan. 58 Dengan

demikian, sanksi pada hakikatnya merupakan instrumen yuridis yang biasanya

diberikan apabila larangan-larangan atau kewajiban-kewajiban yang ada dalam

ketentuan hukum dilanggar.59

Hakikat sanksi sebagai suatu paksaan berdasarkan hukum, juga untuk

memberikan penyadaran kepada pihak yang melanggarnya, bahwa suatu tindakan

yang dilakukannya telah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan

untuk mengembalikan yang bersangkutan agar bertindak sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku, juga untuk menjaga keseimbangan berjalannya suatu aturan

57
Philipus M. Hadjon, Penegakan Hukum Administrasi Dalam Kaitannya Dengan
Ketentuan Pasal 20 Ayat (3) Dan (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yuridika, Surabaya, 1996, h. 1.
58
Philipus M. Hadjon, Pemerintah Menurut Hukum, Yuridika, Surabaya, 1992, h. 6.
59
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Industri Di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana
Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, h. 82.

Universitas Sumatera Utara


40

hukum. Sanksi yang ditujukan terhadap notaris juga merupakan sebagai

penyadaran, bahwa Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar

ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana tercantum

dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Untuk mengembalikan tindakan Notaris

dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris, disamping dengan pemberian sanksi terhadap notaris untuk

melindungi masyarakat dari tindakan Notaris yang dapat merugikan masyarakat. 60

Sanksi tersebut untuk menjaga martabat Lembaga Notaris, sebagai

lembaga kepercayaan, karena jika Notaris melakukan pelanggaran, dapat

menurunkan kepercayaan dari masyarakat pengguna jasa Notaris. Secara individu

sanksi terhadap Notaris merupakan suatu nestapa dan pertaruhan dalam

menjalankan tugas jabatannya, apakah masyarakat masih ingin mempercayakan

pembuatan akta terhadap Notaris atau tidak. Undang-Undang Jabatan Notaris

yang mengatur jabatan Notaris berisikan ketentuan-ketentuan yang bersifat

memaksa atau merupakan suatu aturan hukum yang imperatif untuk ditegakkan

terhadap notaris yang telah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas

jabatannya.61

Lingkup lapangan hukum keperdataan, sanksi merupakan bentuk

pertanggungjawaban notaris. Sanksi merupakan tindakan hukuman untuk

memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang.

Sanksi yang ditujukan kepada Notaris merupakan sebagai penyadaran, bahwa

60
Desni Prianty Eff. Manik, Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam
Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,
Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009. h. 90.
61
Ibid., h. 91.

Universitas Sumatera Utara


41

Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan

mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang Jabatan Notaris dan untuk mengembalikan tindakan notaris

dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk tertib sesuai dengan Undang-Undang

Jabatan Notaris.62

Sanksi merupakan alat pemaksa, selain hukuman, juga untuk mentaati

ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. Sanksi pada

hakikatnya merupakan instrumen yuridis yang biasanya diberikan apabila

kewajiban-kewajiban atau larangan-larangan yang ada dalam ketentuan hukum

telah dilanggar. Jadi sanksi merupakan alat untuk memaksa kepatuhan.63

Menurut Sudikno Mertokusumo, “sanksi tidak lain merupakan reaksi,

akibat, atau konsekuensi pelanggaran kaidah sosial.64 Dari defenisi tersebut dapat

dilihat bahwa sanksi mengandung unsur-unsur:

1) Sanksi merupakan reaksi, akibat, atau konsekuensi dari pelanggaran

kaidah sosial (baik kaidah hukum maupun kaidah non hukum);

2) Sanksi merupakan kekuasaan untuk memaksakan ditaatinya kaidah sosial

tertentu.

Sanksi hukum diperlukan agar anggota masyarakat mematuhi hukum.

sanksi hukum diartikan sebagai sarana untuk melindungi kepentingan individu

ataupun badan (kemerdekaan, jiwa, harta, hewan, badan) dengan jalan

mengancam hukuman sebagai sanksi terhadap pelanggaran hukum. sanksi hukum

62
Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat
,Notaris, Kurator, Dan Pengurus, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, 2005,h. 4.
63
Mardiyah, Sanksi Hukum Terhadap Notaris Yang Melanggar Kewajiban Dan Larangan
UUJN, Op., Cit, h. 114.
64
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, h. 42.

Universitas Sumatera Utara


42

dipertahankan oleh pemerintah untuk menjadikan anggota masyarakat mematuhi

hukum sebagaimana dikehendaki oleh peraturan.65

Notaris diharapkan dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal

serta menghasilkan produk akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga

memiliki nilai dan bobot yang handal, serta tidak menimbulkan kerugian bagi diri

Notaris dan masyarakat yang membutuhkan jasanya, maka Notaris harus

mengindahkan yang menjadi tugas dan kewajiban yang diamanatkan yang sesuai

dengan Kode Etik Notaris maupun Undang-Undang Jabatan Notaris, serta

menghindari larangan-larangan yang telah ditentukan.66

Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai instrumen penegakan hukum

terhadap Notaris, dapat melakukan pengawasan dengan langkah preventif untuk

memaksakan kepatuhan dan penerapan sanksi yang merupakan langkah represif

untuk memaksakan kepatuhan. Mekanisme penjatuhan sanksi administratif dapat

dilakukan secara langsung oleh instansi yang diberi wewenang untuk

menjatuhkan sanksi tersebut. Langkah-langkah preventif dilakukan dengan

adanya pemeriksaan secara berkala 1 (satu) kali dalam setahun atau setiap waktu

yang dianggap perlu untuk memeriksa ketaatan Notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya yang dilihat dari protokolnya oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD).

65
Mardiyah, Ketut Rai Setiabudhi, Gde Made Swardhana, “Sanksi Hukum Terhadap
Notaris Yang Melanggar Kewajiban Dan Larangan Undang-Undang Jabatan Notaris”,Acta
Comitas, 2017, h. 5.
66
Layla Maysaroh, Upaya Keberatan Notaris Terhadap Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah Atas Disetujuinya Permintaan Penyidik, Penuntut Umum Dan Hakim Dalam Proses
Peradilan, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan,
2018,h. 80.

Universitas Sumatera Utara


43

Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) dapat

melakukan langkah represif, yaitu dapat menjatuhkan sanksi.67

Pemberian sanksi dari pelanggaran kode etik dan pelanggaran jabatan

Notaris sebagai wujud dari penegakan hukum bila dibandingkan lebih berat sanksi

yang dikenakan kepada pelanggaran jabatan Notaris, sanksi maksimal yang

dikenakan bagi Notaris yang melanggar kode etik Notaris adalah dikeluarkan dari

organisasi Ikatan Notaris Indonesia, tapi sebenarnya Notaris tersebut masih dapat

membuat akta sedangkan sanksi dari pelanggaran jabatan yang paling maksimal

yang dapat diberikan kepada Notaris adalah pemberhentian secara tidak hormat

oleh Menteri. Apabila Notaris tersebut diberhentikan secara tidak hormat berarti

Notaris tersebut sudah tidak diperkenankan lagi untuk menjalankan tugas dan

jabatannya terutama dalam membuat akta-akta autentik.68

Majelis Pengawas Notaris mempunyai wewenang untuk menjatuhkan

sanksi terhadap Notaris. Sanksi ini disebut didalam Undang-Undang Jabatan

Notaris. Pada dasarnya tidak semua majelis pengawas mempunyai wewenang

untuk menjatuhkan sanksi, yaitu:69

1) Majelis Pengawas Daerah (MPD) tidak mempunyai kewenangan untuk

menjatuhkan sanksi apapun.

Meskipun Majelis Pengawas Daerah (MPD) mempunyai

wewenang untuk menerima laporan dari masyarakat dan dari Notaris

67
Ibid., h. 9.
68
Edelin Patricia, Sinergitas Dewan Kehormatan Notaris Dan Majelis Pengawas Notaris
Dalam Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2019, h. 79.
69
Habib Adjie, Memahami Majelis Pengawas Notaris (MPN) Dan Majelis Kehormatan
Notaris (MKN), Op.,Cit, h. 26.

Universitas Sumatera Utara


44

lainnya dan menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran kode etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan Jabatan

Notaris, tetapi tidak diberi kewenangan untuk menjatuhkan sanksi apapun,

tetapi Majelis Pengawas Daerah (MPD) hanya berwenang untuk

melaporkan hasil sidang dan pemeriksaannya kepada Majelis Pengawas

Wilayah (MPW) dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan,

Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi

Notaris ( Pasal 71 huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris)

2) Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dapat menjatuhkan sanksi teguran

lisan atau tertulis.

Majelis Pengawas Wilayah (MPW) hanya dapat menjatuhkan

sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, dan sanksi seperti ini bersifat final

dan mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis

Pengawas Pusat (MPP) berupa pemberhentian sementara dari jabatan

Notaris selama 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan atau

mengusulkan pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan Notaris.

Sanksi dari Majelis Pengawas Wilayah (MPW) berupa teguran

lisan atau tertulis dan bersifat final tidak dapat dikategorikan sebagai

sanksi, tetapi merupakan tahap awal dari aspek prosedur paksaan nyata

untuk kemudian dijatuhi sanksi yang lain, seperti pemberhentian

sementara dari jabatannya.

Universitas Sumatera Utara


45

3) Majelis Pengawas Pusat (MPP) dapat Menjatuhkan sanksi terbatas

Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, menentukan bahwa Majelis Pengawas Pusat (MPP) berwenang

menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara. Sanksi seperti ini

merupakan masa menunggu dalam jangka waktu tertentu sebelum

dijatuhkan sanksi yang lain, seperti sanksi pemberhentian dengan tidak

hormat dari jabatan Notaris atau Pemberhentian dengan hormat dari

jabatan Notaris. Sanksi-sanksi yang lainnya, Majelis Pengawas Pusat

(MPP) hanya berwenang untuk mengusulkan:

a) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari

jabatannya kepada Menteri;

b) Pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat dari

jabatannya dengan alasan tertentu.

Sanksi berupa teguran lisan dan tertulis hanya dapat dijatuhkan oleh

Majelis Pengawas Wilayah (MPW). Sanksi berupa pemberhentian sementara dari

jabatan Notaris hanya dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Pusat (MPP), dan

sanksi berupa pemberhentian tidak hormat dari jabatan Notaris dan pemberhentian

dengan hormat dari jabatan Notaris hanya dapat dilakukan oleh Menteri atas

usulan dari Majelis Pengawas Pusat (MPP).70

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 91A mengatakan

70
Ibid.,h. 27.

Universitas Sumatera Utara


46

bahwa ketentuan mengenai tata cara penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 ayat (2), Pasal 16 ayat (11) dan ayat (13), Pasal 17 ayat (2), Pasal

19 ayat (4), Pasal 32 ayat (4), Pasal 37 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), dan Pasal 65A

diatur dalam peraturan Menteri.Peraturan Menteri yang dimaksud yaitu Peraturan

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata

Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris. Mengenai tata cara

penjatuhan sanksi ini diatur dari Pasal 4 sampai Pasal 12 yang berbunyi: apabila

terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris atau berdasarkan hasil

pemeriksaan, maka Majelis Pengawa Daerah (MPD) memanggil Notaris yang

bersangkutan. Majelis Pengawa Daerah (MPD) membuat berita acara pemeriksaan

terhadap terlapor (Notaris) dan berita acara temuan hasil pemeriksaan protokol

Notaris. Lalu Majelis Pengawa Daerah (MPD) menyampaikan laporan kepada

Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

melakukan pemeriksaan pelaporan tersebut. Majelis Pengawas Wilayah (MPW)

dapat menjatuhkan sanksi peringatan tertulis kepada Notaris apabila Notaris tidak

menjalankan Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai huruf l Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

Pasal 32 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Universitas Sumatera Utara


47

Notaris, Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, dan ketentuan

Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Apabila

Notaris melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut diatas, maka Notaris

dapat dikenakan sanksi peringatan tertulis pertama. Apabila Notaris dalam jangka

waktu 14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi peringatan tertulis pertama,

Notaris belum juga menyelesaikan juga masalahnya atau melakukan masalah lain,

maka Notaris dapat dikenakan sanksi peringatan tertulis kedua. Apabila Notaris

dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi peringatan

tertulis kedua, Notaris belum juga menyelesaikan juga masalahnya atau

melakukan masalah lain, maka Notaris dapat dikenkan sanksi peringatan tertulis

ketiga. Apabila setelah dikeluarkannya sanksi peringatan tertulis ketiga, dan

Notaris tidak memperbaikinya, maka Majelis Pengawas Wilayah dapat

mengajukan usulan pemberhentian sementara ke Majelis Pengawas Pusat.

Penjatuhan pemberhentian sementara tersebut oleh Majelis Pengawas

Pusat dijatuhkan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)

bulan. Dalam masa pemberhentian sementara ini, Majelis Pengawas Pusat

menetapkan kewajiban yang harus dipenuhi Notaris selama menjalani masa

pemberhentian sementara. Apabila masa pemberhentian sementara telah berakhir,

Notaris juga belum menyelesaikan kewajibannya, Majelis Pengawas Pusat dapat

Universitas Sumatera Utara


48

mengusulkan kepada Menteri berupa pemberhentian dengan hormat dan

pemberhentian dengan tidak hormat. Selama masa pemberhentian sementara

tersebut, Notaris yang dinyatakan bersalah tersebut harus menyerahkan protokol

Notaris nya kepada Notaris lain sebagai pemegang Protokol.

B. Upaya Hukum Notaris Yang Dijatuhkan Sanksi Oleh Majelis Pengawas

Notaris (MPN)

Akta Notaris merupakan salah satu hasil dari pelaksanaan tugas jabatan

Notaris sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepada Notaris. Dalam

penjatuhan sanksi terhadap Notaris, Majelis Pengawas Notaris (MPN) dapat

menjatuhkan sanksi administratif karena Notaris melanggar ketentuan-ketentuan

yang ada dalam Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Jika sanksi tersebut dijatuhkan kepada Notaris, maka harus ada upaya

hukum dari Notaris untuk mempertahankan hak-hak nya, dengan tujuan untuk

memperoleh pemeriksaan yang berimbang dan objektif, dalam hal ini Notaris

yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan banding ke Majelis Pengawas

Pusat (MPP).

Majelis Pengawas Notaris (MPN) memiliki kewenangan untuk menerima

dan memeriksa laporan yang diterima oleh masyarakat atau dari sesama Notaris.

Jika dalam pemeriksaan Notaris terbukti melanggar pelaksanaan tugas jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris, maka Majelis Pengawas Notaris (MPN) dapat

menjatuhkan sanksi, berupa:

1) Teguran lisan;

2) Teguran tertulis;

Universitas Sumatera Utara


49

3) Pemberhentian sementara;

4) Pemberhentian dengan hormat; dan

5) Pemberhentian dengan tidak hormat.

Kewenangan untuk menjatuhkan sanksi tersebut hanya ada pada Majelis

Pengawas Wilayah (MPW), Majelis Pengawas Pusat (MPP), dan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia atas usulan Majelis Pengawas Pusat (MPP) berdasarkan

Undang-Undang Jabatan Notaris. Menurut Pasal 33 ayat (1) Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.08.10 tahun 2004, mengatakan

bahwa pelapor dan/atau terlapor yang merasa keberatan atas putusan Majelis

Pemeriksa Wilayah berhak mengajukan upaya hukum banding kepada Majelis

Pengawas Pusat (MPP),71 dan putusan Majelis Pemeriksa Pusat bersifat final dan

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kecuali putusan tentang pengusulan

pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri

(Pasal 35 Ayat (2) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.02.PR.08.10 tahun 2004). Putusan Majelis Pemeriksa Pusat tersebut dilaporkan

kepada Majelis Pengawas Pusat (MPP) untuk diteruskan kepada Menteri (Pasal 35

Ayat (3) dan (4) Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor

M.02.PR.08.10 tahun 2004). Apabila semua prosedur ini tetap tidak memuaskan

Notaris terlapor tersebut, maka Notaris dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan

Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menggugat putusan Majelis Pengawas Pusat

71
Namun terhadap putusan teguran lisan dan teguran tertulis yang dikeluarkan oleh
Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) ini tidak dapat dilakukan banding, karena bersifat
final sesuai dengan Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, hanya putusan pemberhentian sementara saja yang dapat dilakukan banding ke Majelis
Pengawas Pusat Notaris (MPPN).

Universitas Sumatera Utara


50

(MPP). Hanya dalam hal ini harus ditentukan sepanjang pemeriksaan di

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berjalan untuk sementara waktu Notaris

tidak dapat menjalankan tugas jabatan Notaris nya sampai ada putusan pengadilan

yang mempunyai kekuatan hukum tetap.72

C. Permasalahan-Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Akta

Notaris Di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara Dari Tahun 2015 Sampai Tahun 2018.

Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

mengatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban

bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak

yang terkait dalam perbuatan hukum. dalam Pasal 4 pula ditegaskan tentang

sumpah jabatan Notaris. Walaupun sebelum menjalankan tugasnya Notaris sudah

menyatakan sumpah, dan dinyatakan dengan tegas pula Notaris harus bertindak

amanah, jujur, mandiri, seksama, dan tidak berpihak. Ternyata hal ini tidak bisa

melekat dalam diri Notaris, terbukti masih banyaknya Notaris yang dilaporkan

oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap akta autentik tersebut.

Sejak bulan Juni sampai dengan bulan Juli dilakukan penelitian dikantor

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan hasil berupa

dokumen dan hasil wawanncara, dari hasil tersebut diketahui sejak tahun 2015

sampai tahun 2018ada27 (dua puluh tujuh) laporan masyarakat yang dilapor ke

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, namun hanya 25

72
Habib Adjie, Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Op.,Cit.
h. 52-54.

Universitas Sumatera Utara


51

(dua puluh lima) laporan saja yang sampai pada proses putusansedangkan 2 (dua)

laporan lainnya hanya sampai pada proses penyidikan dikarenakan Notaris

tersebut ada itikad baik untuk menyelesaikan permasalahannya dengan pelapor,

kemudian antara Notaris dan pelapor sepakat untuk menyelesaikan

permasalahannya tersebut secara kekeluargaan atau diluar Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara.73 Dari 25 (dua puluh lima) laporan

masyarakat yang sampai pada proses putusan tersebut, dapat disimpulkan atau

digolongkan menjadi 14 (empat belas) bentuk pelanggaran. Dimana nantinya 14

(empat belas) bentuk pelanggaran itu akan dijabarkan masing-masing.

Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, pernah juga beberapa kali

terjadi kesalahan pelaporan yang dilakukan oleh masyarakat di Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Yaitu, pertama terjadi pada tahun

2017, yaitu masyarakat melaporkan seorang Notaris, namun dari fakta-fakta yang

didapat dalam persidangan bahwa apa yang dibuat oleh Notaris tersebut adalah

Akta Jual Beli (AJB) yang dimana Akta Jual Beli (AJB) tersebut murni

merupakan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), maka ini bukan

kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

sehingga perkara ini diputus gugur. Kedua pada tahun 2018, pernah terjadi

kesalahan pelaporan di Majelis Pengawas Wilayah Notaris(MPWN) Sumatera

Utara, pelaporan ini dilakukan oleh istri dari Notaris itu sendiri, dalam laporannya

ia mengatakan Notaris tersebut (suaminya) telah melakukan perselingkuhan, lalu

pihak Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara mengatakan


73
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 10 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


52

ini bukan kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara, karena ini bukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris

ataupun terhadap Kode Etik Notaris, melainkan ini merupakan masalah pribadi

Notaris bukan masalah yang menyangkut jabatannya sebagai seorang Notaris.

Akhirnya pelapor tersebut diarahkan ke Organisasi Ikatan Notaris Indonesia

(INI). 74 Sedangkan untuk kasus pidana yang diduga dilakukan oleh Notaris,

menurut hasil wawancara, masyarakat tidak pernah melapor ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, karena masyarakat sudah paham,

sehingga kasus-kasus yang menyangkut tindak pidana, masyarakat langsung

melaporkannya ke pihak Kepolisian.75

Berikut dilampirkan bentuk dan jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh

Notaris di wilayah Sumatera Utara dari tahun 2015 sampai tahun 2018, Sanksi

yang di terapkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara, serta Rincian pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris berdasarkan tahun

dan daerah kerja Notaris yang telah sampai pada proses putusan dalam bentuk

tabel

74
Menurut Kode Etik Notaris Pasal 1 Ayat 1 mengatakan bahwa, Ikatan Notaris Indonesia
adalah perkumpulan/organisasi bagi para Notaris, berdiri semenjak tanggal 1 Juli 1908, diakui
sebagai badan hukum (rechtspersoon) berdasarkan Gouvernements Besluit (penetapan pemerintah)
tanggal 5 September 1908 Nomor 9, merupakan satu-satunyawadah pemersatu bagi semua dan
setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia,
sebagaimana hal itu telah diakui dan mendapat pengesahan dari pemerintah berdasarkan keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 23 Januari 1995 Nomor C2-1022.HT.01.06
Tahun 1995, dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesiatanggal 7 April 1995
Nomor 28 tambahan Nomor 1/P-1995,oleh karena itu sebagai dan merupakan organisasi Notaris
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117.
75
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 10 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


53

Tabel 1
Bentuk dan jumlah pelanggaran dari tahun 2015-2018
No. Bentuk Pelanggaran 2015 2016 2017 2018 Jumlah
1 Notaris tidak membacakan akta. 1 - - - 1
2 Notaris membuat akta baru tanpa 1 - - - 1
sepengetahuan para pihak.
3 Notaris tidak amanah, tidak jujur, 4 2 - 2 8
dan tidak menjaga kepentingan para
pihak dalam menjalankan tugas
jabatannya.
4 Notaris melakukan rangkap jabatan 1 - - - 1
5 Notaris tidak cermat dan tidak hati- 2 - - - 2
hati dalam membuat akta autentik.
6 Notaris membuat akta pengakuan. 1 - - - 1
7 Notaris membuat akta fiktif. 1 - - - 1
8 Notaris melakukan pembatalan akta 1 - 1 - 2
secara sepihak.
9 Notaris tidak mau mengeluarkan - 1 - - 1
salinan kedua.
10. Notaris tidak mengirim laporan - 1 - - 1
bulanan Notaris ke Majelis Pengawas
Daerah Notaris.
11. Notaris memeras pihak yang - 1 - - 1
berkepentingan terhadap akta.
12. Akta Notaris ditandatangani tidak - 1 2 - 3
dihadapan Notaris.
13. Notaris membuat surat kuasa menjual - 1 - - 1
terhadap suatu objek jaminan.
14. Notaris membuat akta jual beli PPAT - - 1 - 1
Jumlah 12 7 4 2 25
Sumber: Hasil penelitian di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)
Sumatera Utara dari bulan Juni 2019-Juli 2019.
Bentuk pelanggaran yang paling sering dilanggar oleh Notaris di provinsi
Sumatera Utara, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Majelis Pengawas
Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara yaitu mengenai Notaris tidak amanah,
tidak jujur, dan tidak menjaga kepentingan para pihak dalam menjalankan tugas
jabatannya. Dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 ada 8 laporan mengenai
bentuk pelanggaran ini. menurut hasil penelitian yang dilakukan, hal ini

Universitas Sumatera Utara


54

disebabkan oleh dua faktor, yaitu karena ketidaktahuan Notaris tentang aturan
yang dilanggarnya dan ada pula unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Notaris
demi menguntungkan dirinya sendiri ataupun pihak lain.76
Berikut akan dijabarkan mengenai 14 (empas belas) bentuk pelanggaran
tersebut, yaitu:
1. Notaris Tidak Membacakan Akta

Notaris mempunyai kewajiban menerapkan apa yang termuat dalam akta

Notaris dengan sungguh-sungguh yang telah dimengerti dan sesuai dengan

kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya, sehingga isi dari akta

Notaris menjadi jelas.77

Seseorang yang menjabat sebagai Notaris harus memiliki sifat jujur yang

tinggi, yang harus tertanam dalam dirinya, agar seorang Notaris dapat menjunjung

tinggi harkat dan martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan. 78 Notaris

dalam posisinya sebagai pejabat umum dan sekaligus sebagai profesi yang

bertugas membuat akta autentik. Akta autentik yang dibuatnya tersebut

merupakan suatu akta yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang kuat dan

sempurna.79

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf a

sudah jelas menjelaskan bahwa Notaris harus bertindak amanah, jujur, seksama,

76
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 21 Oktober
2019.
77
Sjaifurrahman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar
Maju, Bandung, 2011, h. 11.
78
Muhammad Tiantanik Citra Mido, I Nyoman Nurjaya, dan Rachmad Safa‟at,
“Tanggung Jawab Perdata Notaris Terhadap Akta Yang Dibacakan Oleh Staf Notaris Dihadapan
Penghadap”, Lentera Hukum, 08 Mei 2018, h. 162.
79
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
2006, h. 45.

Universitas Sumatera Utara


55

mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam

perbuatan hukum, dan dalam huruf m, Notaris wajib membacakan akta dihadapan

penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat)

orang saksi khusus untuk pembuatan akta wasiat dibawah tangan, dan

ditandatangani pada saat itu juga, oleh penghadap, saksi, dan Notaris.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 38 ayat (4) huruf a

mengatakan bahwa, akhir atau penutup akta memuat uraian tentang pembacaan

akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat

(7), dimana apabila pasal ini dilanggar oleh Notaris dapat mengakibatkan akta

hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan,

sebagaimana tertera dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris. Akan tetapi di dalam Undang-Undang ditemukan pengecualian terhadap

para pihak berkehendak agar Notaris tidak perlu membacakan isi akta tersebut

dikarenakan para pihak telah mengetahui dan memahami isi akta, maka

diwajibkan untuk memberikan paraf pada setiap halamannya oleh para pihak,

saksi dan Notaris. Ditambahkan pula bahwa kehendak tersebut haruslah ditulis

pada penutup akta.80

Pada kasus Notaris tidak membacakan akta, kasus ini pernah ditangani di

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor

putusan 01/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/I/2015 dan terlapornya yaitu

80
Agus Toni Purnayasa, “Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang Tidak
Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik”, Acta Comitas, 03 Desember 2018, h. 406.

Universitas Sumatera Utara


56

Notaris SU, diketahui dari hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

Sumatera Utara, selama proses pembuatan akta, para pelapor tidak pernah

berhadapan langsung dengan Notaris SU, berarti demikian jelaslah bahwa Notaris

SU tidak membacakan isi akta itu kepada para pihak. Pembacaan akta bukan

hanya bermanfaat bagi Notaris, namun bermanfaat juga bagi para penghadap.

Seperti, Notaris masih memiliki kesempatan memperbaiki kesalahan-kesalahan,

yang sebelumnya tidak terlihat. Proses pembacaan akta ini merupakan upaya

terakhir bagi Notaris untuk memperbaiki isi dari akta yang dibuatnya apabila

masih ada terjadi kesalahan yang dimana kesalahan-kesalahan tersebut bisa saja

tidak terlihat. Untuk para penghadap juga memiliki manfaat kalau akta Notaris

tersebut dibacakan, yaitu para penghadap mendapat kesempatan bertanya tentang

hal-hal yang kurang jelas yang ada didalam akta, sehingga sebelum terjadi proses

penandatanganan yang dilakukan oleh para pihak, saksi-saksi dan Notaris sendiri,

maka isi akta itu masih bisa dilakukan revisi. Pada putusan ini Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor dengan sanksi

berupa teguran tertulis.

2. Notaris Membuat Akta Baru Tanpa Sepengetahuan Para Pihak

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 48 ayat (1) secara

jelas dan tegas mengatakan isi akta dilarang untuk diubah dengan diganti,

ditambah, dicoret, disisipkan, dihapus, dan/atau ditulis tindih. Namun pada ayat

(2) menyatakan bahwa perubahan isi akta tersebut dapat dilakukan dan sah apabila

perubahan tersebut di paraf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap,

Universitas Sumatera Utara


57

saksi, dan Notaris. Dalam ayat (3) dijelaskan bahwa apabila terjadi perubahan

terhadap akta Notaris tanpa sepengetahuan para pihak atau saksi yang dilakukan

oleh Notaris, maka akta tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian sebagai

akta dibawah tangan dan dapat menjadi alasan bagi para pihak yang menderita

kerugian dapat menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.

Perubahan yang dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris hanya untuk perubahan yang dilakukan terhadap

rancangan akta, yang dimana akta tersebut belum ditanda tangani oleh para pihak,

saksi-saksi, dan Notaris. Namun apabila Notaris ingin mengubah atau

membetulkan kesalahan penulisan yang terdapat pada minuta akta yang telah

ditandatangani, maka Notaris dapat melakukan pembetulan tersebut dihadapan

para penghadap dan saksi-saksi yang dituangkan dalam berita acara dan

memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli dengan

menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan dan selanjutnya

Notaris akan mengeluarkan salinan akta berita acara dan menyampaikannya

kepada para pihak sebagaiman aturan ini telah dijelaskan dalam Pasal 51 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Pada kasus Notaris membuat akta baru tanpa sepengetahuan para pihak,

kasus ini pernah ditangani di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan nomor putusan 02/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera

Utara/I/2015 dengan terlapornya yaitu Notaris F. Notaris F tersebut telah

Universitas Sumatera Utara


58

membuat akta baru tanpa sepengetahuan para pihak, dengan alasan bahwa adanya

permintaan dari pihak ketiga sehingga akta itu dirubah, Sehingga para pihak disini

merasa dirugikan dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Notaris tersebut tidak hanya membuat

akta baru tanpa sepengetahuan para pihak, tetapi ia juga merobek akta yang

sebelumnya. Jelas ini tidak sesuai dengan isi sumpah jabatan Notaris, dimana

seorang Notaris menjunjung tinggi sikap, tingkah laku, kehormatan, martabat, dan

tanggung jawab sebagai seorang Notaris. Pada putusan ini Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor dengan sanksi

berupa teguran tertulis.

3. Notaris Tidak Amanah, Tidak Jujur, Dan Tidak Menjaga Kepentingan

Para Pihak Dalam Menjalankan Tugas Jabatannya

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf a

secara jelas dan tegas mengatakan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya,

Notaris wajib bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan

menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. dengan sudah

dikatakannya secara tegas, seharusnya Notaris harus menjunjung tinggi aturan

tersebut, dimana kalau Notaris menerapkan hal tersebut dalam menjalankan

jabatan sehari-harinya, notaris tidak hanya menjunjung tinggi harkat dan martabat

jabatan Notaris sebagaimana yang sudah dikatakannya dalam sumpah jabatan

Notarisnya namun Notaris akan terhindar dari segala masalah hukum yang kapan

saja bisa menjerat Notaris.

Universitas Sumatera Utara


59

Permasalahan Notaris yang tidak amanah, tidak jujur, dan tidak menjaga

kepentingan para pihak dalam menjalankan tugas jabatannya, masih menjadi

permasalahan yang sangat banyak yang dilaporkan para pihak ke Majelis

Pengawas Wilayah Notaris Sumatera Utara, dari tahun 2015 sampai tahun 2018,

sudah ada 8 (delapan) laporan. Itu menunjukkan bahwa masih ada juga notaris

yang tidak menjunjung tinggi Undang-Undang Jabatan Notaris, sumpah jabatan

Notaris, dan Kode Etik Notaris, yang diharapkan Notaris senantiasa meningkatkan

jabatannya untuk menjunjung tinggi keseluruhan dari martabat dan tugas

jabatannya, serta menjalankan tugas dengan memenuhi persyaratan yang

ditentukan oleh perundang-undangan. 81 Kalau permasalahan ini terulang terus,

maka akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap jabatan Notaris.

Pada kasus ini dapat kita ambil 1 (satu) contoh putusan yang pernah

ditangani di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan

nomor putusan 02/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/I/2015 dengan

terlapornya yaitu Notaris IN. pada tahun 2009 pelapor menerima covernote yang

menerangkan bahwa sebidang tanah dengan sertifikat HGB No. 565 yang terletak

diperumahan Bougenville Indah Residence Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang terdaftar atas nama H sedang dalam peningkatam menjadi hak milik di

kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang yang dibuat

oleh Notaris IN dengan penyelesaian dalam jangka waktu 6 bulan sejak covernote

dikeluarkan. Dalam covernote tersebut ditegaskan pula apabila peningkatan hak

milik selesai maka asli sertifikat akan dikembalikan kepada pelapor. Namun

81
Frans Hendra Winarta, Persepsi Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di Indonesia,
Majalah Renvoi, Jakarta, 2005, h.12.

Universitas Sumatera Utara


60

sampai jangka waktu covernote berakhir, pelapor sudah menanyakan kepada

terlapor baik secara lisan maupun tertulis tentang penyelesaian sertifikat tanah

tersebut, tetapi tidak ada jawaban dari terlapor. Namun dari hasil pemeriksaan

oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, terlapor

mengatakan bahwa sertifikat HGB No. 565 tidak benarsedang dalam proses

peningkatan hak milik, melainkan sedang dalam anggunan kredit atas nama PT

AIG kepada bank BTN. berdasarkan kesepakatan antar pelapor dan terlapor

dihadapan sidang Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

bahwa terlapor akan mengurus ke bank BTN dan akan mengembalikan sertifikat

tanah tersebut dalam jangka waktu 2 minggu sejak sidang MPW dilakukan dan

apabila sertifikat selesai maka pelapor akan mencabut laporannya. Akhirnya

putusan ditunda, namun setelah melebihi dari jangka waktu yang telah ditentukan

tersebut, terlapor tidak juga mengembalikan asli sertifikat HGB No. 565 tersebut.

Pada putusan ini Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

menjatuhkan terlapor dengan sanksi berupa teguran tertulis.

4. Notaris Melakukan Rangkap Jabatan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 3 huruf g sudah

menjelaskan kepada calon Notaris bahwa untuk dapat diangkat menjadi seorang

Notaris, tidak sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau sedang

memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap

dengan jabatan Notaris. Dalam pasal 17 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Universitas Sumatera Utara


61

Tentang Jabatan Notaris mengatakan bahwa Notaris dilarang merangkap jabatan

sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik

daerah, atau badan usaha swasta.

Setiap profesi, baik itu profesi Notaris ataupun profesi lainnya, selalu

menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral merupakatan

kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Nilai moral itu bisa

berupa, berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi, menyadari kewajiban

yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi, dan memiliki idealisme sebagai

perwujudan misi organisasi profesi.82 Atas dasar ketiga nilai moral itulah setiap

profesional dituntut untuk bertindak sesuai dengan cita-cita dan tuntutan profesi,

serta memiliki nilai moral yang kuat. Dalam melakukan tugas profesi, profesional

harus bertindak objektif, artinya bebas dari rasa takut, malu, sentimen, benci,

sikap malas, enggan bertindak, atau terlalu mengutamakan keuntungan yang

besar.83

Kasus Notaris melakukan rangkap jabatan ini pernah ditangani di Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor putusan

07/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/VI/2015 dengan terlapornya yaitu Notaris

HTW. Dimana Notaris HTW pernah beberapa kali bekerja dibeberapa perusahaan

swasta dan terakhir kali bekerja di suatu bank swasta. Dimana pada saat yang

bersamaan juga Notaris HTW menjalankan jabatannya secara nyata sebagai

Notaris, memiliki kantor, memiliki karyawan, memiliki buku daftar Reportorium,

dan lain-lain, serta mengirim laporan bulanan secara rutin ke Majelis Pengawas
82
Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum Dan Keperanannya, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2001, h. 17.
83
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


62

Daerah Notaris dimana tempat kedudukan Notarisnya tersebut. Namun Notaris

HTW tidak memasang plank namanya diluar kantor Notaris nya. Alasan Notaris

HTW melakukan ini adalah alasan ekonomi. Namun apapun alasannya, ini tidak

bisa untuk dijadikan alasan pembenar, karena bagaimana pun juga mengenai

rangkap jabatan ini sudah secara tegas dilarang dalam Undang-Undang Jabatan

Notaris. Terhadap putusan ini, Notaris HTW diberi sanksi berupa pengusulan

kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN) untuk memberhentikan dengan

hormat sebagai Notaris.

5. Notaris Tidak Cermat Dan Tidak Hati-Hati Dalam Membuat Akta

Autentik

Seringnya terjadi permasalahan hukum dalam praktik kenotariatan

disebabkan karena kurangnya kehati-hatian Notaris dalam membuat akta autentik

terhadap data para pihak ataupun terhadap data mengenai obyek yang dibawa oleh

para pihak untuk membuat akta autentik sehingga menyebabkan sering terjadinya

tindak kejahatan, seperti dokumen palsu atau keterangan palsu yang dilakukan

oleh para pihak dalam akta autentik yang dibuat oleh Notaris.

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat

dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti

ini, Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang

diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepadanya,

dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Keputusan tersebut

harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.

Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum termasuk

Universitas Sumatera Utara


63

masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari. Selain itu, setiap akta yang

dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus mempunyai alasan dan fakta hukum

yang mendukung akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang

harus dijelaskan kepada para pihak.84

Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara sudah pernah menyidangkan kasus Notaris yang

kurang cermat dan kurang hati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai

Notaris. Dimana, selama rentang waktu itu sudah terjadi 2 laporan. Pada kasus ini

dapat kita ambil 1 (satu) contoh putusan yang pernah ditangani di Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor putusan

11/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015 dengan terlapornya yaitu Notaris

RSS, Pelapor melaporkan Terlapor sehubungan dengan Akta Jual Beli (AJB) No.

54 tanggal 27 Februari 2013 yang dibuat oleh terlapor. Pada bulan Agustus 2013

ketika akan dilakukan sita eksekusi dilapangan, sesuai dengan penetapan

pengadilan, namun pelaksanaan sita eksekusi dilapangan gagal dilakukan

disebabkannya ada Akta Jual Beli (AJB) tersebut yang dibuat oleh terlapor.

Bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakuakn oleh Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara, benar adanya dalam perjanjian antara pelapor

dengan PT. BPN ada 30 item daftar perkakas/inventaris/stock barang dan

perlengkapan, dari 30 item tersebut yang akan disita oleh pelapor, hanya 12 item

yang merupakan hak milik dari pelapor. Namun dari hasil pemeriksaan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

84
Hartanti Sulihandri Dan Nisya Rifani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia
Cerdas, Jakarta, Cet. Kesatu, 2003, h. 87.

Universitas Sumatera Utara


64

pada saat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tersebut, terlapor tidak mengetahui

terhadap objek Jual beli tersebut akan dilakukan sita eksekusi. Bahwa pernah juga

pelapor mendatangi kantor terlapor untuk melakukan mediasi, namun mediasi ini

tidak pernah dilakukan. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara itu pula terungkap bahwa

pada saat Akta Jual Beli tersebut dibuat, yang berupa sebuah pabrik kelapa sawit

dimana dalam pabrik tersebut terdapat mesin-mesin, pelapor tidak memeriksa

dokumen atau invoice kepemilikan mesin-mesin itu. Pada putusan ini Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor

dengan sanksi berupa teguran tertulis.

6. Notaris Membuat Akta Pengakuan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (1)

mengatakan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik

dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Ayat

(7) mengatakan bahwa akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan

Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.

Akta pengakuan adalah suatu akta yang berisi pengakuan tentang suatu

kewajiban yang dilakukan secara sepihak, dimana satu pihak mengakui bahwa

dirinya mempunyai suatu kewajiban kepada pihak lain. 85 Dalam kasus yang

disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

dengan nomor putusan 09/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/VIII/2015 dimana


85
Fransiska Nona Kartika, Analisis Mengenai Akta Pengakuan Hutang Dengan Jaminan
Hak Atas Tanah Yang Diikuti Kuasa Menjual, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Indonesia,
Depok, 2012, h. 12.

Universitas Sumatera Utara


65

Notaris TT sebagai terlapor. Terlapor dituduh membuat surat pengakuan dan

penyerahan tanah, namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, ternyata akta tersebut bukan dibuat

oleh Notaris TT sebagaimana yang telah dilaporkan oleh pelapor, namun surat

tersebut dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah setempat. Akhirnya Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara memutuskan laporan

tersebut gugur dan tidak dapat diajukan kembali, dan Notaris TT dinyatakan tidak

bersalah.

7. Notaris Membuat Akta Fiktif

Akta fiktif adalah akta yang dimana pada proses pembuatannya tidak

sesuai dengan apa yang terjadi, seperti mengenai keterangan para pihak, identitas

para pihak, identitas obyek, atau pun akta ini tidak sesuai dengan apa yang sudah

diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Notaris yang membuat akta fiktif

dengan kesengajaan, bukan hanya melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris,

tetapi notaris tersebut sudah melakukan tindak pidana.

Kasus Notaris membuat akta fiktif, pernah disidangkan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dengan nomor putusan

11/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015 dengan terlapor Notaris FSL. Dari

hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

memutus kasus ini dengan putusan tidak bersalah. Kasus ini melibatkan Notaris

FSL, kasus ini bermula pada tahun 2005 pelapor pernah membuat perjanjian

kerjasama yang dibuat dibawah tangan dengan pihak lain, namun setelah beberapa

lama berjalan perjanjian tersebut, antara pelapor dengan pihak lain tersebut

Universitas Sumatera Utara


66

merasa tidak cocok lagi kalau perjanjian ini diteruskan, maka mereka sepakat

untuk membuat pengakhiran perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Notaris FSL.

Sebelum akta pengakhiran perjanjian kerja sama ini dibuat, ternyata Notaris FSL

pernah membuat 2 Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi (APHGR) atas nama

pelapor, akhirnya akta inilah yang dilaporkan ke Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara oleh pelapor, bahwasannya akta yang dibuat

oleh Notaris FSL adalah akta fiktif dan cacat hukum, namun dari hasil

pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Sumatera Utara, ternyata

tuduhan tersebut tidak benar adanya dan hanya fitnah yang dilakukan oleh pelapor

kepada Notaris FSL.

Dalam kasus ini apabila Notaris FSL dengan sengaja membuat akta fiktif

sebagaimana yang telah dilaporkan oleh pelapor, maka Notaris FSL dapat dituntut

secara pidana, tentang pemalsuan akta autentik yang dilakukan oleh notaris

sebagaimana yang tertera dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

8. Notaris Melakukan Pembatalan Akta Secara Sepihak

Akta Notaris sebagai akta otentik, mempunyai kedudukan yang istimewa

dibandingkan dengan akta dibawah tangan. Akta Notaris sebagai akta otentik

mempunyai dua macam kekuatan kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan

pembuktian formil, dimana akta itu membuktikan bahwa para pihak telah

menjelaskan apa yang tertulis di akta tersebut, dan kekuatan pembuktian materil

Universitas Sumatera Utara


67

yaitu akta tersebut membuktikan bahwa peristiwa yang tercantum dalam akta

tersebut benar-benar terjadi dan kekuatan mengikat keluar kepada pihak ketiga. 86

Notaris memiliki tanggung jawab tentang apa yang dibuatnya, karena

Notaris memiliki amanat yang diberikan kepadanya. Notaris dapat dimintai

pertanggung jawaban apabila Notaris melakukan perbuatan melanggar hukum.

perbuatan melanggar hukum diatur didalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, yaitu tiap perbuatan melanggar hukum, yang menimbulkan

kerugian kepada orang lain, mewajibkan kepada orang yang salah menimbulkan

kerugian itu untuk mengganti kerugian itu.

Notaris selaku pejabat umum memiliki tanggung jawab yang terdiri dari,87

a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap

akta yang dibuatnya.

b. Tanggung jawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materil akta yang

dibuatnya.

c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap

kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya.

d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan

Kode Etik Notaris.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya, yang telah sengaja

melakukan suatu perbuatan yang merugikan salah satu atau kedua belah pihak

yang menghadap didalam pembuatan suatu akta dan hal itu benar-benar dapat

86
Retno Wulan Sutanto Dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata, CV.
Mandar Maju, Bandung, Cet. 10, 2005, h.67.
87
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum Dan Etika,
UII Press, Yogyakarta, 2010. h.34.

Universitas Sumatera Utara


68

diketahui, bahwa suatu yang dilakukan oleh Notaris adalah sesuatu yang

bertentangan dengan undang-undang, maka Notaris tersebut dapat dimintai

pertanggung jawaban berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata.

Kasus Notaris yang melakukan pembatalan akta secara sepihak ini pernah

disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

dengan Nomor Putusan 12/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015, dimana

terlapornya yaitu Notaris HS. Dalam kasus ini, Notaris HS membatalkan akta

secara sepihak yang diakibatkan Notaris HS mendapat tekanan dari pihak ketiga.

Kasus ini bermula ketika pelapor membeli tanah dari DA yang dituangkan dalam

Akta Pelepasan Dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi (APHGR) yang dibuat

oleh Notaris HS nomor 01 dan 02 tahun 2010. Pada tahun 2015 Notaris HS

membatalkan secara sepihak akta tersebut dengan mengeluarkan akta nomor

02,03,04 tahun 2015. Akibat dari pembatalan akta yang dibuat oleh Notaris HS,

pelapor mengalami kerugian karena tanah yang kini dibeli pelapor telah dikuasai

oleh pihak lain dan pelapor harus mengembalikan uang kepada pihak konsumen

yang telah membeli tanah tersebut. Pada kasus ini Notaris HS dijatuhkan dengan

sanksi berupa peringatan tertulis.

Pada kasus seperti ini, Notaris tidak hanya dapat dituntut dengan Undang-

Undang Jabatan Notaris, tetapi Notaris dapat dituntut secara perdata atas kerugian

yang dialami terlapor. Notaris pula seharusnya dalam menjalankan tugas

jabatannya sebagai Notaris harus dapat bertindak amanah, jujur, seksama,

mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam

Universitas Sumatera Utara


69

perbuatan hukum, sesuai dengan pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris.

9. Notaris Tidak Mau Mengeluarkan Salinan Kedua

Kasus ini pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara dengan Nomor Putusan 01/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/III/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris X. Dimana Notaris X ini tidak

mau mengeluarkan salinan kedua terhadap pihak yang berkepentingan langsung

terhadap akta tersebut. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, dikatakan bahwa Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau

memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta atau kutipan akta, kepada orang

yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh

hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Kasus ini bermula ketika pelapor membuat akta pemberian kuasa kepada

pihak pemilik tanah dihadapan Notaris X nomor 91 tahun 2011. Dan pelapor telah

menyerahkan uang sebesar Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada

pemilik tanah, sebagai pemilik tanah sesuai dengan Pasal 7 Perjanjian

pembangunan rumah dan penentuan bagian yang dimuat dalam akta nomor 91

tahun 2011 yang dibuat dihadapan Notaris X. Namun salinan akta tersebut telah

hilang ditangan pelapor. Dan pelapor telah meminta salinan kedua itu kepada

Notaris X, namun Notaris tersebut tidak mau memberikan salinan akta tersebut,

walaupun syarat-syaratnya sudah dipenuhi oleh pelapor.

Universitas Sumatera Utara


70

Hasil pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara, alasan Notaris X tidak mau mengeluarkan salinan kedua akta

nomor 91 tahun 2011 tersebut dikarenakan adanya keberatan dari pihak pemilik

tanah. Notaris harus pula memperhatikan Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris wajib bertindak amanah, jujur,

seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait

dalam perbuatan hukum. Dimana sebelumnya pihak pelapor sudah melengkapi

semua persyaratan untuk memperoleh salinan kedua atas akta tersebut, namun

tetap saja Notaris X tidak mau mengeluarkan salinan kedua tersebut karena

adanya keberatan dari pihak pemilik tanah. Seharusnya Notaris harus berperilaku

profesional dalam menjalankan tugas jabatannya tanpa adanya intervensi dari

pihak mana pun. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, Notaris X diberikan sanksi berupa

peringatan tertulis.

Menurut Liliana Tedjosaputro, Notaris harus memperhatikan apa yang

disebut sebagai perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur, yaitu Notaris harus

memiliki integritas moral yang mantap, harus bersikap jujur kepada klien maupun

diri sendiri, sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak semata-

mata pertimbangan uang.88

88
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang,2003,
h. 93.

Universitas Sumatera Utara


71

10. Notaris Tidak Mengirim Laporan Bulanan Notaris Ke Majelis Pengawas

Daerah Notaris

Kasus Notaris tidak mengirim laporan bulanan Notaris ke Majelis

Pengawas Daerah Notaris ini, pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan Nomor Putusan 02/MPWN.Provinsi

Sumatera Utara/V/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris X. Notaris ini

dilaporkan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Labuhanbatu-

Labuhanbatu Utara-Labuhabatu Selatan. Bahwa menurut hasil pemeriksaan

Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Sumatera Utara, terlapor sendiri selama 6

(enam) bulan berturut-turut tidak pernah menyampaikan salinan dari daftar akta

dan daftar lainnya (laporan bulanan Notaris) terhitung dari bulan September 2015

sampai dengan bulan Februari 2016. Dari hasil pemeriksaan itu pula, tidak

dijelaskan apa asalan Notaris X tidak mengirim laporan bulanannya ke Majelis

Pengawas Daerah Notaris Kabupaten Labuhanbatu-Labuhanbatu Utara-

Labuhabatu Selatan.

Hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara menyatakan Notaris X bersalah dengan menjatuhkan sanksi berupa

peringatan tertulis, yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pasal 58

ayat (1), Pasal 59 ayat (1), dan Pasal 61 ayat (1) juncto Pasal 65A Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah

dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

Universitas Sumatera Utara


72

Pasal 58 ayat (1), berbunyi: Notaris membuat daftar akta, daftar surat

dibawah tangan yang disahkan, daftar surat yang dibukukan dan daftar surat lain

yang diwajibkan dalam undang-undang ini. Pasal 59 ayat (1), berbunyi: Notaris

membuat daftar klepper untuk daftar akta dan daftar surat dibawah tangan yang

disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), disusun menurut abjad

dan dikerjakan setiap bulan. Pasal 61 ayat (1), berbunyi: Notaris melalui

kuasanya, menyampaikan secara tertulis salinan yang telah disahkannya dari

daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama 15

(lima belas) hari pada bulan berikutnya kepada Majelis Pengawas Daerah. Pasal

65A, berbunyi: Notaris yang melanggar ketentuan Pasal 58 dan Pasal 59 dapat

dikenakan sanksi berupa: peringatan tertulis, pemberhentian sementara,

pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat.

11. Notaris Memeras Pihak Yang Berkepentingan Terhadap Akta

Kejahatan atau kriminalitas sebagai fenomena sosial yang terjadi dalam

kehidupan bermasyarakat tidak hanya dapat dilakukan oleh masyarakat biasa,

namun tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh seseorang yang memiliki

profesi atau jabatan, termasuk itu profesi-profesi hukum. tindak pidana pemerasan

diatur dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi,

barang siapa yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun

Universitas Sumatera Utara


73

menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan.

Kasus tentang Notaris memeras pihak yang berkepentingan terhadap akta

ini pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan nomor putusan 05/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/VIII/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris FT. Notaris FT dituduh oleh

pelapor melakukan pemerasan terhadap dirinya. Kasus ini bermula ketika pelapor

mempermasalahkan perubahan Site Plan dan perjanjian bangun bagi atas

bangunan yang akan dibangun di atas tanah milik Ibu pelapor (telah meninggal

dunia) yang semula akan dibangun rumah sebanyak 14 (empat belas) unit dan

akhirnya berubah menjadi 16 (enam belas) unit. Dalam hasil pemeriksaan itu pula

dikatakan tanah milik ibu pelapor tersebut telah dialihkan kepada S (menantu Ibu

pelapor) dengan surat pelepasan hak dan rugi yang dilegalisasi.

S kemudian mengalihkan tanah tersebut kepada LL berdasarkan Akta

Perikatan Jual Beli Nomor 27 Tahun 2008, dan Akta Surat Kuasa Nomor 15

Tahun 2009, lalu LL melakukan jual beli terhadap tanah tersebut kepada K,

dengan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 65 Tahun 2014 dan

menandatangani surat kuasa Nomor 66 Tahun 2014.

Hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Sumatera Utara

terhadap pelapor dan terlapor (Notaris FT), menyatakan bahwa perjanjian bangun

bagi yang dimaksud pelapor tidak pernah ada, yang ada hanya perjanjian jual beli,

menyatakan bahwa terlapor (Notaris FT) tidak pernah membuat Site Plan

bangunan dan tidak pernah merubahnya, menyatakan tidak benar terlapor

Universitas Sumatera Utara


74

memeras pelapor untuk membuat sertifikat, dan dari hasil putusan tersebut

dinyatakan Notaris FT tidak bersalah.

12. Akta Notaris Ditandatangani Tidak Dihadapan Notaris

Kasus Notaris yang para pihaknya tidak bertanda tangan dihadapan

Notaris juga sering terjadi di wilayah provinsi Sumatera Utara, selama tahun 2015

sampai tahun 2018 sudah 3 kasus tentang masalah ini, dan bisa saja lebih banyak

lagi kasus-kasus seperti ini diluar sana yang tidak dilaporkan atau diketahui yang

akhirnya tidak di tindaklanjuti oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan berbagai alasan. Pelanggaran seperti ini tidak hanya

melanggar sumpah jabatannya sebagai Notaris saja, tetapi bahkan bisa

dikategorikan Notaris tidak beritikad baik dan ada indikasi Notaris ingin membuat

akta palsu, yang mengarah pada perbuatan tindak pidana dan dapat dilaporkan

kepada pihak kepolisian, namun dalam kenyataannya sulit dilakukan karena pada

umumnya orang yang membutuhkan jasa Notaris tidak mengetahui atas praktek-

praktek tersebut.

Pada kasus akta Notaris ditandatangani tidak dihadapan notaris dapat kita

ambil 1 (satu) contoh putusan yang pernah ditangani di Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor putusan

07/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2016 dengan terlapornya yaitu Notaris NB,

berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara, awalnya Notaris NB membuat akta perubahan Nomor 61 Tahun

2015, menurut akta tersebut pelapor dikeluarkan dan digantikan oleh EZ. Menurut

keterangan pelapor, Notaris NB pada saat penandatanganan tidak dihadapan

Universitas Sumatera Utara


75

Notaris tetapi dihadapan Pegawai Notaris. Notaris NB mengakui bahwa pada saat

itu, ia sedang berada diluar kantor karena sedang ada pekerjaan. Notaris NB pun

mengakui segala kesalahannya karena kelalainnya ia sampai tidak menjalankan

Undang-Undang Jabatan Notaris. Pada putusan ini Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor dengan sanksi berupa

teguran tertulis.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf m

secara mengatakan bahwa, Notaris wajib membacakan akta dihadapan penghadap

dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi atau 4 (empat) orang saksi

khusus untuk pembuatan Akta Wasiat dibawah tangan, dan ditanda tangani pada

saat itu juga oleh para penghadap, saksi-saksi, dan Notaris. Namun tetap saja

Notaris tidak mentaati peraturan ini dengan berbagai macam alasannya.

Seharusnya Notaris tetap selalu menjunjung sumpah jabatannya sebagai Notaris

dan selalu bertindak amanah dan jujur dalam menjalankan tugas jaabatannya.

Guna melaksanakan tugas jabatannya, seorang Notaris secara formil

seharusnya:89

a. Melakukan pengenalan terhadap penghadap berdasarkan identitas yang

diperlihatkan kepada Notaris,

b. Menanyakan dan mencermati kehendak para pihak,

c. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan para pihak,

89
Endang Purwaningsih, “Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di Wilayah Provinsi
Banten Dan Penegakan Hukumnya”, Mimbar Hukum, Nomor 1, 2015, h. 18.

Universitas Sumatera Utara


76

d. Memberikan saran dan membuatkan minuta untuk memenuhi keinginan

para pihak tersebut,

e. Memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta seperti pembacaan,

penandatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta,

f. Melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatan

Notaris, dan

g. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Jabatan

Notaris, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

13. Notaris Membuat Surat Kuasa Menjual Terhadap Suatu Objek Jaminan

Jaminan pemberian kredit pada hakikatnya berfungsi untuk menjamin

kepastian akan pelunasan hutang debitur apabila debitur cidera janji atau

dinyatakan pailit. Oleh karena itu dengan adanya pemberian jaminan kredit maka

akan memberikan jaminan perlindungan bagi keamanan dan kepastian hukum

kreditur bahwa kreditnya akan tetap kembali walaupun debiturnya cidera janji,

yakni dengan cara mengeksekusi objek jaminan kredit bank yang bersangkutan

melalui lelang.90

Pada praktek Notaris ada suatu tindakan Notaris (saran Notaris atau

permintaan bank), yaitu dibuatnya Akta Kuasa Menjual dari debitur (nasabah)

kepada kreditur (bank), dengan alasan jika debitur wanprestasi, maka prosedur

lelang yang diatur dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b Undang-Undang Hak

Tanggungan dapat dihindari atau tidak dilakukan oleh bank, padahal menurut

ketentuannya, sesuai dengan Pasal 20 Ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan

90
Asriadi Zainuddin,“Kedudukan Hukum Surat Kuasa Menjual Terhadap Objek Jaminan
Yang Dibebani Dengan Hak Tanggungan”,Al-Himayah,Nomor 2, Oktober 2017, h. 298.

Universitas Sumatera Utara


77

tindakan tersebut batal demi hukum. namun hal seperti ini tidak disadari oleh

Notaris dan bank. Bank melakukan ini dengan alasan “jaga-jaga” apabila debitur

wanprestasi maka kuasa ini akan digunakan, yaitu objek jaminan tersebut akan

langsung dijual tanpa melalui proses lelang. Namun apabila debitur tidak

wanprestasi, maka kuasa menjual ini tidak akan dipergunakan.91

Pada kasus Notaris membuat surat kuasa menjual terhadap suatu objek

jaminan ini pernah ditangani oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan nomor putusan 10/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/XII/2016 dengan terlapornya yaitu Notaris S. Pada kasus Notaris S, ia

dituduh pelapor telah membuat suatu surat kuasa, dimana objeknya tersebut masih

menjadi objek hak tanggungan. Kasus ini telah diputus oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan menyatakan Notaris S tidak

bersalah. Dan tuduhan yang diarahkan oleh pelapor kepada Notaris S tidak

terbukti. Kasus ini bermula ketika tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor

921/Asam Kumbang atas nama pelapor menjadi objek jaminan pada Bank Sumut.

Pada awalnya pelapor mengadakan kerjasama dengan S untuk melakukan

pekerjaan tertentu di Kalimantan, untuk melakukan pekerjaan tersebut pelapor

memberikan Sertifikat Hak Milik Nomor 921/Asam Kumbang tersebut kepada S

untuk dijadikan agunan pada Bank Sumut.

Menurut keterangan pelapor, yang dipermasalahkan pelapor adalah

perubahan jumlah pinjaman yang semula ditentukan oleh pelapor berjumlah Rp.

696.000.000,00 (enam ratus sembilan puluh enam juta rupiah) kemudian berubah

91
https://yogasatriya.wordpress.com/2016/09/25/18/amp, Terakhir diakses pada tanggal
23 Juli 2019.

Universitas Sumatera Utara


78

menjadi Rp. 1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta rupiah), dimana

perubahan ini berdasarkan surat kuasa menjual, namun menurut keterangan

Notaris S, yang dibuat olehnya adalah surat kuasa saja, bukan kuasa untuk

menjual. Menurut keterangan Notaris S pula, ia ada membuat Akta Pengakuan

Hutang Nomor 23 Tahun 2010 yaitu pengakuan hutang oleh para pihak antara S

dengan Bank Sumut sebesar Rp. 1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta

rupiah), dimana yang menjadi dasarnya adalah perjanjian membuka kredit dan

tidak ada pemberian jaminan.

14. Notaris Membuat Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Bahwa pelapor melaporkan terlapor (Notaris V) dengan nomor putusan

04/MPPWN.Provinsi Sumatera Utara/4/2017, terkait Akta Jual Beli yang dibuat

oleh terlapor, yaitu akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akta nomor

31 tahun 2009 tanggal 21 Oktober 2009. Namun dari fakta-fakta yang didapat

dalam persidangan bahwa apa yang dibuat oleh terlapor tersebut adalah Akta Jual

Beli (AJB) yang dimana Akta Jual Beli (AJB) tersebut murni merupakan akta

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga ini bukan kewenangan Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN), sehingga perkara ini gugur.

Berikut disajikan rincian sanksi yang di terapkan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara terhadap pelanggaran yang dilakukan

oleh Notaris.

Universitas Sumatera Utara


79

Tabel 2
Sanksi yang di terapkan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)
Sumatera Utara terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dari
tahun 2015 sampai tahun 2018
No. Putusun Majelis Pengawas Wilayah 2015 2016 2017 2018 Jumlah
Notaris Sumatera Utara
1. Teguran tertulis 9 5 - 2 16
2. Tidak bersalah 1 2 3 - 6
3. Usulan pemberhentian dengan 1 - - - 1
hormat
4. Gugur 1 - 1 - 2
Jumlah 12 7 4 2 25
Sumber: Hasil penelitian di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)
Sumatera Utara dari bulan Juni 2019-Juli 2019.

Berdasarkan hasil penelitian di Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, ada 25

(dua puluh lima) laporan yang disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Dari hasil penelitian ini, Notaris yang

mendapatkan teguran tertulis sebanyak 16 (enam belas) orang Notaris, dan usulan

pemberhentian dengan hormat 1 (satu) orang. Sedangkan Notaris yang menerima

putusan tidak bersalah ada sebanyak 6 (enam) orang dan putusan gugur ada

sebanyak 2 (dua) orang. Dari 25 (dua puluh lima) laporan yang telah diputus oleh

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, sebanyak 17 orang

Notaris dinyatakan bersalah, dan hanya 6 orang Notaris yang tidak bersalah, ini

membuktikan masih banyaknya Notaris yang lalai atau tidak cermat atau kurang

teliti atau tidak mengerti ataupun adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh

Notaris.

Universitas Sumatera Utara


80

Terhadap Notaris yang dijatuhi Usulan pemberhentian dengan hormat oleh

Majelis Pengawas Wilayah Notaris(MPWN) Sumatera Utara, dikarenakan bentuk

pelanggarannya tergolong berat. Karena Notaris HTW menjalankan jabatannya

secara nyata sebagai Notaris, memiliki kantor, memiliki karyawan, memiliki buku

daftar Reportorium, dan lain-lain, serta mengirim laporan bulanan secara rutin ke

Majelis Pengawas Daerah Notaris dimana tempat kedudukan Notarisnya tersebut.

Namun Notaris HTW tidak memasang plank namanya diluar kantor Notaris nya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara yang menjadi penyebab terjadinya

pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris adalah sumber daya manusianya itu

sendiri, dan juga kurangnya pengawasan dan pembinaan kepada para Notaris

dikarenakan kurangnya anggaran dari pemerintah kepada Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara untuk melakukan itu.92

Banyaknya tanggungjawab yang harus diemban oleh Notaris dalam

menjalankan tugas jabatannya yang mengakibatkan Notaris dapat melakukan

kesalahan-kesalahan ini membuktikan Notaris tidak bisa bekerja sendiri, sehingga

harus ada juga peran dari pemerintah yakni melalui Majelis Pengawas Notaris

(MPN) untuk selalu mengawal kinerja dari Notaris, bukan hanya ketika Notaris

melakukan kesalahan, baru Majelis Pengawas Notaris (MPN) bertindak.

Seharusnya ada upaya pencegahan yang dilakukan, seperti di adakan seminar-

seminar tentang Kenotariatan, yang diharapkan dengan diadakannya seminar-

92
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 10 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


81

seminar seperti ini, kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dapat

berkurang.

Berkurangnya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, ini

akan mengangkat keluhuran martabat Notaris sebagai seorang pejabat. Kode Etik

Notaris menjadi tolak ukur kepada Notaris terhadap perilakunya. Sebagaimana

pendapat Habib Adjie,93 Notaris sebagai jabatan kepercayaan untuk menyimpan

rahasia mengenai akta yang dibuatnya dan keterangan atau pernyataan para pihak

yang diperoleh dalam pembuatan akta, kecuali undang-undang memerintahkannya

untuk membuka rahasia dan memberikan keterangan atau pernyataan tersebut

kepada pihak yang memintanya. Jadi dalam menjalankan tugas jabatannya dan

dalam kehidupan sehari-harinya, Notaris harus selalu menjunjung tinggi Kode

Etik Notaris dan Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai pedomannya, sehingga

Notaris dapat menjadi jabatan kepercayaan dan dihormati oleh masyarakat atau

pihak.

Notaris sebagai jabatan profesional yang melayani kepentingan

masyarakat, seharusnya memegang teguh amanah yang telah dipercayakan oleh

para pihak kepadanya. Merujuk pendapat Habib Adjie, 94 pelaksanaan tugas

jabatan Notaris sebagai jabatan kepercayaan dimulai ketika calon Notaris

disumpah atau mengucapkan janji berdasarkan agama masing-masing sebagai

Notaris. Sumpah janji sebagai Notaris mengandung makna yang sangat dalam

yang harus dijalankan dan mengikat selama menjalankan tugas jabatan sebagai

seorang Notaris. Sumpah janji tersebut mengandung dua makna yang mendalam
93
Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Op.cit., h. 78.
94
Ibid., h. 184.

Universitas Sumatera Utara


82

dan harus dipahami oleh seorang Notaris, pertama, Notaris wajib bertanggung

jawab kepada Tuhan, karena sumpah atau janji yang diucapkan berdasarkan

agama masing-masing artinya segala sesuatu yang dilakukan oleh Notaris akan

diminta pertanggungjawabannya dengan cara yang dikehendaki Tuhan, yang

kedua Notaris bertanggungjawab kepada negara dan masyarakat, artinya negara

telah memberikan kepercayaan untuk menjalankan tugas negara khususnya dalam

bidang hukum perdata dan kepada masyarakat yang telah mempercayai Notaris

yang mampu menuangkan kehendak mereka kedalam bentuk akta, dan percaya

bahwa Notaris mampu merahasiakan segala keterangannya ataupun ucapan yang

diberikan kepada Notaris.

Berikut dilampirkan rincian pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris

berdasarkan tahun dan daerah kerja Notaris.

Tabel 3
Rincian pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris berdasarkan tahun dan
daerah kerja Notaris dari 2015 sampai tahun 2018
No. Daerah 2015 2016 2017 2018 Jumlah
1. Kota Medan 7 3 - - 10
2. Kota Sibolga - - 1 - 1
3. Kota Binjai - 1 - - 1
4. Kabupaten Deli Serdang 3 1 - - 4
5. Kabupaten Langkat 1 - - - 1
6. Kabupaten Karo 1 - 1 2 4
7. Kabupaten Labuhan Batu - 1 - - 1
8. Kabupaten Serdang Bedagai - 1 - - 1
9. Kabupaten Simalungun - - 1 - 1
10. Kabupaten Tapanuli Utara - - 1 - 1
Jumlah 12 7 4 2 25

Universitas Sumatera Utara


83

Sumber: Hasil penelitian di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)


Sumatera Utaradari bulan Juni 2019-Juli 2019.

Berdasarkan tabel di atas, dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018,

terdapat pengurangan jumlah laporan yang masuk ke Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Dimana pada tahun 2015 ada 12 laporan,

tahun 2016 ada 7 laporan, tahun 2017 ada 4 laporan, dan pada tahun 2018 ada 2

laporan. Dapat dilihat di tabel tersebut, ada pengurangan yang cukup signifikan

dari tahun ketahun. Ini merupakan perkembangan yang sangat baik yang dapat

memberi dampak positif dalam dunia Notaris. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan, pihak Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

tidak mengetahui secara pasti apa penyebab penurunan jumlah laporan yang

masuk ke Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dari tahun

2015 sampai dengan tahun 2018, karena Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara tidak akan melakukan penindakan apabila tidak ada

laporan dari masyarakat.95

Berdasarkan data yang diperoleh dari Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, menurut data sampai bulan Mei 2019, terdapat 978

(sembilan ratus tujuh pulah delapan) Notaris yang tersebar 33 (tiga puluh tiga)

kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Selama tahun 2015 sampai

dengan tahun 2018, dari 25 (dua puluh lima) laporan yang sudah diputus oleh

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, Kota Medan

menjadi kota yang paling banyak Notaris yang melakukan pelanggaran sebanyak

95
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 21 Oktober
2019.

Universitas Sumatera Utara


84

10 laporan, yang diikuti oleh Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo

masing-masing sebanyak 4 (empat) laporan. Dan diikuti dengan kota/kabupaten

lainnya masing-masing sebanyak 1 (satu) laporan.

Kota Medan dengan jumlah Notaris sebanyak 241 (dua ratus empat puluh

satu) Notaris Berdasarkan data yang diperoleh dari Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara, menurut data sampai bulan Mei 2019 dan

sebagai kota dengan kategori daerah B, merujuk pada Pasal 7 ayat (2) huruf b

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 27 Tahun 2016

Tentang Formasi Jabatan Notaris dan Penentuan Kategori Daerah, seharusnya

para Notaris yang berada di wilayah kedudukan Kota Medan dapat

meminimalisirkan kesalahan-kesalahan yang akan terjadi, karena Notaris-Notaris

yang berada di daerah dengan kategori B ini tentu saja sudah melalui daerah-

daerah dengan kategori D, C, ataupun Notaris dari kategori A yang pindah ke

kategori B. Yang dimana menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia Nomor 27 Tahun 2016 Tentang Formasi Jabatan Notaris dan Penentuan

Kategori Daerah Pasal 3 ayat (1) mengatakan bahwa formasi jabatan Notaris

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ditetapkan untuk jangka waktu 4

(empat) tahun. Jadi menurut pasal tersebut, untuk wilayah D Notaris harus

berkedudukan disana selama 4 (empat) tahun, Sehingga dengan perjalanan karir

maupun resiko-resiko telah banyak dilalui oleh seorang Notaris untuk bisa sampai

ke daerah dengan kategori B seperti Kota Medan, seharusnya Notaris dapat

meminimalisirkan kesalahan-kesalahan yang bisa menyebabkan dirinya tidak

Universitas Sumatera Utara


85

hanya dapat dilaporkan karena melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris

ataupun Kode Etik Notaris akan tetapi juga terjerat tindak pidana.

Penggunaan teori efektifitas pada rumusan masalah yang pertama ini

dikarenakan, masih banyaknya Notaris diwilayah provinsi Sumatera Utara yang

tidak menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris dan Kode Etik Notaris. Dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018

terdapat 27 (dua puluh lima) laporan masyarakat, dari 27 (dua puluh lima) laporan

masyarakat tersebut, 17 (enam belas) laporan dinyatakan Notaris bersalah oleh

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Ini membuktikan

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris tidak berlaku secara

efektif. Tidak efektifnya aturan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya

aturannya kabur atau tidak jelas sehingga melahirkan banyak penafsiran,

aparaturnya tidak konsisten dalam menjalankan aturan, dan bisa juga diakibatkan

karena masyarakatnya itu sendiri yang tidak mendukung pelaksanaan dari aturan

tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa yang menjadi kurang

efektifnya dalam dunia Notaris disini yaitu Notarisnya itu sendiri dan

masyarakatnya. Terbukti dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, misalnya Notaris tidak

paham ataupun tidak mengetahui bahwa ada aturan yang mengatur, notaris tidak

cermat dan tidak teliti dalam membuat akta, ada keinginan untuk menguntungkan

diri sendiri atau pihak lain dan adanya itikad buruk dari masyarakat misalnya

Universitas Sumatera Utara


86

masyarakat menyerahkan data orang lain kepada Notaris dan masyarakat

memfitnah Notaris.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

IMPLEMENTASI KEWENANGAN MAJELIS PENGAWAS WILAYAH

NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA DALAM MENYELESAIKAN

PERMASALAHAN-PERMASALAHAN HUKUM YANG BERKAITAN

DENGAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

A. Kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab Notaris

1. Kewenangan Notaris

Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan

diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yang mengatur jabatan tersebut. 96 Wewenang Notaris memiliki

batasan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang mengatur jabatan

pejabat yang bersangkutan.

Setiap perbuatan pemerintah disyaratkan harus bertumpu pada

kewenangan yang sah. Tanpa ada kewenangan yang sah seorang Pejabat

ataupun Badan Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan

pemerintahan. Oleh karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi

setiap Pejabat ataupun bagi setiap Badan.97

Tugas dan wewenang Notaris jika dilihat dari jabatannya, maka seorang

Notaris bertugas menjalankan sebagian kewibawaan pemerintah, karena

Notaris menurut Peraturan Jabatan Notaris selaku Pejabat Umum yang ditunjuk

96
Iwaris Harefa, Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Dalam Memberikan
Persetujuan Terhadap Pemanggilan Penyidik Penuntut Umum Dan Hakim Berkaitan Dengan
Ketentuan Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2018,h. 38.
97
Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang,
2004, h. 77.

87
Universitas Sumatera Utara
88

oleh undang-undang untuk membuat akta otentik yang sebenarnya menurut

penulis pekerjaan membuat akta otentik itu adalah pekerjaan pemerintah.

Sedangkan wewenang Notaris adalah membuat akta otentik sebagaimana yang

diperintahkan oleh pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu

akta yang dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum (undang-

undang), dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, dan ditempat dimana akta

itu dibuat. Selain dari pada itu juga mengacu dan berkaitan dengan pasal 1870

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris.

Cara memperoleh wewenang yaitu melalui tiga cara, atribusi, delegasi

dan mandat.98 Kewenangan yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi

pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan

perundang-undangan dan perundang-undanganlah yang menciptakan suatu

wewenang pemerintahan yang baru. Kewenangan secara delegasi merupakan

pemindahan atau pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan

perundang-undangan atau aturan hukum. Kewenangan mandat sebenarnya

bukan pengalihan atau pemindahan wewenang tapi karena yang berkompeten

berhalangan.

Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) tersebut ternyata

Notaris sebagai Pejabat Umum memperoleh kewenangan secara atribusi,

karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh Undang-Undang

98
Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 2005, h. 139-140.

Universitas Sumatera Utara


89

Jabatan Notaris (UUJN) sendiri. Jadi, wewenang yang diperoleh Notaris bukan

berasal dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Jadi Notaris memiliki legalitas untuk melakukan tindakan hukum

dalam membuat akta otentik.

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, menyatakan secara tegas bahwa Notaris adalah satu-satunya

pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang untuk membuat akta

autentik, kecuali jika undang-undang menentukan lain. Intisari dari tugas dan

wewenang Notaris bila dilihat dari Peraturan Jabatan Notaris hanyalah

membuat akta, melegalisasi akta di bawah tangan dan membuat grosse akta

serta berhak mengeluarkan salinan atau turunan akta kepada pihak yang

berkepentingan. Padahal dalam praktek tugas dan wewenang notaris lebih luas

dari apa yang diatur dalam undang-undang. Notaris dalam praktek, yaitu antara

lain sebagai ahli penemuan hukum dan penasehat hukum.

Selain kewenangannya untuk membuat akta autentik dalam arti

“verlijden” (menyusun, membacakan dan menanda-tangani), akan tetapi juga

berdasarkan dalam pasal 16 huruf d Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris Notaris wajib untuk membuatnya, kecuali terdapat

alasan yang mempunyai dasar untuk menolak pembuatannya. 99

Pasal 15 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 204 Tentang Jabatan Notaris

mengatakan bahwa (1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai

99
G.H.S.Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, h. 32.

Universitas Sumatera Utara


90

semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan

akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya

itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat lainnya atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris

berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal

surat dibawah tangan, membukukan surat dibawah tangan dan

mendaftarkannya dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat dibawah

tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan

digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan

kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum

sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan

pertanahan, dan membuat akta risalah lelang.

Tugas Notaris bukan hanya membuat akta, tapi juga menyimpannya

dan menerbitkan grosse, membuat salinan dan ringkasannya. Notaris hanya

mengkonstantir apa yang terjadi dan apa yang dilihat, didalamnya serta

mencatatnya dalam akta (Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris, S.1860 Nomor

3). 100 Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh Notaris hanya

diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah ditentukan

dan ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan di dalam

100
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
1985, h. 123.

Universitas Sumatera Utara


91

daerah hukum tersebut Notaris mempunyai wewenang. Apabila ketentuan itu

tidak diindahkan, akta yang dibuat oleh Notaris menjadi tidak sah. Adapun

wewenang yang dimiliki oleh Notaris meliputi empat (4) hal yaitu sebagai

berikut:

1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat

itu;

2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu

dibuat;

4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta

itu.101

Perbuatan hukum yang tertuang dalam suatu akta Notaris bukanlah

perbuatan hukum dari Notaris, melainkan perbuatan hukum yang memuat

perbuatan, perjanjian dan penetapan dari pihak yang meminta atau

menghendaki perbuatan hukum mereka dituangkan pada suatu akta autentik.

Jadi pihak-pihak dalam akta itulah yang terikat pada isi dari suatu akta

autentik. Notaris bukan tukang membuat akta atau orang yang mempunyai

pekerjaan membuat akta, tetapi Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

didasari atau dilengkapi berbagai ilmu pengetahuan hukum dan ilmu-ilmu

lainnya yang harus dikuasai secara terintegrasi oleh notaris dan akta yang

101
G.H.S. Lumban Tobing, Op., Cit, h. 49-50.

Universitas Sumatera Utara


92

dibuat dihadapan atau oleh Notaris mempunyai kedudukan sebagai alat

bukti.102

Fungsi dari dibuatkannya akta itu adalah untuk membuktikan bahwa

memang bahwa ada hal/peristiwa yang disebutkan dalam akta. Hal mana untuk

membedakan antara akta otentik dan akta dibawah tangan. Sudikno

Mertokusumo menyatakan bahwa fungsi dari pada akta itu adalah:103

1. Akta dapat mempunyai fungsi formil (formalitas causa), yang berarti

bahwa untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu

perbuatan hukum, haruslah dibuat suatu akta, sehingga disini kita

merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum.

2. Akta juga mempunyai fungsi sebagai alat bukti (probationis causa). Jadi

jelas bahwa itu dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian di

kemudian hari. Sedangkan sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk

akta tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat

digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari.

2. Kewajiban Notaris

Seorang Notaris dalam menjalankan profesinya memiliki kewajiban-

kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris Pasal 16, yang berbunyi (1) dalam menjalankan jabatannya,

Notaris wajib: bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan

menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum,


102
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 31.
103
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1985,
h.126.

Universitas Sumatera Utara


93

membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian

dari protokol Notaris, melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap

pada minuta akta, memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang ini, kevuali ada alasan untuk menolaknya, merahasiakan segala

sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh

guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-

undang menentukan lain, menjilid akta yang dibuatnya dalam satu bulan

menjadi buku yang memuat tidak lebih dati 50 (limapuluh) akta, dan jika

jumlah akta tidak dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi

lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku, membuat daftar dari akta protes

terhadap tidak diterimanya atau tidak dibayar surat berharga, membuat daftar

akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta

setiap bulan; mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i

atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat kepusat daftar wasiat pada

Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang hukum

dalam waktu lima hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; mencatat

dalam repertoriumtanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;

mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik

Indonesia pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat

kedudukan yang bersangkutan; membacakan akta dihadapan penghadap

dengan dihadiri oleh paling sedikit dua orang saksi, atau empat orang saksi

khusus akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh

Universitas Sumatera Utara


94

penghadap, saksi, dan Notaris; menerima magang calon Notaris; (2)kewajiban

menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak

berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta in originali.

Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi

yang memiliki unsur-unsur yaitu perilaku Notaris harus memiliki integritas

moral yang mantap, harus jujur bersikap terhadap klien maupun diri sendiri,

sadar akan batas-batas kewenangannya dan tidak bertindak semata-mata

berdasarkan pertimbangan uang.104

Adapun kewajiban-kewajiban Notaris yang harus dirahasiakan

berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris Pasal 4 ayat (2) tentang sumpah atau janji Notaris dan Pasal 16

ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang

meliputi keseluruhan isi akta yang terdiri dari awal akta, badan akta dan akhir

akta. Akta-akta yang dibuat Notaris sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 54

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, serta keterangan dan

serangkaian fakta yang diberitahukan oleh klien kepada Notaris baik yang

tercantum dalam akta maupun yang tidak tercantum di dalam akta atau dalam

proses pembuatan akta.105

104
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 2003,
h. 93.
105
Eis Fitriyana Mahmud, Batas-batas Kewajiban Ingkar Notaris dalam Penggunaan Hak
Ingkar pada Proses Peradilan Pidana, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya, Malang, 2013, h. 18.

Universitas Sumatera Utara


95

3. Tanggung Jawab Notaris

Menurut Hans kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep

kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia
106
memikul tanggung jawab hukum. Konsep tanggung jawab hukum

diperlukan untuk dapat menjelaskan hubungan antara tanggung jawab Notaris

yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan Undang-Undang

Jabatan Notaris yang berada dalam bidang hukum perdata.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh

negara. 107 Menempatkan Notaris sebagai suatu jabatan dan profesi yang

sengaja dibuat peraturan perundang-undangan untuk keperluan dan fungsi

tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu

lingkungan pekerjaan tetap.108

Tanggung jawab Notaris bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas

dan pekerjaan Notaris. Dikatakan demikian oleh karena selain untuk membuat

akta autentik, Notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan

pendaftaran dan mengesahkan (waarmerking dan legalisasi) surat-surat/akta-

akta yang dibuat di bawah tangan.109

106
Hans Kelsen, Teori Umum hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, h. 81.
107
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2004, h. 15.
108
Cut Era Fitriyeni, “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Penyimpanan Minuta Akta
Sebagai Bagian Dari Protokol Notaris”, Kanun, Nomor 58, Desember 2012, h. 8.
109
Rahmad Hendra, “Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Penghadapnya
Mempergunakan Identitas Palsu Di Kota Pekanbaru”, Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3 Nomor 1, h.
9.

Universitas Sumatera Utara


96

Pasal 15 Undang-Undang 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris telah menegaskan,

bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta autentik dan akta

autentik itu akan memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu

pembuktian yang sempurna. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang tercantum

dalam Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan

bahwa suatu akta autentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-

ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari pada mereka, suatu

bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Disinilah letak arti

penting dari profesi Notaris, bahwa Notaris diberi wewenang menciptakan alat

pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam

autentik itu pada pokoknya dianggap benar.

Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat

pembuktian untuk sesuatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun

untuk kepentingan suatu usaha. 110 Notaris tidak hanya berwenang untuk

membuat akta autentik dalam arti menyusun, membacakan dan

menandatangani dan dalam arti membuat akta dalam bentuk yang ditentukan

oleh undang-undang sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1868 Kitab

Undang-Udang Hukum Perdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan atas Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan, yaitu adanya

kewajiban terhadap Notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan

110
Soegondo R. Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia (Suatu Penjelasan), Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1993, h. 9.

Universitas Sumatera Utara


97

dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga

memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-

undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Akta autentik merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak

dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapatkan hak daripadanya.

Dengan demikian, ini berarti bahwa isi akta tersebut oleh hakim dianggap

benar selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. Akta autentik tidak

memerlukan pengakuan dari pihak yang bersangkutan agar mempunyai

kekuatan pembuktian. Terhadap pihak ketiga, akta tersebut tidak mempunyai

kekuatan bukti yang sempurna, melainkan hanya bersifat alat pembuktian yang

penilaiannya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.111

Sebagai pejabat umum, Notaris berwenang membuat akta otentik.

Sehubungan dengan kewenangannya tersebut. Notaris dapat dibebani tanggung

jawab atas perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat akta autentik.

Tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum meliputi tanggung jawab

profesi Notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta, diantaranya:112

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya, dalam

hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materil akta, dalam

konstruksi perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum

disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan

perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan

pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan

111
M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h. 38.
112
Ibid, h. 35-49.

Universitas Sumatera Utara


98

keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Jadi unsur dari

perbuatan melawan hukum disini yaitu adanya perbuatan melawan

hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu pebuatan

tidak saja melanggar undang-undang, tetapi juga melanggar kepatutan,

kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Suatu

perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan

tersebut:

a. Melanggar hak orang lain;

b. Bertentangan dengan aturan hukum;

c. Bertentangan dengan kesusilaan;

d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan

kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup

sehari-hari.

2. Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana

dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang

Notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang

membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara

pada umumnya. Unsur-unsur dalam perbuatan pidana meliputi:

a. Perbuatan manusia;

b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan, artinya

berlaku asas legalitas, nullum delictum nulla poena sine praevia

lege poenali (tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam

Universitas Sumatera Utara


99

dengan pidana jika hal tersebut tidak atau belum dinyatakan

dalam undang-undang);

c. Bersifat melawan hukum.

3. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris

(UUJN).

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya

berdasarkan Kode Etik Notaris. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Notaris harus menjalankan jabatannya sesuai dengan Kode Etik Notaris,

yang mana dalam melaksanakan tugasnya Notaris itu diwajibkan:

1. Senantiasa menjunjung tinggi hukum dan asas negara serta bertindak

sesuai dengan makna sumpah jabatannya.

2. Mengutamakan pengabdiannya kepada kepentingan masyarakat dan

negara.113

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berdasarkan pada

ketelitian, kecermatan dan ketepatan. Tiga unsur sifat pribadi harus

mendapatkan perhatian khusus yang membentuk karakter didalam menjalankan

jabatan adalah:114

1. Jujur terhadap diri sendiri;

2. Baik dan benar;

3. Profesional.

113
Komar Andasasmita, Notaris I, Sumur Bandung, Bandung, 1981, h. 158.
114
A.A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang ApaDan Siapa Notaris di Indonesia,
Putra Media Nusantara, Surabaya, 2010, h. 92.

Universitas Sumatera Utara


100

Salah satu perilaku seorang notaris dalam menjalankan jabatannya

adalah senantiasa bersikap profesional. Menyandang jabatan selaku Notaris

harus jujur terhadap diri sendiri yang berlandaskan pada spiritual, moral,

mental, akhlak baik dan benar. Selain mempunyai tingkat intelektual tinggi

serta yang mempunyai sifat netral/tidak memihak, independen, mandiri, tidak

mengejar materi, menjunjung harkat dan martabat Notaris yang profesional. 115

B. Tinjauan Umum Tentang Majelis Pengawas Notaris (MPN)

Sebelum berlakunya Undang-Undang Jabatan Notaris, pengawsan,

pemeriksaan, dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh badan

peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana diatur dalam:

a. Pasal 14 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie

(Stbl. 1847 Nomor 23);

b. Pasal 96 Reglement Buitengewesten;

c. Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen, Lembaran Negara

Tahun 1946 Nomor 135; dan

d. Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris.116

Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Peradilan Umum dan

Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 32 dan Pasal 54 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 1956 Tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris,

Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor

KMA/006/skb/VII/1987 Tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan

Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8


115
Ibid.
116
Habib Adjie, Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, Refika Aditama, 2008, Bandung, h. 27.

Universitas Sumatera Utara


101

Tahun 2004 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986

Tentang Peradilan Umum. Dalam kaitannya tersebut, meski Notaris diangkat

pemerintah (dahulu Menteri Kehakiman, sekarang Kementerian Hukum Dan Hak

Asai Manusia), namun pengawasannya oleh Lembaga Peradilan.

Pada tahun 1999 sampai dengan tahun2001, dilakukan perubahan Undang-

Undang Dasar 1945. Dalam Pasal 24 Ayat 2 Undang-Undang 1945 menegaskan

bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Badan

Peradilan yang berada dibawahnya adalah dalam lingkungan:

a. Peradilan Umum;

b. Peradilan Agama;

c. Peradilan Militer;

d. Peradilan Tata Usaha Negara;

e. Mahkamah Konstitusi.

Berlakunya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, dan sebagai

tindak lanjutnya, maka diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang

Mahkamah Agung ditegaskan bahwa Mahkamah Agung selaku pelaku salah satu

kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

1945. 117 Berdasarkan peraturan tersebut, Mahkamah Agung hanya mempunyai

kewenangan dalam bidang peradilan saja, sedangkan dari sisi organisasi,

administrasi dan finansial menjadi kewenangan Departeman Kehakiman. Undang-

117
Ibid., h. 2.

Universitas Sumatera Utara


102

Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Pasal 5 Ayat (1) menegasakan bahwa

pembinaan teknis peradilan, organisasi, administrasi, dan finansial, dilakukan oleh

Mahkamah Agung. Sejak pengalihan kewenangan tersebut, Notaris yang diangkat

oleh Menteri tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh selain Menteri,

dalam hal ini badan peradilan. Maka ketentuan mengenai pengawasan terhadap

Notaris dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 dicabut dengan

ketentuan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris.118

Pada saat pengawasan berada dibawah Pengadilan Negeri, fungsi

pengawasan bukanlah hal yang utama yang mendapat perhatian dari aparatur

Pengadilan Negeri, hal tersebut dikarenakan Pengadilan Negeri memang bukan

dibentuk untuk melakukan pengawasan non-judisial tetapi lebih cenderung kepada

praktek persidangan dan kasus peradilan. Dengan berlakunya Undang-Undang

Jabatan Notaris, berdasarkan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

Tentang Jabatan Notaris, pengawasan dilakukan oleh Menteri dan untuk

melaksanakan pengawasan tersebut, Menteri membentuk Majelis Pengawas

Notaris (MPN). Kewenangan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia untuk melakukan pengawasan ini oleh Undang-Undang Jabatan Notaris

diberikan dalam bentuk pendelegasian atributif kepada Menteri Hukum Dan Hak

Asasi Manusia Republik Indonesiauntuk membentuk Majelis Pengawas Notaris

(MPN). Dengan adanya majelis pengawas yang secara khusus dibentuk untuk
118
Bayu Nirwana Sari,Pelaksanaan, Pembinaan, Dan Pengawasan Notaris Oleh Majelis
Pengawas Daerah Notaris Di Kabupaten Tanggerang, Tesis, Universitas Indonesia, Depok, 2012,
h. 37.

Universitas Sumatera Utara


103

melakukan pengawasan terhadap Notaris, diharapkan pengawasan dapat

dilaksanakan secara maksimal.119

Pengawasan terhadap Notaris termasuk pembinaan yang dilakukan oleh

Menteri sebagaimana dikatan dalam Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris, yang dimaksud dengan pengawasan adalah

kegiatan preventif, kuratif dan termasuk juga pembinaan yang dilakukan oleh

majelis pengawas terhadap Notaris. Dengan demikian ada 3 (tiga) tugas yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris (MPN), yaitu:

1. Pengawasan preventif;

2. Pengawasan kuratif; dan

3. Pembinaan.

Berdasarkan Pasal 67 ayat (5) Undang-Undang 30 Tahun 2004 Tentang

Jabatan Notaris, pengawasan terhadap Notaris yang dilakukan oleh Menteri

meliputi pengawasan terhadap perilaku Notaris dan pelaksanaan tugas jabatan

Notaris. Urutan pertama yang disebut adalah pengawasan terhadap perilaku

Notaris dikarenakan perilaku Notaris sangat menyangkut dengan Kode Etik

Notaris, sehingga etika Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya sangat

diutamakan. Tujuan dari pengawasan tidak hanya ditujukan bagi penataan Kode

Etik Notaris akan tetapi juga untuk tujuan yang lebih luas, yaitu agar para Notaris

dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi persyaratan-persyaratan yang

ditetapkan oleh undang-undang demi pengamanan atas kepentingan masyarakat

yang dilayani.

119
Ibid.,h. 38.

Universitas Sumatera Utara


104

C. Implementasi Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara Dalam Menyelesaikan Permasalahan-

Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Notaris Dalam

Pembuatan Akta.

Majelis Pengawas Wilayah Notaris dalam menjalankan kewenangannya

mengeluarkan putusan terhadap Notaris, putusan itu berupa sanksi peringatan

lisan maupun peringatan tertulis dan mengusulkan pemberian sanksi terhadap

Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa pemberhentian sementara maupun

pemberhentian dengan tidak hormat. Sebenarnya kewenangan pengawasan dan

pemeriksaan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia yang dalam pelaksanaanya Menteri membentuk Majelis Pengawas

Notaris. Menteri mempunyai tugas dalam membantu Presiden dalam

menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dibidang hukum dan hak asasi

manusia.

Wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris secara atribusi

ada pada Menteri sendiri, yang secara jelas dikatakan dalam Pasal 67 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris bahwa pengawasan atas Notaris

dilakukan oleh Menteri. Kedudukan Menteri sebagai lembaga eksekutif yang

menjalankan kekuasaan pemerintahan ini menunjukkan bahwa Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia merupakan pejabat tata usaha negara.

Majelis Pengawas Notaris (MPN) dalam melakukan pengawasan,

pemeriksaan, dan penjatuhan sanksi harus berdasarkan kewenangan yang telah

Universitas Sumatera Utara


105

ditentukan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris sebagai acuan dalam

pengambilan keputusan. Dengan diberlakukannya Pasal 67 ayat (3) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, bahwa anggota Majelis Pengawas

Notaris (MPN) tidak semua berasal dari profesi Notaris, sehingga diharapkan

tindakan dan keputusan yang dikeluarkan Majelis Pengawas Notaris (MPN) harus

mencerminkan tindakan suatu badan, yang dimana walaupun dalam susunan

keanggotaan Majelis Pengawas Notaris berisi 3 (tiga) orang Notaris, tetapi

keputusan yang dikeluarkan dapat bersifat objektif.

Pengawasan Notaris dibedakan antara perilaku dan tindakan yang

dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya oleh Majelis Pengawas

Notaris, sedangkan perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh Notaris diluar

menjalankan jabatannya diawasi oleh Dewan Kehormatan Notaris (DKN). 120

Pengawasan tersebut pada dasarnya merupakan wujud dari perlindungan hukum

terhadap Notaris itu sendiri oleh karena dengan adanya suatu pengawasan, maka

setiap Notaris dalam berprilaku dan tindakannya baik dalam menjalankan

jabatannya maupun diluar jabatnnya selalu dalam koridor hukum. 121

120
Menurut Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia Pasal 1 huruf a, Dewan Kehormatan
adalah alat perlengkapan perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas
dari keberpihakan dalam perkumpulan yang bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik, memeriksa dan mengambil
keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, memberikan saran dan
pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris.
121
Eureika Kezia Sakudu Dan Wahyuni Safitri, Peranan Majelis Pengawas Wilayah
Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Jabatan Notaris Terkait Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Widya
Gama Mahakam Samarinda, 2016, h. 71.

Universitas Sumatera Utara


106

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 1 ayat (6)

mengatakan bahwa, Majelis Pengawas Notaris (MPN) yang selanjutnya disebut

Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris. Jadi

dalam pasal ini jelas dikatakan bahwa peran Majelis Pengawas Notaris (MPN)

adalah pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris, baik terhadap Kode Etik

Maupun Undang-Undang Jabatan Notaris.

Menurut Bambang Rantam yang merupakan Sekretaris Jendral


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, ia
mengatakan bahwa jika dilihat dari defenisi pembinaan merupakan suatu
usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya dan berhasil
guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sedangkan pengawasan
merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan
tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai
yang telah ditetapkan. Ini artinya, pembinaan dilakukan untuk
meningkatkan daya dan hasil yang lebih baik, sudah tentu dalam hal ini
adalah peningkatan pelaksanaan jabatan Notaris. Sedangkan pengawasan
merupakan pengambilan tindakan yang dapat mendukung hasil.122

Menurut Ibu Rahmayani Saragih yang merupakan Sekretaris Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, ia mengatakan bahwa peran

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara selama ini belum

maksimal. Hal ini disebabkan tidak adanya anggaran kepada Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara untuk saat sekarang ini dalam

melakukan pembinaan terhadap Notaris, kurangnya waktu yang dimiliki oleh para

anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dan

kurangnya kualitas yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

122
Admin, Kemenkumham Tingkatkan Pembinaan dan Pengawasan Notaris Demi
Profesionalitas, Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 4 Maret 2019.

Universitas Sumatera Utara


107

(MPWN) Sumatera Utara. Sebelum terbentuknya Majelis Pengawas Daerah

Notaris di daerah-daerah di Sumatera Utara, Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara pernah melakukan pembinaan terhadap Notaris, yaitu

pada saat pemeriksaan Protokol Notaris (selain memeriksa Protokol Notaris,

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara memberikan

pembinaan kepada Notaris). Namun setelah terbentuknya Majelis Pengawas

Daerah Notaris (MPDN) di daerah-daerah di Sumatera Utara, maka pemeriksaan

Protokol Notaris tersebut dilakukan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris

(MPDN), maka pada saat itu pula pembinaan dilakukan juga oleh Majelis

Pengawas Daerah Notaris (MPDN), itu pun hanya setahun sekali dilakukan

pemeriksaan Protokol Notaris. Bidang Pelayanan Hukum Kantor Wilayah

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara pernah juga

beberapa kali mengadakan pembinaan terhadap Notaris, kegiatan itu berbentuk

sosialisasi kepada para Notaris yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Semua Notaris yang ada di wilayah Provinsi Sumatera diundang dalam suatu

acara, namun dari yang diundang tersebut tidak semua hadir, dan dari yang hadir

tersebut tidak semua bisa mengikuti acara tersebut dengan maksimal, dan setiap

diadakan acara oleh Bidang Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara tentang sosialisasi tersebut,

peserta yang hadir selalu peserta yang sama dengan acara-acara sebelumnya.

Sehingga pembinaan tersebut tidak dapat berjalan dengan maksimal dan efektif.

Mengenai pengawasan juga, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara tidak dapat berbuat banyak, dikarenakan tidak adanya anggaran

Universitas Sumatera Utara


108

untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris. Sehingga dengan dilakukannya

pengawasan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

kalau terdapat pelanggaran oleh Notaris maka Notaris tersebut dapat langsung

ditindak tanpa harus menunggu pelaporan oleh masyarakat. Seharusnya menurut

Ibu Rahmayani Saragih, untuk dapat tercapainya pengawasan dan pembinaan

tersebut dengan maksimal, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara seharusnya berkolaborasi dengan Majelis Pengawas Daerah

Notaris (MPDN) setempat, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia setempat,

dan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Sumatera Utara untuk melakukan

pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Pengawasan dan pembinaan disini

yang dimaksud oleh Ibu Rahmayani Saragih, yaitu Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara beserta Majelis Pengawas Daerah Notaris

(MPD) setempat, Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia setempat, dan

Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia Sumatera Utara datang kesuatu

daerah dan membuat suatu acara tentang sosialisasi kepada Notaris namun

kegiatan ini belum bisa dilakukan karena berbagai kendala. Misalnya, terkendala

masalah anggaran, waktu, dan jarak. Dan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara pun tidak dapat mengurangi kasus-kasus yang

dilakukan oleh Notaris kalau bukan Notaris itu sendiri yang menguranginya atas

kesadarannya.123

Terhadap penyelesaian masalah-masalah yang melibatkan Notaris dengan

para pihak (sebagai pelapor), Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)


123
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 26 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


109

Sumatera Utara sudah banyak menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan

akta Notaris, Yaitu sepanjang tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 sudah ada 14

bentuk pelanggaran yang berkaitan dengan akta Notaris, dimana dari 14 (empat

belas) bentuk pelanggaran tersebut ada 27 (dua puluh tujuh) laporan masyarakat

yang telah diselesaikan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara. Dari hasil penelitian penulis, terdapat 17 (tujuh belas) laporan

yang menyatakan Notaris bersalah, dimana 16 (enam belas) laporan Notaris

dikenai sanksi teguran tertulis dan 1 (satu) laporan Notaris dikenai sanksi usulan

pemberhentian dengan hormat dan 6 (enam) laporan menyatakan Notaris tidak

bersalah, 2 (dua) laporan yang dinyatakan gugur, dan 2 (dua) laporan lainnya

hanya sampai pada proses penyidikan dikarenakan Notaris tersebut ada itikad baik

untuk menyelesaikan permasalahannya dengan pelapor. Ini menunjukkan bahwa

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara masih memiliki

sikap profeisonalitasnya sebagai lembaga pengawasan yang dibuat oleh

pemerintah walaupun didalamnya terdapat 3 (tiga) orang Notaris.

Diharapkan pula terhadap Notaris-Notaris yang sudah pernah menjadi

terlapor di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dan

dinyatakan bersalah, dapat timbul dalam dirinya efek jera dan tidak akan

mengulangi kesalahan-kesalahannya tersebut baik dengan sengaja maupun tidak

sengaja, karena menurut Ibu Rahmayani Saragih, terhadap Notaris-Notaris

tersebut yang sedang dalam proses persidangan, maka pada saat itu pula Majelis

Universitas Sumatera Utara


110

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara memberikan pembinaannya

terhadap Notaris tersebut.124

Kewenangan yang dibahas pada rumusan masalah yang kedua ini yaitu

kewenangan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara.

Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

mengatakan bahwa Majelis Pengawas Notaris (MPN) berwenang dalam

melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Notaris. Hasil dari penelitian

yang dilakukan, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

dalam hal melakukan pembinaan terhadap Notaris sudah berjalan maksimal,

pembinaan itu sendiri dilakukan pada saat pemeriksaan yang dilakukan kepada

Notaris oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

sedangkan dalam hal pengawasan terhadap Notaris, Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara tidak dapat melakukan pengawasan terhadap

Notaris, karena kewenangan untuk melakukan pengawasan ada pada Majelis

Pengawas Daerah (MPD), kecuali disuatu daerah kabupaten/kota tersebut belum

ada Majelis Pengawas Daerah (MPD), maka pengawasan dilakukan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN). sesuai dengan Pasal 70 huruf b Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang mengatakan bahwa

Majelis Pengawas Daerah (MPD) berperan melakukan pemeriksaan terhadap

protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap

waktu yang dianggap perlu.


124
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 26 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


111

Pada rumusan masalah yang kedua ini, menggunakan teori efektifitas

hukum. Dalam teori efektifitas hukum, ada 3 penyebab mengapa suatu aturan

hukum itu tidak dapat berjalan secara efektif, yaitu karena adanya kekaburan

dalam peraturan perundang-undangan tersebut, aparat hukumnya tidak konsisten

dalam menjalankan aturan tersebut, dan yang terakhir masyarakatnya tidak

mendukung pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tersebut. Aparat

hukum yang dimaksud dalam teori tersebut yaitu Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan di

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara telah konsisten dalam menjalankan

tugasnya yaitu dalam hal pengawasan dan pembinaan, seusai dengan Undang-

Undang Jabatan Notaris (UUJN). Namun yang menjadi kendala Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara yaitu, anggaran yang sedikit ataupun

tidak ada, waktu dari para anggotanya, dan kualitas dari para anggotanya.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

KEPATUHAN NOTARIS TERHADAP KEPUTUSAN MAJELIS

PENGAWAS WILAYAH NOTARIS (MPWN) SUMATERA UTARA

DALAM MENYELESAIKAN PERMASALAHAN-PERMASALAHAN

HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN NOTARIS DALAM

PEMBUATAN AKTA DI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH NOTARIS

(MPWN) SUMATERA UTARA DARI TAHUN 2015 SAMPAI TAHUN 2018

A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata patuh, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) patuh berarti menurut, taat, dan disiplin pada perintah aturan dan

sebagainya. Jadi menurut penulis dapat disimpulkan bahwa kepatuhan hukum

suatu keadaan dimana seseorang harus taat terhadap suatu batasan-batasan, yakni

aturan-aturan hukum yang berlaku, baik aturan hukum yang tertulis maupun

aturan hukum yang tidak tertulis.

Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana

kekuasaan tunduk kepada hukum. 125 sebagai negara hukum, maka hukum

mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan., hukum adalah

perlindungan kepentingan manusia. 126 Hukum mengatur segala hubungan antar

individu atau perorangan dan individu dengan kelompok atau masyarakat maupun

individu dengan pemerintah. 127 Prinsip negara hukum menjamin kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan

125
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidarta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 2000, h. 43.
126
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
2003, h.21.
127
Mochtar Kusumaatmadja, B. Arief Sidarta, Op.,cit, h. 17.

112
Universitas Sumatera Utara
113

setiap perbuatan dan hubungan hukum baik bersifat publik maupun keperdataan

haruslah dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.128

Pada konteks kepatuhan hukum didalamnya ada sanksi, menurut H. C.

Kelman ada 3 faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, yaitu:129

1. Compliance (pemenuhan), kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan


sesuatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang
mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum.
adanya pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut.
2. Identification (identifikasi), terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah
hukum ada bukan karena ada nilai intrinsiknya, akan tetapi agar
keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan
mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum
tersebut.
3. Internalization (internalisasi), seseorang mematuhi kaidah hukum
dikarenakan secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya
susuai dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan.

Seseorang yang mematuhi hukum dapat dikarenakan ia takut akan sanksi

yang akan dikenakan kepadanya apabila ia melanggar hukum atau mungkin juga

seseorang mematuhi hukum karena kepentingan-kepentingannya terjamin oleh

hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam dirinya. Masalah

kepatuhan hukum atau ketaatan hukum merupakan satu unsur saja dari persoalan

yang lebih luas, yaitu kesadaran hukum. dari berbagai arti hukum, salah satu

diantaranya, hukum diartikan sebagai jaringan nilai-nilai yang merupakan refleksi

dari suatu masyarakat. Masalah nilai-nilai dalam hukum erat kaitannya dengan

kesadaran hukum. hal itu dikarenakan kesadaran hukum merupakan suatu

penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang dikehendaki. 130

128
Supriadi,Op.,cit, h. 55.
129
Soerjono Soekamto, Op.,cit, h. 225.
130
Atang Hermawan Usman, “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah Sebagai
Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Wawasan Hukum, Vol 30, Februari 2014, h. 11.

Universitas Sumatera Utara


114

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat

terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya apabila

kesadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, maka kepatuhannya juga

rendah. Peningkatan kesadaran sebaiknya dilakukan melalui penyuluhan hukum

yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan hukum bertujuan

agar masyarakat mengetahui dan memahami hukum-hukum tertentu. Disisi lain

kondisi penegakan hukum di Indonesia yang sangat lemah bisa menjadi sumber

konflik.131

B. Kepatuhan Notaris Terhadap Keputusan Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara Dalam Menyelesaikan Permasalahan-

Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Notaris Dalam

Pembuatan Akta Di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara Dari Tahun 2015 Sampai Tahun 2018

Majelis Pengawas Notaris (MPN) sebagai lembaga yang berwenang

memeriksa dan menjatuhkan sanksi kepada Notaris, memiliki peran yang sangat

besar dalam hal mengawal kinerja Notaris, agar Notaris tetap berada dalam

koridornya, dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai Notaris, yaitu tetap

patuh dan taat terhadap Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik

Notaris. Majelis Pengawas Notaris (MPN) harus tetap bekerja dengan profesional

walaupun dalam keanggotan Majelis Pengawas Notaris (MPN) ada Notaris juga

yang menjadi anggotanya.

131
Ibid., h. 22.

Universitas Sumatera Utara


115

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dari tahun

2015 sampai tahun 2018 ada 14 (empat belas) bentuk pelanggaran yang dilakukan

oleh Notaris, dimana dari 14 (empat belas) bentuk pelanggaran tersebut terdapat

27 (dua puluh tujuh) laporan yang masuk, 25 (dua puluh lima) laporan

diantaranya sudah berhasil sampai pada proses putusan, dimana 17 (tujuh belas)

laporan dinyatakan Notaris bersalah, Sedangkan 2 (dua) laporan lain tersebut,

diselesaikan secara kekeluargaan antar pihak Notaris sebagai terlapor dengan

pihak pelapor. Maka dari 17 (tujuh belas) laporan tersebut, menurut Ibu

Rahmayani Saragih, Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

tidak mengetahui apakah putusan tersebut berjalan sebagaimana dengan yang

telah diputus atau tidak, karena Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara tidak pernah memantau apakah putusan yang telah diputus

tersebut telah dijalankan oleh Notaris atau tidak. 132 Lebih lanjut lagi, sampai

sejauh ini pun belum ada pihak yang melapor kembali ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara bahwasannya kalau Notaris tersebut

tidak menjalankan putusan yang diputus oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara.

Agustus 2019 sampai dengan September 2019, dilakukan penelitian

dibeberapa kantor Notaris dalam bentuk wawancara. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahuai seberapa tinggi tingkat kepatuhan Notaris terhadap putusan

yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

132
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 10 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


116

Utara. Berikut hasil wawancara dengan beberapa Notaris yang dilaporkan oleh

masyarakat ke Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara.

1. Notaris Tidak Membacakan Akta

Pada kasus Notaris tidak membacakan akta, kasus ini pernah ditangani di

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor

putusan 01/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/I/2015 dan terlapornya yaitu

Notaris SU, diketahui dari hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, selama proses pembuatan akta, para pelapor tidak

pernah berhadapan langsung dengan Notaris SU, berarti demikian jelaslah bahwa

Notaris SU tidak membacakan isi akta itu kepada para pihak. Pada putusan ini

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan

terlapor dengan sanksi berupa teguran tertulis.

Hasil penelitian penulis dengan Notaris SU, pada saat didatangi kantor

Notaris SU, kantornya sudah tidak berada di alamat yang tertera pada putusan

yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara, sehingga dilakukan pembatalan penelitian di kantor Notaris SU.

2. Notaris Membuat Akta Baru Tanpa Sepengetahuan Para Pihak

Pada kasus Notaris membuat akta baru tanpa sepengetahuan para pihak,

kasus ini pernah ditangani di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan nomor putusan 02/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera

Utara/I/2015 dengan terlapornya yaitu Notaris F. Notaris F tersebut telah

membuat akta baru tanpa sepengetahuan para pihak, dengan alasan bahwa adanya

permintaan dari pihak ketiga sehingga akta itu dirubah, sehingga para pihak disini

Universitas Sumatera Utara


117

merasa dirugikan dan akhirnya melaporkan kasus ini ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara. Notaris tersebut tidak hanya membuat

akta baru tanpa sepengetahuan para pihak, tetapi ia juga merobek akta yang

sebelumnya. Jelas ini tidak sesuai dengan isi sumpah jabatan Notaris, dimana

seorang Notaris menjunjung tinggi sikap, tingkah laku, kehormatan, martabat, dan

tanggung jawab sebagai seorang Notaris. Pada putusan ini Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor dengan sanksi

berupa teguran tertulis.

Hasil penelitian dengan Notaris F tersebut, pada tanggal 29 Agustus 2019,

mendatangi kantor Notaris F, dan bertemu langsung dengan Notaris F, namun

Notaris F meminta surat penelitian, dan pada tanggal 5 september 2019,

mengantar surat penelitian kekantor Notaris F, dan sampai saat ini belum ada

balasan dari Notaris F.

3. Notaris Tidak Amanah, Tidak Jujur, Dan Tidak Menjaga Kepentingan

Para Pihak Dalam Menjalankan Tugas Jabatannya

Pada kasus ini dapat diambil 1 (satu) contoh putusan yang pernah

ditangani di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan

nomor putusan 02/PTS/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/I/2015 dengan

terlapornya yaitu Notaris IN. pada tahun 2009 pelapor menerima covernote yang

menerangkan bahwa sebidang tanah dengan sertifikat HGB No. 565 yang terletak

diperumahan Bougenville Indah Residence Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang terdaftar atas nama H sedang dalam peningkatam menjadi hak milik di

kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Deli Serdang yang dibuat

Universitas Sumatera Utara


118

oleh Notaris IN dengan penyelesaian dalam jangka waktu 6 bulan sejak covernote

dikeluarkan. Dalam covernote tersebut ditegaskan pula apabila peningkatan hak

milik selesai maka asli sertifikat akan dikembalikan kepada pelapor. Namun

sampai jangka waktu covernote berakhir, perlapor sudah menanyakan kepada

terlapor baik secara lisan maupun tertulis tentang penyelesaian sertifikat tanah

tersebut, tetapi tidak ada jawaban dari terlapor. Namun dari hasil pemeriksaan

oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, terlapor

mengatakan bahwa sertifikat HGB No. 565 tidak benarsedang dalam proses

peningkatan hak milik, melainkan sedang dalam anggunan kredit atas nama PT

AIG kepada bank BTN. berdasarkan kesepakatan antar pelapor dan terlapor

dihadapan sidang Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

bahwa terlapor akan mengurus ke bank BTN dan akan mengembalikan sertifikat

tanah tersebut dalam jangka waktu 2 minggu sejak sidang Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dilakukan dan apabila sertifikat selesai

maka pelapor akan mencabut laporannya.Akhirnya putusan ditunda, namun

setelah melebihi dari jangka waktu yang telah ditentukan tersebut, terlapor tidak

juga mengembalikan asli sertifikat HGB No. 565 tersebut. Pada putusan ini

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan

terlapor dengan sanksi berupa teguran tertulis.

Hasil penelitian dengan Notaris IN pada tanggal 19 Agustus 2019,

menurut Notaris IN, kasusnya ini bermula ketika Notaris IN membuat perjanjian

kredit di suatu Bank, lalu si klien membuat akta lain yang berkaitan dengan akta

perjanjian kredit tersebut di bank yang sama namun dengan Notaris yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara


119

Menurut Notaris IN disini letak permasalahan awalnya, karena menurut Notaris

IN seharusnya Notaris yang baru dengan Notaris yang sebelumnya harus saling

berkoordinasi tentang kebenarannya. Notaris IN menambahkan pula seharusnya

solidaritas Notaris harus ditingkatkan dan Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara harus membela dan mengayomi Notaris, bukan malah

memberatkan Notaris.133

4. Notaris Melakukan Rangkap Jabatan

Kasus Notaris melakukan rangkap jabatan ini pernah ditangani di Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor putusan

07/MPWN/Provinsi Sumatera Utara/VI/2015 dengan terlapornya yaitu Notaris

HTW. Dimana Notaris HTW pernah beberapa kali bekerja dibeberapa perusahaan

swasta dan terakhir kali bekerja di suatu bank swasta. Dimana pada saat yang

bersamaan juga Notaris HTW menjalankan jabatannya secara nyata sebagai

Notaris, memiliki kantor, memiliki karyawan, memiliki buku daftar Reportorium,

dan lain-lain, serta mengirim laporan bulanan secara rutin ke Majelis Pengawas

Daerah Notaris (MPDN) dimana tempat kedudukan Notarisnya tersebut. Namun

Notaris HTW tidak memasang plank namanya diluar kantor Notarisnya. Alasan

Notaris HTW melakukan ini adalah alasan ekonomi. Namun apapun alasannya,

ini tidak bisa untuk dijadikan alasan pembenar, karena bagaimana pun juga

mengenai rangkap jabatan ini sudah secara tegas dilarang dalam Undang-Undang

Jabatan Notaris. Terhadap putusan ini, Notaris HTW diberi sanksi berupa

133
Notaris IN, Kantor Notaris IN, tanggal 19 Agustus 2019.

Universitas Sumatera Utara


120

pengusulan kepada Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN) untuk

memberhentikan dengan hormat sebagai Notaris.

Menurut hasil wawancara dengan Ibu Rahmayani Saragih, sampai

sekarang ini, kasus tentang rangkap jabatan ini belum selesai diputus oleh Majelis

Pengawas Pusat Notaris (MPPN) Indonesia, karena terlapor melakukan

banding.134

5. Notaris Tidak Cermat Dan Tidak Hati-Hati Dalam Membuat Akta

Autentik

Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara sudah pernah menyidangkan kasus Notaris yang

kurang cermat dan kurang hati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai

Notaris. Dimana, selama rentang waktu itu sudah terjadi 2 (dua) laporan. Pada

kasus ini dapat kita ambil 1 (satu) contoh putusan yang pernah ditangani di

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan nomor

putusan 11/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015 dengan terlapornya yaitu

Notaris RSS, Pelapor melaporkan Terlapor sehubungan dengan Akta Jual Beli

(AJB) No. 54 tanggal 27 Februari 2013 yang dibuat oleh terlapor. Pada bulan

Agustus 2013 ketika akan dilakukan sita eksekusi dilapangan, sesuai dengan

penetapan pengadilan, namun pelaksanaan sita eksekusi dilapangan gagal

dilakukan disebabkannya ada Akta Jual Beli (AJB) tersebutyang dibuat oleh

terlapor. Bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakuakn oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, benar adanya dalam perjanjian antara
134
Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera
Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Sumatera Utara, 10 Juli
2019.

Universitas Sumatera Utara


121

pelapor dengan PT. BPN ada 30 item daftar perkakas/inventaris/stock barang dan

perlengkapan, dari 30 item tersebut yang akan disita oleh pelapor, hanya 12 item

yang merupakan hak milik dari pelapor. Namun dari hasil pemeriksaan yang

dilakukan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

pada saat pembuatan Akta Jual Beli (AJB) tersebut, terlapor tidak mengetahui

terhadap objek Jual beli tersebut akan dilakukan sita eksekusi. Bahwa pernah juga

pelapor mendatangi kantor terlapor untuk melakukan mediasi, namun mediasi ini

tidak pernah dilakukan. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara itu pula terungkap bahwa

pada saat akta jual beli tersebut dibuat, yang berupa sebuah pabrik kelapa sawit

dimana dalam pabrik tersebut terdapat mesin-mesin, pelapor tidak memeriksa

dokumen atau invoice kepemilikan mesin-mesin itu. Pada putusan ini Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan terlapor

dengan sanksi berupa teguran tertulis.

Menurut Notaris RSS, Notaris RSS masih keberatan dengan putusan yang

dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

karena mengapa hasil putusan ini dapat keluar sampai ke penyidik kepolisian,

sehingga Notaris RSS dipanggil oleh pihak penyidik kepolisian. Menurutnya,

Notaris RSS merasa dirugikan karena putusan ini dapat keluar sampai ke pihak

penyidik kepolisian.135

135
Notaris RSS, Kantor Notaris RSS, tanggal 19 Agustus 2019.

Universitas Sumatera Utara


122

6. Notaris Membuat Akta Pengakuan

Kasus inipernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, dengan nomor putusan 09/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/VIII/2015 dimana Notaris TT sebagai terlapor. terlapor dituduh membuat

surat pengakuan dan penyerahan tanah, namun setelah dilakukan pemeriksaan

oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, ternyata akta

tersebut bukan dibuat oleh Notaris TT sebagaimana yang telah dilaporkan oleh

pelapor, namun surat tersebut dikeluarkan oleh kepala desa atau lurah setempat.

Akhirnya Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

memutuskan laporan tersebut gugur dan tidak dapat diajukan kembali, dan Notaris

TT dinyatakan tidak bersalah. Karena hasil putusan ini menyatakan Notaris TT

tidak bersalah, maka tidak perlu dilakukan penelitian dikantor Notaris TT.

7. Notaris Membuat Akta Fiktif

Kasus Notaris membuat akta fiktif, pernah disidangkan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dengan nomor putusan

11/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015 dengan terlaporNotaris FSL. Dari

hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

memutus kasus ini dengan putusan tidak bersalah. Kasus ini melibatkan Notaris

FSL, kasus ini bermula pada tahun 2005 pelapor pernah membuat perjanjian

kerjasama yang dibuat dibawah tangan dengan pihak lain, namun setelah beberapa

lama berjalan perjanjian tersebut, antara pelapor dengan pihak lain tersebut

merasa tidak cocok lagi kalau perjanjian ini diteruskan, maka mereka sepakat

untuk membuat pengakhiran perjanjian kerjasama yang dibuat oleh Notaris FSL.

Universitas Sumatera Utara


123

Sebelum akta pengakhiran perjanjian kerja sama ini dibuat, ternyata Notaris FSL

pernah membuat 2 Akta Pelepasan Hak Dengan Ganti Rugi (APHGR) atas nama

pelapor, akhirnya akta inilah yang dilaporkan ke Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara oleh pelapor, bahwasannya akta yang dibuat

oleh Notaris FSL adalah akta fiktif dan cacat hukum, namun dari hasil

pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Sumatera Utara, ternyata

tuduhan tersebut tidak benar adanya dan hanya fitnah yang dilakukan oleh pelapor

kepada Notaris FSL. Karena hasil putusan ini menyatakan Notaris FSL tidak

bersalah, maka tidak perlu dilakukan penelitian dikantor Notaris FSL.

8. Notaris Melakukan Pembatalan Akta Secara Sepihak

Kasus Notaris yang melakukan pembatalan akta secara sepihak ini pernah

disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

dengan Nomor Putusan 12/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2015, dimana

terlapornya yaitu Notaris HS. Dalam kasus ini, Notaris HS membatalkan akta

secara sepihak yang diakibatkan Notaris HS mendapat tekanan dari pihak ketiga.

Kasus ini bermula ketika pelapor membeli tanah dari DA yang dituangkan dalam

Akta Pelepasan Dan Penyerahan Hak Dengan Ganti Rugi (APHGR) yang dibuat

oleh Notaris HS Nomor 01 dan 02 tahun 2010. Pada tahun 2015 Notaris HS

membatalkan secara sepihak akta tersebut dengan mengeluarkan akta Nomor

02,03,04 tahun 2015. Akibat dari pembatalan akta yang dibuat oleh Notaris HS,

pelapor mengalami kerugian karena tanah yang kini dibeli pelapor telah dikuasai

oleh pihak lain dan pelapor harus mengembalikan uang kepada pihak konsumen

Universitas Sumatera Utara


124

yang telah membeli tanah tersebut. Pada kasus ini Notaris HS dijatuhkan dengan

sanksi berupa peringatan tertulis.

Pada saat ingin diakukan wawancara dengan Notaris HS, Notaris HS tidak

bersedia untuk dilakukan wawancara, dikarenakan Notaris HS jarang berada di

kantor dan dikantornya belum banyak pekerjaan.

9. Notaris Tidak Mau Mengeluarkan Salinan Kedua

Kasus ini pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara dengan Nomor Putusan 01/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/III/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris X. Dimana Notaris X ini tidak

mau mengeluarkan salinan kedua terhadap pihak yang berkepentingan langsung

terhadap akta tersebut. Dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris, dikatakan bahwa Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau

memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta atau kutipan akta, kepada orang

yang berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh

hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Kasus ini bermula ketika pelapor membuat akta pemberian kuasa kepada

pihak pemilik tanah dihadapan Notaris X nomor 91 tahun 2011. Dan pelapor telah

menyerahkan uang sebesar Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) kepada

pemilik tanah, sebagai pemilik tanah sesuai dengan Pasal 7 Perjanjian

pembangunan rumah dan penentuan bagian yang dimuat dalam akta nomor 91

tahun 2011 yang dibuat dihadapan Notaris K. Namun salinan akta tersebut telah

hilang ditangan pelapor. Dan pelapor telah meminta salinan kedua itu kepada

Universitas Sumatera Utara


125

Notaris X, namun Notaris tersebut tidak mau memberikan salinan akta tersebut,

walaupun syarat-syaratnya sudah dipenuhi oleh pelapor.

Hasil pemeriksaan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN)Sumatera Utara, alasan Notaris X tidak mau mengeluarkan salinan kedua

akta nomor 91 tahun 2011 tersebut dikarenakan adanya keberatan dari pihak

pemilik tanah. Notaris harus pula memperhatikan Pasal 16 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Notaris wajib bertindak amanah,

jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang

terkait dalam perbuatan hukum. Dimana sebelumnya pihak pelapor sudah

melengkapi semua persyaratan untuk memperoleh salinan kedua atas akta

tersebut, namun tetap saja Notaris X tidak mau mengeluarkan salinan kedua

tersebut karena adanya keberatan dari pihak pemilik tanah. Seharusnya Notaris

harus berperilaku profesional dalam menjalankan tugas jabatannya tanpa adanya

intervensi dari pihak mana pun. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, Notaris X diberikan

sanksi berupa peringatan tertulis.

Tidak dapat melakukan wawancara dengan Notaris X, dikarenakan nama

dan alamat kantor Notaris X didalam berkas putusan nomor 01/MPWN.Provinsi

Sumatera Utara/III/2016 sudah disamarkan.

Universitas Sumatera Utara


126

10. Notaris Tidak Mengirim Laporan Bulanan Notaris Ke Majelis Pengawas

Daerah Notaris

Kasus Notaris tidak mengirim laporan bulanan Notaris ke Majelis

Pengawas Daerah Notaris ini, pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan Nomor Putusan 02/MPWN. Provinsi

Sumatera Utara/V/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris X. Notaris ini

dilaporkan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Kabupaten

Labuhanbatu-Labuhanbatu Utara-Labuhabatu Selatan. Bahwa menurut hasil

pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

terlapor sendiri selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak pernah menyampaikan

salinan dari daftar akta dan daftar lainnya (laporan bulanan Notaris) terhitung dari

bulan September 2015 sampai dengan bulan Februari 2016. Dari hasil

pemeriksaan itu pula, tidak dijelaskan apa asalan Notaris X tidak mengirim

laporan bulanannya ke Majelis Pengawas Daerah Notaris Kabupaten

Labuhanbatu-Labuhanbatu Utara-Labuhabatu Selatan.

Hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara menyatakan Notaris X bersalah dengan menjatuhkan sanksi berupa

peringatan tertulis. Tidak dapat dilakukan wawancara dengan Notaris X,

dikarenakan nama dan alamat kantor Notaris X didalam berkas putusan nomor

02/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/III/2016 sudah disamarkan.

11. Notaris Memeras Pihak Yang Berkepentingan Terhadap Akta

Kasus tentang Notaris memeras pihak yang berkepentingan terhadap akta

ini pernah disidangkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Universitas Sumatera Utara


127

Sumatera Utara dengan nomor putusan 05/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/VIII/2016, dimana terlapornya yaitu Notaris FT. Notaris FT dituduh oleh

pelapor melakukan pemerasan terhadap dirinya. Kasus ini bermula ketika pelapor

mempermasalahkan perubahan Site Plan dan perjanjian bangun bagi atas

bangunan yang akan dibangun di atas tanah milik Ibu pelapor (telah meninggal

dunia) yang semula akan dibangun rumah sebanyak 14 (empat belas) unit dan

akhirnya berubah menjadi 16 (enam belas) unit. Dalam hasil pemeriksaan itu pula

dikatakan tanah milik ibu pelapor tersebut telah dialihkan kepada S (menantu Ibu

pelapor) dengan surat pelepasan hak dan rugi yang dilegalisasi.

S kemudian mengalihkan tanah tersebut kepada LL berdasarkan Akta

Perikatan Jual Beli Nomor 27 Tahun 2008, dan Akta Surat Kuasa Nomor 15

Tahun 2009, lalu LL melakukan jual beli terhadap tanah tersebut kepada K,

dengan Akta Perikatan Jual Beli (APJB) Nomor 65 Tahun 2014 dan

menandatangani surat kuasa Nomor 66 Tahun 2014.

Hasil pemeriksaan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara terhadap pelapor dan terlapor (Notaris FT), menyatakan bahwa perjanjian

bangun bagi yang dimaksud pelapor tidak pernah ada, yang ada hanya perjanjian

jual beli, menyatakan bahwa terlapor (Notaris FT) tidak pernah membuat Site

Plan bangunan dan tidak pernah merubahnya, menyatakan tidak benar terlapor

memeras pelapor untuk membuat sertifikat, dan dari hasil putusan tersebut

dinyatakan Notaris FT tidak bersalah. Karena hasil putusan ini menyatakan

Notaris FT tidak bersalah, maka tidak perlu dilakukan penelitian dengan Notaris

FT.

Universitas Sumatera Utara


128

12. Akta Notaris Ditandatangani Tidak Dihadapan Notaris

Pada kasus akta Notaris ditandatangani tidak dihadapan Notaris pernah

ditangani di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan

nomor putusan 07/MPWN.Provinsi Sumatera Utara/X/2016 dengan terlapornya

yaitu Notaris NB, berdasarkan hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara, awalnya Notaris NB membuat akta perubahan

Nomor 61 Tahun 2015, menurut akta tersebut pelapor dikeluarkan dan digantikan

oleh EZ. Menurut keterangan pelapor, pada saat penandatanganan tidak

berhadapan dengan Notaris tetapi berhadapan denganpegawai Notaris. Notaris NB

mengakui bahwa pada saat itu, ia sedang berada diluar kantor karena sedang ada

pekerjaan. Notaris NB pun mengakui segala kesalahannya karena kelalainnya ia

sampai tidak menjalankan Undang-Undang Jabatan Notaris. Pada putusan ini

Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara menjatuhkan

terlapor dengan sanksi berupa teguran tertulis. Pada saat ingin dilakukan

wawancara dengan Notaris NB, Notaris NB tidak bersedia dilakukan wawancara

dikarenakan Notaris NB tidak ingin perkara ini menjadi konsumsi publik.

13. Notaris Membuat Surat Kuasa Menjual Terhadap Suatu Objek Jaminan

Pada kasus notarismembuat surat kuasa menjual terhadap suatu objek

jaminan ini pernah ditangani olehMajelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dengan nomor putusan 10/MPWN.Provinsi Sumatera

Utara/XII/2016 dengan terlapornya yaitu Notaris S. Pada kasus Notaris S, ia

dituduh pelapor telah membuat suatu surat kuasa, dimana objek nya tersebut

masih menjadi objek tanggungan. Kasus ini telah diputus oleh Majelis Pengawas

Universitas Sumatera Utara


129

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dengan menyatakan Notaris S tidak

bersalah. Dan tuduhan yang diarahkan oleh pelapor kepada Notaris S tidak

terbukti. Kasus ini bermula ketika tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor

921/Asam Kumbang atas nama pelapor menjadi objek jaminan pada Bank Sumut.

Pada awalnya pelapor mengadakan kerjasama dengan S untuk melakukan

pekerjaan tertentu di Kalimantan, untuk melakukan pekerjaan tersebut pelapor

memberikan Sertifikat Hak Milik Nomor 921/Asam Kumbang tersebut kepada S

untuk dijadikan agunan pada Bank Sumut.

Menurut keterangan pelapor, yang dipermasalahkan pelapor adalah

perubahan jumlah pinjaman yang semula ditentukan oleh pelapor berjumlah Rp.

696.000.000,00 (enam ratus sembilan puluh enam juta rupiah) kemudian berubah

menjadi Rp. 1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta rupiah), dimana

perubahan ini berdasarkan surat kuasa menjual, namun menurut keterangan

Notaris S, yang dibuat olehnya adalah surat kuasa saja, bukan kuasa untuk

menjual. Menurut keterangan Notaris S pula, ia ada membuat Akta Pengakuan

Hutang Nomor 23 Tahun 2010 yaitu pengakuan hutang oleh para pihak antara S

dengan Bank Sumut sebesar Rp. 1.600.000.000,00 (satu miliar enam ratus juta

rupiah), dimana yang menjadi dasarnya adalah perjanjian membuka kredit dan

tidak ada pemberian jaminan. Karena hasil putusan ini menyatakan Notaris S

tidak bersalah, maka tidak perlu dilakukan penelitian dikantor Notaris S.

14. Notaris Membuat Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Bahwa pelapor melaporkan terlapor (Notaris V) dengan nomor putusan

04/MPPWN.Provinsi Sumatera Utara/4/2017, terkait akta jul beli yang dibuat oleh

Universitas Sumatera Utara


130

terlapor, yaitu akta jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akta nomor 31

tahun 2009 tanggal 21 Oktober 2009. Namun dari fakta-fakta yang didapat dalam

persidangan bahwa apa yang dibuat oleh terlapor tersebut adalahAkta Jual Beli

(AJB) yang dimana Akta Jual Beli (AJB) tersebut murni merupakan akta Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT), sehingga ini bukan kewenangan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris, sehingga perkara ini gugur. Karena hasil putusan ini menyatakan

perkara ini gugur, maka tidak perlu dilakukan penelitian dengan Notaris V.

Menurut ketentuan Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7 Peraturan Menteri Hukum

Dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penjatuhan

Sanksi Administratif Terhadap Notaris, mengatakan bahwa Apabila Notaris

melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) tersebut , maka Notaris dapat

dikenakan sanksi peringatan tertulis pertama. Apabila Notaris dalam jangka waktu

14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi peringatan tertulis pertama, Notaris

belum juga menyelesaikan juga masalahnya atau melakukan masalah lain, maka

Notaris dapat dikenakan sanksi peringatan tertulis kedua. Apabila Notaris dalam

jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah dikenakan sanksi peringatan tertulis

kedua, Notaris belum juga menyelesaikan juga masalahnya atau melakukan

masalah lain, maka Notaris dapat dikenkan sanksi peringatan tertulis ketiga.

Apabila setelah dikeluarkannya sanksi peringatan tertulis ketiga, dan Notaris tidak

memperbaikinya, maka Majelis Pengawas Wilayah dapat mengajukan usulan

pemberhentian sementara ke Majelis Pengawas Pusat.

Penjatuhan pemberhentian sementara tersebut oleh Majelis Pengawas

Pusat dijatuhkan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)

Universitas Sumatera Utara


131

bulan. Dalam masa pemberhentian sementara ini, Majelis Pengawas Pusat

menetapkan kewajiban yang harus dipenuhi Notaris selama menjalani masa

pemberhentian sementara. Apabila masa pemberhentian sementara telah berakhir,

Notaris juga belum menyelesaikan kewajibannya, Majelis Pengawas Pusat (MPP)

dapat mengusulkan kepada Menteri berupa pemberhentian dengan hormat atau

pemberhentian dengan tidak hormat. Selama masa pemberhentian sementara

tersebut, Notaris yang dinyatakan bersalah tersebut harus menyerahkan protokol

Notarisnya kepada Notaris lain sebagai pemegang Protokol.

Hasil dari penelitian yang dilakukan di Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, tidak ada Notaris yang dikenakan sanksi peringatan

tertulis kedua, ketiga, dan sampai pemberhentian dengan tidak hormat, atau

dengan kata lain Notaris tidak menjalankan sanksi peringatan tertulis pertama,

sehingga Notaris dijatuhkan sanksi peringatan tertulis kedua dan seterusnya. Ini

membuktikan bahwa Notaris menjalankan putusan dari Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara walaupun dari hasil penelitian yang

dilakukan dengan Notaris, Notaris tidak menyebutkan secara langsung apakah

Notaris menjalankan putusan yang dikeluarkan Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN) Sumatera Utara atau tidak.

Rumusan masalah ketiga ini menggunakan teori sistem hukum. Menurut

Lawrence M. Friedmen, sistem hukum terdiri dari struktur hukum, substansi

hukum, dan budaya hukum. ketiga komponen ini mendukung berjalannya sistem

hukum disuatu negara. Pada bab ini, berbicara tentang kepatuhan Notaris terhadap

keputusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Universitas Sumatera Utara


132

Sumatera Utara. Berbicara tentang kepatuhan, berarti kita berbicara tentang

budaya hukum. budaya hukum dalam dunia Notaris menurut hasil penelitian yang

dilakukan, masih belum baik, terbukti dengan masih banyaknya Notaris yang

dinyatakan bersalah oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

Utara. Seharusnya Notaris sebagai pejabat yang diangkat oleh negara dan

memiliki tanggung jawab yang besar, harus selalu menjunjung tinggi segala

aturan hukum, khususnya Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik

Notaris.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Permasalahan-permasalahan hukum yang berkaitan dengan Notaris

dalam pembuatan akta di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 ada 14

(empat belas) bentuk pelanggaran, yaitu: Notaris tidak membacakan

akta, Notaris membuat akta baru tanpa sepengetahuan para pihak,

Notaris tidak amanah, tidak jujur, dan tidak menjaga kepentingan para

pihak dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris melakukan

rangkap jabatan, Notaris tidak cermat dan tidak hati-hati dalam

membuat akta autentik, Notaris membuat akta pengakuan, Notaris

membuat akta fiktif, Notaris melakukan pembatalan akta secara

sepihak, Notaris tidak mau mengeluarkan salinan kedua, Notaris tidak

mengirim laporan bulanan Notaris ke Majelis Pengawas Daerah Notaris

(MPDN), Notaris memeras pihak yang berkepentingan terhadap akta,

akta Notaris ditandatangani tidak dihadapan Notaris, Notaris membuat

surat kuasa menjual terhadap suatu objek jaminan, Notaris membuat

Akta Jual Beli Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

2. Peran Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara

selama ini belum maksimal, dikarenakannya kurangnya anggaran biaya

yang dimiliki Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera

133
Universitas Sumatera Utara
134

Utara, kurangnya waktu yang dimiliki oleh para anggota Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dan kurangnya

kualitas yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara.

3. Notaris patuh dan menjalankan putusan yang dikeluarkan oleh Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, karena menurut

hasil penelitian di Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara, tidak ada Notaris yang dilaporkan kembali oleh

pelapor sehingga Notaris yang sudah diberikan sanksi tidak dikenakan

kembali sanksi peringatan tertulis pertama, sanksi peringatan tertulis

kedua, sanksi peringatan tertulis ketiga, sanksi pemberhentian

sementara, hingga sanksi pemberhentian dengan hormat atau sanksi

pemberhentian dengan tidak hormat yang dikarenakan Notaris tidak

menjalankan isi putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara.

B. Saran

1. Dari hasil penelitian yang dilakukan di Majelis Pengawas Wilayah

Notaris (MPWN), masih lebih banyak Notaris yang dinyatakan

bersalah daripada Notaris yang dinyatakan tidak tidak bersalah. Ini

membuktikan bahwa masih banyak Notaris yang tidak menjadikan

Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris sebagai

tuntunannya, baik ketika ia menjalankan tugasnya sebagai Notaris

maupun dalam kehidupan sehari-harinya. Seharusnya juga Notaris

Universitas Sumatera Utara


135

harus selalu menjunjung tinggi sumpah jabatannya dan harus selalu

bertindak jujur, adil, seksama, dan tidak memihak.

2. Dengan masih banyaknya kasus yang masuk ke Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, ini membuktikan masih

kurang maksimalnya kinerja Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara dalam hal pengawasan dan pembinaan

terhadap Notaris. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya

tidak adanya anggaran biaya dari pemerintah untuk mendukung

kinerja Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara,

kurangnya waktu yang dimiliki oleh para anggota Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara, dan kurangnya kualitas

yang dimiliki oleh para anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, sehingga walaupun banyaknya ide-ide atau

gagasan-gagasan dari para anggota Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara, itu pun percuma saja, tidak dapat terealisasi

dengan sempurna. Seharusnya pemerintah pusat melalui Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat mendukung kinerja Majelis

Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dalam hal

pengawasan dan pembinaan, dalam bentuk penambahan anggaran

ataupun para anggota Majelis Pengawas Notaris (MPN) diberikan gaji

yang sesuai sehingga para anggotanya tersebut hanya terfokus untuk

melakukan pengawasan terhadap para Notaris, agar Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN) Sumatera Utara dapat menjalankan

Universitas Sumatera Utara


136

tugasnya dengan maksimal, sehingga diharapkan Majelis Pengawas

Wilayah Notaris (MPWN)Sumatera Utara dapat menekan angka kasus

yang melibatkan Notaris.

3. Seharusnya Notaris tidak hanya dapat patuh terhadap putusan yang

dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)

Sumatera Utara, namun Notaris dapat pula patuh terhadap Undang-

Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris sehingga apabila

dilaporkan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, Notaris dapat

dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

(MPWN) Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ali,Achmad. 2002. Keterpurukan Hukum Di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ali, Achmad. 2011.Menguak Tabir Hukum.Bogor: Ghalia Indonesia.

Adjie, Habib. 2008.Hukum Notaris Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.

Adjie,Habib. 2008.Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai


Pejabat Publik. Bandung:Refika Aditama.

Adjie, Habib. 2009. Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap Undang-
Undang 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung: Refika
Aditama.

Adjie, Habib.2011.Majelis Pengawas Notaris Sebagai Pejabat Tata Usaha


Negara. Bandung: Refika Aditama.

Adjie, Habib. 2013. Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik. Bandung:Refika Aditama.

Adjie, Habib.2017. Memahami Majelis Pengawas Notaris (MPN) Dan Majelis


Kehormatan Notaris (MKN). Bandung: Refika Aditama.

Andasasmita, Komar. 1981.Notaris I.Bandung :Sumur Bandung.

Bungin, Burhan. 2003.Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis


Dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Effendi, Lutfi. 2004.Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Malang: Bayumedia


Publishing.

Fuady, Munir. 2003.Aliran Hukum Kritis : Paradigma Ketidakberdayaan Hukum.


Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fuady, Munir. 2005.Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa,
Advokat ,Notaris, Kurator, Dan Pengurus. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.

137
Universitas Sumatera Utara
138

Fajat., dan Yulianto. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ghofur, Abdul,Anshori. 2010.Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum


Dan Etika. Yogyakarta:UII Press.

Hadjon, Philipus M. 1992.Pemerintah Menurut Hukum. Surabaya: Yuridika.

Hadjon, Philipus M. 1996.Penegakan Hukum Administrasi Dalam Kaitannya


Dengan Ketentuan Pasal 20 Ayat (3) Dan (4) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Surabaya: Yuridika.

Hadjon, Philipus M., dkk. 2005.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.


Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hartono, Sunaryati. 1994.Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20.


Bandung: Alumni.

HS, Salim. 2018. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Sinar Grafika.

HS, Salim. 2010. Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali
Pers.

HS, Salim. danNurbani, Septiana, Erlies. 2014. Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Disertasi Dan Tesis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kalo, Syafrudin. 2004. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan


Umum. Jakarta: Pustaka Bangsa Press.

Kelsen, Hans. 2007.Teori Umum hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik. Jakarta: BEE Media
Indonesia.

Koentjaraningrat. 1980. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:


Gramedia.

Kountur, Ronny. 2004.Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis.


Jakarta: PPM.

Kusumaatmadja, Mochtar., Dan Sidarta, B. Arief. 2000.Pengantar Ilmu Hukum


Suatu Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum.
Bandung: Alumni.

Universitas Sumatera Utara


139

Lubis, K, Suhrawardi. 1994.Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Lubis, M, Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju.

Lumban ,G.H.S. Tobing. 1999.Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.

Manan, Bagir. 2004.Hukum Positif Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Marbun, SF.1997.Peradilan Administrasi Negara Dan Upaya Administrasi Di


Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Marwan, M., dan P,Jimmy. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher.

Mertokusumo, Sudikno. 1985.Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:


Liberty.

Mertokusumo, Sudikno. 1985.Penemuan Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:


Liberty.

Mertokusumo, Sudikno. 2003.Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta:


Liberty.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Roke


Sarasni.

Muis. 1990. Pedoman Penulisan Skripsi Dan Metode Penelitian Hukum. Medan:
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Nasution, Johan. 2008.Metode Penelitian Hukum. Bandung: Mandar Maju.

Nabawi, Hadari. 1996.Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Notodisoerjo, Soegondo R. 1993.Hukum Notariat Di Indonesia (Suatu


Penjelasan). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Prajitno, A.A. Andi. 2010. Pengetahuan Praktis Tentang ApaDan Siapa Notaris
di Indonesia. Surabaya: Putra Media Nusantara.

Rahardjo, Satjipto. 1996.Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Rasaid, M. Nur. 2005.Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Universitas Sumatera Utara


140

Saifullah. 2007.Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung: Refika Aditama.

Sembiring, M.U. 1997. Teknik Pembuatan Akta.Medan: Pogram Pendidikan


Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Sjaifurrahman. 2011.Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan


Akta. Bandung: Mandar Maju.

Soekanto, Soerjono. 1982.Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:


CV. Rajawali

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pers.

Soekanto, Soerjono. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sulihandri, Hartanti., Dan Rifani, Nisya. 2003.Prinsip-Prinsip Dasar Profesi


Notaris. Jakarta: Dunia Cerdas.
Supriadi. 2006.Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.

Susanto, Herry. 2010.Peranan Notaris Dalam Menciptakan Kepatutan Dalam


Kontrak. Yogyakarta: UII Press.

Sutiarnoto. 2008. Tantangan Dan Peluang Investasi Asing Di Indonesia. Medan:


Pustaka Bangsa Press.

Tedjosaputro, Liliana. 2003.Etika Profesi dan Profesi Hukum. Semarang: Aneka

Warisman, JJ. 1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: UI Pers.

Widyadharma, Ignatius, Ridwan. 2001. Etika Profesi Hukum Dan Keperanannya.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Wulan, Retno,Sutanto., DanOeripkartawinata, Iskandar.2005. Hukum Acara


Perdata. Bandung: CV. Mandar Maju.

Yamin, Lubis, Muhammad., Rahim, Lubis, Abdul. 2013. Kepemilikan Properti Di


Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing. Bandung:
Mandar Maju.

Universitas Sumatera Utara


141

B. DISERTASI, TESIS, JURNAL DAN ARTIKEL

Admin. 2019. Kemenkumham Tingkatkan Pembinaan dan Pengawasan Notaris


Demi Profesionalitas. Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia.

Agus Toni Purnayasa. 2018. Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang
Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan Akta Autentik.Acta Comitas.

Asriadi Zainuddin. 2017. Kedudukan Hukum Surat Kuasa Menjual Terhadap


Objek Jaminan Yang Dibebani Dengan Hak Tanggungan.Al-Himayah.

Atang Hermawan Usman. 2014. Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah


Sebagai Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia. Wawasan
Hukum.

Cut Era Fitriyeni. 2012. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Penyimpanan Minuta
Akta Sebagai Bagian Dari Protokol Notaris.Kanun.

Daud Widya Pranata Septiadi,2016, Keabsahan Akta Notaris Disaat Terjadi


Ketidaksesuaian Jabatan Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Dengan Wilayah Yang Berbeda, Tesis, Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Edelin Patricia, 2019, Sinergitas Dewan Kehormatan Notaris Dan Majelis


Pengawas Notaris Dalam Pemberian Sanksi Atas Pelanggaran Kode Etik,
Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Endang Purwaningsih. 2015. Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di Wilayah


Provinsi Banten Dan Penegakan Hukumnya.Mimbar Hukum.

Eis Fitriyana Mahmud. 2013. Batas-batas Kewajiban Ingkar Notaris dalam


Penggunaan Hak Ingkar pada Proses Peradilan Pidana, Tesis, Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,
Malang.

Eureika Kezia Sakudu Dan Wahyuni Safitri. 2016. Peranan Majelis Pengawas
Wilayah Notaris Dalam Melakukan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan
Jabatan Notaris Terkait Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Jabatan Notaris, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Widya Gama
Mahakam Samarinda.

Universitas Sumatera Utara


142

Frans Hendra Winarta. 2005. Persepsi Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di


Indonesia. Majalah Renvoi, Jakarta.

Iwaris Harefa, 2018, Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Dalam


Memberikan Persetujuan Terhadap Pemanggilan Penyidik Penuntut
Umum Dan Hakim Berkaitan Dengan Ketentuan Pasal 66 Ayat (1)
Undang-Undang Jabatan Notaris, Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Junita Tampubolon, 2019, Analisis Yuridis Akibat Hukum Dari Buku Daftar Akta
Notaris Yang Tidak Ditandatangani Dan Di Paraf Kepada Majelis
Pengawas Daerah, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Jusmar,2018, Peran Majelis Kehormatan Notaris Sumatera Utara Dalam


Memberikan Perlindungan Dan Penegakan Hukum Sesuai Dengan
Undang-Undang Jabatan Notaris, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Layla Maysaroh, 2018, Upaya Keberatan Notaris Terhadap Majelis Kehormatan


Notaris Wilayah Atas Disetujuinya Permintaan Penyidik, Penuntut
Umum Dan Hakim Dalam Proses Peradilan, Tesis, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mardiyah., Ketut Rai Setiabudhi., Dan Gde Made Swardhana. 2017. Sanksi
Hukum Terhadap Notaris Yang Melanggar Kewajiban Dan Larangan
Undang-Undang Jabatan Notaris,Acta Comitas.

Melky S. Pardede,2017, Efektivitas Kewenangan Majelis Pengawas Daerah


Dalam Rangka Pengawasan Terhadap Notaris Di Kabupaten Toba
Samosir, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Muhammad Tiantanik Citra., Dan Mido, I Nyoman Nurjaya, dan Rachmad


Safa‟at. 2018 .Tanggung Jawab Perdata Notaris Terhadap Akta Yang
Dibacakan Oleh Staf Notaris Dihadapan Penghadap.Lentera Hukum.

Nurhapifah Asri Lubis,2018, Penerapan Asas Keadilan Dalam Pelaksanan Sidang


Pemeriksan Dugaan Pelanggaran Jabatan Notaris Dan Etika Profesi
Notaris, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, Medan.

Rahmad Hendra. Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang


Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu Di Kota
Pekanbaru.Jurnal Ilmu Hukum.

Universitas Sumatera Utara


143

Risma Ernawati S,2018, Analisis Yuridis Terhadap Notaris Yang Bertindak


Sebagai Perantara Berkaitan Dengan Jual Beli Tanah, Tesis, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

Seesio Jimee Nainggolan, 2017, Analisis Yuridis Penentuan Kedudukan Saksi


Pelaku Sebagai Justice Colaboration Dalam Tindak Pidana Narkotika
Di Pengadilan Negeri Pematang Siantar (Studi Putusan No:
231/Pid.Sus/2015/PN), USU Law Journal, Nomor 3.

Silvia Sumbogo,2015, Analisis Hukum Tentang Wewenang Majelis Pengawas


Daerah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/Puu-X/2012,
Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, Medan.

C. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang


nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris,

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004 Tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja, Dan Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2015 Tentang Tata Susunan Organisai, Tata Cara Pengangkatan
Anggota Dan Tata Kerja Majelis Pengawas.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 25
Tahun 2014 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan
Pemberhentian, Dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Tentang Pengambilan Minuta Dan
Pemanggilan Notaris.

Universitas Sumatera Utara


144

D. WAWANCARA

Rahmayani Saragih, Sekretaris Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN)


Sumatera Utara, Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Hak Asasi
Manusia Sumatera Utara.
Notaris IN, Kantor Notaris IN.

Notaris RSS, Kantor Notaris RSS.

E. LAIN-LAIN

Bahan Kuliah Jelly Leviza, di Magister Kenotariatan USU, pada tanggal 6


November 2017

Bahan kuliah Edy Ikhsan, di Magister Kenotariatan USU, pada tanggal 10 januari
2018.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai