Anda di halaman 1dari 150

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERSEKONGKOLAN TENDER PAKET

PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT RUJUKAN REGIONAL


LANGSA PROVINSI ACEH DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
(STUDI PUTUSAN NO. 04/KPPU-L/2020)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :
VALENTINA SIMANDALAHI
170200511

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

Universitas Sumatera Utara


i

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih-Nya

yang selalu menyertai, menolong dan menguatkan Penulis untuk menjalankan

pendidikan selama di Fakultas Hukum ini terkhususnya dalam menyelesaikan

pengerjaan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Persekongkolan Tender

Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa Provinsi Aceh

Dalam Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan No. 04/KPPU-L/2020)”. Adapun

tujuan Penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh

gelar Sarjana hukum dari Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan

dalam menguraikan sehingga masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik

dan saran yang membangun tentu sangat diharapkan demi perbaikan kepada Penulis

di kemudian hari.

Pada kesempatan ini secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Penulis, Bapak Pahala Simandalahi dan Ibu

Sebet Simbolon, yang sangat berperan besar dalam kehidupan Penulis dan juga telah

memberikan dukungan kepada Penulis baik bersifat materil maupun moril, sehingga

dapat mengantarkan Penulis menjadi pribadi yang lebih baik.

Penulis sangat menyadari bahwa Penulis tidak akan dapat menyelesaikan

Penulisan ini tanpa adanya dukungan, semangat, motivasi, dan doa dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara;

i
Universitas Sumatera Utara
iv

2. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum


Universitas Sumatera Utara dan Dosen Pembimbing II yang telah
menyediakan waktunya untuk membimbing Penulis dalam proses pengerjaan
skripsi ini;
3. Dr. Agusmidah, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
4. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Dr. Mohammad Eka Putra, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua Departemen Hukum
Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
7. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI., selaku Dosen Pembimbing I.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas waktu, tenaga,
pikiran, arahan dan kritikan yang sangat membangun sehingga skripsi ini
selesai;
8. Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Prof. Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing
Akademik Penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
10. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang
telah memberikan ilmunya kepada Penulis, baik yang masih mengabdikan diri
ataupun yang sudah pensiun;
11. Saudara kandung Penulis yang sangat Penulis kasihi dan sayangi, Imran
Simandalahi, Henrika Simandalahi, Kristina Simandalahi, Rumondang
Simandalahi, Julianti Simandalahi dan Christian Simandalahi. Dan abang ipar
Penulis, Maju Meha. Terima kasih sudah memberikan semangat, dukungan
serta doa kepada Penulis;

ii
Universitas Sumatera Utara
v

12. Keponakan Penulis, Vanda Hospita Elsarima Meha dan Varanisha Nayela
Meha yang selalu memberikan hiburan kepada Penulis;
13. Bapatutua dan Inang, yang selalu memberikan dukungan kepada Penulis,
sehat-sehat ya bapa dan inang. Keluarga besar Penulis, Kel. Pomparan Op.
Pangihutan Simbolon, yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada
Penulis;
14. Teman-teman dekat yang Penulis kenal sejak hari pertama perkuliahan, Emry
Sapitri Saragih dan Faradisa Ramadhani. Terima kasih untuk dukungan,
motivasi dan doa yang diberikan kepada Penulis. Terima kasih sudah sabar
menghadapi dan membantu Penulis dalam Perkuliahan ini. Penulis sangat
bersyukur bisa mengenal dan bersahabat baik dengan kalian. Semoga kita
sukses dalam segala hal yang kita kerjakan;
15. Kelompok Kecil El-Nathan, yaitu Kakak PKK yang terkasih dan tersayang
Kak Fanidia Tumanggor yang telah menjangkau dan selalu memberikan
pengisian rohani kepada Penulis, terima kasih Kak sudah menjadi pendoa
yang baik buat kami. Saudara KTB Penulis yang sangat Penulis sayangi, yaitu
Yunita Anastasia Mega Sofia, Cinthya Mega Putri Siagian, Septi A.
Situmorang, Ronvika Turnip, Dorkas Sinurat, Bakti Simanjuntak, terimakasih
untuk sharingnya;
16. Sahabat-sahabat yang Penulis kenal Sejak tahun 2014, Vlorentina Naibaho,
Sustresia Sihombing, dan Fretti Lumban Raja. Terima kasih sudah menjadi
pendengar yang setia bagi Penulis dari jaman SMA serta doa dan dukungan
yang selalu diberikan kepada Penulis. Semoga kita sukses dan segala hal yang
kita kerjakan dan miss you so much guys!;
17. Teman kampus yang sangat Penulis sayangi, Agustina Suryanita Sinurat,
Ariel Juan Sinaga, Marshall Arthur Sijabat, Mia Paulyna, dan Rizky Rizally
Gurning, yang telah menjadi teman seperjuangan Penulis baik dalam suka dan
duka dalam organisasi, serta memberikan dukungan berupa ilmu dan
semangat untuk Penulis dalam Penulisan skripsi ini;

Universitas Sumatera Utara


iii
vi

18. Teman-teman dan adik-adik Penulis, yaitu Putri Asima Naibaho, Tambun
Sinaga, Theresia Sihotang, Martha Angelina Pasaribu, Demak Simbolon, Lara
Simbolon, Sifra Friski, Elisabeth Purba, Agatha Tambunan, Sapa Angelina,
Apriani Situmorang, Edelis Ginting, Andreanus Sinaga, Ronal Limbong, Dina
Nainggolan, Tranis Bella, Grace Renata, yang selalu memberikan dukungan
kepada Penulis;
19. Hendra Siahaan, Riahmawati Saragih, Jeni Anggita, dan Ariandi Ramadhan,
yang selalu jadi tempat Penulis untuk bertanya mengenai perskripsian;
20. Teman seperjuangan skripsi, yaitu Yunita Anastasia, Endang Sihombing, dan
Cecio Simanjuntak;
21. Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, yang menjadi wadah Penulis untuk berkembang dan
mendapatkan ilmu. Terima kasih untuk abang dan kakak Alumni, teman-
teman G17, G18, G19, dan G20. Semoga jaya selalu perkumpulan!;
22. UKM KMK UP FH USU yang menjadi tempat Penulis berkembang dan
bertumbuh dalam iman dan menjadi tempat untuk mengenal Yesus Kristus
lebih dalam.
Akhir kata, Penulis ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk semua

pihak yang sudah membantu Penulis, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu

dalam kesempatan ini. Semoga Tuhan membalas kebaikan kita semua. Semoga

skripsi ini dapat berguna dan menambah pengetahuan kita.

Medan, 09 Juni 2021

VALENTINA SIMANDALAHI

170200511

iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
DAFTAR SKEMA .................................................................................................. viii
ABSTRAK ................................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 12
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 13
D. Manfaat Penulisan .......................................................................................... 14
E. Keaslian Penulisan ......................................................................................... 15
F. Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 18
G. Metode Penelitian ........................................................................................... 23
H. Sistematika Penulisan ..................................................................................... 26
BAB II PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA
A. Hukum Persaingan Usaha
1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha ...................................................... 29
2. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia................................. 30
3. Substansi dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ......................................... 33
4. Pendekatan Per se Illegal dan Rule of Reason dalam Hukum Persaingan
Usaha ....................................................................................................... 35
5. KPPU sebagai Penegak Hukum dalam Persaingan Usaha ...................... 39
a. Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penanganan
Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat .......... 41
b. Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 Tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan KPPU ................................. 43
B. Persekongkolan Tender
1. Defenisi Persekongkolan Tender ............................................................. 44

v
v
Universitas Sumatera Utara
vi

2. Jenis-Jenis Persekongkolan Tender.......................................................... 48


3. Akibat Persekongkolan Tender ............................................................... 50
C. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XIV/2016 Terkait
Persekongkolan Tender .................................................................................. 51
D. Pedoman Pengaturan Tender oleh OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development) .......................................................................... 55
E. Fungsi LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah)
dalam Tender.................................................................................................. 59
F. Fungsi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) dalam Tender ......... 62
G. Perubahan Mengenai Hukum Persaingan Usaha dalam UU No. 11 Tahun
2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No. 44 Tentang Pelaksanaan Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat .................................. 63

BAB III SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA DALAM TENDER


PAKET RUMAH SAKIT REGIONAL LANGSA
A. Pengadaan Barang dan Jasa
1. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa .................................................. 69
2. Sejarah Pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa ..................................... 70
3. Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa ......................................................... 73
4. Etika Pengadaan Barang dan Jasa ........................................................... 77
5. Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan Jasa ........................................ 79
6. Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik ........................................ 82
B. Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Tender Paket Rumah Sakit
Regional Langsa ............................................................................................. 87
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KPPU NO. 04/KPPU-
L/2020 TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER PAKET
PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT RUJUKAN
REGIONAL LANGSA PROVINSI ACEH
A. Kasus Posisi ................................................................................................... 90
B. Pertimbangan Majelis Komisi ....................................................................... 94

vi
Universitas Sumatera Utara
vii

C. Tindakan Post Bidding dalam Paket Pembangungan Rumah Sakit Rujukan


Regional Langsa ............................................................................................. 96
D. Analisis Hukum terhadap Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020
1. Pembuktian Sebagai Hukum Formil dalam Putusan KPPU No. 04/KPPU-
L/2020 ...................................................................................................... 97
2. Pemenuhan Unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Putusan
KPPU No. 04/KPPU-L/2020 ................................................................. 115
E. Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka Mendukung
Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Peraturan Komisi No. 3 Tahun
2020 .............................................................................................................. 125
BAB 5 PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 128
B. Saran ....................................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 132

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SKEMA DAN TABEL

Skema 1. Pendekatan Perse Illegal ............................................................................ 36

Skema 2. Pendekatan Rule of Reason ........................................................................ 38

Skema 3. Persekongkolan Tender Secara Horizontal ................................................ 49

Skema 4. Persekongkolan Tender Secara Vertikal ................................................... 49

Skema 5. Persekongkolan Tender secara Horizontal dan Vertikal ............................ 50

Tabel 1. Daftar Bukti Surat Terlapor VII ............................................................... 107

Tabel 2. Daftar Putusan KPPU Terkait Persekongkolan Tender Pada Tahun 2016-

2021 ......................................................................................................... 109

viii
viii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Valentina Simandalahi*
Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., M.Li.**
Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum***

Persekongkolan tender merupakan salah satu kegiatan yang dilarang dalam


hukum persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat karena
hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Salah satu perkara terkait persekongkolan
tender adalah Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, yang mana dalam perkara ini
terbukti terjadi persekongkolan vertikal antara Pokja dan Peserta dengan tindakan
post bidding.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai pengaturan
persekongkolan tender terkait pengadaan barang dan jasa dalam hukum persaingan
usaha, sistem pengadaan barang dan jasa yang digunakan dalam Tender Paket
Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa, dan analisis hukum
Majelis Komisi dalam memutus Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 Terkait Tender
dalam Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa.
Penulis menggunakan metode Penulisan hukum normatif yang pengumpulan data
dilakukan menggunakan studi kepustakaan.
Kesimpulannya adalah Majelis Komisi dalam memutus perkara KPPU No.
04/KPPU-L/2020 telah sesuai dengan Pasal 22 UU No. 5/1999 dan Perkom No. 2
Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Dalam Kasus Perkara
ini, Terlapor VII terbukti melakukan tindakan post bidding dalam Dokumen
Penawaran Terlapor I. Analisa Penulis, Majelis Komisi dalam memutus perkara ini
sudah tepat. Terlapor I dan Terlapor VII dinyatakan terbukti secara sah dan
menyakinkan melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5/1999 serta
menjatuhkan sanksi denda kepada Terlapor I sebesar Rp 1.723.500.000. Penjatuhan
sanksi denda tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 47 Ayat (2)
huruf g UU No. 5/1999, yaitu pengenaan denda minimal Rp 1.000.000.000

Kata Kunci: KPPU, Persekongkolan, Post Bidding, Pengadaan


* Mahasiwa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** Dosen Pembimbing I
*** Dosen Pembimbing II

ix
ix
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai mahkluk ekonomi akan melakukan segala sesuatu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya seperti menjalankan suatu usaha. Dalam menjalankan

kegiatan usahanya para pelaku usaha terdorong untuk bersaing dalam bidang usaha

masing-masing. Persaingan timbul secara alamiah untuk mendapatkan keuntungan

banyak dari masyarakat dan hal itulah yang menjadi tujuan utama dari pelaku usaha. 1

Dalam kehidupan sehari-hari, persaingan sangatlah penting karena:

1. Persaingan akan membuat perusahaan untuk menekan biaya produksi

menjadi lebih rendah sehingga harga akan menjadi lebih rendah;

2. Persaingan akan membuat perusahaan untuk selalu menciptakan produk

baru dan melakukan inovasi sehingga kualitas suatu produk akan

meningkat;

3. Persaingan memaksa terciptanya pelayanan yang lebih baik;

4. Menguntungkan konsumen.

Suatu persaingan akan menjadi baik apabila para pelaku usaha bersaing secara

sehat, lain halnya jika para pelaku usaha melakukan segala cara bahkan dengan cara

yang tidak dibenarkan oleh undang-undang sehingga memicu persaingan usaha yang

1
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa, 2011),
hlm. 15

Universitas Sumatera Utara


2

tidak sehat.2 Maka untuk menciptakan persaingan yang sehat diperlukan adanya suatu

peraturan khusus untuk dipatuhi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya.

Di Indonesia sendiri ada peraturan khusus yang mengatur tentang persaingan tersebut,

yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pada dasarnya, tujuan dari adanya hukum persaingan usaha adalah untuk

mengupayakan secara optimal terciptanya persaingan usaha yang sehat dan efektif

pada suatu pasar tertentu, yang mendorong agar pelaku usaha melakukan efisiensi

agar mampu bersaing dengan para pesaingnya. Keberadaan hukum persaingan usaha

yang berasaskan demokrasi ekonomi juga harus memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pelaku usaha dan kepentingan masyarakat, sehingga undang-undang

tersebut memberikan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan

iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia.3

Negara memiliki peranan yang sangat penting dalam menyusun laju

perekonomian nasional yang dimana perekonomian Indonesia berorientasi pada

ekonomi kerakyatan. Adapun yang menjadi dasar acuan normatif dalam menyusun

kebijakan perkonomian nasional adalah Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam

Pasal 33 UUD 1945 menyatakan bahwa:

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

2
Nimas Linggar Panggraita, “Penerapan Pendekatan Rule of Reason dalam Penyelesaian
Perkara Persekongkolan Tender Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”, Jurnal Idea
Hukum, Vol. 5 No. 2, 2019, hlm. 2
3
Susanti Adi Nungroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 4

Universitas Sumatera Utara


3

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu upaya untuk menggerakkan

roda pertumbuhan ekonomi masyarakat dan bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat. 4

Pembangunan Infrastruktur melibatkan pihak swasta dan masyarakat untuk mencapai

pembangunan berkesinambungan. Di Indonesia, Anggaran Belanja Negara untuk

pengadaan barang dan jasa dapat mencapai 50% dari total APBN. Di tahun 2021,

Anggaran untuk Pengadaan Barang dan Jasa sebesar Rp 1.214 Triliun atau sekitar

52,1% dari total APBN di tahun ini.5

Dalam memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pemerintah akan membangun sebuah infrastruktur (misalnya rumah sakit) melalui

pengadaan barang barang dan jasa. Dalam pengadaan barang dan jasa ini sangat

rawan terjadi suatu persekongkolan tender, yang dimana para pelaku usaha akan

melakukan perencanaan dalam persekongkolan tender mulai dari awal proses hingga

pengumuman peserta tender yang menang. Persekongkolan tender adalah kerjasama

antara dua pihak atau lebih, yang dilakukan secara terang-terangan maupun diam-

diam melalui tindakan penyesuaian atau membandingkan dokumen tender sebelum

4
Ari Purwadi, “Praktik Persekongkolan Tender Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah”,
Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol. 2 No. 2, 2009, hlm. 1
5
Giri Hartomo, Anggaran Pengadaan Barang dan Jasa Capai Rp1.214 Triliun di 2021,
diakses dari https://ekbis.sindonews.com/ anggaran pengadaan barang dan jasa capai rp1214 triliun di
2021 Pada 07 Maret 2021

Universitas Sumatera Utara


4

penyerahan dan menciptakan persaingan semu dan atau menyetujui untuk

memberikan fasilitas dan atau tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun

mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka

memenangkan peserta tender tertentu.

Persekongkolan tender dilarang karena dapat menimbulkan persaingan usaha

tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan diadakannya tender tersebut, yaitu untuk

memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat menawarkan

harga dan kualitas bersaing.6 Dalam hukum persaingan usaha dilarang untuk

melakukan persekongkolan dalam tender. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 22

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.”

Persekongkolan tender dianggap menghalangi untuk menciptakan sebuah

persaingan usaha yang sehat. Bentuk-bentuk persekongkolan dalam tender terdiri

atas:7

1. Persekongkolan Horizontal

Adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang

dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa

pesaingnya.

2. Persekongkolan Vertikal
6
Surya Bakti, dkk, “Eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penanganan
Persekongkolan Tender Perspektif Hukum Positif Indonesia”, Pagaruyuang Law Jurnal, Vol. 3 No. 2,
2020, hlm. 3
7
Lihat Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


5

Adalah persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku

usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang

atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi kerjaan.

3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

Adalah persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau

pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku

usaha atau penyedia barang dan jasa.

Persekongkolan tender mengakibatkan kegiatan pembangunan yang berasal dari

dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah dikeluarkan secara tidak

bertanggungjawab dan pemenang tender yang bersekongkol mendapatkan

keuntungan jauh di atas harga normal, namun kerugian tersebut dibebankan kepada

masyarakat luas, yaitu dengan pembayaran pajak yang tinggi.8 Oleh karena itu

diharapkan dengan adanya larangan ini pelaksanaan tender akan menjadi efisien,

artinya mendapatkan harga murah dengan kualitas baik.

Persekongkolan tender merupakan suatu perbuatan yang dilarang untuk

dilakukan dalam hukum persaingan usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU

No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat. Pelanggaran terhadap Pasal 22 ini diperiksa menggunakan pendekatan Rule of

Reason, dikarenakan dalam Pasal 22 terdapat cantuman kata “dapat mengakibatkan”

sehingga perlu dilakukan kajian yang mendalam apakah persekongkolan dalam tender

tersebut bersifat menghambat persaingan di antara pelaku usaha.

8
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta Timur: Sinar Grafika,
2012), hlm 284

Universitas Sumatera Utara


6

Pemerintah dalam melakukan peningkatan kualitas pelayanan publik melalui

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih harus didukung dengan

pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk

meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan keuangan Negara yang

dibelanjakan melalui proses pengadaan barang dan jasa, maka diperlukan upaya

untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas, serta prinsip persaingan

atau kompetensi yang sehat dalam proses pengadaan barang dan jasa yang biayanya

berasal dari APBN/APBD, sehingga diperoleh barang dan jasa yang terjangkau,

berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah kepada masyarakat. 9

Sehubungan dengan hal inilah Pemerintah mengeluarkan sebuah Peraturan Presiden

No. 54 Tahun 2010 yang dimana telah diperbarui dengan Peraturan Presiden No. 16

Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang dimana peraturan ini

bertujuan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara pengadaan

barang dan jasa yang sederhana, jelas dan kompherensif, yang sesuai dengan tata

kelola yang baik.10

Di Indonesia terdapat sebuah lembaga pemerintah yang bertugas untuk untuk

mengembangkan dan merumuskan kebijakan di bidang pengadaan barang/jasa, yaitu

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Pada

umumnya, pengadaan barang dan jasa dilakukan secara elektronik yaitu melalui

LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).

9
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Bagian
Umum
10
Adrian Sutedi, Op.cit, hlm 11

Universitas Sumatera Utara


7

Untuk mengawasi dipatuhinya aturan dan ketentuan yang diatur dalam UU No.

5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat maka dibentuklah suatu lembaga khusus yang independen, yaitu Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Berdasarkan Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur

tentang tugas dari KPPU, yang terdiri atas:

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya


praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 - Pasal 24;
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28;
4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur
dalam Pasal 36;
5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
undang ini;
7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden
dan DPR.
Dalam menjalankan tugasnya maka Komisi Pengawas Persaingan Usaha juga

diberikan wewenang oleh undang-undang, yang terdiri atas:

Universitas Sumatera Utara


8

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh
masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai
hasil penelitiannya;
4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak
adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi;
8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini;
9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain
guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
10. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat;
11. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
12. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Universitas Sumatera Utara


9

Salah satu tugas dari KPPU adalah melakukan penilaian terhadap kegiatan

usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dalam Pasal 22, yaitu tentang

Persekongkolan Tender. Oleh karena itu, KPPU berwenang untuk menjatuhkan

sanksi administrasi terhadap pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran

terhadap Pasal 22 tersebut. Adapun bentuk dari sanksi administratif yang dijatuhkan

oleh KPPU terhadap pelaku usaha adalah:11

1. Memberikan perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang


menimbulkan praktek monopoli, persaingan usaha tidak sehat serta kegiatan
yang merugikan masyarakat.
2. Penetapan pembayaran ganti rugi.
3. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.0000 (satu milyar rupiah)
dan tidak ada ketentuan jumlah denda maksimal.
Dalam perjalanan 20 tahun KPPU terdapat beberapa pencapaian KPPU. Tolak

ukur pencapaian KPPU dapat diukur dari sejauh mana kinerja KPPU mampu

menyelesaikan perkara. Bentuk pencapaian KPPU terdiri atas:

1. Penegakan Hukum

KPPU telah menyelesaikan dan memutus 351 kasus perkara hukum

persaingan usaha serta menjatuhkan denda administrasi kepada pelaku usaha yang

terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha. Total denda

administrasi yang diperoleh KPPU selama 20 tahun mencapai Rp 815, 88 Miliar.12

Upaya keberatan atas putusan tersebut, pada tingkat Pengadilan Negeri telah

11
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012),
hlm 321
12
Harry Agustanto, Dua Dekade Penegakan Hukum Persaingan:Perdebatan dan Isu yang
Belum Terselesaikan, (Jakarta: KPPU, 2021), hlm 20

Universitas Sumatera Utara


10

dimenangkan sebanyak 56%, sementara di tingkat Mahkamah Agung sebanyak 58%,

dan untuk Peninjauan Kembali putusan telah mencapai 80% dimenangi oleh KPPU.

Dari jumlah putusan tersebut, 89% di antaranya telah inkracht baik di lingkup KPPU,

Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, maupun Peninjauan Kembali. Sementara 11%

lainnya masih dalam tahap proses upaya hukum.

2. Reformasi Kebijakan Persaingan

Selama 20 tahun KPPU telah memberikan 238 saran pertimbangan kepada

Pemerintah dan regulator sektor. Sektor terbesar yang diberikan saran pertimbangan

adalah sektor pengadaan, jasa konstruksi dan properti, disusul sektor perdagangan

dan sektor transportasi.13

Sudah banyak peraturan yang mengatur tentang persekongkolan tender, yaitu

Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016, Peraturan

Presiden No. 16 Tahun 2018 dan bahkan OECD juga mengeluarkan pedoman terkait

pengadaan publik. Akan tetapi, masih banyak terjadi kasus persekongkolan tender

yang terjadi di Indonesia. Kasus yang paling banyak ditangani oleh KPPU adalah

tentang persekongkolan tender. Sejak tahun 2000, kasus tentang tender sebanyak 273

atau mencapai 71% dari seluruh kasus yang ditangani oleh KPPU. 14 Pada tahun 2021,

KPPU akan melakukan sidang terhadap 15 kasus pelanggaran terhadap UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Adapun kasus perkara tersebut terdiri atas 7 kasus tentang keterlambatan

13
Ibid
14
Tim detikcom, KPPU Tangani 71 Persen Kasus Tender Bermasalah, diakses dari
https://news.detik.com/berita/d-4563848/kppu-tangani-71-persen-kasus-tender-bermasalah, Pada 07
Maret 2021

Universitas Sumatera Utara


11

pemberitahuan merger dan akuisisi, 6 kasus tentang tender, dan 2 kasus tentang

penguasaan pasar.15

Salah satu contoh kasus persekongkolan tender yang ditangani dan sudah

diputus oleh KPPU adalah Putusan No. 04/KPPU-L/2020 Tentang Dugaan

Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan

Regional Langsa Provinsi Aceh. Perkara ini bermula dari Laporan Publik dan

terdapat beberapa Pihak Terlapor, yaitu:

1. PT Mina Fajar Abadi;

2. PT Sumber Alam Sejahtera;

3. PT Arafah Alam Sejahtera;

4. PT Betesda Mandiri;

5. PT Eka Jaya Lestari;

6. PT Adhi Jaya Putra; dan

7. Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Aceh.

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran, tim investigator menduga telah terjadi

persekongkolan horizontal dan vertikal dalam kasus ini. Hal ini dapat dilihat dari

adanya kesamaan metadata Terlapor I, II, III, IV, V, dan VII, adanya beberapa

kesamaan kesalahan Penulisan di dokumen penawaran, penerbitan jaminan

penawaran yang sama dan nomor surat yang berurutan antara Terlapor I dengan

Terlapor VI. Pokja selaku Terlapor VII juga tidak melakukan pengecekan dokumen

15
Edi Suwiknyo, KPPU Sidangkan 15 Kasus Perkara, diakses dari
https://kabar24.bisnis.com/read/20210212/16/1355615/kppu-sidangkan-15-perkara-baru-salah-
satunya-kasus-perusahaan-sandiaga-uno, Pada 07 Maret 2021

Universitas Sumatera Utara


12

peserta secara teliti dan memperhatikan check list terkait indikasi persekongkolan

dalam tender.

Dalam pembuktian, Pokja terbukti melakukan tindakan post bidding, yang

mana dalam hukum persaingan dilarang untuk melakukan tindakan tersebut. Pokja

mengakui dalam persidangan bahwa mereka lalai dalam memeriksa dokumen

penawaran terkait posisi inti personil di bidang site manager, dimana dalam dokumen

pengadaan Terlapor I hanya memberikan satu sertifikat untuk posisi inti personil,

padahal yang diminta dalam dokumen pengadaan ada dua sertifikat. Adapun

tambahan satu sertifikat tersebut diperlihatkan pada saat dilakukan pembuktian

kualifikasi.

Setelah mempertimbangkan berbagai fakta dan temuan dalam persidangan,

Majelis Komisi pada 10 Februari 2021 membacakan putusan atas kasus perkara ini,

yaitu PT Mina Fajar Abadi dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro Pengadaan Barang

dan Jasa Pemerintah Aceh terbukti melakukan persekongkolan tender secara vertikal.

Atas pelanggaran tersebut maka Majelis Komisi menjatuhkan hukuman denda

administrasi kepada PT Mina Fajar sebesar Rp 1.723.500.000. Berkaitan dengan

uraian latar belakang tersebut, maka Penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan

judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan

Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa Provinsi Aceh Dalam

Hukum Persaingan Usaha (Studi Putusan No. 04/Kppu-L/2020)”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah adalah lanjutan dari latar belakang yang menyatakan secara

tertulis apa saja yang menjadi pertanyaan penelitian yang akan dijawab atau dicarikan

Universitas Sumatera Utara


13

solusi dari permasalahan tersebut.16 Berdasarkan uraian yang sudah Penulis paparkan

di dalam latar belakang maka yang menjadi rumusan permasalahan dalam Penulisan

skripsi ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan persekongkolan tender terkait pengadaan barang dan

jasa dalam hukum persaingan usaha?

2. Apa sistem pengadaan barang dan jasa yang digunakan dalam Tender Paket

Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa?

3. Bagaimana analisis hukum Majelis Komisi dalam memutus Perkara KPPU

No. 04/KPPU-L/2020 Terkait Tender dalam Paket Pekerjaan Pembangunan

Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa?

C. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian terdapat hal-hal yang ingin dicapai atau

ditemukan dari kegiatan penelitian tersebut. Dalam merumuskan tujuan penelitian

haruslah mengacu pada permasalahan penelitian.17 Adapun yang menjadi tujuan dari

Penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan persekongkolan tender khususnya

dalam pengadaan barang dan jasa dalam hukum persaingan usaha.

2. Untuk mengetahui sistem apa yang digunakan dalam pengadaan barang dan

jasa dalam Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan

Regional Langsa.

16
H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2016), hlm 81
17
Ibid, hlm 84

Universitas Sumatera Utara


14

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana analisis Majelis Komisi

dalam memutus Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 Terkait Tender dalam

Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa.

D. Manfaat Penulisan

Dalam Penulisan sebuah skripsi terdapat manfaat yang memuat tentang nilai

yang dapat diambil dari penelitian tersebut. 18 Manfaat yang diharapkan Penulis dari

Penulisan ini adalah:

1. Secara Teoritis

Melalui hasil penelitian ini, Penulis berharap dapat memberikan informasi

kepada Pembaca terutama Mahasiswa/i Fakultas Hukum mengenai bagaimana

penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia khususnya dalam menangani

perkara di bidang persekongkolan tender, siapa saja yang menjadi pihak yang

terlibat dalam persekongkolan tender di bidang pengadaan barang dan jasa dan

bagaimana sistem yang digunakan dalam pengadaan barang dan jasa.

2. Secara Praktis

Penulis berharap melalui hasil penelitian ini dapat memberikan masukan

kepada para penegak hukum khususnya bagi KPPU sebagai penegak hukum di

bidang persaingan usaha sehingga dapat tercipta kondisi hukum persaingan

usaha yang sehat.

18
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 66

Universitas Sumatera Utara


15

E. Keaslian Penulisan

Sebelum Penulis memulai Penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis

Terhadap Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit

Rujukan Regional Langsa Provinsi Aceh Dalam Hukum Persaingan Usaha

(Studi Putusan No. 04/Kppu-L/2020)”, Penulis melakukan uji bersih di

Perpustakaan Fakultas Hukum USU untuk melihat apakah ada judul yang sama

dengan judul Penulis. Pada 01 Maret 2021, Penulis telah melakukan pemeriksaan

judul dan berdasarkan surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pemeriksa di Pusat

Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU menyatakan bahwa “tidak

ada judul yang sama” dengan judul Penulis.

Penulis juga melakukan penelusuran di media internet mengenai judul skripsi

yang berkaitan dengan persekongkolan tender maupun pengadaan barang/jasa

pemerintah. Adapun skripsi terdahulu yang memiliki sedikit kemiripan dengan judul

skripsi Penulis adalah:

1. Rigta Yudiyansi Ginting, “Analisis Persengkongkolan Tender Dalam Hukum


Persaingan Usaha (Studi Kasus Putusan KPPU Nomor : 03/Kppu –L/2015)
Tentang Persekongkolan Dalam Tender Pelebaran Jalan Merek Sampai Seribu
Dolok”, Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana terjadinya Persekongkolan Tender di dalam Pengadaan Barang dan
Jasa?
b. Bagaimana Penerapan Hukum terhadap Persekongkolan Tender pada putusan
KPPU nomor: 03 / KPPU –L/2015 Tentang Persekongkolan dalam Tender
Pelebaran Jalan Merek Sampai Seribu Dolok?
2. Chris Agave Valentin Berutu, “Analisis Hukum Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pada Pengadaan Alat Kesehatan (Studi Kasus : Putusan KPPU Nomor 24/KPPU-
I/2016 Tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999)”, Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :

Universitas Sumatera Utara


16

a. Bagaimana persekongkolan tender ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat?
b. Apakah kasus pelanggaran yang dilakukan oleh PT Synergy Dua Kawan
Sejati, PT Kembang Turi Healthcare, PT Dwi Putra Unggul Pratama, CV
Trimanunggal Mandiri, dan CV Tiga Utama mengakibatkan timbulnya
persaingan usaha tidak sehat dalam hal praktek persekongkolan tender?
3. Irawaty Noralinda, “Analisis Hukum Terhadap Ketidaksesuaian Penerapan Denda
Dalam Perkara Persekongkolan Tender Ditinjau Dari Undang-Undang No. 5
Tahun 1999 (Studi Putusan KPPU Nomor 01/KPPU-L/2016 Tentang
Persekongkolan Tender dalam Pekerjaan Peningkatan Jalan Pesut Pada Satuan
Kerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Kutai Kartanegara)”,
Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pengaturan persekongkolan tender menurut Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat di Indonesia ?
b. Bagaimana penentuan pengenaan denda pada perkara persekongkolan tender ?
c. Apakah pengenaan denda pada putusan KPPU Nomor 01/KPPU-L/2016
Tentang Persekongkolan Tender Dalam Pekerjaan Peningkatan Jalan Pesut
Pada Satuan Kerja Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Kutai
Kartanegara telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
4. Candra Permana Siagian, “Kajian Hukum Terhadap Tindakan Persekongkolan
Dalam Tender Ditinjau Dari UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Putusan KPPU No.
01/Kppu-L/2013, PT Madju Medan Cipta, Dkk Melawan KPPU)”, Universitas
Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana bentuk-bentuk dari Persekongkolan Tender dalam Hukum
Persaingan Usaha di Indonesia?
b. Bagaimana prosedur penanganan perkara persaingan usaha di Indonesia?
c. Bagaimana Analisa Putusan KPPU pada Perkara No. 01/KPPU-L/2013 tentang
Pengadaan Barang Cetakan dan Alat Peraga Dinas Pendidikan Daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun Anggaran 2011?
5. Jenni Anggita, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelelangan Proyek Kerja Sama
Pemerintah dengan Badan Usaha Terkait Sistem Penyediaan Air Minum di Kota
Lampung yang Mengakibatkan Persekongkolan”, Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pengaturan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Terhadap Tender dalam
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha?
b. Bagaimana pengaturan Larangan Tindakan Post Bidding terhadap Pengadaan
Barang dan Jasa terkait Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam
Persaingan Usaha?

Universitas Sumatera Utara


17

c. Bagaimana analisa hukum terhadap Putusan KPPU Perkara Nomor 14/KPPU-


L/2019 Terkait Pelelangan Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha terkait Sistem Penyediaan Air Minum di Kota Lampung?
6. Ariandi Ramadhan, “Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Tentang Pembuktian
Dugaan Pelanggaran Tender Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Studi
Putusan KPPU Nomor 22/KPPU-I/2019)”, Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pengaturan hukum mengenai tender dalam hukum persaingan
usaha yang berlaku di Indonesia?
b. Bagaimana bentuk persekongkolan tender dalam pelelangan umum paket
pembangunan distribusi air bersih di kabupaten penajam paser utara tahun
apbd 2015-2018?
c. Bagaimana pembuktian dugaan persekongkolan tender dalam pelelangan
umum paket pembangunan distribusi air bersih di kabupaten penajam paser
utara tahun APBD 2015-2018?
7. Erwin M. Napitupulu, “Penerapan E-Procurement Dalam Layanan Pengadaan
Barang Dan Jasa (Studi : Kantor Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Kab. Toba Samosir)”, Universitas Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana penerapan E-Procurement di Kantor Layanan Pengadaan Barang
dan Jasa secara Elektronik (LPSE) Kab. Toba Samosir?
8. Rini Syakina Cahyani, “Analisis Penerapan E- Procurement Dalam Efektivitas
Pengadaan Barang Dan Jasa Pada PT Inalum (Persero)”, Universitas Sumatera
Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pelaksanaan E-Procurement dalam proses pengadaan barang dan
jasa pada PT Inalum?
b. Bagaimana peranan E- Procurement dalam efektivitas pengadaan barang dan
jasa pada PT Inalum?
9. Alivia Royani, “Analisis Putusan Kppu Nomor 08/Kppu-L/2013 Terhadap Hukum
Persekongkolan Tender Perspektif Ibnu Taimiyah (Studi KPPU Kantor
Perwakilan Daerah Medan)”, Universitas Islam Sumatera Utara.
Rumusan Masalah :
a. Bagaimana pelaksanaan persekongkolan tender dalam putusan KPPU Nomor
08/KPPU-L/2013 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat?
b. Bagaimana peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perwakilan
Medan dalam putusan KPPU Nomor 08/KPPU-L/2013?
c. Bagaimana hukum persekongkolan tender dalam putusan KPPU Nomor
08/KPPU-L/2013 Perspektif Ibnu Taimiyah?
10. Mardi Anugrah Ardian, “Penyelesaian Perkara Persekongkolan Tender Dalam
Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)”,
Universitas Andalas.
Rumusan Masalah :

Universitas Sumatera Utara


18

a. Bagaimana proses penyelesaian perkara persekongkolan tender dalam


pengadaan barang dan jasa oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam penyelesaian perkara persekongkolan
tender dalam pengadaan barang dan jasa oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU)?
c. Apa yang menjadi pertimbangan Majelis Komisi dalam penyelesaian perkara
persekongkolan tender dalam pengadaan barang dan jasa serta sanksi yang
diberikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)?
Walaupun memiliki sedikit kesamaan pada judul skripsi yang akan ditulis oleh

Penulis, namun terdapat perbedaan yaitu pada objek perkara yang akan diteliti

dimana objek perkaranya adalah Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional

Langsa Provinsi Aceh. Oleh karena itu, judul penelitian maupun permasalahan yang

akan diteliti oleh Penulis murni berasal dari pemikiran yang didasarkan dari referensi

buku, teori hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku yang diperoleh dari

media cetak maupun media internet. Penulis menyatakan bahwa dapat

mempertanggungjawabkan keaslian dari skripsi ini dan apabila dikemudian hari

ditemukan skripsi yang sama maka Penulis bersedia dikenakan sanksi akademik

sesuai yang berlaku dengan peraturan di Universitas Sumatera Utara.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah suatu kegiatan untuk meninjau kembali tentang suatu

pustaka yang memiliki kaitan dengan topik yang akan diteliti. 19 Adapun manfaat dari

tinjauan pustaka menurut Castetter dan Heisler adalah membahas mengenai

permasalahan, membantu pemilihan prosedur penelitian, memahami landasan teori

yang ada kaitannya dengan permasalahan, membahas kekurangan dan kelebihan

19
Ridwan Karim, Tinjauan Pustaka: Pengertian dan Langkah Penulisan, diakses dari
https://penerbitbukudeepublish.com/tinjauan-pustaka, Pada 05 April 2021

Universitas Sumatera Utara


19

penelitian terdahulu, menghindari plagiarism suatu penelitian, dan mendukung

rumusan masalah.20 Adapun tinjauan pustaka dalam Penulisan skripsi ini adalah:

1. Hukum Persaingan Usaha

Pada umumnya, makna bersaing memiliki arti yang negatif dalam pandangan

kehidupan bermasyarakat dimana sering disalahartikan sebagai sifat individualistis

yang hanya memikirkan kepentingan sendiri yang akan melakukan berbagai cara dan

upaya semaksimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya.

Pandangan tentang makna bersaing tersebut tidak sepenuhnya benar. Persaingan tidak

selamanya bersifat individualistis karena dalam melakukan persaingan, kita akan

mendapatkan hasil yang terbaik, efisen dan strategi yang terbaik dari suatu

persaingan.

Kegiatan bersaing ini timbul secara alamiah diantara para pelaku usaha dan

persaingan ini timbul untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari

konsumen21 yang membeli produknya dan hal inilah yang menjadi tujuan utama

pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Bentuk persaingan dari pelaku usaha

bermacam-macam misalnya harga, jumlah, pelayanan atau kombinasi berbagai faktor

yang dinilai oleh konsumen. Adapun dampak dari persaingan ini adalah harga

menjadi lebih kompetitif dan membuat pelaku usaha terpacu untuk melakukan

inovasi dan terobosan baru untuk produknya. Selain itu, para pelaku usaha akan

berusaha menggunakan sumber daya dengan efisien, termasuk dalam menentukan


20
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori dan Praktik, (Depok: PT
Rajagrafindo Persada, 2018), hlm. 209
21
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan. Lihat Pasal 1 Angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.

Universitas Sumatera Utara


20

biaya produksi sehingga dalam proses persaingan akan menghasilkan produk yang

bermacam-macam dengan harga yang bersaing yang pada akhirnya akan

menguntungkan pelaku usaha maupun konsumennya.

Hukum persaingan usaha adalah aturan hukum yang mengatur tentang segala

sesuatu yang terkait dengan persaingan usaha, yang meliputi tindakan yang boleh

dilakukan maupun yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku usaha. Pada dasarnya,

hukum persaingan usaha ada untuk mengupayakan terciptanya suatu persaingan yang

sehat pada pasar tertentu, yang mendorong pelaku usaha untuk melakukan efisiensi

dan mampu bersaing dengan para pesaingnya.

Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dicantumkan bahwa:

“Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.”
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 tersebut dapat dikatakan bahwa persaingan

dianggap tidak sehat apabila diilakukan dengan tidak jujur dan tindakan yang

dilakukannya melawan ketentuan dari undang-undang, sehingga menyebabkan

kondisi yang tidak kondusif. Pada hakikatnya, apabila persaingan dilakukan secara

sehat akan mendatangkan keuntungan bagi para pelaku usaha.

2. Persekongkolan Tender

Dalam Pasal 1 Angka 8 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang pengertian

persekongkolan atau konspirasi usaha, yaitu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh

pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar

Universitas Sumatera Utara


21

bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Persekongkolan

memiliki ciri khas tersendiri karena terdapat kerjasama yang melibatkan dua atau

lebih pelaku usaha yang secara bersama-sama melakukan tindakan melawan hukum

dalam melakukan persekongkolan tersebut.22

Pengertian tender menurut Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah tawaran

mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-

barang, atau untuk menyediakan jasa. Persekongkolan tender adalah kegiatan yang

dilakukan oleh para peserta tender untuk mendapatkan suatu tender/lelang dengan

melakukan persaingan yang semu.

Persekongkolan tender merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilarang

dalam hukum persaingan usaha. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun

1999, yang di mana ketentuan pasal ini telah diubah dalam Putusan MK No. 85/PUU-

XIV/2016:23

“pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau yang
terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat”.
Kegiatan persekongkolan tender dilarang karena dapat menimbulkan

persaingan usaha tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan diadakannya tender,

yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat

menawarkan harga dan kualitas yang bersaing. Adapun tujuan akhir dari diadakannya

tender adalah untuk mendapatkan harga yang termurah dengan kualitas yang terbaik.

22
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm. 476
23
Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016, hlm 197

Universitas Sumatera Utara


22

3. Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah

Pengadaan barang dan jasa oleh Pemerintah (yang selanjutnya disebut sebagai

pengadaan barang dan Jasa) adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh

Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang

prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. 24

Jenis barang dan jasa dalam pengadaan barang dan jasa adalah barang, pekerjaan

konstruksi, jasa konsultasi, dan jasa lainnya. Anggaran yang digunakan dalam

pengadaan barang dan jasa adalah APBN/ APBD, termasuk yang sebagian /seluruh

dibiayai dari pinjaman dalam negeri atau hibah dalam negeri yang diterima

pemerintah atau pemerintah daerah, serta pinjaman atau hibah luar negeri.

Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat sebuah lembaga yang bertugas

untuk mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa

pemerintah, yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (yang

selanjutnya disebut sebagai LKPP). LKPP bukanlah lembaga yang independen

sehingga Presiden yang akan memilih dan memberhentikan Ketua LKPP.

Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa diadakan melalui Layanan Pengadaan Secara

Elektronik (LPSE) yang dikembangkan oleh LKPP.

4. Post Bidding

Dalam pengadaan barang dan jasa, pihak pejabat pengadaan dilarang untuk

melakukan tindakan post bidding. Tindakan post bidding adalah tindakan mengubah,

menambah, mengganti dan/atau mengurangi dokumen pengadaan dan/atau dokumen

24
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 1
angka 1.

Universitas Sumatera Utara


23

penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran. Tindakan post bidding diatur

dalam Pasal 79 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah. Adapun Perpres sudah beberapa kali terjadi perubahan

sampai pada tahun 2021, khusus untuk post bidding hanya diatur di dalam Peraturan

Presiden No. 54 Tahun 2010.

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani, yakni methodos yang artinya cara atau

jalan. Metode adalah jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran

yang diperlukan bagi peneliti, sehingga dapat memahami obyek sasaran yang

dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan permasalahan. 25 Penelitan

adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan,

analisis, dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk

memecahkan suatu persoalan.26

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam

pengumpulan data dan informasi guna memecahkan suatu permasalahan. Maka dalam

Penulisan skripsi ini, metodologi penelitian yang digunakan adalah:

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam Penulisan skripsi ini adalah penelitian

hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif

adalah penelitian hukum yang berfokus pada kaidah-kaidah atau asas-asas dalam arti

hukum dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang bersumber dari peraturan

25
H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2016), hlm. 96
26
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://kbbi.web.id/teliti, Pada 28 Maret 2021

Universitas Sumatera Utara


24

perundang-undangan, putusan pengadilan, maupun doktrin dari para pakar hukum

terkemuka.27

Sifat penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif,

yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-

teori hukum yang menjadi objek penelitian. Sedangkan pendekatan yang dipakai

dalam Penulisan skripsi ini adalah pendekatan kasus yang dilakukan dengan cara

menelaah terhadap kasus-kasus yang mempunyai kaitan dengan isu yang dihadapi

yang telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Yang menjadi kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau

reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan dalam membuat suatu putusan.28

2. Sumber Data Penelitian

Data dalam penelitian hukum normatif disebut sebagai bahan hukum. Sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder29 yang diperoleh

melalui:

a) Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
secara yuridis.30 Bahan hukum primer yang digunakan oleh Penulis adalah UU
No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah
No. 44 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Mahkamah Agung No. 3

27
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang Selatan: Unpam Press, 2018), hlm 57
28
Peter Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm 94
29
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari bahan perpustakaan atau literatur yang
mempunyai keterkaitan dengan objek yang akan diteliti.
30
Suteki, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori dan Praktik, (Depok: PT
Rajagrafindo Persada, 2018), hlm. 216

Universitas Sumatera Utara


25

Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Keberatan Terhadap Putusan
KPPU, Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No.
5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, Peraturan Komisi No. 1
Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan Usaha Tidak
Sehat, Peraturan Komisi No. 3 Tahun 2020 Tentang Relaksasi Penegakan
Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Serta Pengawasan
Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi
Nasional, Putusan MK No.85/PUU-XIV/2016, dan Putusan KPPU No.
04/KPPU-L/2020.
b) Bahan Hukum Sekunder adalah bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum
primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer.
Misalnya adalah buku, jurnal penelitian, artikel hukum, internet, dan lain-lain.
c) Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk ataupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya adalah kamus
hukum, ensiklopedia, indeks, dan lain-lain.
3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sangat erat kaitannya dengan metode penelitian. Oleh karena

itu, apabila penelitian hukum tersebut menggunakan jenis penelitian normatif, maka

pengumpulan data dilakukan menggunakan studi kepustakaan.31 Studi kepustakaan

dilakukan untuk mendapatkan data yang bermanfaat bagi Penulisan penelitian berupa

teori hukum, asas-asas, doktrin dan pandangan hukum yang diperoleh dari bahan

hukum primer, sekunder dan tersier. Adapun cara pengumpulan data tersebut adalah

melakukan kegiatan studi kepustakaan dengan membaca, mengutip buku serta

menganalisis peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan

31
Ishaq, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta Bandung, 2016), hlm. 115

Universitas Sumatera Utara


26

penelitian yang akan dilakukan. Karena Penulisan skripsi ini dilakukan pada masa

pandemi covid-19, maka banyak bahan skripsi ini diperoleh dari elektronik.

4. Analisa Data Penelitian

Analisa data merupakan tahapan yang sangat penting dalam penelitian karena

akan menjawab pertanyaan dari permasalahan penelitian tersebut. Analisis data

bertujuan untuk menjawab masalah penelitian dan membuktikan asumsi dasar

penelitian, menyusun dan menginterpretasikan data yang diperoleh, menyusun data

dalam cara yang benar sehingga dapat dipahami, lebih memudahkan pembaca dalam

memahami hasil penelitian, menjelaskan kesesuaian antara teori dan temuan peneliti,

dan menjelaskan argumentasi hasil temuan.32

Penulis dalam melakukan penelitian ini menggunakan analisa data secara

kualitatif, yaitu analisa yang menggunakan metode bersifat deskriptif analisa yang

memaparkan gambaran dari data yang didapatkan dan menghubungkannya satu sama

lain untuk menemukan kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran

yang baru ataupun suatu gambaran yang sudah ada atau sebaliknya.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembaca dalam membaca tulisan ini, maka perlulah

disusun sistematika Penulisan yang terdiri atas:

Bab I Pendahuluan

Di dalam bab ini, Penulis akan menguraikan latar belakang, rumusan masalah,

tujuan Penulisan, manfaat Penulisan, keaslian Penulisan, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan sistematika penelitian.

32
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang Selatan: Unpam Press, 2018), hlm. 164

Universitas Sumatera Utara


27

Bab II Pengaturan Persekongkolan Tender Dalam Hukum Persaingan Usaha

Dalam bab ini, Penulis akan menguraikan tentang hukum persaingan usaha,
persekongkolan tender dan beberapa peraturan terkait persekongkolan tender
dalam hukum persaingan usaha. Dalam persekongkolan tender akan diuraikan
mengenai defenisi, jenis dan akibatnya. Dalam hukum persaingan usaha akan
menguraikan tentang pengertian, pengaturan, subtansi, pendekatan dalam
hukum persaingan usaha serta tentang KPPU sebagai penegak dalam hukum
persaingan usaha. Adapun mengenai peraturan terkait yang diuraikan dalam
bab ini terdiri atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XIV/2016,
Pedoman Pengaturan Tender oleh OECD (Organisation for Economic Co-
operation and Development), serta perubahan mengenai hukum persaingan
usaha dalam UU No. 11 Tahun 2020 dan PP No. 44 Tahun 2021.

Bab III Sistem Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Tender Paket Pekerjaan Rumah

Sakit Regional Langsa

Dalam bab ini, Penulis akan menjelaskan mengenai pengadaan dalam barang

dan jasa serta sistem pengadaan barang dan jasa yang digunakan dalam tender

paket pekerjaan pembangunan rumah sakit regional Langsa. Dalam pengadaan

barang dan jasa akan diuraikan mengenai pengertian, sejarah pengaturan,

prinsip, etika, para pihak yang terlibat dalam pengadaan serta pengadaan

barang dan jasa secara elektronik.

Bab IV Analisis Yuridis Terhadap Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020 Tentang

Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan

Regional Langsa Provinsi Aceh

Di dalam bab ini, Penulis akan mengkaji bagaimana analisis terhadap putusan

KPPU No. 04/KPPU-L/2020 yang terdiri atas kasus posisi, pertimbangan

Universitas Sumatera Utara


28

majelis komisi, Tindakan post bidding dalam Paket Pembangungan Rumah

Sakit Rujukan Regional Langsa, analisis hukum, dan relaksasi penegakan

hukum praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta pengawasan

pelaksanaan kemitraan dalam rangka mendukung program pemulihan

ekonomi nasional dalam peraturan Komisi No. 3 Tahun 2020. Dalam analisis

hukum akan menjelaskan mengenai pembuktian sebagai hukum formil dalam

Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020 dan pemenuhan unsur pasal 22 UU No.

5 Tahun 1999 dalam Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020.

Bab V Penutup

Pada bab ini, Penulis akan menguraikan secara ringkas tentang kesimpulan

dan saran dalam Penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN PERSEKONGKOLAN TENDER

DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA

A. Hukum Persaingan Usaha

1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha

Persaingan (competition) menurut Webster adalah a struggle or contest between

two or more persons for the same objects. Dari pengertian tersebut dapat dilihat yang

menjadi unsur-unsur persaingan, yaitu adanya dua pihak atau lebih yang terlibat

dalam upaya untuk lebih unggul dan ada kehendak diantara mereka untuk mencapai

tujuan yang sama. Sedangkan pengertian persaingan menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah usaha untuk memperlihatkan keunggulan masing-masing yang

dilakukan oleh perseorangan (perusahaan, negara) pada bidang perdagangan,

produksi, persenjataan, dan sebagainya. 33

Dalam bidang ekonomi terdapat suatu persaingan yang sering disebut

persaingan usaha, yang secara sederhana bisa dimaknai persaingan antara para

penjual di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar. 34 Ada banyak istilah hukum

persaingan usaha (competition law) yang digunakan seperti hukum antimonopoli

(antimonopoly law) dan hukum antitrust (antitrust law). Istilah yang digunakan

secara resmi di Indonesia adalah hukum persaingan Usaha sebagaimana secara jelas

dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

33
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://www.kbbi.web.id, Pada 14 April 2021
34
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hlm 14

29

Universitas Sumatera Utara


30

Usaha Tidak Sehat Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

Hukum persaingan usaha adalah seperangkat aturan hukum yang mengatur

mengenai segala aspek yang berkaitan dengan persaingan usaha, yang meliputi hal-

hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang dilarang untuk dilakukan oleh pelaku

usaha. Tujuan dari hukum persaingan usaha adalah untuk menciptakan efisiensi pada

ekonomi pasar demi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan mencegah

monopoli, mengatur persaingan yang sehat dan bebas, serta memberikan sanksi

terhadap para pelanggarnya.

2. Pengaturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia

Krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 dan

mencapai puncaknya pada tahun 1998 telah menyadarkan pemerintah Indonesia akan

betapa lemahnya dasar ekonomi Indonesia. Faktor yang menjadi pemicu terjadinya

krisis moneter adalah pemerintah Indonesia tidak mempunyai kebijakan kompetisi

yang jelas. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan mendapatkan

kemudahan yang berlebihan sehingga menimbulkan kesenjangan sosial. Munculnya

konglomerasi dan sekolompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh

semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan

ketahanan ekonomi menjadi rapuh dan tidak mampu bersaing.

Dalam sejarahnya, rencana untuk membentuk peraturan mengenai hukum

persaingan usaha telah dimulai sejak tahun 1970-an. Namun, karena terjadi krisis

ekonomi tersebut pada tahun 1998 dan adanya desakan untuk mempercepat

Universitas Sumatera Utara


31

berakhirnya krisis tersebut, maka pada 15 Januari 1998, Indonesia telah

menandatangani Letter of Intent35 sebagai bagian dari program bantuan International

Monetary Fund (IMF)36. Adapun salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah IMF

menyetujui memberikan bantuan keuangan kepada Negara Indonesia sebesar US$ 43

miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis ekonomi, dengan syarat Indonesia harus

melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum ekonomi tertentu.

Dalam Penjelasan bagian Umum UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan bahwa dengan

memperhatikan situasi dan kondisi tersebut, menuntut kita untuk mencermati dan

menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta

berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang

sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau

kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan

sosial.

35
Letter of Intent (LoI) mengindikasikan keinginan suatu perusahaan (salah satu pihak) untuk
menunjuk perusahaan lain (pihak lainnya) untuk melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan suatu
kontrak yang sedang disusun. IQSI, Letter of Intent – Fungsi dan Status, diakses dari
https://iqsi.org/letter-of-intent-fungsi-dan-status, Pada 22 April 2021
36
International Monetary Fund (IMF) adalah sebuah organisasi internasional yang
beranggotakan 189 negara yang mempunyai tanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global
dan menyediakan pinjaman kepada Negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah
keseimbangan neraca keuangan masing-masing Negara. IMF mempunyai misi, yaitu mendorong
kerjasama moneter secara global, meningkatkan keamanan stabilitas keuangan, memberikan fasilitas
perdagangan internasional, meningkatkan lapangan kerja dan perkembangan ekonomi yang
berkelanjutan, serta mengurangi angka kemiskinan secara global. IMF, Sekilas tentang IMF, diakses
dari https://www.imf.org/id/About/Factsheets/IMF-at-a-Glance, Pada 22 April 2021.

Universitas Sumatera Utara


32

Sebelum adanya UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, ketentuan tentang pengaturan hukum persaingan

usaha dapat dijumpai dalam beberapa pengaturan, yaitu:

a. Pasal 1365 KUHPerdata diatur bahwa pelaku usaha yang menderita kerugian
sebagai akibat persaingan usaha yang tidak jujur dan tidak sehat yang dilakukan
pesaing usaha lainnya, dapat menuntut pelaku usaha yang bersangkutan
sepanjang dapat dibuktikan.
b. Pasal 382 bis KUHP, diatur bahwa adanya perbuatan penipuan di bidang usaha
tertentu yang bertujuan semata-mata untuk mementingkan dan menguntungkan
usaha sekelompok orang maupun seseorang dengan cara merugikan
kepentingan pelaku usaha lainnya.
c. Pasal 13 Ayat (3) UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria, dalam pasal ini diatur bahwa pihak swasta dilarang untuk melakukan
monopoli usaha dalam lapangan agraria dan pemerintah berkewajiban untuk
mencegah adanya monopoli usaha tersebut.
d. Pasal 7 dan Pasal 9 angka 2 UU No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian,
dalam undang-undang ini mengandung ketentuan yang mewajibkan pemerintah
untuk mengatur, membentuk, dan mengembangkan industri demi penciptaan
persaingan yang sehat dan pencegahan persaingan curang. 37 Selain itu
pemerintah berkewajiban mencegah pemusatan/pengawasan industri pada satu
atau kelompok orang dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.
e. UU No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, dalam UU ini mengatur
tentang perusahaan yang melakukan merger, akuisisi dan konsolidasi.
f. UU No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil diatur mengenai pencegahan
pembentukan struktur pasar yang dapat melahirkan persaingan tidak wajar
dalam bentuk monopoli, oligopoli, dan monopsoni yang merugikan pengusaha
kecil.

37
Arie Siswanto, Op.cit, hlm 73

Universitas Sumatera Utara


33

Seluruh peraturan di atas masih berlaku dan tidak secara langsung digantikan

oleh UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat karena pada dasarnya UU No. 5/1999 mengatur tentang

persaingan pasar dalam konteks yang lebih rinci bahkan kompleks karena melibatkan

teori ekonomi dan perhitungan yang rumit dan bukan hanya dibatasi pada persaingan

curang saja. Tetapi bahkan sampai masuk dalam konteks pasar yang menjadi

terdistorsi akibat tidak berjalannya suatu proses persaingan dengan baik. 38

3. Substansi dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

a. Asas dan Tujuan

Dalam Pasal 2 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur mengenai asas yang dianut dalam pelaksanaan

undang-undang ini, yaitu pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan

usahanya harus berlandaskan asas demokrasi ekonomi dengan memperhatikan

keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur mengenai tujuan pembentukan undang-undang

ini, yaitu:

1) Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional


sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;
2) Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang

38
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2011), hlm 20

Universitas Sumatera Utara


34

sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha
kecil;
3) Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
ditimbulkan oleh pelaku usaha; dan
4) Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
b. Perjanjian yang Dilarang

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 adalah

suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu

atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Dalam UU No. 5 Tahun 1999 terdapat beberapa perjanjian yang dilarang untuk

dilakukan, yaitu Oligopoli (Pasal 4), Penetapan Harga (Pasal 5), Diskriminasi Harga

(Pasal 6), Penetapan Harga di Bawah Harga Pasar (Pasal 7), Penjualan Kembali

dengan Harga Terendah (Pasal 8), Pembagian Wilayah (Pasal 9), Pemboikotan (Pasal

10), Kartel (Pasal 11), Trust (Pasal 12), Oligopsoni (Pasal 13), Integrasi Vertikal

(Pasal 14), Perjanjian Tertutup (Pasal 15), dan Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

(Pasal 16).

c. Kegiatan yang Dilarang

Dalam konteks hukum persaingan usaha, yang dimaksud dengan kegiatan

adalah suatu usaha, aktivitas, tindakan atau perbuatan hukum secara sepihak yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan tanpa melibatkan pelaku usaha lainnya. 39 Dalam

UU No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai bentuk-bentuk kegiatan yang dilarang untuk

dilakukan, yaitu Monopoli (Pasal 17), Monopsoni (Pasal 18), Penguasaan Pasar

39
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm 369

Universitas Sumatera Utara


35

(Pasal 19), Jual Rugi (Predatory pricing) (Pasal 20), Penetapan Biaya Produksi

Secara Curang (Pasal 21), Persekongkolan (Pasal 22 – Pasal 24)

d. Posisi Dominan

Salah satu tujuan pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha adalah untuk

mendapatkan posisi dominan40 atau menjadi lebih unggul di pasar bersangkutan.

Penguasaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang, sepanjang

pelaku usaha dalam mencapai posisi dominan tersebut pada pasar bersangkutan

menggunakan kemampuannya sendiri dan bersaing secara sehat. Bentuk posisi

dominan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah yang bersifat umum,

jabatan rangkap, pemilikan saham, dan penggabungan, peleburan dan

pengambilalihan.

4. Pendekatan Perse Illegal dan Rule of Reason dalam Hukum Persaingan Usaha

Dalam hukum persaingan usaha dikenal dua konsep pendekatan yang dipakai

untuk menilai apakah perjanjian atau kegiatan usaha yang dilakukan pelaku usaha

telah menghambat persaingan atau perdagangan, yakni pendekatan per se illegal dan

Rule of Reason. Dalam persaingan usaha ada hambatan yang terjadi secara mutlak

yang bersifat menghambat persaingan dan ada yang yang mempunyai pertimbangan

dan alasan secara ekonomi.41

40
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang
berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Lihat UU No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 1 angka 4.
41
Ningrum Natasya Sirait, Op.cit, hlm 72

Universitas Sumatera Utara


36

Pada umumnya pendekatan perse illegal digunakan pada perbuatan yang sudah

pasti dan mutlak memunculkan dampak negatif terhadap persaingan dan rule of

reason digunakan pada perbuatan yang berpotensi untuk memunculkan dampak

negatif terhadap persaingan.42 Adapun dua konsep pendekatan tersebut dapat

digunakan untuk menghukum pelaku usaha yang diduga telah melakukan

pelanggaran dalam hukum persaingan usaha.43

a. Pendekatan Per se Illegal

Istilah kata Pendekatan per se berasal dari bahasa latin yang bermakna by itself,

in itself, taken alone, by means of itself, inherently, in isolation, unconnected with

other matter, simpley as such, in its own nature without reference to its relations. 44

Pendekatan Perse illegal adalah sebuah pendekatan yang menyatakan bahwa suatu

perjanjian atau kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu dilarang tanpa

memerlukan adanya suatu pembuktian yang ditimbulkan oleh suatu perjanjian atau

kegiatan pelaku usaha tersebut. Oleh sebab itu, dalam konsep ini pelapor tidak perlu

membuktikan akibat dari perjanjian atau kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha

terlapor. Bukti yang dibutuhkan adalah perjanjian yang dibuat atau kegiatan bisnis

tersebut benar-benar dilakukan oleh pelaku usaha terlapor.

Skema 1. Pendekatan Perse Illegal

TINDAKAN TERBUKTI ILEGAL

42
Arie Siswanto, Loc.cit, hlm 66
43
Fitrah Akbar Citrawan, Hukum Persaingan Usaha (Penerapan Rule of Reason dalam
Penanganan Praktik Kartel), (Yogyakarta: Suluh Media, 2017), hlm 27
44
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Prakteknya di Indonesia,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm 72

Universitas Sumatera Utara


37

Pada umumnya, pendekatan perse illegal menggunakan kalimat “dilarang”

tanpa ada kalimat tambahan “….yang dapat mengakibatkan…” atau dapat

mengakibatkan terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat seperti yang diatur

dalam pendekatan rule of reason.45 Konsep pendekatan ini memiliki kelebihan, yaitu:

1) Adanya kepastian hukum terhadap munculnya suatu permasalahan hukum


antimonopoli;
2) Apabila ada suatu perjanjian atau perbuatan mengenai kegiatan yang dilarang
dilakukan yang akibatnya merusak dan merugikan persaingan maka tanpa
bersusah payah melakukan pembuktian, pendekatan ini dapat diterapkan;
3) Pendekatan ini memudahkan hakim untuk memutus perkara persaingan usaha
karena hukum persaingan usaha mempunyai jangkauan yang sangat luas yang
memberikan kepada hakim untuk menafsirkan apakah terlapor tersebut telah
melanggar atau melakukan hambatan. Oleh sebab itu, dengan menggunakan
pendekatan ini dapat memudahkan majelis dalam memutus perkara.
Namun apabila pendekatan ini diterapkan secara berlebihan dapat

mengakibatkan suatu perbuatan yang mungkin tidak merugikan atau mendorong

persaingan menjadi salah menurut hukum, karena terkadang pendekatan ini tidak

secara cermat menghasilkan pandangan apakah perbuatan perilaku usaha tersebut

telah merugikan konsumen dan menghilangkan persaingan. 46

b. Pendekatan Rule of Reason

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatan yang menggunakan alasan

pembenaran apakah perbuatan yang dilakukan meskipun bersifat anti persaingan

45
Ibid, hlm 74
46
Ibid, hlm 74

Universitas Sumatera Utara


38

tetapi mempunyai alasan pembenaran yang menguntungkan dari pertimbangan sosial,

keadilan maupun akibat yang akan muncul serta unsur maksud (intent).47

Skema 2. Pendekatan Rule of Reason

TINDAKAN TERBUKTI FAKTOR LAIN UNREASONABLE ILEGAL

REASONABLE LEGAL

Substansi dari pasal-pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999 mayoritas

menggunakan pendekatan rule of reason, yang tergambar dari konteks kalimat yang

membuka alternatif interprestasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan dulu

akibatnya secara keseluruhan dengan memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam

undang-undang apakah telah mengakibatkan terjadinya praktek monopoli ataupun

praktek persaingan tidak sehat.48 Adapun yang menjadi kelebihan dalam

menggunakan pendekatan rule of reason adalah dalam melakukan analisis digunakan

analisis ekonomi untuk mencapai efisiensi yang bertujuan untuk mengetahui secara

pasti apakah perbuatan pelaku usaha tersebut memiliki keterkaitan terhadap

persaingan. Namun penggunaan pendekatan ini juga memiliki kelemahan yakni

pendekatan yang digunakan oleh hakim dan juri mensyaratkan pengetahuan tentang

teori ekonomi dan sejumlah data ekonomi yang kompleks, dimana mereka belum

tentu memiliki kemampuan yang cukup untuk memahaminya agar dapat

menghasilkan putusan yang tepat. Selain itu, sulit untuk membuktikan kekuatan pasar

47
Ningrum Natasya Sirait, Op.cit, hlm 80
48
Ibid, hlm 81

Universitas Sumatera Utara


39

terlapor, mengingat pelapor harus menghadirkan saksi ahli di bidang ekonomi dan

bukti dokumenter.49

Dalam beberapa Negara, persekongkolan dalam tender merupakan jenis

pelanggaran yang sangat serius sehingga digolongkan dalam per se illegal. Hal itu

disebabkan karena persekongkolan tersebut mengandung unsur kecurangan dan

akibat yang merugikan terhadap anggaran belanja pemerintah dan anggaran Negara. 50

Di Indonesia, Pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diperiksa

menggunakan pendekatan Rule of Reason, dikarenakan dalam Pasal 22 terdapat

cantuman kata “dapat mengakibatkan”. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang

mendalam apakah proses persekongkolan dalam tender tersebut dilakukan dengan

cara tidak jujur atau melawan hukum serta menghambat persaingan usaha.51

5. KPPU sebagai Penegak Hukum dalam Persaingan Usaha

Untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dibentuk suatu komisi.

Pembentukan ini didasarkan atas Pasal 34 UU No. 5 Tahun 1999 yang

mengintruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi

ditetapkan melalui keputusan presiden.52 Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan

49
Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta Pusat: KPPU, 2017), hlm 76
50
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014),
hlm 328
51
Peraturan Komisi No. 02 Tahun 2010, hlm 25
52
Devi Meyliana, Hukum Persaingan Usaha, (Malang: Setara Press, 2013), hlm 31

Universitas Sumatera Utara


40

Keputusan Presiden RI No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan

Usaha RI yang ditetapkan pada tanggal 18 Juli 1999.53

KPPU merupakan lembaga Negara komplementer (state auxiliary organ)54

yang dibentuk oleh Presiden untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang

persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu, KPPU dalam melaksanakan tugasnya

tidak terlepas dari pengaruh pemerintah. KPPU bukan lembaga peradilan namun,

KPPU memiliki kewenangan melaksanakan quasi judicial meliputi kewenangan yang

dimiliki oleh lembaga peradilan, yaitu penyidikan, penuntutan, memeriksa,

mengadili, sampai memutus perkara persaingan usaha pada tingkat pertama. 55

Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 terkait persekongkolan tender,

sanksi administratif yang dijatuhkan oleh Komisi terhadap pelaku usaha adalah

memberikan perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang

menimbulkan praktek monopoli, persaingan usaha tidak sehat serta kegiatan yang

merugikan masyarakat, penetapan pembayaran ganti rugi, serta pengenaan denda56

serendah-rendahnya Rp 1.000.000.0000 dan tidak ada ketentuan jumlah denda

maksimal.

53
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta, Kencana,
2008), hlm 75
54
State auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk diluar konstitusi untuk
membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.
55
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar Hukum, Vol. 24 No. 3, Oktober 2012, hlm
11
56
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan Komisi dalam menentukan besaran denda,
yaitu skala perusahaan, jenis pelanggaran, gabungan pangsa pasar dari para terlapor, cakupan wilayah
geografis pelanggaran, dan telah atau belum dilaksanakannya pelanggaran tersebut. Lihat Peraturan
Komisi No. 4 Tahun 2009 Tentang Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU
No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm 9.

Universitas Sumatera Utara


41

a. Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak diatur secara jelas mengenai hukum acara yang

digunakan oleh KPPU sebagai acuan dalam penanganan perkara persaingan usaha

tidak sehat. Dengan kata lain, UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak mengatur mengenai bagaimana

cara KPPU bertindak dalam melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap

terlapor, pelaku usaha atau saksi yang terkait dengan dugaan pelanggaran UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam undang-undang tersebut hanya memerintahkan kepada KPPU supaya hukum

acara dalam penanganan perkara persaingan usaha diatur lebih lanjut oleh KPPU. Hal

itu bisa dilihat dalam Pasal 38 Ayat (4) UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang menyebutkan bahwa

untuk tata cara penyampaian laporan perkara diatur lebih lanjut oleh KPPU.

Ketentuan dalam Pasal 35 huruf F juga memberikan wewenang kepada KPPU, untuk

menyusun dan pedoman atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang hukum

persaingan usaha.57

Di dalam menjalankan kewenangannya untuk menegakkan hukum persaingan

usaha, KPPU telah beberapa kali mengeluarkan pedoman yang mengatur tata cara

penangan perkara yang terdiri atas:

57
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 17

Universitas Sumatera Utara


42

1) Keputusan Komisi 05/KPPU/Kep/IX/2000 Tentang Tata Cara Penyampaian

Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Terhadap UU No. 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

2) Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di

Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

3) Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara;

4) Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sumber perkara persaingan usaha di KPPU terdiri atas dua, yaitu laporan dari

masyarakat/pelaku usaha yang dirugikan dan inisiatif dari Komisi. Untuk kedua

sumber perkara KPPU nantinya akan terdapat perbedaan dalam proses penanganan

perkara. Untuk mengetahui apakah perkara yang ditangani oleh KPPU berdasarkan

laporan ataupun atas dasar inisiatif dari KPPU, dapat dilihat dari nomor perkaranya. 58

Untuk perkara atas dasar laporan nomor perkara tersebut adalah No. perkara/KPPU-L

(laporan)/Tahun. Sedangkan perkara atas dasar inisiatif dari KPPU nomornya adalah

No. perkara/KPPU-I (Inisiatif)/Tahun.

Putusan perkara di KPPU dibacakan oleh Majelis Komisi dalam sidang yang

dinyatakan terbuka untuk umum.59 Dalam jangka waktu 14 hari setelah Majelis

Komisi membacakan Putusan Komisi, Panitera harus menyampaikan Petikan dan

Salinan Putusan Komisi kepada Terlapor. Apabila Terlapor tidak melaksanakan

Putusan Komisi atau Putusan Pengadilan Negeri atau Putusan Mahkamah Agung

58
Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: KPPU, 2017), hlm 395
59
Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2019, Pasal 62

Universitas Sumatera Utara


43

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap60, maka Komisi menyerahkan Putusan

tersebut kepada Pengadilan Negeri untuk dimintakan Penetapan Eksekusi.

b. Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengajuan

Keberatan Terhadap Putusan KPPU

Putusan KPPU tidak termasuk ke dalam putusan yang bersifat final dan

mengikat61 seperti putusan arbitrase. Bagi terlapor yang tidak setuju atau tidak

menerima putusan yang dikeluarkan oleh KPPU dapat mengajukan upaya hukum.

Upaya hukum terhadap putusan KPPU terdiri atas dua, yaitu upaya hukum keberatan

(diajukan ke Pengadilan Negeri) dan upaya hukum kasasi (diajukan ke Mahkamah

Agung). Keberatan adalah permohonan pemeriksaan kepada Pengadilan Negeri yang

diajukan oleh terlapor yang tidak menerima putusan KPPU. Dalam upaya hukum

keberatan, posisi KPPU menjadi pihak termohon.

Keberatan terhadap putusan KPPU diajukan paling lambat 14 hari terhitung

setelah putusan dibacakan apabila terlapor hadir atau setelah tanggal pemberitahuan

putusan KPPU jika terlapor tidak hadir dalam persidangan KPPU. Pemeriksaan

60
Pada prinsipnya, ada tiga faktor yang membuat suatu putusan KPPU mempunyai kekuatan
hukum mengikat, yang terdiri atas:
1. apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU dalam jangka
waktu 14 hari.
2. Apabila Pengadilan Negeri menolak alasan-alasan keberatan yang diajukan oleh pelaku
usaha, dan tidak ada permohonan kasasi.
3. Apabila Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi menolak alasan-alasan keberatan yang
diajukan oleh pelaku usaha.
Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga, Hukum Acara Persaingan Usaha, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm 107.
61
Maksud dari putusan yang bersifat final dan mengikat (final and binding), Final artinya
putusan tersebut langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan sehingga secara umum
tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh terhadap putusan tersebut. Arti putusan mengikat,
yaitu putusan tidak hanya berlaku bagi para pihak tetapi bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tri Jata
Ayu Pramesti, Arti Putusan yang Final dan Mengikat, diakses dari
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56fe01b271988/arti-putusan-yang-final-dan-
mengikat, Pada 26 April 2021

Universitas Sumatera Utara


44

keberatan terhadap putusan KPPU dilakukan dengan tanpa adanya proses mediasi dan

hanya berdasarkan salinan Putusan KPPU dan berkas perkaranya. Majelis Hakim

membacakan Putusan paling lama 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan.

Adapun pembacaan putusan dilaksanakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Dalam putusan Keberatan, apabila KPPU/Terlapor tidak setuju atau tidak menerima

putusan tersebut dapat mengajukan upaya hukum Kasasi kepada Mahkamah Agung

sebagai upaya hukum yang terakhir.

B. Persekongkolan Tender

1. Defenisi Persekongkolan Tender

Dalam kegiatan bermasyarakat, istilah persekongkolan sering dimaknai negatif.

Pandangan ini disebabkan karena pada dasarnya persekongkolan atau konspirasi

bertentangan dengan keadilan, alasannya adalah karena tidak memberikan

kesempatan yang sama kepada seluruh penawar untuk mendapatkan objek barang dan

jasa yang ditawarkan penyelenggara. Persekongkolan terjadi ketika pelaku usaha,

yang seharusnya bersaing secara tertutup, bersekongkol untuk menaikkan harga atau

menurunkan kualitas barang atau jasa untuk para pembeli yang ingin memperoleh

produk atau jasa melalui suatu proses pengadaan. Dampak dari adanya

persekongkolan ini adalah penawar yang memiliki itikad baik menjadi terhambat

untuk masuk pasar dan terciptanya harga yang tidak kompetitif.

Istilah persekongkolan pertama kali ditemukan pada Antitrust Law di USA

yang didapat melalui Yurisprudensi Mahkamah Tertinggi Amerika Serikat, berkaitan

dengan ketentuan Pasal 1 The Sherman Act 1890, di mana dalam Pasal tersebut

dinyatakan: “….Persekongkolan untuk menghambat perdagangan…..(….conspirasy

Universitas Sumatera Utara


45

in restraint of trade …..). Mahkamah Tertinggi USA juga menciptakan istilah

“concerted action”, untuk mendefenisikan istilah persekongkolan dalam hal

menghambat perdagangan, serta kegiatan saling menyesuaikan berlandaskan pada

persekongkolan guna menghambat perdagangan, serta pembuktiannya dapat

disimpulkan dari kondisi yang ada. Berdasarkan pengertian di USA itulah, maka

persekongkolan merupakan suatu perjanjian yang konsekuensinya adalah perilaku

yang saling menyesuaikan (conspiracy is an agreement which has consequence of

concerted action).62

Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan

oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar

yang bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. 63 Sedangkan

tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk

mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Pengertian tender64 ini

mencakup tawaran mengajukan harga untuk:

a. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan;


b. Mengadakan barang atau jasa;
c. Membeli suatu barang atau jasa;
d. Menjual suatu barang atau jasa.
Persekongkolan dalam tender adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih,

yang dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam melalui tindakan

penyesuaian atau membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan dan

62
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm 476
63
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, Pasal 1 angka 8
64
Tender atau tawaran mengajukan harga dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender
terbatas, pelelangan umum, dan pelelangan terbatas.

Universitas Sumatera Utara


46

menciptakan persaingan semu dan atau menyetujui untuk memberikan fasilitas dan

atau tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui bahwa tindakan

tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender

tertentu.

Dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diatur mengenai persekongkolan tender, yaitu:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.”
Dari Pasal 22 tersebut dapat diuraikan unsur-unsur persekongkolan tender,

yaitu:

a. Unsur Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999, pengertian Pelaku usaha adalah

setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum

atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan

kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai

kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

b. Unsur Bersekongkol

Bersekongkol adalah kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya

memenangkan peserta tender tertentu. Adapun yang menjadi unsur dari

bersekongkol adalah adanya kerjasama antara dua pihak atau lebih, secara

terang-terangan atau diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen

Universitas Sumatera Utara


47

dengan peserta lainnya, membandingkan dokumen tender sebelum

penyerahan, menciptakan persaingan semu, menyetujui/menfasilitasi

terjadinya persekongkolan, tidak menolak melakukan suatu tindakan

meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut

dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender

tertentu, dan pemberian kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau

pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha

yang mengikuti tender dengan cara melawan hukum.65

c. Unsur Pihak Lain

Pihak lain adalah para pihak baik yang vertikal maupun horizontal yang

terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik bagi

pelaku usaha sebagai peserta tender dan atau subjek hukum lainnya yang

terkait dengan tender tersebut.

d. Unsur Mengatur atau Menentukan Pemenang Tender

Makna dari mengatur atau menentukan pemenang tender adalah suatu

perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol

yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya

dan/atau memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara.

e. Unsur Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

65
Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender, hlm 6

Universitas Sumatera Utara


48

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha.66

Agar perusahaan dapat membuat perjanjian kolusi yang sukses, mereka harus

setuju dengan suatu tindakan yang sama dalam mengimplementasikan perjanjian

tersebut, mengawasi apakah perusahaan lain mengikuti perjanjian, dan menciptakan

cara untuk menghukum perusahaan yang melanggar perjanjian. Karakteristik industri

yang dapat mendukung perusahaan dalam upaya persekongkolan, yaitu Jumlah

perusahaan yang sedikit, Sedikit atau tiada hambatan masuk, Kondisi pasar, Asosiasi

perusahaan, Pengadaan yang berulang, Produk atau jasa yang mirip atau sederhana,

Subtitusi yang sedikit, serta Sedikit atau ketiadaan perubahan teknologi.67

2. Jenis-Jenis Persekongkolan Tender

Salah satu tugas dari KPPU adalah menyusun pedoman yang berkaitan dengan

undang-undang persaingan usaha. Dalam melaksanakan tugasnya, KPPU telah

membuat Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Berdasarkan Peraturan KPPU No.

2 Tahun 2010 tersebut diatur mengenai jenis-jenis persekongkolan tender, yang

terdiri atas:

66
UU No. 5 Tahun 1999, Pasal 1 angka 6
67
OECD, Pedoman untuk Mengatasi Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Publik, hlm
3-4

Universitas Sumatera Utara


49

a. Persekongkolan Horizontal

Adalah persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau penyedia barang

dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa

pesaingnya.

Panitia Pengadaan/Panitia Lelang/Pengguna


Barang Atau Jasa/Pimpinan Proyek

PERSEKONGKOLAN
Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku
Usaha/ Usaha/ Usaha/ Usaha/
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
Barang Barang Barang Barang
atau Jasa atau Jasa atau Jasa atau Jasa

Skema 3. Persekongkolan Tender Secara Horizontal

b. Persekongkolan Vertikal

Adalah persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa pelaku

usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia lelang

atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi kerjaan.

Panitia Pengadaan/Panitia Lelang/Pengguna


Barang Atau Jasa/Pimpinan Proyek PERSEKONGKOLAN

Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku


Usaha/ Usaha/ Usaha/ Usaha/
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
Barang Barang Barang Barang
atau Jasa atau Jasa atau Jasa atau Jasa

Skema 4. Persekongkolan Tender Secara Vertikal

Universitas Sumatera Utara


50

c. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal

Adalah persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau

pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku

usaha atau penyedia barang dan jasa.

Panitia Pengadaan/Panitia Lelang/Pengguna


Barang Atau Jasa/Pimpinan Proyek

PERSEKONGKOLAN
Pelaku Pelaku Pelaku Pelaku
Usaha/ Usaha/ Usaha/ Usaha/
Penyedia Penyedia Penyedia Penyedia
Barang Barang Barang Barang
atau Jasa atau Jasa atau Jasa atau Jasa

Skema 5. Persekongkolan Tender secara Horizontal dan Vertikal

3. Akibat Persekongkolan Tender

Dilihat dari sisi konsumen atau pemberi kerja, persekongkolan yang

dilakukan dalam tender dapat mengakibatkan:

a. Konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada
harga yang sesungguhnya;
b. Barang atau jasa yang diperoleh (baik dari sisi mutu, jumlah, waktu, maupun
nilai) sering kali lebih rendah dari yang akan diperoleh apabila tender
dilakukan secara jujur;
c. Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak memperoleh
kesempatan untuk mengikuti dan memenangkan tender;
d. Nilai proyek (untuk tender pengadaan jasa) menjadi lebih tinggi akibat mark
up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut
dilakukan dalam proyek pemerintah yang pembiayaannya melalui APBN,
maka persekongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi biaya tinggi;

Universitas Sumatera Utara


51

e. Kemungkinan terjadinya pembagian kesempatan maupun wilayah kerja


apabila terjadi pengaturan sesama maupun untuk para peserta tender.68

C. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XIV/2016 Terkait


Persekongkolan Tender

Dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang

pelaku usaha yang dilarang untuk melakukan kegiatan persekongkolan dengan pihak

lain. Namun tidak dijelaskan mengenai siapakah yang dimaksud dengan pihak lain

ini. Dalam Penjelasan Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hanya menyebutkan

“cukup jelas”.

Kata Pihak Lain dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini

kemungkinan dapat ditafsirkan69 secara bebas oleh penegak hukum atau pengguna

hukum, berdasarkan kepentingan atau sudut pandang sendiri ketika memaknai

rumusan dalam undang-undang tersebut dalam mengangani kasus terkait

persekongkolan.70 Bagi sebagian pelaku usaha juga dianggap tidak memberikan

kepastian sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan.

68
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 326
69
Penafsiran adalah salah satu metode untuk menemukan jawaban terhadap kekosongan atau
ketidakjelasan terhadap suatu undang-undang. Sovia Hasanah, Arti Penafsiran Hukum Argumentum A
Contrario, diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/arti-penafsiran-hukum-
iargumentum-a-contrario, Pada 07 April 2021
70
Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha Pasca Putusan Makahmah Konstitusi,
(Jakarta: Kencana, 2020), hlm 211

Universitas Sumatera Utara


52

Oleh karena adanya ketidakpastian dan ketidakadilan ini maka PT Bandung

Raya Indah Lestari memohonkan untuk pengujian materil terhadap Pasal 22, Pasal 23

dan Pasal 24 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Alasan PT Bandung Raya Indah Lestari (yang

selanjutnya disebut “Pemohon”) melakukan pengujian materil tersebut karena

berkaitan dengan Putusan KPPU No. 12/KPPU-L/2015 yang menyebutkan bahwa

pelaku usaha tersebut merupakan salah satu pihak lain yang bersekongkol dengan

panitia pengadaan badan usaha (Terlapor I) dan Mantan Walikota Bandung Dada

Rosada (Terlapor II).

Dalam Putusan KPPU tersebut menyatakan bahwa Pemohon terbukti secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan menyatakan Pengadaan

Badan Usaha Secara Pelelangan Umum Dalam Rangka Pembangunan Infrastruktur

Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan Melalui Mekanisme

Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha di kota Bandung batal demi

hukum.71 PT BRIL telah menyiapkan lahan seluas 10 Ha untuk pembangunan

fasilitas PLTSA, tiga hektar diperuntukan untuk fasilitas pembangkit tenaga listrik,

sedangkan tujuh hektar lainnya diperuntukan untuk sabuk hijau yang mengelilingi

fasilitas tersebut. Usaha ini menjadi sia-sia dengan adanya putusan KPPU yang

merugikan pemohon. Bahkan Pemerintah kota Bandung telah mengadakan kontes

pendaftaran, meskipun Pemkot Bandung belum menerima putusan KPPU tersebut.

71
Putusan KPPU No. 12/KPPPU-L/2015, hlm 179

Universitas Sumatera Utara


53

Pemohon berpendapat bahwa Putusan KPPU tersebut telah memperluas makna

“pihak lain” dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga bukan hanya mencakup

“pelaku usaha lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 melainkan mencakup

pihak-pihak lain seperti Pihak Pemerintah in casu Panitia Pengadaan Badan Usaha

(Terlapor I), Mantan Walikota Bandung Dada Rosada (Terlapor II) dan Perusahaan

daerah Kebersihan (Terlapor IV). Dalam Pasal 1 angka 8 secara tegas menyebutkan

bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar

bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

Terhadap permohonan tersebut, dalam Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016

Majelis Hakim memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.14.3] Bahwa terhadap permasalahan konstitusionalitas pertama, yakni


mengenai frasa “pihak lain” dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU No. 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat yang ditafsirkan selain “pelaku usaha lain” oleh KPPU.
Menurut Majelis Hakim meskipun ada pembatasan makna atau definisi dalam

ketentuan umum Pasal 1 angka 8 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, namun harus dimaknai secara imperatif

dan dipedomani serta dilaksanakan yang terimplementasi ke dalam pasal-pasal lain

yang bersifat teknis operasional agar tidak terjadi multitafsir dan ada kepastian

hukum.

Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat agar makna persekongkolan

sebagaimana diatur dalam ketentuan umum Pasal 1 angka 8 UU No. 5 Tahun 1999

dapat menjawab dan mengimbangi kompleksitas modus persekongkolan yang ada

Universitas Sumatera Utara


54

maka Mahkamah memperluas makna persekongkolan tersebut yang dimana tidak

hanya antar pelaku usaha dalam pengertian konvensional saja akan tetapi juga “pihak

yang terkait dengan pelaku usaha”. Pemaknaan demikian menurut Mahkamah tidak

saja menjadikan frasa “Pihak Lain” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22, Pasal

23 dan Pasal 24 UU Nomor 5 Tahun 1999 yang ada selama ini dan dapat menjangkau

siapa saja dan tanpa batas. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa KPPU harus

memiliki bukti yang cukup untuk membuktikan adanya keterlibatan pihak ketiga

tersebut dengan pelaku usaha lain. Dengan demikian sepanjang KPPU tidak memiliki

bukti yang cukup tentang keterkaitan pihak ketiga dengan pelaku usaha lainnya, hal

itu tidak dapat diartikan sebagai bentuk persekongkolan tender.

Pada 20 September 2017, Mahkamah Konstitusi menjatuhkan Putusan No.

85/PUU-XIV/2016 dengan amar yang berbunyi:

Menyatakan frasa pihak lain dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai selain “dan/atau pihak

yang terkait dengan pelaku usaha lain” sehingga:

Pasal 22 berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat”

Pasal 23 berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mendapatkan informasi kegiatan

Universitas Sumatera Utara


55

usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga


dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”

Pasal 24 berbunyi:

“pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk menghambat produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud
agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan
waktu yang dipersyaratkan”
Dengan adanya perubahan ketentuan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Putusan MK

No. 85/PUU-XIV/2016, harapannya dilakukan revisi terhadap UU No. 5 Tahun 1999

terkait Pasal 22 untuk menyesuaikan ketentuan pasal tersebut. Pedoman tentang Pasal

22 UU No. 5 Tahun 1999 yang dikeluarkan oleh KPPU, yaitu Peraturan Komisi No. 2

Tahun 2010 juga diharapkan dilakukan revisi agar memuat ketentuan yang telah

diubah dalam Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016 terkait ketentuan Pasal 22.

D. Pedoman Pengaturan Tender oleh OECD (Organisation for Economic Co-


operation and Development)

OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) adalah

sebuah organisasi internasional yang bertujuan untuk menjalin kerjasama dan

pembangunan ekonomi antar Negara demi mewujudkan stabilitas perekonomian

berkelanjutan bagi Negara yang bergabung di dalam organisasi ini.72 Negara yang

tergabung dalam organisasi ini adalah Australia, Austria, Belgia, Kanada, Republik

Ceko, Denmark, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Islandia, Irlandia,

Italia, Jepang, Korea, Luksemburg, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia,

72
Sekilas Tentang OECD, diakses dari https://www.ajarekonomi.com/2016/08/sekilas-
tentang-organisation-for.html, Pada 06 April 2021

Universitas Sumatera Utara


56

Polandia, Portugal, Republik Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Inggris, dan

Amerika Serikat. Organisasi OECD menyediakan pengaturan di mana pemerintah

dapat membandingkan pengalaman kebijakan, mencari solusi untuk masalah umum,

mengidentifikasi praktik yang baik dan bekerja untuk mengoordinasikan kebijakan

domestik dan internasional.

Awal mula berdirinya organisasi ini adalah pada tahun 1948, Pemerintah

Amerika Serikat yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri, yaitu George Marshall

menyatakan bahwa Amerika Serikat harus membantu perbaikan kondisi ekonomi dan

sosial politik di dunia pasca terjadinya Perang Dunia II dan inisiatif dari George

Marshall ini sering dikenal dengan istilah Marshall Plan. Pada bulan April 1948,

dibentuklah komite kerjasama yang bernama the Organisation for European

Economic Co-operation (OECC) sebagai bentuk tindaklanjut dari inisiatif tersebut.

Pada 30 September 1961, untuk memperluas ruang lingkup kerja sama maka

OECC diperbarui dengan OECD (the Organisation for Economic Co-operation and

Development). Perluasan dan Pengembangan kerjasama tersebut diupayakan melalui

penekanan pada aspek efisiensi, sistem pasar terbuka, sistem perdagangan bebas, dan

pembangunan berbasis industrialisasi dan juga upaya-upaya lainnya seperti

mengurangi angka kemiskinan, menjaga stabilitas keuangan, menciptakan iklim

investasi dan perdagangan yang kuat serta mengembangkan teknologi, inovasi dan

kewirausahaan. OECD memiliki tugas untuk melakukan promosi terhadap kebijakan

yang bertujuan untuk:73

73
Ibid

Universitas Sumatera Utara


57

1) Mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan peningkatan standar


kelayakan hidup, serta ketersediaan lapangan kerja di negara-negara anggota,
sekaligus menjaga stabilitas keuangan, sehingga mampu berkontribusi
terhadap perekonomian global.
2) Mempromosikan keterbukaan ekonomi, baik diantara negara-negara anggota
maupun negara-negara lain dalam rangka perwujudan pembangunan jangka
panjang.
3) Memberikan kontribusi positif terhadap perdagangan global dalam kerangka
kerjasama antar negara tanpa adanya diskriminasi, seturut dengan kesepakatan
internasional.
OECD telah mengeluarkan kebijakan tentang prinsip yang bertujuan untuk

meningkatkan integritas dalam pengadaan publik, yaitu:

1. Keterbukaan (Transparancy)

Dalam prinsip ini, pemerintah harus memberikan informasi yang jelas kepada

calon pemasok dan pemangku kepentingan yang potensial sehingga proses

pengadaan publik dapat dipahami dan diterapkan dengan baik. Untuk

memastikan pengadaan dilakukan dengan baik dan bersaing secara sehat,

maka pemerintah harus memberikan aturan dan panduan yang jelas mengenai

pilihan metode pengadaan dan ketentuan pengecualian untuk tender

kompetitif.74

2. Manajemen yang Baik (Good Management)

Pemerintah harus memastikan bahwa penggunaan dana publik yang

diperuntukkan untuk pengadaan publik digunakan sebagaimana mestinya.

Dan kriteria untuk menjadi pejabat yang bekerja di bidang pengadaan publik

adalah memiliki pengetahuan, keterampilan dan memiliki integritas. 75

74
OECD, OECD Principles For Integrity In Publik Procurement, 2009, hlm 24
75
OECD, Ibid, hlm 30

Universitas Sumatera Utara


58

3. Pencegahan Pelanggaran, Kepatuhan dan Pemantauan (Prevention of

Misconduct, Compliance and Monitoring)

Pemerintah harus memastikan bahwa seleksi dan penunjukan pejabat yang

terlibat dalam pengadaan publik adalah berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-

prinsip, khususnya integritas dan pengetahuan. Pemerintah harus mencegah

risiko-risiko melalui mekanisme pencegahan yang menumbuhkan budaya

integritas dalam layanan publik seperti pelatihan integritas pengungkapan dan

pengelolaan benturan kepentingan. Pemerintah harus menetapkan standar

integritas yang jelas dan memastikan kepatuhan dalam seluruh siklus

pengadaan, terutama dalam manajemen kontrak. Dan pemerintah harus

menyediakan mekanisme khusus untuk memantau pengadaan publik serta

mendeteksi pelanggaran dan menerapkan sanksi yang sesuai

4. Akuntabilitas dan Kontrol (Accountability and Control)

Pemerintah harus menetapkan rantai tanggung jawab yang jelas dengan

menetapkan kewenangan untuk persetujuan, berdasarkan pemisahan tugas

yang sesuai, serta kewajiban untuk pelaporan internal. Selain itu, keteraturan

dan ketelitian pengendalian harus proporsional dengan risiko yang terlibat.

Pemerintah menangani keluhan dari calon pemasok secara adil dan tepat

waktu. Pemerintah dalam menanangani keluhan calon pemasok data

mempertimbangkan untuk membentuk mekanisme penyelesaian perselisihan

alternatif untuk mengurangi waktu penyelesaian pengaduan. Pemerintah harus

memberikan informasi kepada publik menegnai persyaratan utama kontrak

besar kepada organisasi masyarakat sipil, media, dan publik yang lebih luas.

Universitas Sumatera Utara


59

Laporan lembaga pengawas juga harus tersedia secara luas untuk

meningkatkan pengawasan publik.

Pada Februari 2009, OECD juga telah mengeluarkan suatu pedoman yang

bertujuan untuk mengatasi persekongkolan tender dalam pengadaan publik. Dalam

pedoman tersebut terdapat beberapa langkah-langkah untuk mengurangi risiko

persekongkolan tender dalam proses pengadaan publik, yaitu:76

a.Mencari informasi sebelum menyusun proses pengadaan;


b.Menyusun proses tender untuk memaksimalkan partisipasi penawar potensial
yang bersaing;
c. Menentukan persyaratan dengan jelas dan menghindari adanya perkiraan;
d. Merancang proses tender yang efektif sehingga dapat mengurangi komunikasi
diantara peserta tender;
e. Hati-hati dalam memilih kriteria untuk mengevaluasi dan mengumumkan
pemenang tender;
f. Meningkatkan kesadaran diantara stad mengenai risiko persekongkolan dalam
pengadaan.
E. Fungsi LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah) dalam Tender

LKPP adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan

merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. LKPP dibentuk sebagai

lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah koordinasi Menteri

Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan bertanggung

jawab kepada Presiden.77 Oleh karena itu, LKPP bukanlah lembaga yang independen

sehingga Presiden yang akan memilih dan memberhentikan Ketua LKPP. Awal mula

adanya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa adalah adanya sebuah unit

76
OECD, Pedoman Untuk Mengatasi Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Publik,
2009, hlm 5
77
I Putu Jati Arsana, Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), hlm. 106

Universitas Sumatera Utara


60

kerja yang bernama Pusat Pengembangan Kebijakan Barang/Jasa Publik (PPKBJP)

sebagai unit kerja eselon II. PPKBJP dibentuk pada tahun 2005 dan mempunyai tugas

yang harus dijalankan yang terdiri atas:78

1) Menyusun kebijakan dan regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah;


2) Memberikan bimbingan teknis dan advokasi terkait pelakasanaan dan
pengadaan barang dan jasa pemerintah;
3) Memberikan fasilitas penyelenggaraan ujian sertifikasi ahli pengadaan barang
dan jasa pemerintah.
Alasan yang melatarbelakangi terbentuknya LKPP adalah adanya harapan

dalam proses pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBN/APBD dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien dan mengutamakan prinsip persaingan usaha

yang sehat yang sifatnya transparan, terbuka serta adil bagi semua pihak dan dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga yang mempunyai

kewenangan untuk merumuskan perencanaan dan pengembangan strategi, penentuan

kebijakan serta regulasi hukum yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa

pemerintah yang dimana harus sesuai dengan perkembangan jaman. Atas alasan

tersebut maka Pada 06 Desember 2007 dibentuklah LKPP yang diatur dalam

Peraturan Presiden No. 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

Keberadaan lembaga ini akan membuat Indonesia memiliki kedudukan yang

sejajar di kancah internasional, seperti lembaga-lembaga yang sama dan sudah ada di

sejumlah Negara seperti Office of Federal Procurement Policy (OFPP) di Amerika

78
Redaksi PUBinfo, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa), diakses dari
https://pubinfo.id/instansi-255-lkpp--lembaga-kebijakan-pengadaan-barang--jasa-pemerintah.html,
Pada 04 April 2021

Universitas Sumatera Utara


61

Serikat, Office of Government Commerce (OGC) di Inggris, Government

Procurement Policy Board (GPPB) di Filipina, Publik Procurement Policy Office

(PPPO) di Polandia, dan Publik Procurement Service (PPS) di Korea Selatan.79

Tujuan dari LKPP adalah:

1) Mencegah dan mengurangi Penyimpangan yang terjadi dalam proses


Pengadaan Barang/Jasa dalam lingkup institusi pemerintahan.
2) Mewujudkan kinerja yang efektif sehingga akan menciptakan efisiensi
Anggaran Negara yang dipakai untuk pengadaan barang/jasa
3) Meningkatkan kapasitas SDM pengelola pengadaan barang/jasa, sehingga
diharapkan akan terwujud SDM yang menjunjung tinggi semangat
profesionalisme dan bermartabat.
4) Mewujudkan Kebijakan Nasional tentang Pengadaan Barang/jasa yang jelas,
kondusif serta komprehensif.
5) Meningkatkan kapasitas kelembagaan LKPP.
LKPP bertugas untuk melakukan pengembangan dan merumuskan kebijakan

dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Fungsi dari Lembaga Kebijakan

Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah adalah:80

1) Penulisan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar


prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan
badan usaha dalam rangka kerjasama Pemerintah dengan badan usaha;
2) Penulisan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan pembinaan
sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah;
3) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya;
4) Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan
penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik;
5) Pemberian bimbingan teknis, advokasi, dan pendapat hukum;
6) Pembinaan dan penyelenggaraan dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi di LKPP; dan
7) Pengawasan atas pelaksanaan tugas LKPP.

79
LKPP, Sejarah dan Latar Belakang LKPP, diakses dari www.lkpp.go.id, Pada 04 April
2021
80
Peraturan Presiden No. 157 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara


62

F. Fungsi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) dalam Tender

Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi

informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara

elektronik.81 Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi

LPSE yang dilaksanakan oleh UKPBJ. Jadi LPSE bukanlah sebuah lembaga atau

institusi tetapi sebuah layanan. Dasar hukum pembentukan Layanan Pengadaan

Secara Elektronik adalah Pasal 73 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang ketentuan teknis operasionalnya diatur oleh

Peraturan Lembaga LKPP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Layanan pengadaan Secara

Elektronik.

Gubernur/bupati/walikota membentuk LPSE untuk memfasilitasi ULP/pejabat

pengadaan dalam melaksanakan pengadaaan barang dan jasa secara elektronik.

Fungsi LPSE adalah:82

1. Mengelola seluruh sistem informasi pengadaan barang dan jasa serta


infrastrukturnya;
2. Melaksanakan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi
pengadaan barang dan jasa;
3. Mengembangkan sistem informasi yang dibutuhkan oleh pemangku kepentingan.
Pengadaan barang/jasa secara elektronik akan meningkatkan transparansi dan

akuntabilitas, meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat,

memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan, mendukung proses monitoring dan

audit dan memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time guna mewujudkan

81
Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018, Pasal 1 Angka 21
82
Ibid, Pasal 73 Ayat (2)

Universitas Sumatera Utara


63

clean and good government dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.83 LPSE

memiliki peranan, yaitu layanan konsultasi, fasilitas dan fitur aplikasi, keluhan

layanan, pelatihan, registrasi dan verifikasi, pemeliharaan dan keamanan

infrastruktur, arsip dokumen, error handling84, dan masih banyak lagi.85

Penulisan ketentuan teknis operasional yang meliputi standar layanan,

kapasitas, dan keamanan informasi terkait dengan sistem pengadaan secara elektronik

serta pembinaan dan pengawasan terhadap Layanan Pengadaan Secara Elektronik

dilakukan oleh LKPP.86 Untuk meningkatkan kualitas, LPSE melakukan

standardisasi, diantaranya adalah layanan, kapasitas, dan keamanan informasi untuk

memenuhi UU ITE 2008 dan PP No. 12 Tahun 2012. LPSE menyediakan fasilitas

pelatihan, verifikasi dan bidding room87 untuk kelancaran lelang pengadaan.

G. Perubahan Mengenai Hukum Persaingan Usaha dalam UU No. 11 Tahun

2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No. 44 Tentang Pelaksanaan Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pada 02 November 2020, Pemerintah telah mengesahkan sebuah undang-

undang yang mengatur tentang cipta kerja. Cipta Kerja adalah upaya penciptaan

kerja melalui usaha kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha

83
LPSE, Layanan Pengadaan Secara Elektronik, diakses dari
https://lpse.kominfo.go.id/eproc4/publik/tentangkami, Pada 22 April 2021
84
Error Handling (Penanganan Masalah) merupakan layanan LPSE dalam menangani
kendala teknis yang terjadi dalam penyelenggaraan SPSE. Lihat Peraturan Kepala LKPP No. 02 Tahun
2010, Pasal 24 Ayat (1).
85
Eproc LKPP, LPSE “Awal Hingga Kini”, diakses dari https://youtu.be/7qnXqCaPeuo, Pada
22 April 2021
86
Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik,
Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, Pengawasan, Pengaduan, Sanksi, dan Pelayanan Hukum,
April 2018, hlm. 13
87
Bidding room adalah Ruang layanan pemasukan penawaran. Lihat Peraturan Kepala LKPP
No. 2 Tahun 2010, Pasal 23 Ayat (1)

Universitas Sumatera Utara


64

mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi dan kemudahan

berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional.88

Dalam undang-undang ini mengubah sekitar 82 peraturan perundang-undangan

termasuk ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Perubahan beberapa pasal

dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat diatur dalam Bab VI tentang Kemudahan Berusaha, tepatnya

Bagian Kesebelas tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat pada Pasal 118.

Secara garis besar terdapat beberapa poin penting yang diubah dalam undang-

undang ini, yaitu:

1) Pengajuan Upaya Keberatan

Dalam UU No. 5 Tahun 1999 diatur mengenai pelaku usaha dapat mengajukan

upaya hukum keberatan terhadap Putusan KPPU ke Pengadilan Negeri di tempat

kedudukan hukum pelaku usaha paling lama 14 hari setelah menerima pemberitahuan

putusan KPPU. UU No. 11 Tahun 2020 kemudian mengubah ketentuan tersebut

sehingga pengajuan keberatan terhadap putusan KPPU diajukan ke Pengadilan

Niaga89. Atas perubahaan tersebut, Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Surat

88
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Pasal 1 angka 1
89
Dalam Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1999 diatur mengenai daerah hukum Pengadilan
Niaga yang terdiri atas:
a. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terdiri atas DKI Jakarta, Jawa Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat;
b. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar terdiri atas Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya;
c. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan terdiri atas Sumatera Utara, Riau, Sumatera
Barat, Bengkulu, Jambi, Aceh;

Universitas Sumatera Utara


65

Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2021 tentang Peralihan Pemeriksaan

Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha kepada Pengadilan

Niaga yang menyatakan sejak tanggal 2 Februari 2021, maka perkara keberatan harus

diajukan kepada Pengadilan Niaga.90

2) Penghapusan Jangka Waktu Penanganan upaya Keberatan dan Upaya Kasasi

Dalam UU No. 11 Tahun 2020, jangka waktu penanganan upaya keberatan dan

upaya kasasi dihapus dimana dalam undang-undang persaingan usaha memberikan

jangka waktu masing-masing 30 hari untuk penanganan perkara pada tahap upaya

keberatan dan kasasi.

3) Pengenaan Denda

Dalam Undang-Undang Cipta Kerja, pemerintah menghapus sanksi denda

maksimal Rp 25.000.000.000. Pemerintah telah mengatur ketentuan mengenai

pengenaan sanksi denda dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021

Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

4) Penghapusan Pidana Tambahan

Dalam UU Cipta Kerja telah menghapus ketentuan pidana yang sebelumnya

ada diatur dalam UU No. 5/1999. Dalam ketentuan sebelumnya, perbuatan seperti

penyalahgunaan posisi dominan, pemilikan saham, dan penggabungan, peleburan,

d. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya terdiri atas Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, NTB, dan NTT;
e. Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang terdiri atas Jawa Tengah dan
Yogyakarta.
90
Dedy Kurniadi, Ketentuan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat Pasca UU Cipta Kerja (Omnibus Law), diakses dari
https://dedykurniadi.com/ketentuan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat pasca uu cipta kerja omnibus law.html, Pada 20 April 2021

Universitas Sumatera Utara


66

dan pengambilalihan merupakan delik pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48

sebelum perubahan. Namun, UU Cipta Kerja mengatur hanya pelanggaran atas pasal

41 (kewajiban terkait pemeriksaan) yang merupakan delik pidana. KPPU memahami

penghapusan tersebut ditujukan untuk memperjelas aspek-aspek pidana dalam

penegakan hukum yang dapat diimplementasikan. Pidana tetap dapat dikenakan atas

pelaku usaha yang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang

diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses

penyelidikan dan atau pemeriksaan, serta bagi pelaku yang menolak melaksanakan

Putusan KPPU.

Pada 02 Februari 2021, Pemerintah telah menandatangani sebuah Peraturan

Pemerintah No. 44 tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terdapat beberapa poin yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah ini, yaitu:

1. Pengaturan Sanksi dan Denda

Dalam menjalankan tugasnya, KPPU berwenang untuk menjatuhkan sanksi

berupa tindakan administratif kepada Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan

perundang-undangan. Penetapan denda ditentukan berdasarkan paling banyak 50%

dari keuntungan bersih yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan, selama

jangka waktu terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang atau paling banyak

sebesar 10% dari jumlah penjualan pada pasar bersangkutan, selama jangka waktu

terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang. Penentuan denda didasarkan atas

dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran, jangka waktu terjadinya

Universitas Sumatera Utara


67

pelanggaran, faktor yang meringankan dan yang memberatkan, dan kemampuan

pelaku usaha untuk membayar.91

2. Pengajuan Upaya Keberatan Terhadap Putusan KPPU

Pelaku usaha dapat mengajukan upaya keberatan kepada Pengadilan Niaga

sesuai dengan alamat domisili dari pelaku usaha paling lambat 14 hari kerja setelah

menerima pemberitahuan putusan KPPU. Pemeriksaan keberatan tersebut

menyangkut aspek formil maupun materil atas fakta yang menjadi dasar putusan

komisi. Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling cepat 3 bulan dan

paling lambat 12 bulan. Adapun tata cara pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga

menggunakan Hukum Acara Perdata.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa persekongkolan tender

merupakan suatu kegiatan yang dilarang untuk dilakukan dalam hukum persaingan

usaha. Pengaturan persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No.

5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, yang mana ketentuan Pasal 22 tersebut telah diubah dalam Putusan MK No.

85/PUU-XIV/2016. KPPU sebagai lembaga yang menegakkan persaingan usaha juga

mengeluarkan sebuah pedoman tentang Pasal 22, yaitu Peraturan KPPU No. 2 Tahun

2010 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Larangan persekongkolan

tender juga diatur dalam pedoman OECD. Lembaga yang berwenang merumuskan

kebijakan di bidang pengadaan barang dan jasa adalah LKPP (Lembaga Kebijakan

91
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 14

Universitas Sumatera Utara


68

Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara

elektronik melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).

Pengaturan mengenai larangan persekongkolan tender dalam hukum persaingan

usaha sudah baik. Pelaksanaan penegakan hukum dalam kasus persekongkolan tender

sudah baik. Hal ini dapat dilihat bahwa sudah banyak kasus terkait persekongkolan

tender yang sudah diperiksa dan diputus oleh KPPU. Akan tetapi, meskipun sudah

banyak aturan hukum yang mengatur tentang larangan persekongkolan tender, masih

banyak terjadi kasus persekongkolan tender. Oleh sebab itu, sudah menjadi tugas kita

bersama untuk melaporkan pelaku usaha yang melakukan persekongkolan tender

kepada KPPU. Adapun harapan dengan adanya beberapa perubahan ketentuan UU

No. 5 Tahun 1999 dalam UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No. 44

Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat dapat memberikan dampak dalam upaya pemulihan perekonomian

nasional khususnya dalam hukum persaingan usaha.92

92
Fitri Novia Heriani, Ini Hasil Analisis KPPU Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja,
diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt602e43ef8fd58/ini-hasil-analisis-kppu-
terkait-aturan-turunan-uu-cipta-kerja, Pada 21 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


BAB III

SISTEM PENGADAAN BARANG DAN JASA DALAM TENDER PAKET

RUMAH SAKIT REGIONAL LANGSA

A. Pengadaan Barang dan Jasa

1. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan adalah suatu proses yang bertujuan untuk memperoleh barang/jasa

dengan pengeluaran yang minimal, dalam kualitas dan kuantitas yang tepat, waktu

yang tepat, dan pada tempat yang tepat untuk menghasilkan keuntungan atau

kegunaan secara langsung bagi pemerintah, perusahaan atau bagi pribadi yang

dilakukan melalui sebuah kontrak. Barang adalah setiap benda, baik berwujud

maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat

diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau

pelaku usaha. Sedangkan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau

prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen

atau pelaku usaha.93

Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa oleh

Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang

prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil.94

Pengadaan barang dan jasa merupakan perwujudan pelaksanaan tugas dan fungsi

Negara dalam memberikan pelayanan umum yang bersumber dari APBN dan APBD

yang harus dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah.


93
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2000), hlm 12
94
Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021, Pasal 1 Angka 1

69

Universitas Sumatera Utara


70

Tujuan diadakannya pengadaan barang dan jasa adalah :95

a. Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan,


diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi dan Penyedia;
b. Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri;
c. Meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi;
d. Meningkatkan peran Pelaku Usaha nasional;
e. Mendukung hasil penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
f. Meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. Mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan
berusaha; dan
h. Meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan.
2. Sejarah Pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa muncul karena adanya kebutuhan akan suatu barang

dan jasa. Dan oleh karenanya, masyarakat akan berusaha untuk mendapatkan barang

dan jasa tersebut dan bisa melalui pasar. Metode yang digunakan dalam jual beli di

pasar adalah dengan melakukan tawar menawar secara langsung antara penjual dan

pembeli. Artinya adalah transaksi jual beli tersebut terjadi setelah ada kesepakatan

harga antara penjual dan pembeli (pengguna barang dan jasa) dan pembeli akan

membayar harga berdasarkan harga yang telah disepakati dengan pihak penjual. Pada

hakekatnya, pengadaan barang dan jasa merupakan upaya untuk mendapatkan barang

dan jasa yang diinginkan dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar

tercapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan bagian dari pengelolaan

keuangan Negara sehingga perlu memiliki penganturan tata kelola dan akuntabilitas.

Pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki peranan yang sangat penting dalam

95
Ibid, Pasal 4

Universitas Sumatera Utara


71

pembangunan nasional karena bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan

pengembangan perekonomian nasional dan daerah.96

Dahulu sebelum adanya Peraturan Presiden yang mengatur tentang pengadaan

barang dan jasa, pengaturan tentang pelaksanaan PBJ diatur dalam Keppres tentang

pedoman pelaksanaan APBN. Pengaturan mengenai Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan dan

penyempurnaan ketentuan beserta segala aturan pelaksana dan aturan turunannya.

Sejarah Pengaturan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Indonesia terdiri

atas:97

1) Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 1973 Tentang Pedoman Pelaksanaan


APBN Tahun Anggaran 1973/1974;
2) Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1974 Tentang Pedoman Pelaksanaan
APBN Tahun Anggaran 1974/1975;
3) Keputusan Presiden RI No. 7 Tahun 1975 Tentang Pedoman Pelaksanaan
APBN Tahun Anggaran 1975/1976;
4) Keputusan Presiden RI No. 14 Tahun 1976 Tentang Pedoman Pelaksanaan
APBN Tahun Anggaran 1976/1977;
5) Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 1977 Tentang Pelaksanaan APBN;
6) Keputusan Presiden RI No. 14 Tahun 1979 Tentang Pelaksanaan APBN;
7) Keputusan Presiden RI No. 14 A Tahun 1980 Tentang Pelaksanaan APBN;
8) Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1981 Tentang Penyempurnaan
Keputusan Presiden RI No. 14 A Tahun 1980 Tentang Pelaksanaan APBN;
9) Keputusan Presiden RI No. 29 Tahun 1984 Tentang Pelaksanaan APBN;
10) Keputusan Presiden RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan APBN;
11) Keputusan Presiden RI No. 24 Tahun 1995 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan APBN;
12) Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan APBN sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden RI No. 24 Tahun 1995;

96
Siti Alisah, Sejarah Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diakses dari
https://ilmu.lpkn.id/2021/02/22/sejarah-peraturan-pengadaan-barang-jasa-pemerintah, Pada 09 April
2021
97
Agus Kasiyanto, Tindak Pidana Korupsi Pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), hlm 56

Universitas Sumatera Utara


72

13) Keputusan Presiden RI No. 6 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Keputusan
Presiden RI No. 16 Tahun 1994 Tentang Pelaksanaan APBN sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden RI No. 8
Tahun 1997;
14) Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan APBN;
15) Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah;
16) Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
17) Keputusan Presiden RI No. 61 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
18) Keputusan Presiden RI No. 32 Tahun 2005 Tentang Perubahan Kedua Atas
Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
19) Keputusan Presiden RI No. 70 Tahun 2005 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
20) Peraturan Presiden RI No. 8 Tahun 2006 Tentang Perubahan Keempat Atas
Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
21) Peraturan Presiden RI No. 79 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kelima Atas
Keputusan Presiden Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
22) Peraturan Presiden RI No. 85 Tahun 2006 Tentang Perubahan keenam Atas
Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksaanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
23) Peraturan Presiden RI No. 95 Tahun 2007 Tentang Perubahan ketujuh Atas
Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksaanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
24) Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
25) Peraturan Presiden RI No. 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden RI No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
26) Peraturan Presiden RI No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
27) Peraturan Presiden RI No. 84 Tahun 2012 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat;
28) Peraturan Presiden RI No. 172 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;

Universitas Sumatera Utara


73

29) Peraturan Presiden RI No. 4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat


Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
30) Peraturan Presiden RI No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
31) Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam pelaksanaannya, pengadaan barang dan jasa berpedoman pada Peraturan

Presiden98, yang dimana pengaturan terbarunya diatur dalam Peraturan Presiden No.

12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018

Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

3. Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa

Prinsip adalah suatu asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir

dan bertindak.99 Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa prinsip

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 yang

terdiri atas:

a. Efisien

Pengertian dari prinsip ini adalah dalam pengadaan barang/jasa harus

mengoptimalkan penggunaan dana dan daya yang terbatas guna mencapai sasaran

yang telah ditentukan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan bisa

dipertanggungjawabkan.100 Adapun yang menjadi tujuan dari prinsip efisien adalah:

98
Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden yang sifatnya mengatur
untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan pelaksanaan administrasi Negara dan
administrasi pemerintahan.
99
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://www.kbbi.web.id/prinsip, Pada 01
April 2021
100
Peraturan Presiden RI No. 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Penjelasan
Pasal 5 huruf a.

Universitas Sumatera Utara


74

1. Untuk menghindari tindakan pemborosan yakni dengan menekan biaya yang


sedikit namun tetap beriorientasi untuk mencapai sasaran yang semaksimal
mungkin berdasarkan perencanaan yang telah ditentukan.
2. Penggunaan waktu yang seminimal mungkin tanpa ada pengurangan mutu dari
barang/jasa yang dihasilkan.
Langkah-langkah yang dilakukan supaya pengadaan barang dan jasa dapat

efisien adalah:101

1. Penilaian kebutuhan, yaitu apakah suatu barang dan jasa tersebut benar-benar
diperlukan oleh suatu instansi pemerintah.
2. Penilaian metode pengadaan harus dilakukan secara tepat sesuai kondisi yang
ada. Kesalahan pemilihan metode pengadaan dapat mengakibatkan
pemborosan biaya dan waktu.
3. Survei harga pasar sehingga dapat dihasilkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri)
dengan harga yang wajar.
4. Evaluasi dan penilaian terhadap seluruh penawaran dengan memilih nilai
value for money yang terbaik.
5. Menerapkan prinsip-prinsip dasar lainnya dalam proses pemilihan penyedia
barang dan jasa.
b. Efektif

Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan

kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-

besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.102 Maksud dari manfaat yang besar

adalah kualitas terbaik, penyerahan tepat waktu, kuantitas terpenuhi, mampu

bersinergi dengan barang/jasa lainnya dan terlaksananya dampak optimal bagi

keseluruhan pencapaian kebijakan atau program.

101
Penerapan Prinsip Pengadaan, diakses dari
https://pengadaan.kemdikbud.go.id//peenerapan prinsip dasar pengadaan bagian 1, Pada 09 April 2021
102
Op.cit, Penjelasan Pasal 5 huruf b

Universitas Sumatera Utara


75

c. Transparan

Pengertian dari prinsip ini adalah semua ketentuan dan informasi mengenai

pengadaan barang dan jasa bersifat jelas dan dapat diketahui oleh penyedia

barang/jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umunya. 103 Informasi tersebut

dapat berupa dasar hukum, syarat teknis, tata cara, mekanisme, spesifikasi

barang/jasa dan semua hal yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan

jasa.104

d. Terbuka

Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang dan jasa dapat diikuti oleh

semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan tertentu berdasarkan

ketentuan dan prosedur yang jelas.105 Setiap peserta yang memenuhi syarat dapat

dengan mudah memperoleh informasi mengenai prosedur yang jelas untuk mengikuti

seleksi dalam pengadaan.

e. Bersaing

Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang/jasa harus dilakukan

melalui persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa

yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang

ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang menggangu terciptanya

103
Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf c
104
Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm
331
105
Op.cit, Penjelasan Pasal 5 huruf d

Universitas Sumatera Utara


76

mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa. 106 Adapun yang menjadi syarat agar

suatu proses pengadaan barang dan jasa bersaing secara sehat adalah:107

1. Pengadaan barang dan jasa harus transparan dan dapat diakses oleh seluruh
calon peserta;
2. Kondisi yang memungkinkan masing-masing calon peserta mempu
melakukan evaluasi diri berkaitan dengan tingkat kompetisi serta peluang
untuk memenangkan persaingan;
3. Dalam setiap tahapan dari proses pengadaan harus mendorong terjadinya
persaingan sehat;
4. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa harus secara aktif menghilangkan hal-hal
yang menghambat terjadinya persaingan yang sehat;
5. Dihindarkan terjadinya conflict of interest108; dan
6. Ditegakkannya prinsip tidak diskriminasi.
f. Adil

Pengertian dari prinsip ini adalah memberikan perlakuan yang sama bagi semua

calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada

pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. 109 Contohnya

adalah mengikutsertakan usaha kecil, usaha menengah dan koperasi kecil dalam

pengadaan, dan haruslah mengutamakan produksi dalam negeri. Dalam proses

penyediaan barang dan jasa haruslah dilaksanakan berdasarkan cara-cara yang telah

ditentukan dalam Peraturan Presiden dan tidak boleh ada kepentingan tertentu dari

Pihak Pejabat pengadaan dengan penyedia barang/jasa yang dapat mengakibatkan

perlakuan khusus bagi salah satu calon penyedia barang/jasa. Jika dalam proses

106
Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf e
107
Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang/Jasa yang Dipedomani, diakses dari
https://bppk.kemenkeu.go.id/content/artikel/balai-diklat-keuangan-malang-artikel-prinsipprinsip-
pengadaan-barangjasa-apakah-harus-dipedomani, Pada 09 April 2021
108
Conflict of interst atau konflik kepentingan adalah situasi dimana seorang karyawan yang
mendapatkan kekuasaan dan kewenangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas
setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya, sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja
yang seharusnya. Uri Tanoto, Mengenal Conflict of Interest/Konflik Kepentingan di Perusahaan,
diakses dari https://www.jojonomic.com/blog/conflict-of-interest-2/, Pada 01 Mei 2021.
109
Loc.cit, Penjelasan Pasal 5 huruf f

Universitas Sumatera Utara


77

pemilihan ada yang mendapat perlakuan tidak adil maka pihak calon penyedia yang

merasa dirugikan dapat mengajukan sanggahan.

g. Akuntabel

Pengertian dari prinsip ini adalah harus sesuai dengan aturan dan ketentuan

yang terkait dengan Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat

dipertanggungjawabkan.110 Salah satu cara agar pengadaan barang dan jasa

pemerintah lebih kredibel adalah dengan menerapkan etika diantara pengelola dan

dan pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal-hal yang wajib diperhatikan sehingga

Pengadaan Barang/Jasa akuntabel adalah:

a. Adanya arsip dan pencatatan yang lengkap;


b. Adanya suatu sistem pengawasan untuk menegakkan peraturan;
c. Adanya mekanisme untuk mengevaluasi, mereview, meneliti dan mengambil
tindakan terhadap protes dan keluhan yang dilakukan oleh peserta.

4. Etika Pengadaan Barang dan Jasa

Kata “Etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yakni ethos

dan ethikos. Ethos artinya sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos artinya

susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa

yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).111

Etika dalam pengadaan barang dan jasa adalah perilaku yang baik dari semua

pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan jasa dimana maksud dari

perilaku baik ini adalah saling menghormati terhadap tugas dan fungsi masing-

110
Ibid, Penjelasan Pasal 5 huruf g
111
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://kbbi.web.id/etika, Pada 24 Maret
2021

Universitas Sumatera Utara


78

masing pihak. Etika yang harus dipatuhi oleh Para Pihak dalam melakukan

pengadaan barang/jasa adalah:112

a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai
sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan pengadaan barang/jasa;
b. Bekerja secara profesional, mandiri dan menjaga kerahasiaan informasi yang
menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan pengadaan
barang/jasa;
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat
persaingan usaha tidak sehat;
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang
terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan
usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/jasa;
f. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan Negara;
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
h. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun
yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa.
Dari uraian di atas dapat dideskripsikan bahwa suatu perbuatan yang tidak

dapat dilakukan dan sangat bertentangan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan

jasa adalah salah satu pihak atau lebih secara bersama-sama melakukan praktik

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu diperlukan adanya upaya

untuk peningkatan mutu pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, yaitu

penyempurnaan regulasi hukum yang mengatur tentang pengadaan, meningkatkan

profesionalisme para pelaku pengadaan serta meningkatkan pengawasan serta

penegakan hukum.

Dan supaya tujuan pengadaan barang dan jasa tercapai dengan baik maka

semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan wajib mengikuti norma 113 yang

112
UU No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Pasal 7
113
Norma adalah suatu aturan yang mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap
orang lain atau terhadap lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara


79

berlaku. Jenis norma dalam pengadaan barang dan jasa terdiri atas dua, yaitu norma

tertulis dan norma tidak tertulis. Norma tertulis pada umumnya adalah norma yang

bersifat operasional sedangkan norma tidak tertulis pada umumnya adalah norma

yang sifatnya ideal.

Norma ideal dalam pengadaan barang dan jasa tersirat dalam pengertian tentang

hakikat, filosofi, etika dan profesionalisme dalam bidang pengadaan. Sedangkan

norma yang bersifat operasional pada umumnya telah dirumuskan dan dituangkan

dalam peraturan perundang-undangan yang berupa undang-undang, peraturan,

pedoman, petunjuk, dan bentuk produk hukum lainnya.

5. Para Pihak dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa pihak yang terlibat,

yaitu:114

a. Pengguna Anggaran (PA)

Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran

Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.115 Dalam pengadaan barang dan

jasa yang bersumber dari APBN, maka yang jadi PA adalah Menteri dan Kepala

Lembaga, dan yang bersumber dari APBD adalah Kepala Dinas dan Kepala

Badan.116

b. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

114
Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021, Pasal 8
115
Ibid, Pasal 1 Angka 7
116
Christian Gamas, Pengguna Anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga/Pemerintah
Daerah, diakses dari http://christiangamas.net/siapa-pengguna-anggaran-pada-kementerian-negara-
lembaga-pemerintah-daerah, Pada 03 April 2021

Universitas Sumatera Utara


80

Kuasa pengguna anggaran adalah pejabat di bidang pengadaan yang ditunjuk oleh
Pengguna Anggaran untuk menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) atau ditunjuk oleh perangkat daerah untuk menggunakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam menjalankan tugasnya,
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
c. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil

keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran

anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah serta mengadakan dan

menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah

ditetapkan.117

d. Pejabat Pengadaan

Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang

bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan atau E-

purchasing.

e. Pokja Pemilihan

Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala

UKPBJ118 untuk mengelola pemilihan Penyedia. Pokja Pemilihan biasanya

beranggotakan tiga orang.

f. Agen Pengadaan

Agen pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha119 yang melaksanakan

sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan

117
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021, Pasal 1 Angka 10
118
UKPBJ (Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa) adalah unit kerja di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
Lihat Pasal 1 Angka 11 Peraturan Presiden No. 12 tahun 2021

Universitas Sumatera Utara


81

oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.120

Agen pengadaan berwenang untuk melakukan proses pemilihan Penyedia.

g. Penyelenggara Swakelola

Penyelenggaran swakelola adalah tim yang melaksanakan kegiatan secara


swakelola121. Penyelenggara swakelola terdiri atas:
1) Tim Persiapan bertugas untuk menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal
pelaksanaan, dan rencana biaya;
2) Tim Pelaksana bertugas untuk melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan
melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan
anggaran;
3) Tim Pengawas bertugas untuk mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik
maupun administrasi swakelola.
h. Penyedia

Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan barang dan jasa yang disepakati

berdasarkan kontrak. Penyedia harus memenuhi kualifikasi barang dan jasa yang

diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemilihan

penyedia dapat dilakukan melalui metode e-purchasing, pengadaan langsung,

penunjukan langsung, tender cepat dan tender. Dalam pengadaan barang dan jasa,

penyedia bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak, kualitas barang/jasa,

ketepatan penghitungan jumlah/volume, ketepatan waktu dan tempat penyerahan.

119
Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Lihat Pasal 1 Angka 11
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 16 Tahun 2018 Tentang Agen
Pengadaan
120
Ibid, Pasal 1 Angka 16
121
Swakelola adalah pekerjaan yang dilaksanakan atau dikelola secara independen. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://www.kbbi.web.id, Pada 03 April 2021.

Universitas Sumatera Utara


82

6. Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik

Pengadaan barang dan jasa secara elektronik (E-procurement) adalah

Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi

dan transaksi elektronik122 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Tujuan

pengadaan barang dan jasa secara elektronik adalah:

a. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas


b. Meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat
c. Memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan
d. Mendukung proses monitoring dan audit
e. Memenuhi kebutuhan akses informasi yang real time.
Dalam penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa secara elektronik,

pemerintah menyediakan Sistem Informasi Pengadaan nasional yang terdiri dari

Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan Sistem Pendukung123nya. SPSE

adalah aplikasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang dikembangkan oleh

LKPP dan diterapkan pada kementrian/lembaga/perangkat daerah di seluruh

Indonesia. SPSE dikembangkan oleh LKPP dan bekerja sama dengan Badan Siber

dan Sandi Negara (BSSN) yang berfungsi untuk enkripsi dokumen, serta Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang berfungsi untuk sub sistem

122
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Paralegal.id, Transaksi Elektronik,
diakses dari https://paralegal.id/pengertian/transaksi-elektronik, Pada 03 April 2021
123
Sistem pendukung SPSE terdiri atas:
a. Portal Pengadaan Nasional;
b. Pengelolaan sumber daya manusia pengadaan barang dan jasa;
c. Pengelolaan advokasi dan penyelesaian permasalahan hukum;
d. Pengelolaan peran serta masyarakat;
e. Pengelolaan sumber daya pembelajaran;
f. Monitoring dan evaluasi.

Universitas Sumatera Utara


83

audit.124 Tujuan dari SPSE adalah meningkatkan efisensi proses pengadaan dan

transparansi dalam pelayanan pengadaan barang dan jasa.

Ruang lingkup sistem pengadaan secara elektronik terdiri atas: 125

a) Perencanaan Pengadaan

Penulisan rencana umum pengadaan barang dan jasa dilaksanakan secara

offline. Setelah RUP ada maka PA/KPA akan mengumumkan RUP melalui

SPSE.

b) Persiapan Pengadaan

Persiapan pengadaan terdiri atas persiapan pengadaan swakelola dan pemilihan

penyedia dan hasil dari persiapan pengadaan ini akan dibuat dalam bentuk

dokumen pemilihan dan diunggah melalui SPSE.

c) Pemilihan Penyedia

Pemilihan penyedia terdiri atas pengumuman, penjelasan, pemasukan

penawaran, evaluasi, pengumuman pemenang dan sanggah.

d) Pelaksanaan Kontrak

Pelaksanaan kontrak meliputi Penetapan Surat Penunjukan Penyedia

Barang/Jasa dan penandatanganan kontrak tentang Penulisan rancangan

kontrak, eksekusi perikatan, administrasi kontrak dapat dilakukan melalui e-

kontrak.

e) Serah Terima Hasil Pekerjaan

124
LPSE, Sistem Pengadaan Secara Elektronik, diakses dari
https://lpse.kominfo.go.id/eproc4/publik/tentangkami, Pada 23 April 2021
125
Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik,
Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, Pengawasan, Pengaduan, Sanksi, dan Pelayanan Hukum,
April 2018, hlm. 7

Universitas Sumatera Utara


84

Setelah pekerjaan diselesaikan maka penerimaan barang dan jasa dapat

dilaksanakan secara elektronik yang disimpan dalam bentuk rekaman hasil

penerimaan barang dan jasa.

f) Pengelolaan Penyedia

Pengelolaan penyedia adalah kegiatan yang dapat dilaksanakan secara terus

menerus terhadap penyedia atau diselenggarakan secara berkala. Dengan SPSE

maka akan lebih memudahkan dalam melaksanakan pengelolaan penyedia

(vendor management system).

g) Katalog elektronik

Katalog elektronik berisi informasi yang terdiri atas daftar, jenis, spesifikasi

teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk industri hijau, negara

asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa yang dapat

diakses setiap saat, sehingga proses pengadaan dapat menghemat waktu siklus

pengadaan.

Secara umum, pengadaan barang dan jasa secara elektronik dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu:126

a. E-Tendering

Adalah tata cara pemilihan penyedia barang dan jasa yang dilakukan secara

terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang dan jasa yang terdaftar pada

SPSE dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang sudah

126
Utami Reginasti, “Tinjauan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Sistem Pengadaan
Barang/Jasa Elektronik”, Jurnal Pengadaan, Vol. 1, No. 2, April 2018, hlm. 30

Universitas Sumatera Utara


85

ditentukan.127 Para pihak yang terlibat dalam e-tendering adalah PPK, ULP/Pejabat

Pengadaan dan penyedia barang dan jasa. Dalam aplikasi e-tendering terdapat

beberapa unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu perlindungan hak atas kekayaan

intelektual dan kerahasiaan dalam pertukaran dokumen, serta tersedianya sistem

keamanan dan penyimpanan dokumen elektronik yang menjamin dokumen

elektronik tersebut hanya dapat dibaca pada waktu yang telah ditentukan.128

Metode E-tendering terdiri atas E-Lelang129 untuk pemilihan Penyedia

barang/pekerjaan kontruksi/jasa lainnya, E-Lelang cepat untuk pemilihan penyedia

barang/konstruksi/jasa lainnya dengan memanfaatkan informasi kinerja penyedia

barang/ jasa130 yang tidak memerlukan penilaian kualifikasi, administrasi dan teknis,

E-Seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultasi, serta E-Seleksi Cepat utuk

pemilihan penyedia jasa konsultasi dengan memanfaatkan informasi kinerja

penyedia barang/ jasa yang tidak memerlukan penilaian kualifikasi, administrasi dan

teknis.131 E-tendering diadakan menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa

secara elektronik yang diselenggarakan oleh LPSE.

b. E-Purchasing

127
I Putu Jati Arsana, Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), hlm 113
128
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik
serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 369
129
E-Lelang adalah metode pemilihan Penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya
secara elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya yang memenuhi syarat. Lihat Peraturan Kepala LKPP No. 1 Tahun 2015
Tentang E-Tendering, Pasal 1 angka 1.
130
Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa adalah data atau informasi elektronik mengenai
riwayat kinerja dan/atau data kualifikasi Penyedia barang dan jasa. Ibid, Pasal 1 angka 12.
131
Utami Reginasti, Loc.cit, hlm. 31

Universitas Sumatera Utara


86

Adalah tata cara pembelian barang dan jasa melalui sistem katalog

elektronik (e-catalog)132 yang memuat informasi teknis dan harga

barang/jasa.133Katalog elektronik ini disusun oleh LKPP melalui sebuah kontrak

payung134 kepada produsen atau penyedia utama sehingga harga yang ditawarkan

dipastikan jauh lebih rendah dibandingkan harga pasaran. Tujuan

diselenggarakannya e-purchasing adalah:

1) Terciptanya proses pemilihan barang atau jasa secara langsung melalui sistem

katalog elektronik sehingga memungkinkan semua ULP/Pejabat pengadaan

dapat memilih barang atau jasa pada pilihan terbaik; dan

2) Efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang atau jasa dari sisi penyedia

barang atau jasa dan pengguna.

Pengadaan barang/jasa elektronik dapat mempermudah penyedia barang/jasa

dalam mengikuti proses pengadaan sebab penyedia barang/jasa tidak perlu melakukan

tatap muka dengan panitia. Pengadaan barang/jasa elektronik pun dapat mencakup

wilayah yang lebih luas. Dengan terminimalisirnya tatap muka antara peserta dan

penyelenggara, berkurang juga potensi penyimpangan yang dapat dilakukan baik oleh

panitia maupun peserta pengadaan barang/jasa pemerintah.135

132
E-catalog adalah sistem informasi elektronik yang berisikan daftar, jenis, spesifikasi teknis
dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang dan jasa pemerintah. Sistem katalog
elektronik diselenggarakan oleh LKPP.
133
Ibid, hlm 116
134
Kontrak Payung (Framework Contract) adalah perjanjian dengan satu atau sejumlah
penyedia untuk melakukan pengadaan barang/jasa dengan menetapkan harga satuan (syarat dan
kondisi untuk dilakukan transaksi pembelian selama masa perjanjian berlaku). Nidaur Rahmah,
Mengenal Kontrak Payung: Syarat, Tujuan, dan Kelebihannya, diakses dari
https://www.pengadaanbarang.co.id/2019/07/kontrak-payung.html#:~:text=Kontrak Payung
Framework Contract adalah perjanjian dengan satu, untuk dilakukan transaksi pembelian selama masa
perjanjian berlaku, Pada 23 April 2021.
135
Utami Reginasti, Loc.cit, hlm 34

Universitas Sumatera Utara


87

B. Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Tender Paket Rumah Sakit

Regional Langsa

Setiap intansi pemerintah memiliki Layanan Pengadaan Secara Elektronik

(LPSE), yang digunakan untuk menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa secara

elektronik. LPSE mengoperasikan sistem e-procurement atau sering disebut dengan

Sistem Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik (SPSE), yang dikembangkan

oleh LKPP. LPSE dikembangkan dengan tujuan dapat menjawab tantangan

persaingan sehat dan pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang berdasarkan prinsip

ekonomis, efektif dan efisien.

Semua proyek pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,

harus melalui LPSE. Oleh sebab itu, di setiap provinsi memiliki LPSE terkhusnya di

Provinsi Aceh. Penerapan e-procurement di provinsi Aceh diadakan pada tahun

2011.136 Dengan adanya LPSE dan lelang elektronik di provinsi Aceh,

memungkinkan pelaku usaha untuk mengikuti proses lelang di LPSE provinsi

Aceh.137 Kantor LPSE ini juga memastikan semua prosesnya berjalan secara terbuka,

transparan dan akuntabel.

Dalam sebuah Negara, pembangunan infrastruktur merupakan suatu hal yang

sangat penting. Salah satu peran pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat adalah pembangunan rumah sakit.

Rumah sakit yang mempunyai fasilitas lengkap di Aceh hanyalah RSUD Zainil

136
Andre Ludya dan Sevenpri Candra, Perkembangan E-procurement di Indonesia, diakses
dari https://bbs.binus.ac.id/management/2017/11/perkembangan-e-procurement-di-indonesia-4/, Pada
24 Mei 2021
137
Kusumo, Mengenal Tentang LPSE Provinsi Aceh, diakses dari
https://rabiaplatform.com/mengenal tentang lpse provinsi aceh/, Pada 22 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


88

Abidin (RSUDZA), sedangkan rumah sakit lainnya yang tersebar di Aceh

mempunyai keterbatasan pelayanan, baik dari sisi infrastruktur maupun sisi

medisnya. Hal ini membuat pasien dari daerah-daerah Aceh dirujuk ke RSUDZA dan

mengakibatkan terjadinya overload sehingga pelayanan kesehatan tersebut menjadi

tidak maksimal. Hal tersebut membuat pelayanan Negara khusunya Pemerintah Aceh

terhadap masyarakat dalam bidang kesehatan belum sesuai dengan yang diharapkan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka Pemerintah Aceh melalui Dinas

Kesehatan mengambil langkah dengan cara memprogramkan pembangunan RS

Rujukan yang tersebar di wilayah Aceh. Adapun program pembangunan RS Rujukan

tersebut diadakan melalui pelelangan secara elektronik yang diumumkan melalui

website: https://lpse.acehprov.go.id dengan nilai pagu sebesar Rp 40.000.000.000.

Sistem pengadaan yang digunakan dalam pembangunan rumah sakit rujukan ini

adalah sistem pengadaan secara elektronik dengan metode lelang umum-

pascakualifikasi satu file-harga terendah sistem gugur. 138 Pada saat pelaksanaan

pengadaan pembangunan rumah sakit ini terjadi perubahan regulasi yang mengatur

tentang pengadaan barang dan jasa (Perpres No. 54/2010  Perpres No. 16/2018)

dan perubahan aplikasi SPSE dari versi 3.0 menjadi versi 4.0. Dalam aplikasi SPSE

versi 4.0 tersebut sudah terdapat template namun belum sepenuhnya mengakomodir

isi Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 sehingga Pokja masih belajar dan

menyesuaikan kembali dokumen pengadaan.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pengadaan barang

dan jasa yang digunakan dalam Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit

138
Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020, hlm 4

Universitas Sumatera Utara


89

Rujukan Regional Langsa adalah sistem pengadaan secara elektronik dengan

menggunakan metode lelang elektronik atau E-Lelang. Pengadaan barang dan jasa

secara elektronik adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan

menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan. Pokja mengumumkan tender paket pembangunan rumah sakit

rujukan Regional Langsa melalui website: https://lpse.acehprov.go.id. Pada saat

pelaksanaan pengadaan pembangunan rumah sakit regional Langsa terjadi perubahan

regulasi yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa (Peraturan Presiden No.

54/2010  Peraturan Presiden No. 16/2018) dan perubahan aplikasi SPSE dari versi

3.0 menjadi versi 4.0. Dalam aplikasi SPSE versi 4.0 tersebut sudah terdapat template

namun belum sepenuhnya mengakomodir isi Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018

sehingga Pokja masih belajar dan menyesuaikan kembali dokumen pengadaan.

Dengan adanya perubahan regulasi ini seharusnya diberikan jangka waktu sehingga

Pokja dan peserta tender dapat mempelajari dan menyesuaikan mekanisme pengadaan

barang/jasa.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN KPPU NO. 04/KPPU-L/2020

TENTANG PERSEKONGKOLAN TENDER PAKET PEKERJAAN

PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT RUJUKAN REGIONAL LANGSA

PROVINSI ACEH

A. Kasus Posisi

Kasus posisi dalam Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020 berawal dari laporan

publik. Yang menjadi objek dalam perkara ini adalah Tender Paket Pekerjaan

Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa Satker Dinas Kesehatan Aceh Tahun

Anggaran 2018. Dalam Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020, ini terdapat beberapa

pihak yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait

persekongkolan tender, yang terdiri atas PT Mina Fajar Abadi (Terlapor I), PT

Sumber Alam Sejahtera (Terlapor II), PT Arafah Alam Sejahtera sebagai (Terlapor

III), PT Betesda Mandiri (Terlapor IV), PT Eka Jaya Lestari (Terlapor V), PT Adhi

Putra Jaya (Terlapor VI), dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro Pengadaan Barang

dan Jasa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor VII). 139

Kronologis dalam kasus ini adalah Pada 27 Juli 2018, Kepala Biro Pengadaan

Barang dan Jasa menugaskan kepada Pokja untuk melaksanakan pelelangan secara

elektronik paket pekerjaan Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa. Pada 03

Agustus 2018, Pokja kemudian mengumumkan Tender Paket Pekerjaan

139
Ibid, hlm 1-2

90

Universitas Sumatera Utara


91

Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa SATKER Dinas Kesehatan Aceh Tahun

Anggaran 2018 melalui website: https://lpse.acehprov.go.id.

Tender Paket Pekerjaan Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa diikuti

oleh 16 perusahaan yang memasukkan dokumen penawaran. Adapun nama-nama

perusahaan tersebut adalah PT Sas Bunaiyya Innovation, PT Arafah Alam Sejahtera,

PT Sumber Alam Sejahtera, PT Adhi Putra Jaya, PT Mirtada Sejahtera, PT Pulau

Bintan Bestari, PT Betesda Mandiri, PT Sumber Cipta Yoenanda, PT Mina Fajar

Abadi, PT Sinatria Inti Surya, PT Pentas Menara Komindo, PT Eka Jaya Lestari, PT

Ekha Nadi Pratama, PT Putra Ananda, PT Sepakat Jaya Nusantara, dan PT Tanjong

Harapan.

Pokja melakukan evaluasi dokumen administrasi dimana evaluasi dilakukan

terhadap data administrasi yang disampaikan oleh peserta tender dan evaluasi hanya

dilakukan terhadap hal-hal yang tidak dinilai pada saat penilaian kualifikasi. Dan

pada evaluasi ini, terdapat tujuh perusahaan yang lulus, yaitu PT Sas Bunaiyya

Innovation, PT Mirtada Sejahtera, PT Betesda Mandiri, PT Sumber Cipta Yoenanda,

PT Mina Fajar Abadi, PT Sinatria Inti Surya, dan PT Pentas Menara Komindo.

Selanjutnya, Pokja melakukan evaluasi teknis140 terhadap perusahaan yang

lulus dan dokumen penawarannya memenuhi persyaratan administrasi. Pada tahap

140
Evaluasi teknis dilakukan terhadap dokumen penawaran teknis peserta tender, terdiri atas:
a. Metode Pelaksanaan Pekerjaan;
b. Analisa Teknis;
c. Jangka Waktu Pelaksanaan Pekerjaan;
d. Jenis, Kapasitas, Komposisi dan Jumlah Peralatan Minimal Yang Disediakan;
e. Spesifikasi Teknis;
f. Personil Inti;
g. Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontrak (RK3K);
h. Bagian Pekerjaan yang akan Disubkontrakkan.

Universitas Sumatera Utara


92

ini, hanya PT Mina Fajar Abadi lah satu-satunya perusahaan yang lulus. Dan pada

tahap evaluasi berikutnya, yaitu evaluasi harga dan kualifikasi, PT Mina Fajar Abadi

dinyatakan lulus.

Pada 14 September 2018, Pokja mengumumkan bahwa paket tender

pembangunan rumah sakit regional Langsa dimenangkan oleh Terlapor I, yaitu PT

Mina Fajar Abadi. Setelah pemenang tender diumumkan, Pokja menerima sanggahan

dari beberapa peserta tender, yaitu PT Adhi Putra Jaya (Sanggahan dijawab pada 13

September 2018), PT Sas Bunaiyya Innovation (Sanggahan dijawab pada 20

September 2018), PT Sinatria Inti Surya (Sanggahan dijawab pada 20 September

2018), PT Pentas Menara Komindo (Sanggahan dijawab pada 20 September 2018).

Dalam Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) diuraikan mengenai dugaan

pelanggaran yang dilakukan oleh Para Terlapor terkait persekongkolan tender yang

ditemukan oleh tim investigator, yang terdiri atas:

1. Adanya Kesamaan Metadata pada Dokumen Penawaran antar Peserta Tender,

yaitu PT Mina Fajar Abadi, PT Sumber Alam Sejahtera, PT Arafah Alam

Sejahtera, PT Betesda Mandiri, dan PT Eka Jaya Lestari, dan PT Adhi Putra

Jaya.

2. Adanya Kesamaan dan/atau Kemiripan pada Dokumen Penawaran antar

Peserta Tender, yang terdiri atas:

a. Dalam dokumen surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan

kesalahan Penulisan berupa kata “selanjutya” yang seharusnya ditulis

“selanjutnya”.

Universitas Sumatera Utara


93

b. Dalam dokumen Surat Pernyataan Tunduk Kepada Spesifikasi Teknis dan

Surat Pernyataan Sanggup Menyelesaikan Pekerjaan Tepat Waktu yang

disampaikan oleh Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan kesalahan

Penulisan berupa kata “dengan dengan” yang seharusnya ditulis “dengan”.

c. Dalam dokumen Surat Pernyataan Dukungan Peralatan Pendukung dan

Bahan untuk Pekerjaan Beton Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan

dan/atau kemiripan, yaitu nomor surat yang berurutan, kesamaan kesalahan

Penulisan dari dokumen penawaran (Persusahaan  Perusahaan dan

mensupplay  mensupllay), nomer waarmerkig141 yang berurutan, tanggal

dan notaris yang sama.

d. Dalam dokumen Surat Pernyataan Kepemilikan Peralatan Pendukung dan

Bahan untuk Pekerjaan Beton antara Terlapor I dan Terlapor II mempunyai

nomor surat yang berurutan, adanya kesamaan kesalahan Penulisan (Blac

List  Black List), serta nomor waarmerking yang berurutan, tanggal dan

notaris yang sama.

e. Terlapor I dan Terlapor VI menyampaikan dokumen jaminan penawaran

yang diterbitkan oleh pihak yang sama, yaitu PT Asuransi Rama Satria

Wibawa Cabang Banda Aceh dan diterbitkan pada tanggal yang sama yaitu

tanggal 08 Agustus 2018 dengan nomor surat yang berurutan.

3. Adanya kelalaian dari Pokja yang tidak melakukan pengecekan dokumen

peserta dengan seksama dan memperhatikan check list terkait indikasi

141
waarmerking adalah dokumen/surat yang bersangkutan didaftarkan dalam buku khusus
yang dibuat oleh Notaris pada waktu tertentu. Irma Devita, Legalisasi atau Waarmeking, diakses dari
https://irmadevita.com/2012/legalisasi-dan-waarmerking/, Pada 24 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


94

persekongkolan dalam tender. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya kesamaan

kesalahan Penulisan dokumen, nomor surat yang berurutan baik itu jaminan

penawaran dari bank maupun asuransi, juga surat dukungan peralatan.

Dalam kasus ini, Pihak pokja juga terbukti telah melakukan tindakan post

bidding dalam dokumen pengadaan PT Mina Fajar Abadi. Pokja dilarang melakukan

tindakan post bidding karena dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Hal ini dapat dilihat dari tindakan Pokja yang menerima Sertifikat SKA Ahli K3-

Konstruksi-Madya untuk personal inti pada saat pembuktian kualifikasi. Pelaksanaan

upload dokumen penawaran dilakukan pada 13 Agustus 2018 (Pukul 09.00 WIB)

sedangkan pembuktian kualifikasi dilakukan pada 04 September 2018 (16.00 WIB).

Dalam proses persidangan, Majelis Komisi membuktikan adanya

persekongkolan vertikal dalam kasus tender paket pembangunan rumah sakit regional

Langsa. Persekongkolan tersebut dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor VII dalam

pengadaan tersebut, khususnya dalam bentuk berbagai pembiaran dan fasilitasi yang

dilakukan Terlapor VII kepada Terlapor I untuk memenangkan tender.

B. Pertimbangan Majelis Komisi

Pertimbangan Majelis Komisi yang dapat meringankan Terlapor sebelum

dijatuhkan denda administratif adalah:142

1. Terlapor I menyelesaikan pekerjaannya dengan tuntas;

142
Op.cit, hlm 200

Universitas Sumatera Utara


95

2. Adanya kondisi pandemi Covid-19 yang mengakibatkan hampir semua pelaku

usaha terdampak secara signifikan termasuk peluang Terlapor I untuk

mendapatkan pekerjaan.

Amar Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020

Setelah Majelis Komisi menilai dan menganalisis berdasarkan fakta-fakta

dipaparkan sebelumnya, maka Majelis Komisi memutus dan menjatuhkan Putusan

KPPU No. 04/KPPU-L/2020, yang dibacakan di muka persidangan yang terbuka

untuk umum pada hari Kamis, 11 Februari 2021, yang di mana amar putusannya

terdiri atas:143

1. Terlapor I dan Terlapor VII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 22 UU No. 5/1999;

2. Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI tidak

terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999;

3. Terlapor I (PT Mina Fajar Abadi) membayar denda sebesar Rp 1.723.500.000

dan pembayaran denda dilakukan selambat-lambatnya 3 bulan sejak Putusan

ini memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) ;

4. Memerintahkan Terlapor I melakukan pembayaran denda, melaporkan, dan

menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU;

5. Memerintahkan Terlapor I dan Terlapor VII tidak mengulangi perbuatan

persekongkolan tender dengan pihak manapun dalam pengadaan barang/jasa

Pemerintah.

143
Ibid, hlm 200-201

Universitas Sumatera Utara


96

C. Tindakan Post Bidding dalam Paket Pembangungan Rumah Sakit Rujukan

Regional Langsa

Masalah yang sering dijumpai dalam melakukan pemilihan penyedia barang

dan jasa dalam pengadaan barang/jasa adalah adanya tindakan post bidding. Istilah ini

cukup populer karena selain berhubungan langsung dengan proses dan hasil

pemilihan, istilah ini sering dipakai menjadi rujukan untuk setiap masalah

penambahan atau pengurangan dokumen.144 Tindakan post bidding adalah tindakan

mengubah, menambah, mengganti dan/atau mengurangi dokumen pengadaan

dan/atau dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.145

Tindakan post bidding diatur dalam Pasal 79 Peraturan Presiden No. 54 Tahun

2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam pengadaan barang dan jasa,

tindakan post bidding dilarang untuk dilakukan karena dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Dalam Pasal 79 Peraturan Presiden No.

54 Tahun 2010 disebutkan bahwa:

(1) Dalam melakukan evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan harus


berpedoman pada tata cara/kriteria yang ditetapkan dalam Dokumen
Pengadaan.
(2) Dalam evaluasi penawaran, ULP/Pejabat Pengadaan dan Penyedia
Barang/Jasa dilarang melakukan tindakan post bidding.
Dari pasal di atas dapat dilihat bahwa pihak pejabat pengadaan dalam

melakukan evaluasi penawaran haruslah berpedoman pada cara yang sudah

ditetapkan dalam dokumen pengadaan. Apabila pihak pejabat pengadaan menemukan

144
Edi Setiawan, Memahami Post Bidding dalam Pengadaan Barang/Jasa, diakses dari
http://blp.babelprov.go.id/content/memahami-post-bidding-dalam-pengadaan-barangjasa pada 234 Mei
2021
145
Ibid

Universitas Sumatera Utara


97

bukti atau indikasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat pada saat evaluasi

penawaran maka pihak pengadaan menyatakan bahwa pelelangan tersebut gagal. 146

Dalam tindakan post bidding terdapat pihak-pihak yang terlibat, yaitu

Pokja/Pejabat Pengadaan dan peserta tender. Pokja/Pejabat pengadaan mempunyai

kewenangan lebih karena memiliki kapasitas mengeksekusi hasil pemilihan dengan

jalan mengubah dokumen penawaran dan dokumen pengadaan pada tahap evaluasi

penawaran. Sementara itu peserta lelang hanya dapat melakukan perubahan pada

dokumen penawaran.147

Dalam kasus perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 terkait Tender Pembangunan

Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa terjadi post bidding yang dilakukan oleh

Pokja dalam dokumen penawaran Terlapor I. Dalam dokumen pengadaan,

persyaratan daftar personil inti untuk posisi site manager adalah memiliki sertifikat

SKA Teknik Bangunan Gedung Madya dan SKA Ahli K3-Konstruksi-Madya. Dalam

dokumen penawaran yang diserahkan oleh Terlapor I menawarkan Zarli Yanto, ST

untuk posisi site manager yang hanya memiliki sertifikat SKA Teknik Bangunan

Gedung Madya. Sedangkan sertifikat SKA Ahli K3-Konstruksi-Madya diserahkan

kepada Pokja pada saat pembuktian kualifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa Pokja

menerima tambahan dokumen Terlapor I, yang mana hal ini dilarang dilakukan dalam

tender.

D. Analisis Hukum terhadap Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020

1. Pembuktian Sebagai Hukum Formil dalam Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020

146
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, Pasal 83 Ayat (1)
147
Edi Setiawan, Op.cit

Universitas Sumatera Utara


98

Dalam penanganan suatu perkara terdapat sejumlah tahapan untuk sampai pada

tahap pembacaan putusan. Salah satu tahapan tersebut adalah tahap pembuktian.

Hukum pembuktian dilaksanakan sebagai upaya untuk mewujudkan sebuah keadilan

dan kepastian dalam hal peradilan. Pada hakikatnya, hukum pembuktian diadakan

untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya sehingga dapat melahirkan suatu

putusan yang adil.

Pembuktian dalam perkara persaingan usaha akan menjadi penentu apakah

perkara yang berasal dari laporan atau perkara inisiatif dari KPPU akan terbukti atau

tidak. Dalam hal terdapat bukti yang cukup maka terlapor akan dinyatakan terbukti

secara sah dan menyakinkan melakukan pelanggaran dalam perkara tersebut.

Begitupun sebaliknya, apabila tidak terbukti maka Majelis Komisi akan menjatuhkan

putusan yang isinya menyatakan bahwa dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

tidak terbukti secara sah dan menyakinkan. Dengan adanya pembuktian akan menjadi

titik terang untuk mengetahui siapa yang melakukan pelanggaran terhadap UU

Persaingan Usaha.

Membuktikan dalam arti yuridis adalah memberi dasar-dasar yang cukup

kepada majelis komisi yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi

kepastian tentang kebenaran kepastian yang diajukan. Pembuktian secara yuridis

tidak hanya memberi kepastian kepada majelis, tetapi juga bagaimana terjadinya

suatu peristiwa, yang tidak tergantung pada tindakan para pihak, seperti persangkaan

dan keyakinan majelis atas keterangan terlapor. Maksud dari pembuktian adalah

menyakinkan majelis komisi tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam

Universitas Sumatera Utara


99

suatu perkara persaingan usaha, baik itu yang sumber perkaranya berasal dari laporan

masyarakat maupun inisiatif dari KPPU mengenai dugaan pelanggaran terhadap pasal

atau ayat tertentu dari UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.148

Dalam suatu perkara persaingan usaha, tidak semua dalil yang menjadi dasar

laporan harus dibuktikan kebenarannya karena dalil yang tidak disangkal terlebih

diakui sepenuhnya oleh terlapor tidak perlu dibuktikan lagi. Apabila pelaku usaha

terlapor mengakui kebenaran dari laporan tersebut maka sudah cukup alasan bagi

majelis komisi untuk menjatuhkan putusan bahwa pelaku usaha terbukti melakukan

pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha tidak sehat. Dalam pembuktian di

KPPU, Majelis Komisi akan menentukan siapa diantara pihak-pihak berperkara yang

diwajibkan untuk memberikan bukti. Dengan kata lain, majelis komisilah yang akan

menentukan pihak mana yang memikul beban pembuktian.

Berdasarkan Pasal 42 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang menjadi alat bukti dalam hukum

persaingan usaha adalah:

1. Keterangan Saksi

Keterangan Saksi 149 dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu

berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh Saksi sendiri.

Keterangan saksi bisa dinyatakan dalam bentuk tertulis maupun lisan dan
148
Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha Pasca Putusan Makahmah Konstitusi,
(Jakarta: Kencana, 2020), hlm 101
149
Saksi adalah setiap orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan tentang suatu perkara pelanggaran Undang-Undang, yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri serta mempunyai pengetahuan yang terkait langsung
terjadinya pelanggaran Undang-Undang. Lihat Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019, Pasal 1 angka 15.

Universitas Sumatera Utara


100

dibuat berdasarkan sumpah. Kehadiran saksi dalam perkara persaingan usaha

terjadi karena permintaan tiga pihak, yaitu permintaan investigator

penuntuntutan, permintaan dari terlapor, dan permintaan dari majelis komisi

berdasarkan jabatannya.150

2. Keterangan Ahli

Keterangan Ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah

dalam persidangan tentang hal yang ia ketahui menurut pengetahuan dan

pengalamannya. Syarat seseorang yang dapat memberikan keterangan ahli

adalah memiliki keahlian khusus dan pengalaman yang sesuai dengan

keahliannya yang dituangkan dalam dokumen riwayat hidup asli.

3. Surat dan/atau Dokumen

Surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang

dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah

pikiran seseorang dan digunakan sebagai pembuktian. Surat atau dokumen

yang diajukan sebagai alat bukti merupakan salinan atau copy surat atau

dokumen asli yang telah dilegalisasi di Kantor Pos.

4. Petunjuk

Petunjuk merupakan perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan

perjanjian dan/atau kegiatan yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi

dominan menurut ketentuan Undang-Undang, menandakan bahwa telah

terjadi suatu perjanjian dan/atau kegiatan yang dilarang dan/atau

150
Binoto Nadapdap, Op.cit, hlm 104

Universitas Sumatera Utara


101

penyalahgunaan posisi dominan dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat berupa

bukti ekonomi dan atau bukti komunikasi yang oleh Majelis Komisi diyakini

kebenarannya.

5. Keterangan Pelaku Usaha

Adalah keterangan yang disampaikan oleh pelaku usaha yang diduga

melakukan pelanggaran Undang-Undang dalam persidangan yang berupa

pengakuan, dimana pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali oleh

pelaku usaha, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh

Majelis Komisi.

Dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, pembuktian dilakukan oleh tim

investigator komisi dan para terlapor. Agenda sidang pemeriksaan alat bukti

dilaksanakan pada 08 Desember 2020. Pembuktian dalam Putusan KPPU No.

04/KPPU-L/2020 dilaksanakan untuk membuktikan:

a. Persekongkolan Horizontal

Dalam LDP, tim investigator menguraikan terkait penemuan indikasi

persekongkolan yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor

IV, Terlapor V, dan Terlapor VI. Adapun pembuktian terhadap penemuan indikasi

persekongkolan tender di dalam persidangan terdiri atas:

1. Kesamaan Metadata151 pada Dokumen Penawaran (authorSaiful, waktu

created dan modify dokumen penawaran yang berdekatan, serta application

banyak yang sama) antar Peserta Tender Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,

151
Metadata adalah ringkasan detail mendasar tentang suatu data. Nadiyah Rahmalia, Apa itu
Metadata?, diakses dari https://glints.com/id/lowongan/metadata-adalah/, Pada 30 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


102

Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI. Menurut Keterangan Ahli LKPP

(Nosin), dalam evaluasi dokumen, pokja harus melakukan pemeriksaan untuk

mencari apakah ada indikasi dari persekongkolan tender, dan apabila ada

kesamaan dalam pengetikan atau dilakukan oleh satu orang dengan user ID atau

IP Addres komputer yang sama maka itu merupakan persekongkolan tender.

Dalam metadata Para Terlapor hanya memiliki kesamaan pada author saja, yaitu

Saiful. Berdasarkan keterangan ahli LKPP (Nosin) bahwa apabila terjadi

kesamaan metadata tidak bisa serta merta langsung menyimpulkan berasal dari

sumber yang sama/mempunyai keterhubungan yang erat dan harus dilakukan

pemeriksaan secara fisik isi dokumen untuk memastikan dugaan pelanggaran

yang terjadi. Terlapor VII meneliti kembali berkas dokumen dan ternyata ada file

yang diterima dari CD yang diserahkan KPA via ULP terjadi kesamaan metadata

dengan nama author Saiful. Dalam hal ini kesamaan metadata tidak terbukti

menjadi indikasi persekongkolan tender.

2. Kesamaan Dokumen Penawaran

Dalam dokumen surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan

kesalahan Penulisan berupa kata “selanjutya” yang seharusnya ditulis

“selanjutnya”. Surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II dibuat pada 06 Agustus

2018. Dalam hal ini Terlapor II menyatakan bahwa mereka tidak pernah

membuat surat kuasa ini dan mereka menyebutkan bahwa ada yang

menggunakan akun LPSE perusahaan mereka secara tidak bertanggungjawab.

Dapat disimpulkan bahwa yang membuat surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II

adalah orang yang sama atau melakukan penyesuaian dokumen.

Universitas Sumatera Utara


103

Dalam dokumen Surat Pernyataan Tunduk Kepada Spesifikasi Teknis dan Surat

Pernyataan Sanggup Menyelesaikan Pekerjaan Tepat Waktu yang disampaikan

oleh Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan kesalahan Penulisan berupa

kata “dengan dengan” yang seharusnya ditulis “dengan”.

Dalam dokumen Surat Pernyataan Dukungan Peralatan Pendukung dan Bahan

untuk Pekerjaan Beton Terlapor I dan Terlapor II terdapat kesamaan dan/atau

kemiripan, yaitu nomor surat yang berurutan, kesamaan kesalahan Penulisan dari

dokumen penawaran (PersusahaanPerusahaan dan mensupplay mensupllay),

nomer waarmerking152 yang berurutan, tanggal dan notaris yang sama.

Dalam dokumen Surat Pernyataan Kepemilikan Peralatan Pendukung dan Bahan

untuk Pekerjaan Beton antara Terlapor I dan Terlapor II mempunyai nomor surat

yang berurutan, adanya kesamaan kesalahan Penulisan (Blac List  Black List),

serta nomor waarmerking yang berurutan, tanggal dan notaris yang sama.

Berdasarkan Keterangan Saksi (Dedi Hermansyah Frans) bahwa PT Sumbetri

Megah hanya menerbitkan surat dukungan peralatan hanya kepada Terlapor I,

yang mana format surat tersebut diperoleh dari Ichwan (Direktur Cabang

Terlapor I), dan pada saat pelaksanaan pekerjaan tidak ada menggunakan

peralatan milik PT Sumbetri Megah.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa terkait kesamaan dokumen Terlapor I

dan Terlapor II, dalam tanggapannya Terlapor I mengakui bahwa telah

meminjam perusahaan Terlapor II. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Terlapor

152
waarmerking adalah dokumen/surat yang bersangkutan didaftarkan dalam buku khusus
yang dibuat oleh Notaris pada waktu tertentu. Irma Devita, Legalisasi atau Waarmeking, diakses dari
https://irmadevita.com/2012/legalisasi-dan-waarmerking/, Pada 24 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


104

II yang menyatakan bahwa bukan mereka yang mengerjakan dokumen

pengadaan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Penulisan dokumen

penawaran Terlapor II dibuat oleh orang yang sama atau adanya tindakan

penyesuaian dokumen.

Menurut keterangan Ahli LKPP (Nosin), apabila ada kesamaan dokumen dan

kesamaan dan kesamaan kesalahan pengetikan maka dapat dipastikan bahwa

yang membuat dokumen tersebut dilakukan oleh satu orang. Nosin juga

menyebutkan bahwa apabila dokumen dikerjakan secara mandiri maka tidak

mungkin ada kesalahan pengetikan yang sama dan format yang sama.

Menurut Keterangan Ahli Hukum (Mahmul Siregar), apabila banyak ditemukan

indikasi kesamaan, maka sudah terjadi persekongkolan di dalamnya karena sulit

dipercaya bahwa kesamaan tersebut terjadi secara kebetulan dan para pihak

membuat dokumen secara mandiri. Dalam hal ini terbukti bahwa dokumen

penawaran dibuat oleh satu orang yang sama.

3. Dokumen Jaminan Penawaran Terlapor I dan Terlapor VI diterbitkan oleh

Perusahaan yang sama, yaitu PT Asuransi Rama Satria Wibawa Cabang Banda

Aceh dimana dokumen tersebut diterbitkan pada tanggal yang sama (08 Agustus

2018) dengan nomor surat yang berurutan.

Keterangan Terlapor VI menyatakan bahwa jaminan tersebut diurus oleh

Saifuddin selaku orang yang meminjamkan perusahaan dan pengurusan tersebut

berdasarkan arahan dari Saiful (orang yang meminjam perusahaan terlapor VI).

Keterangan Saksi Surep (Pimpinan Cabang PT Asuransi Rama Satria Wibawa)

bahwa Terlapor I dan Terlapor VI datang pada hari yang sama, nomor surat

Universitas Sumatera Utara


105

berurutan karena pada hari itu sepi pelanggan. Adapun jaminan penawaran

Terlapor I dibuat oleh anak buah saudara Edi yang sudah meninggal dan Terlapor

II dibuat oleh Saifuddin.

4. Tindakan menjadi Perusahaan Pendamping

Dalam tanggapannya, Terlapor I mengakui bahwa telah meminjam perusahaan

Terlapor II, Terlapor IV dan Terlapor V untuk mengikuti tender yang bertujuan untuk

memperbanyak perusahaan yang mendaftar dengan harapan dapat mengurangi minat

perusahaan lain untuk mendaftar dan memasukkan dokumen penawaran. Hal ini

diperkuat dengan pernyataan Terlapor II dalam tanggapannya yang menyatakan

bahwa akun LPSE mereka dipakai oleh orang yang tidak dikenal. Terlapor V juga

mengakui bahwa telah memberikan user id dan password LPSE kepada rekan kerja.

Posisi Terlapor II, Terlapor III, Terlapor V dan Terlapor VI dalam tender ini hanya

sebagai pendamping saja. Hal ini bisa dilihat dari tindakan mereka yang tidak

memberikan jaminan penawaran yang asli.

Berdasarkan keterangan Saifuddin (Sekretaris Dewan Pimpinan Provinsi

Asosiasi Kontraktor Seluruh Indonesia/AKSI), Saiful (yang mewakili Terlapor VI)

meminta bantuan untuk mencarikan perusahaan yang dipinjam dan mengenalkan

perusahaan Terlapor VI.

b. Persekongkolan Vertikal

Adanya kelalaian dari Pokja yang tidak melakukan pengecekan dokumen

penawaran secara seksama dan tidak memperhatikan check list terkait indikasi

persekongkolan dalam tender. Hal ini dilihat dari adanya kesamaan kesalahan

Penulisan dalam dokumen, nomor surat yang berurutan dan dokumen jaminan

Universitas Sumatera Utara


106

penawaran yang diterbitkan oleh perusahaan yang sama, yang mana merupakan

indikasi dari persekongkolan tender. Apabila ditemukan indikasi persekongkolan

tender seharusnya pokja menggugurkan para peserta tender yang melakukan tindakan

tersebut. Pokja menyatakan bahwa mereka tidak sempat untuk membandingkan

dokumen penawaran antar peserta tender.

Pokja terbukti melakukan tindakan post bidding dalam dokumen penawaran

Terlapor I, dimana tindakan post bidding dilarang untuk dilakukan dalam pengadaan

barang dan jasa karena dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat, sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 79 Ayat (2) PP No. 54 Tahun 2010. Tindakan post bidding

adalah tindakan mengubah, menambah, mengganti dan/atau mengurangi dokumen

pengadaan dan/atau dokumen penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.

Tindakan ini ditemukan dengan diterimanya sertifikat untuk daftar personil inti untuk

posisi site manager pada saat pembuktian kualifikasi.

Dalam dokumen pengadaan, syarat untuk posisi site manager harus mempunyai

sertifikat SKA Teknik Bangunan Gedung Madya dan SKA Ahli K3-Konstruksi-

Madya. Akan tetapi dalam dokumen penawaran, Terlapor I menawarkan Zarli Yanto,

ST untuk posisi site manager yang hanya memiliki satu sertifikat, yaitu sertifikat

SKA Teknik Bangunan Gedung Madya. Adapun sertifikat (SKA Ahli K3-Konstruksi-

Madya) diperlihatkan kepada Pokja pada saat pembuktian kualifikasi. Hal ini

menimbulkan tindakan post bidding oleh Pokja karena masih menerima sertifikat

yang merupakan salah satu syarat dokumen pengadaan setelah penyerahan dokumen

pengadaan ditutup. Pelaksanaan upload dokumen penawaran dilakukan pada 13

Agustus 2018 (Pukul 09.00 WIB) sedangkan pembuktian kualifikasi dilakukan pada

Universitas Sumatera Utara


107

04 September 2018 (16.00 WIB). Oleh sebab itu, dalam evaluasi teknis seharusnya

Terlapor I tidak lulus karena tidak memenuhi salah satu persyaratan dalam dokumen

pengadaan.

Adapun alat bukti yang diajukan dalam persidangan terdiri atas:

1. Dalam persidangan, Investigator Penuntutan telah menghadirkan 8 orang Saksi

dan 3 orang Ahli yang di dalam persidangan memberi keterangan di bawah

sumpah. Adapun yang menjadi saksi dalam perkara ini adalah Saifuddin,

Kamarullah, Surep, Syahruddin Ramadhan, Imandasyah, Dedi Hermansyah

Frans, Ir. Almas, dan Hasrizal Hasanudin, SE. sedangkan yang memberikan

keterangan ahli dalam perkara ini adalah Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum,

Nosin, S.Sos, MAP, dan M. Safri Lubis.

2. Terlapor VII di dalam persidangan juga menghadirkan 2 orang Saksi, yaitu

Ferry Anggriawan dan M. Jamal dan 1 orang Ahli, yaitu Jimmi Zikria beserta

12 bukti surat.

Tabel 1. Daftar Bukti Surat Terlapor VII:153

No. Kode Jenis Bukti Tertulis Pembuktian Keterangan

1. TVII-01 Surat dari Dinas Kesehatan Adanya pelimpahan dokumen RPP dari Dinas Telah di nazagelen dan
Nomor139/DINKESAPBA/IV/2018 tanggal 19 Kesehatan kepada Biro Pengadaan Barang dan diberi materai secukupnya
April 2018 Hal: Pelimpahan Dokumen RPP yang Jasa untuk dapat diproses lelang
ditujukan ke Kepala Biro Pengadaan Barang dan
Jasa Setda Aceh
2. TVII-02 Lembar Pemeriksaaan Dokumen RPP SKPA dan Adanya dokumen RPP SKPA yang diserahkan Telah di nazagelen dan
Berita Acara Hasil Pemeriksaan tanggal 27 April oleh Dinas Kesehatan telah diperiksa dan diberi materai secukupnya
2018 dokumennya telah lengkap berdasarkan berita
acara hasil pemeriksaan
3. TVII-03 Daftar Nama Tim Penerima Dokumen (TPD) RPP Bahwa tahun 2018 tim penerima tidak di SKkan Telah di nazagelen dan
SKPA T.A. 2018 tetapi hanya dibuat daftar nama tim saja diberi materai secukupnya

153
Putusan KPPU No. 04/KPPU-L/2020, hlm 146

Universitas Sumatera Utara


108

4. TVII-04 Surat Penugasan Nomor 027/SP/149/PBJ/20 18 Adanya penugasan dari Kepala Biro Pengadaan Telah di nazagelen dan
kepada Pokja Konstruksi LXXXIX tanggal 21 Mei Barang dan Jasa Setda Aceh kepada Pokja diberi materai secukupnya
2018 Kontruksi LXXXIX untuk melaksanakan proses
pelelangan terhadap paket pekerjaan
Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa
5. TVII-05 Softcopy Dokumen Rencana Pelaksanaan a. Bahwa menunjukan dokumen RPP tersebut Telah di nazagelen dan
Pengadaan (RPP) dari SKPA menjadi dasar Penulisan Pokja dalam diberi materai secukupnya
membuat dokumen pengadaan.
b. Bahwa dalam dokumen RPP dari SKPA
author-nya juga Saiful dan membuktikan
tidak ada hubungan Pokja dengan author
Saiful dalam dokumen penawaran peserta
tender.
6. TVII-06 Jadwal Pelelangan Pokja LXXXIX Bahwa Pokja LXXXIX telah menayangkan Telah di nazagelen dan
tahapan dan jadwal pelelangan melalui diberi materai secukupnya
lpse.acehprov.go.id
7. TVII-07 Sertifikat K3 atas nama Saudara Zarli Yanto Bahwa membuktikan adanya Sertifikat keahlian Telah di nazagelen dan
K3 untuk posisi Site Manager PT Mina Fajar diberi materai secukupnya
Abadi sebagaimana yang dipersyaratkan di
dalam dokumen pengadaan
8. TVII-08 Summary Report Pelelangan Paket Pekerjaan Adanya ringkasan proses pengadaan Paket Telah di nazagelen dan
Pembangunan RS Rujukan Regional Langsa Pekerjaan Pembangunan RS Rujukan Regional diberi materai secukupnya
Langsa yang menjelaskan proses dari informasi
tender sampai sanggahan lelang
9. TVII-09 Softcopy Dokumen Pengadaan Untuk menjelaskan dan memberi informasi Telah di nazagelen dan
tentang pelaksanaan tender diberi materai secukupnya
10. TVII-10 Surat Sanggah dan Jawaban Sanggah Untuk menjelaskan beberapa peserta tender Telah di nazagelen dan
mengajukan sanggah dan Pokja LXXXIX telah diberi materai secukupnya
menjawab sanggah tersebut berdasarkan
ketentuan persyaratan yang tertuang dalam
Dokumen Pengadaan
11. TVII-11 Personil inti PT Sinatria Inti Surya (posisi ahli Untuk menjelaskan personil inti yang diajukan Telah di nazagelen dan
arsitektur atas nama Ir. Asmardi berprofesi sebagai PT Sinatria Inti Surya tidak sesuai dengan diberi materai secukupnya
dosen) yang diajukan dalam dokumen penawaran Dokumen Pengadaan Bab III IKP Poin Nomor
tidak sesuai dengan dokumen pengadaan. 26.5 Evaluasi Teknis ayat 7 karena profesi dosen
terikat dengan pekerjaannya sehingga tidak
mungkin dapat ditempatkan secara penuh pada
pekerjaan ini.
12. TVII-12 Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor Untuk menjelaskan bahwa Pokja LXXXIX telah Telah di nazagelen dan
01/POKJALXXXIX/05- 10/2018 melakukan pelelangan berdasarkan ketentuan diberi materai secukupnya
peraturan perundang-undangan

Universitas Sumatera Utara


109

Kasus persekongkolan tender merupakan kasus yang paling banyak ditangani

oleh KPPU. Berikut gambaran kasus persekongkolan tender yang telah diperiksa dan

diputus oleh Majelis Komisi dari tahun 2016-2018.

Tabel 2. Daftar Putusan KPPU Terkait Persekongkolan Tender Pada Tahun 2016-2021154
No Kasus Perkara No. Perkara Terlapor Amar Putusan Upaya Hukum
.
1. Tender Rehab/Pemeliharaan Jalan 05/KPPU- 8 a. Terlapor 5 dan 6 tidak terbukti melanggar -
Lingkar Timur Kota Prabumulih L/2015 Pasal 22 UU No. 5/1999
Provinsi Sumatera Selatan Tahun b. Denda T.2 Rp 1.446.151.000
Anggaran 2013
c. Denda T.3 Rp 850.677.000
d. Denda T.4 Rp 935.745.000
e. Denda T.7 Rp 935.745.000
f. T.8 dilarang mengikuti tender selama 2
tahun di Kota Prabumulih

2. Pelelangan Paket-paket Pekerjaan 07/KPPU- 20 a. Denda T.1 Rp 872.367.000 -


HUTM, HUTR, dan Trafo L/2015 b. Denda T.2 Rp 826.269.000
Distribusi di PT PLN (Persero) Unit c. Denda T.3 Rp 797.572.000
Pelaksana Konstruksi Kelistrikan d. Denda T.4 Rp 593.742.000
Satuan Kerja Listrik Perdesaan
Sumatera Utara, APBN 2013 e. Denda T.5 Rp 353.211.000
f. Denda T.6 Rp 258.974.000
g. Denda T.7 Rp 316.823.000
h. Denda T. 8 Rp 99.610.000
i. Denda T.9 Rp 57.652.000
j. Denda T.10 Rp 48.782.000
k. Denda T.11 Rp 5.037.427.000
l. Denda T.12 Rp 5.748.520.000
m. Denda T.13 Rp 851.924.000
n. Denda T.14 Rp 5.641.935.000
o. Denda T.15 Rp 781.526.000
p. Denda T.16 Rp 1.821.205.000
q. Denda T.17 Rp 176.764.000

3. Pelelangan 2 Paket Rekonstruksi 11/KPPU- 4 a. Denda T.2 Rp 331.000.000 -


Jalan di Lingkungan Satuan Kerja L/2015 b. Denda T.3 Rp 630.000.000
Pelaksanaan Jalan Nasional dan c. Denda T.4 Rp 106.000.000
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Wilayah Provinsi Gorontalo Tahun
Anggaran 2014
4. Pelelangan Pekerjaan Pembangunan 13/KPPU- 3 a. Denda T.2 Rp 2. 265.000.000 -
Kantor Pemerintah Tahap II Dinas L/2015 b. Denda T.3 Rp 1.780.000.000
Pekerjaan Umum Kabupaten Nias
Selatan Tahun Anggaran 2014
5. 5 Paket Tender Penerangan Jalan 15/KPPU- 15 a. Denda T.1 Rp 4.752.570.123 Kasasi Putusan MA No.
Umum (PJU) Sidoarjo, Tahun L/2015 b. Denda T.2 Rp 370.611.318 86K/Pdt.Sus-KPPU/2019. Amar
Anggaran 2014-2015 c. Denda T.3 Rp 137.564.655 Putusan:
Menguatkan Putusan KPPU
d. Denda T.4 Rp 357.573.682
e. Denda T.5 Rp 189.353.365

154
KPPU, Database Putusan KPPU, diakses dari http://putusan.kppu.go.id/simper/menu/,
Pada 24 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


110

f. Denda T.6 Rp 2.057.866.945

6. Tender Pengadaan Barang/Jasa 20/KPPU- 4 a. Denda T.1 Rp 9.056.479.194 Kasasi Putusan MA No. 724K/Pdt.
Konstruksi di Lingkungan Satuan L/2015 b. Denda T.2 Rp 3.027.656.394 SusKPPU/ 2017. Amar Putusan:
Kerja Pelaksana Jalan Nasional c. Denda T.3 Rp 2.029.778.604 Memperbaiki Putusan KPPU
Wilayah I Provinsi Nusa Tenggara dengan mengurangi denda terlapor
Barat Tahun Anggaran 2015 yaitu:
a. Denda T.1 Rp1,5 M
b. Denda T.2 Rp 1 M
c. Denda T.3 Rp 1 M
7. Pekerjaan Peningkatan Jalan Pesut 01/KPPU- 5 a. Denda T.1 Rp 1.927.965.395 -
Kabupaten Kutai Kartanegara L/2016 b. Denda T.2 Rp 942.560.860
Tahun Anggaran 2015 c. Denda T.3 Rp 385.593.079
d. Denda T.4 Rp 942.560.860

8. Paket Pekerjaan Pembangunan 06/KPPU- 5 a. T.5 tidak terbukti secara sah dan Kasasi Putusan MA Nomor
Bendung DI Sidilanitano 2420 HA L/2016 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5K/Pdt.Sus- KPPU/2019. Amar
Kabupaten Tapanuli Utara dan 5/1999 Putusan:
Paket Pekerjaan Bendung DI Menguatkan Putusan KPPU
b. Denda T.1 Rp 3.335.000.000
Sitakkurak 1000 HA Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun Anggaran c. Denda T.2 Rp 4.711.000.000
2015-2017 (Multiyears) d. Denda T.3 Rp 893.000.000

9. Pengadaan Pupuk Intensifikasi 07/KPPU- 8 a. Denda T.3 Rp 1.939.355.520 Kasasi Putusan MA No.
Tanaman Kakao di Dinas L/2016 b. Denda T.4 Rp 645.227.520 1175K/Pdt.Sus-KPPU/2018. Amar
Perkebunan Provinsi Sulawesi c. Denda T.5 Rp 646.177.920 Putusan:
Selatan Tahun Anggaran 2015 Menguatkan Putusan KPPU
d. Denda T.6 Rp 651.563.520
e. Denda T.7 Rp 126.136.800

Denda T.8 Rp 2.590.379.520


10. Pembangunan Fasilitas Pelabuhan 14/KPPU- 8 a. T.6 tidak terbukti secara sah dan Kasasi Putusan MA Nomor 873
Laut Benteng Kabupaten Selayar L/2016 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. K/Pdt.Sus - KPPU/2018. Amar
APBN Tahun Anggaran 2015 dan 5/1999 Putusan:
Pembangunan Fasilitas Pelabuhan Memperbaiki Putusan KPPU, yaitu
b. Denda T.5 Rp 1.842.659.000
Laut Benteng Kabupaten Selayar T.1, T.2, T.3, T.4, T.5, T.7, dan T.8
APBN-P Tahun Anggaran 2015 c. Denda T.7 dan T.8 Rp 1.000.000.000 terbukti tidak terbukti melanggar
d. T.5, T.7, dan T.8 dilarang mengikuti tender Pasal 22 UU No. 5/1999
bidang konstruksi selama 2 tahun

11. Paket Pelelangan Proyek 15/KPPU- 10 a. Denda T.1 Rp 4.084.800.000 Kasasi Putusan MA No.
Peningkatan Struktur Jalan I/2016 b. Denda T.2 Rp 2.245.800.000 162K/Pdt.SusKPPU/2019. Amar
Putussibau-Nanga Era, Peningkatan c. Denda T.3 Rp 1.223.000.000 Putusan:
Struktur Jalan Putussibau-Nanga Menguatkan Putusan KPPU -
d. Denda T.4 Rp 116.400.000
Era-Bts.Kaltim, Proyek Pelebaran
Jalan Nanga Semangut-Bts.Kota e. Denda T.5 Rp 110.600.000
Putussibau-Tanjung Kerja dan f. Denda T.6 Rp 202.500.000
Proyek Pelebaran Jalan Nanga g. Denda T.7 Rp 2.071.800.000
Semangut-Putu sibau Kalbar h. Denda T.8 Rp 33.900.000
i. Denda T.9 Rp 91.900.000

12. Paket Pengadaan Pembangunan 16/KPPU- 3 a. menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. -


Sarana dan Prasarana Pendidikan I/2016 5/1999
Unit Pelaksana Teknis Daerah b. Denda T.2 Rp 444.175.200
(UPTD) Sekolah Khusus
c. Denda T.3 Rp 190.360.800
Olahragawan Internasional (SKOI)
Provinsi Kaltim, Tahun Anggaran
2013
13. Peningkatan Jalan Jongkang 17/KPPU- 4 a. Denda T.1 Rp 5.021.028.000 -
Menuju Jalan Jakarta Samarinda L/2016 b. Denda T.2 Rp 5.021.028.000
Karang Paci (Ring Road III) c. T.1 dan T.2 dilarang mengikuti tender
Kecamatan Tenggarong Seberang
bidang konstruksi selama 2 tahun

14. Pelelangan Pekerjaan Lanjutan 18/KPPU- 19 a. Denda T.1 Rp 2.133.000.000 Keberatan di PN Medan No.

Universitas Sumatera Utara


111

Pembangunan Konstruksi Gedung L/2015 b. Denda T.2 Rp 511.000.000 708/PDT.SUS-KPPU/2016/PN


Kantor Bupati Labuhanbatu Selatan c. Denda T.3 Rp 761.000.000 MDN. Amar putusan:
Tahun Anggaran 2013-2014 pada d. T.1, T.2, T.3, T.4, T.5, T.6, T.7, T.8, T.9, Menolak Permohonan Pemohon
Dinas Pekerjaan Umum, T.10, T.11, T.12, dan T.13 dilarang untuk
Pertambangan dan Energi
Kabupaten Labuhanbatu Selatan mengikuti tender pengadaan barang dan
jasa selama 2 tahun

15. Pelelangan 19/KPPU- 8 a. Denda T.3 Rp 1.472.514.000 -


Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan I/2015 b. Denda T.4 Rp 1.099.812.000
(APBD II) Kota Makassar Tahun c. Denda T.5 Rp 426.602.000
2014 d. Denda T.6 Rp 1.208.483.000
e. Denda T.7 Rp 212.746.000
f. Denda T.8 Rp 540.562.000

16. Paket Pekerjaan Preservasi Dan 19/KPPU- 4 a. T.4 4 tidak terbukti secara sah dan -
Pelebaran Jalan Arah Muara I/2016 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Tebo/Pattimura (Muara Bungo) – 5/1999
Sei. Bengkal
b. Denda T.1 Rp 1.957.486.847
c. Denda T.2 Rp 978.743.424
d. Denda T.3 Rp 978.743.424

17. Paket Pekerjaan Preservasi dan 18/KPPU- 4 a. T.4 tidak terbukti secara sah dan Kasasi Putusan MA No.
Pelebaran Bts. Provinsi Riau- I/2016 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 1009K/Pdt.Sus-KPPU/2018. Amar
Merlung-Sp. Niam APBN 2016 5/1999 Putusan:
Membatalkan Putusan PN Jambi
b. Denda T.1 Rp 2.745.900.000
No. 01/Pdt.G/KPPU/2017/PN.Jmb
c. Denda T.2 Rp. 588.400.000 dan menguatkan putusan KPPU
d. Denda T.3 Rp 588.400.000

18. Pelelangan Pembangunan 22/KPPU- 6 a. Denda T.1 Rp 1.105.616.000 -


Pelabuhan Perikanan Gugop- I/2015 b. Denda T.2 Rp 1.005.105.000
Lampuyang (Lanjutan) pada Satker c. Denda T.3 Rp 804.084.000
Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas (BPKS) Sabang Tahun
Anggaran 2014
19. Paket Pekerjaan Peningkatan Jalan 21/KPPU- 3 a. T.4 tidak terbukti secara sah dan Kasasi Putusan MA No.
Lubuk Jambi-Sp.Ibul-Sp.Ifa di I/2016 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 1009K/Pdt.Sus-KPPU/2018. Amar
Kabupaten Kuantan Singingi- 5/1999 Putusan:
Provinsi Riau Tahun Anggaran Membatalkan Putusan PN Jambi
b. Denda T.1 Rp 2.745.900.000
2015 No. 01/Pdt.G/KPPU/2017/PN.Jmb
c. Denda T.2 Rp. 588.400.000 dan menguatkan putusan KPPU
d. Denda T.3 Rp 588.400.000

20. 4 Paket Pengadaan Alat Kedokteran 24/KPPU- 5 a. Denda T.1 Rp 2.050.400.000 -


di RSUD Abdul Wahab Sjahranie I/2016 b. Denda T.2 Rp 233.300.000
Samarinda, Kaltim Tahun Anggaran c. Denda T.3 Rp 275.100.000
2012 dan 2013 d. Denda T.4 Rp 41.800.000
e. Denda T.5 Rp 152.100.000

21. Tender Paket Pekerjaan 01/KPPU- 9 a. Denda T.3 Rp 1.518.600.000 -


Peningkatan Kapasitas/Pelebaran I/2017 b. Denda T.4 Rp 1.712.700.000
Jalan Kabanjahe Kutabuluh Tahun c. Denda T.5 Rp 1.106.600.000
Anggaran 2013-2014 (Multiyears) d. T.4 dan T.5 dilarang mengikuti tender
dan Paket Tender Pekerjaan
Pelebaran Jalan BTS Kabanjahe- pada bidang kontruksi selama 2 tahun
Kutabuluh Tahun 2015
22. 4 Paket Tender Pembangunan Jalan 07/KPPU- 5 Para Terlapor tidak terbukti secara sah dan -
pada Dinas Bima Marga dan Tata I/2017 menyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Ruang Bidang Pembangunan Jalan 5/1999
dan Jembatan Sumber Dana APBD
2015 Provinsi Banten
23. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi 10/KPPU- 9 a. Denda T.4 Rp 2.509.000.000 -

Universitas Sumatera Utara


112

Pembangunan Stadion Mandala I/2017 b. Denda T.5, T.6 danT.9 Rp 1.000.000.000


Krida APBD 2016 dan Pengadaan c. Denda T.7 Rp 1.070.000.000
Pekerjaan Konstruksi Pembanguna d. Denda T.8 Rp 1.322.000.000
Stadion Mandala Krida APBD 2017 e. T.4 dan T.8 dilarang mengikuti tender
pada bidang konstruksi yang
pendanaannya dari APBN/APBD selama 2
tahun
f. T.5, T. 6, dan T. 7 dilarang mengikuti
tender pada bidang konstruksi yang
pendanaannya dari APBN/APBD selama 1
tahun

24. Tender Paket Preservasi 03/KPPU- 4 a. T.1, T.2, T.3, dan T.4 terbukti secara sah -
Rekonstruksi Jalan dan L/2018 dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU
Pemeliharaan Rutin Jembatan No. 5/1999
Simpang Sei Asam-Takaras-
b. Denda T.2 Rp 1.565.000.000
Tumbang Talaken, Kalteng, T.A.
2017 c. Denda T.3 dan T.4 Rp 1.000.000.000
d. Panitia Pokja dilarang sebagai panitia
tender yang sumber proyeknya berasal dari
APBN/APBD selama 1 tahun
e. T.2 dan T.3 dilarang mengikuti tender
yang berasal APBN/APBD selama 2 tahun
f. T.4 dilarang mengikuti tender yang asal
dana dari APBN/APBD selama 1 tahun

25. Preservasi Rekonstruksi Esang- 11/KPPU- 3 a. T.1, T.2, T.3, dan T.4 terbukti secara sah -
Rainis-Melonguane-Beo, Tahun I/2017 dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU
Anggaran 2017 No. 5/1999
b. Denda T.2 Rp 3.665.873.880
c. Denda T.3 Rp 1.000.000.000

26. Paket Lelang Preservasi 06/KPPU- 4 a. T.1, T.2, T.3, dan T.4 terbukti secara sah -
Rekonstruksi Jalan Dan L/2018 dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU
Pemeliharaan Rutin Jembatan No. 5/1999
Kalahien-Buntok-Ampah di
b. Denda T.2 Rp 1.152.144.270
Lingkungan Pokja Satker Pelaksana
Jalan Nasional Wilayah III Provinsi
Kalteng Tahun Anggaran 2017
27. Lelang Preservasi Rekonstruksi 05/KPPU- 3 a. T.1 tidak terbukti secara sah dan -
Jalan dan Pemeliharaan Rutin L/2018 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Jembatan Bukit Batu-Lungkuh 5/1999
Layang-Kalahien, Satuan Kerja b. T.2 dan T.3 terbukti secara sah dan
Pelaksanaan Jalan Nasional
Wilayah III, Provinsi Kalimantan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Tengah, Tahun Anggaran 2017 5/1999
c. Denda T.2 Rp 1.034.999.000
d. Denda T.3 Rp 1.086.749.000

28. Lelang Preservasi Rekonstruksi 04/KPPU- 3 a. T.1, T.2, T.3 terbukti secara sah dan -
Jalan dan Pemeliharaan Rutin L/2018 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Jembatan Palangka Raya-Bagugus- 5/1999
Bukit Batu, Kalteng, Tahun
b. Denda T.2 Rp 1.709.446.598
Anggaran 2017
c. Denda T.3 Rp 1.000.000.000

29. Paket Pembangunan Jalan Balige by 13/KPPU- 4 a. T.1, 2, 3, dan 4 terbukti secara sah dan -
Pass Pada Satker Pelaksanaan Jalan L/2018 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Nasional Wilayah I Provinsi 5/1999
Sumatera Utara Tahun Anggaran
b. Denda T.1 Rp 1.800.000.000
2017
c. Panitia Pokja dilarang menjadi Panitia
Tender dalam proyek yang sumber

Universitas Sumatera Utara


113

pembiayaannya dari APBN/APBD selama


1 tahun
d. T.2 dilarang mengikuti tender pada bidang
jasa konstruksi jalan dan jembatan yang
sumber pembiayaannya dari APBN/APBD
selama 1 tahun
e. T.3 dilarang mengikuti tender pada bidang
jasa konstruksi jalan dan jembatan yang
sumber pembiayaannya dari APBN/APBD
selama 3 tahun

30. Pelelangan Paket Pekerjaan 20/KPPU- 6 a. T.1 tidak terbukti secara sah dan -
Pemeliharaan Berkala Jalan pada I/2018 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No.
Dinas Pekerjaan Umum dan 5/1999
Penataan Ruang (PUPR) Sumber
b. Denda T.3 Rp3.700.000.000
Dana Spesific Grant/APBD
Kabupaten Kediri TA 2017 c. Denda T.4 dan T.5 Rp 1.000.000.000
d. Panitia Pokja dilarang menjadi Panitia
tender Pengadaan Barang dan/atau Jasa
yang dibiayai APBN/APBD selama 2
tahun
e. T.3 dilarang mengikuti tender pada bidang
jasa konstruksi jalan yang sumber
pembiayaannya dari APBN/APBD selama
2 tahun
f. T.4, T.5, dan T.6 dilarang untuk mengikuti
tender pada bidang jasa konstruksi jalan
yang sumber pembiayaannya dari
APBN/APBD selama 1 tahun

31. Paket Pekerjaan Pembangunan 19/KPPU- 7 a. T.1 tidak terbukti melakukan pelanggaran -
Jalan dan Paket Peningkatan Jalan I/2018 terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
oleh Dinas Pekerjaan Umum dan b. Denda T.3 Rp 5.826.000.000
Penataan Ruang Kabupaten Kediri
c. Denda T.4 Rp 5.826.000.000
Sumber Dana DAU APBD
Kabupaten Kediri TA 2017 d. Denda T.5 Rp1.942.000.000
e. Denda T.6 Rp 1.942.000.000
f. Panitia Pokja selaku T.1I dilarang untuk
menjadi Panitia Tender Pengadaan Barang
dan/atau Jasa yang dibiayai APBN/ APBD
selama 2 tahun
g. T.3 dilarang mengikuti tender pada bidang
jasa konstruksi jalan yang sumber
pembiayaannya dari APBN/APBD selama
2 tahun
h. T.3, T.4, T.5 dan T.6 dilarang mengikuti
tender pada bidang jasa konstruksi jalan
yang sumber pembiayaannya dari
APBN/APBD selama 1 tahun

32 Tender Paket Preservasi 14/KPPU- 3 Denda T.2 dan T.3 Rp1.769.000.000 -


Rehabilitasi Jalan Zaenal Arifin I/2018
(Stabat)-Binjai Raya (Medan)-
Belawan APBN 2017
33. Tender Preservasi dan Pelebaran 23/KPPU- 4 a. Denda T.1 Rp 1.260.000.000 -
Jalan BTS. Provinsi Aceh-Barus- L/2018 b. Denda T.2 dan T.3 Rp 1.000.000.000
Sibolga pada Satker Pelaksanaan
Jalan Nasional Wilayah II Provinsi
Sumatera Utara APBN Tahun
Anggaran 2018
34. Pembangunan Jalan Akses Bandara 18/KPPU- 3 a. Denda T.1 Rp 1.253.000.000 -
Sibisa pada Satuan Kerja L/2018 b. Denda T.2 Rp 1.000.000.000

Universitas Sumatera Utara


114

Pelaksanaan Jalan Nasional


Wilayah I Provinsi Sumatera Utara
APBN Tahun Anggaran 2018
35. Pelelangan Pembangunan Rumah 10/KPPU- 4 a. Denda T.1 Rp 2.852.384.000 -
Sakit Pada Satuan Kerja Dinas I/2018 b. Denda T.2 Rp 1.901.589.000
Kesehatan Kota Makassar Tahun
Anggaran 2017-APBD
36. Peningkatan Jalan Dalam Kota Tana 12/KPPU- 4 a. Denda T.2 Rp 2.135.062.440 -
Paser (Multiyears 2 Tahun) pada I/2018 b. T.3 dan T.4 Rp 1.000.000.000
Dinas Bina Marga, Pengairan Dan
Tata Ruang Kabupaten Paser,
Kalimantan Timur Tahun Anggaran
2014-2015
37. Pelelangan Paket Pekerjaan 22/KPPU- 7 a. T.1 dan T.7 tidak terbukti melanggar Pasal -
Peningkatan Jalan Rigid Pavement I/2018 22 UU No. 5 Tahun 1999
Ruas Wates-Plosoklaten b. Denda T.3 Rp 3.250.611.000
c. Denda T.4, T.5 dan T.5I Rp1.000.000.000
38. Tender Peningkatan Jalan Kampung 17/KPPU- 3 a. Denda T.1 Rp 2.963.200.000 -
Bakara-Sabbannyang pada Satuan I/2018 b. T.2 dan T.3 dilarang untuk mengikuti
Kerja Dinas Pekerjaan Umum dan pengadaan barang dan/atau jasa yang
Penataan Ruang Kabupaten bersumber dari APBN/APBD selama 1
Bantaeng, APBD Tahun Anggaran tahun
2018
39. Pekerjaan Pemeliharaan Berkala 16/KPPU- 3 a. T.1 membayar denda sebesar Rp -
Jalan Bateballa-Jatia CS pada I/2018 4.066.900.000
Satuan Kerja Dinas Pekerjaan b. T.1I dan III dilarang untuk mengikuti
Umum dan Penataan Ruang pengadaan barang dan/atau jasa yang
Kabupaten Bantaeng, APBD Tahun bersumber dari APBN/APBD selama 1
Anggaran 2017 tahun.
40. Pelelangan Umum Paket Pekerjaan 22/KPPU- 4 a. T.1, T.2 dan T.4 terbukti secara sah dan -
Lanjutan Pembangunan Jaringan I/2019 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5
Distribusi Air Bersih (Multiyears) Tahun 1999
Kabupaten Penajam Paser Utara, b. T.3 tidak terbukti melanggar Pasal 22 UU
Kalimantan Timur, APBD Tahun No. 5 Tahun 1999
Anggaran 2015-2018
41. Tender/Lelang Peningkatan dan 26/KPPU- 4 Para Terlapor tidak terbukti melanggar Pasal -
Pelebaran Jalan Tanjung Pandan- I/2019 22 UU No. 5 Tahun 1999
Simpang Empat (Paket 3) di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Pemerintah Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung APBD
Tahun Anggaran 2018
42. Tender/Lelang Peningkatan dan 25/KPPU- 3 T.1, T.2, dan T.3 tidak terbukti melanggar -
Pelebaran Jalan Tanjung Pandan- I/2019 Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
Simpang Empat (Paket 2) di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Pemerintah Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung APBD
Tahun Anggaran 2018
43. Tender/Lelang Peningkatan dan 24/KPPU- 6 T.1, T.2, T.3, T.4, T.5, dan T.6 tidak terbukti -
Pelebaran Jalan Tanjung Pandan- I/2019 melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999.
Simpang Empat (Paket 1) di Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Pemerintah Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung APBD
Tahun Anggaran 2018
44. Tender Pembangunan Jalan Ruas 30/KPPU- 5 a. T.4 tidak terbukti secara sah dan -
Ngajam – Apulea Segmen III (Desa I/2019 meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5
Ngajam–Apulea) pada SATKER Tahun 1999
Dinas Pekerjaan Umum dan b. Denda T.1 Rp 1.100.000.000
Penataan Ruang Pemerintah Daerah c. Denda T.2 Rp 1.000.000.000
Kabupaten Halmahera Utara APBD d. T.3 dilarang untuk mengikuti pengadaan
Tahun Anggaran 2018 - 2020 barang dan/atau jasa yang bersumber dari
APBN/APBD selama 1 tahun
45. Pengadaan Pekerjaan Pembangunan 05/KPPU- 4 a. Denda T.1 Rp 1.350.000.000 -
Gedung Kolam Renang Tahap II I/2020 b. T.2 dan T.3 dilarang untuk mengikuti

Universitas Sumatera Utara


115

Kecamatan Kandangan Kabupaten pengadaan barang dan/atau jasa yang


Hulu Sungai Selatan Tahun bersumber dari APBN/APBD selama 2
Anggaran 2017 tahun .
14/KPPU-
46. Pelelangan Proyek Kerja Sama L/2019 3 a. Denda T.1 Rp 1.747.000.000 -

Pemerintah dengan Badan Usaha b. Denda T2 Rp 3.843.000.000

terkait Sistem Penyediaan Air c.Denda T3 Rp 2.358.000.000

Minum di Kota Bandar Lampung

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sudah banyak kasus terkait

persekongkolan tender yang diputus oleh KPPU pada tahun 2016-2021. Dalam tabel

di atas terdapat satu kasus persekongkolan terkait tindakan post bidding yang sudah

diputus oleh Majelis Komisi, yaitu Kasus Perkara No. 14/KPPU-L/2019 Tentang

Pelelangan Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Terkait Sistem

Penyediaan Air Minum Di Kota Lampung, yang dibacakan di muka persidangan

terbuka untuk umum pada tanggal 26 Februari 2020.

Dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, pembuktian dilakukan

berdasarkan alat bukti yang diatur dalam Pasal 42 UU No. 5/1999. Adapun alat bukti

yang digunakan dalam perkara ini adalah keterangan saksi, keterangan ahli,

surat/dokumen, dan keterangan dari pelaku usaha.

2. Pemenuhan Unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Putusan KPPU No.

04/KPPU-L/2020

Dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 memutus tentang dugaan

pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 terkait persekongkolan dalam

tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa.

Terdapat beberapa pihak terlapor dalam perkara ini, yaitu PT Mina Fajar Abadi

Universitas Sumatera Utara


116

(Terlapor I), PT Sumber Alam Sejahtera (Terlapor II), PT Arafah Alam Sejahtera

sebagai (Terlapor III), PT Betesda Mandiri (Terlapor IV), PT Eka Jaya Lestari

(Terlapor V), PT Adhi Putra Jaya (Terlapor VI), dan Pokja Konstruksi–LXXXIX

Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor

VII). Pengadaan barang dan jasa dalam tender ini berpedoman pada Peraturan

Presiden No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Berdasarkan Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22

UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, yang dimaksud dengan persekongkolan tender adalah kerjasama antara

dua pihak atau lebih, yang dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam

melalui tindakan penyesuaian atau membandingkan dokumen tender sebelum

penyerahan dan menciptakan persaingan semu dan atau menyetujui untuk

memberikan fasilitas dan atau tidak menolak melakukan suatu tindakan meskipun

mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka

memenangkan peserta tender tertentu.

Pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diperiksa menggunakan

pendekatan Rule of Reason, dikarenakan dalam Pasal 22 terdapat cantuman kata

“dapat mengakibatkan” sehingga perlu dilakukan kajian yang mendalam apakah

persekongkolan dalam tender tersebut bersifat menghambat persaingan di antara

pelaku usaha. Dalam hal pembuktian pelanggaran pada perkara a quo, Majelis

Komisi melakukan metode pendekatan untuk membuktikan bahwa Para Terlapor

tersebut benar adanya melakukan persekongkolan tender.

Universitas Sumatera Utara


117

Ketentuan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam

Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016 menyatakan bahwa:

“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan
pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 22 tersebut, yang menjadi unsur-unsur dari

persekongkolan tender, yaitu:

1. Pelaku Usaha

Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 yang dimaksud dengan

pelaku usaha adalah:

“setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara RI, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi.”
Dalam perkara a quo ini, yang menjadi pelaku usaha adalah Terlapor I, yaitu

PT Mina Fajar Abadi, yang mana merupakan pemenang Tender Paket

Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa. Dengan

demikian, unsur pelaku usaha telah terpenuhi.

2. Pelaku Usaha Lain

Dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, yang dimaksud dengan pelaku

usaha lain adalah Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan

Terlapor VI, yang dimana dalam prakteknya merupakan peserta Tender Paket

Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa. Dalam hal

ini unsur pelaku usaha lain telah terpenuhi.

3. Pihak yang terkait dengan Pelaku Usaha

Universitas Sumatera Utara


118

Berdasarkan Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016:

“Makna persekongkolan sebagaimana yang dimaksudkan pada Pasal 1 angka


8 UU 5/1999 dapat menjawab dan mengimbangi kompleksitas modus
persekongkolan yang ada, maka harus diperluas tidak saja hanya antar
pelaku usaha dalam pengertian yang konvensional akan tetapi juga “pihak
yang terkait dengan pelaku usaha”. Pemaknaan demikian menurut
Mahkamah tidak saja menjadikan frasa “pihak lain” sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU 5/1999 yang ada dalam
praktik selama ini dan dapat menjangkau siapa saja dan tanpa batas, akan
tetapi diharapkan akan menjadi terbatas yaitu sampai pada pihak yang ada
kaitannya dengan pelaku usaha”.155
Dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, yang dimaksud dengan pihak

yang terkait dengan pelaku usaha adalah Pokja Konstruksi-LXXXIX Biro

Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018. Dalam

hal ini unsur pihak lain terpenuhi.

4. Unsur Bersekongkol

Dalam perkara ini terdapat persekongkolan horizontal yang dilakukan oleh

Terlapor I, II, III, IV, V, dan VI. Hal ini dilihat dari adanya kesamaan

kesalahan pengetikan dalam dokumen para terlapor seperti kesalahan

pengetikan dalam surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II

(selanjutyaselanjutnya), surat pernyataan tunduk kepada spesifikasi teknis

dan surat pernyataan sanggup menyelesaikan pekerjaan tepat waktu Terlapor I

dan II (“dengan dengan””dengan”), surat pernyataan dukungan peralatan

pendukung dan bahan untuk pekerjaan beton Terlapor I dan Terlapor II

dikeluarkan oleh Perusahaan yang sama yaitu PT Sumbetri Megah dan

terdapat kesalahan pengetikan yang sama (PersusahaanPerusahaan dan

155
Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016, hlm 190

Universitas Sumatera Utara


119

mensupplay mensupllay), Surat Pernyataan Kepemilikan Peralatan

Pendukung dan Bahan untuk Pekerjaan Beton antara Terlapor I dan Terlapor

II mempunyai nomor surat yang berurutan, adanya kesamaan kesalahan

Penulisan (Blac List  Black List), memiliki nomor waarmerking yang

berurutan, tanggal dan notaris yang sama, serta Dokumen Jaminan Penawaran

Terlapor I dan Terlapor VI diterbitkan oleh Perusahaan yang sama, yaitu PT

Asuransi Rama Satria Wibawa Cabang Banda Aceh dimana dokumen tersebut

diterbitkan pada tanggal yang sama (08 Agustus 2018) dengan nomor surat

yang berurutan.

Dalam tanggapannya, Terlapor I mengakui telah meminjam perusahaan

Terlapor II, IV dan V sehingga perusahaan tersebut dikendalikan oleh

Terlapor I. Oleh karena itu ditemukan adanya beberapa kesamaan kesalahan

pengetikan dalam dokumen para terlapor. Dan Terlapor VI juga melakukan

peminjaman perusahaan. Dalam persidangan, Terlapor V mengakui bahwa

mereka mendapat fee sebesar 1% untuk mengikuti tender dan Terlapor VI

juga mengakui di Persidangan bahwa imbalan untuk mengikuti tender adalah

pembukaan kantor cabang di Aceh apabila menang.

Dalam perkara ini terjadi persekongkolan vertikal antara Terlapor I dan

Terlapor VII. Hal ini dapat dilihat dari tindakan post bidding yang dilakukan

oleh Terlapor VII, yaitu menerima dokumen penawaran setelah batas waktu

penerimaan dokumen sudah selesai. Dalam dokumen pengadaan, syarat

personil inti untuk posisi site manager adalah memiliki sertifikat SKA Teknik

Bangunan Gedung Madya dan SKA Ahli K3-Konstruksi-Madya. Dalam hal

Universitas Sumatera Utara


120

ini, Terlapor I dalam dokumen penawarannya mengajukan Zarli Yanto ST

untuk posisi site manager yang hanya memiliki sertifikat SKA Teknik

Bangunan Gedung Madya. Terlapor I memperlihatkan sertifikat SKA Ahli

K3-Konstruksi-Madya kepada Terlapor VII pada saat pembuktian kualifikasi.

Oleh karena itu, tindakan Terlapor VII yang menerima tambahan dokumen

Terlapor I pada saat pembuktian kualifikasi merupakan tindakan post bidding.

Oleh karena itu dapat disimpulkan unsur persekongkolan terpenuhi.

5. Mengatur dan Menentukan Pemenang Tender

Maksud dari mengatur atau memenangkan peserta tender adalah suatu

perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol

yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya

dan/atau untuk memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara.

Dalam kasus ini, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor V, dan Terlapor VI telah

gugur pada tahap evaluasi administrasi karena tidak menyerahkan jaminan

penawaran yang asli sehingga tindakan persekongkolan yang mereka lakukan

tidak berpengaruh untuk mengatur dan/atau menentukan Terlapor I sebagai

pemenang tender. Terlapor I dan Terlapor IV terbukti melakukan

persekongkolan akan tetapi tidak cukup bukti untuk membuktikan tindakan

mengatur dan menentukan pemenang tender. Terlapor VII melakukan

pembiaran dengan cara tidak melakukan evaluasi secara benar serta tidak

menggagalkan proses tender perkara a quo meskipun terdapat berbagai

macam indikasi persaingan usaha tidak sehat dan tindakan Terlapor VII

Universitas Sumatera Utara


121

tersebut memfasilitasi Terlapor I sebagai pemenang tender. Dalam hal ini

unsur mengatur dan menentukan pemenang tender terpenuhi.

6. Unsur Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

Berdasarkan Pasal 1 Angka 6 UU No. 5 Tahun 1999, persaingan usaha tidak

sehat adalah:

“Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan


atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur
atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.”
Pada perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020, ditemukan bahwa Pokja selaku

Terlapor VII melakukan tindakan Post Bidding. Hal ini dapat dilihat dari

tindakan Terlapor I yang melampirkan Daftar Personil Inti yang tidak sesuai

dengan dokumen pengadaan dimana dalam dokumen penawaran menawarkan

Zarli Yanto ST yang hanya memiliki sertfikat SKA Teknik Bangunan Gedung

Madya. Padahal dalam dokumen tersebut memiliki syarat harus memiliki dua

sertifikat. Terlapor I memperlihatkan dokumen sertifikat yang kedua pada saat

pembuktian kualifikasi. Oleh karena itu seharusnya Terlapor VII

menggugurkan Terlapor I, akan tetapi terlapor VII malah membiarkan

Terlapor I menambah isi dokumen penawaran sehingga Terlapor I lulus dalam

tahapan evaluasi dan menguntungkan Terlapor I sebagai pemenang tender.

Adapun tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Dalam hal ini,

unsur terjadinya persaingan usaha tidak sehat telah terpenuhi.

Berdasarkan analisa yang telah dipaparkan di atas, menurut Penulis, Majelis

Komisi telah tepat dalam membuktikan unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 22

Universitas Sumatera Utara


122

UU No. 5 Tahun 1999 dan telah sesuai dengan Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2010

Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Persekongkolan

Tender. Adapun unsur yang disetujui oleh Penulis adalah:

a. Unsur Pelaku usaha

Pelaku usaha yang dimaksud dalam Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 adalah

Terlapor I, yang dalam prakteknya merupakan peserta tender dan pemenang

Tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa.

b. Unsur Pelaku Usaha Lain

Pelaku usaha lain yang dimaksud dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020

adalah Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan Terlapor VI, yang

dimana dalam prakteknya merupakan peserta Tender Paket Pekerjaan

Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa.

c. Unsur Pihak yang terkait dengan Pelaku Usaha

Pihak yang terkait dengan pelaku usaha dalam perkara KPPU No. 04/KPPU-

L/2020 adalah Pokja Konstruksi-LXXXIX Biro Pengadaan Barang Dan Jasa

Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018.

d. Unsur Bersekongkol

Dalam kasus Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 terjadi persekongkolan

horizontal dan vertikal. Dalam perkara ini terdapat persekongkolan horizontal

yang dilakukan oleh Terlapor I, II, III, IV, V, dan VI. Hal ini dilihat dari adanya

kesamaan kesalahan pengetikan dalam dokumen para terlapor seperti kesalahan

pengetikan dalam surat kuasa Terlapor I dan Terlapor II

(selanjutyaselanjutnya), surat pernyataan tunduk kepada spesifikasi teknis dan

Universitas Sumatera Utara


123

surat pernyataan sanggup menyelesaikan pekerjaan tepat waktu Terlapor I dan II

(“dengan dengan””dengan”), surat pernyataan dukungan peralatan pendukung

dan bahan untuk pekerjaan beton Terlapor I dan Terlapor II dikeluarkan oleh

Perusahaan yang sama yaitu PT Sumbetri Megah dan terdapat kesalahan

pengetikan yang sama (PersusahaanPerusahaan dan mensupplay

mensupllay), Surat Pernyataan Kepemilikan Peralatan Pendukung dan Bahan

untuk Pekerjaan Beton antara Terlapor I dan Terlapor II mempunyai nomor surat

yang berurutan, adanya kesamaan kesalahan Penulisan (Blac List  Black List),

memiliki nomor waarmerking yang berurutan, tanggal dan notaris yang sama,

serta Dokumen Jaminan Penawaran Terlapor I dan Terlapor VI diterbitkan oleh

Perusahaan yang sama, yaitu PT Asuransi Rama Satria Wibawa Cabang Banda

Aceh dimana dokumen tersebut diterbitkan pada tanggal yang sama (08 Agustus

2018) dengan nomor surat yang berurutan.

Dalam tanggapannya, Terlapor I mengakui telah meminjam perusahaan Terlapor

II, IV dan V sehingga perusahaan tersebut dikendalikan oleh Terlapor I. Oleh

karena itu ditemukan adanya beberapa kesamaan kesalahan pengetikan dalam

dokumen para terlapor. Dan Terlapor VI juga melakukan peminjaman

perusahaan. Dalam persidangan, Terlapor V mengakui bahwa mereka mendapat

fee sebesar 1% untuk mengikuti tender dan Terlapor VI juga mengakui di

Persidangan bahwa imbalan untuk mengikuti tender adalah pembukaan kantor

cabang di Aceh apabila menang.

Dalam Kasus Perkara KPPU No. 04/KPPU-L/2020 terjadi persekongkolan

vertikal antara Terlapor I dengan Terlapor VII. Persekongkolan tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara


124

dilihat dari tindakan post bidding yang dilakukan Terlapor VII terhadap

Dokumen Penawaran Terlapor I, yang mana dalam Dokumen Pengadaan,

persyaratan personil inti untuk posisi site manager adalah memiliki Sertifikat

SKA Teknik Bangunan dan Sertifikat SKA Ahli K3-Konstruksi-Madya. Dalam

Dokumen Penawarannya, Terlapor I menawarkan Zarli Yanto ST untuk posisi

site manager yang hanya memiliki Sertifikat SKA Teknik Bangunan. Terlapor I

memperlihatkan Sertifikat SKA Ahli K3-Konstruksi-Madya kepada Pokja pada

saat pembuktian kualifikasi.

e. Unsur Mengatur dan Menentukan Pemenang Tender

Dalam kasus ini, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor V, dan Terlapor VI telah

gugur pada tahap evaluasi administrasi karena tidak menyerahkan jaminan

penawaran yang asli sehingga tindakan persekongkolan yang mereka lakukan

tidak berpengaruh untuk mengatur dan/atau menentukan Terlapor I sebagai

pemenang tender. Terlapor I dan Terlapor IV terbukti melakukan persekongkolan

akan tetapi tidak cukup bukti untuk membuktikan tindakan mengatur dan

menentukan pemenang tender. Terlapor VII melakukan pembiaran dengan cara

tidak melakukan evaluasi secara benar serta tidak menggagalkan proses tender

perkara a quo meskipun terdapat berbagai macam indikasi persaingan usaha

tidak sehat dan tindakan Terlapor VII tersebut memfasilitasi Terlapor I sebagai

pemenang tender. Dalam hal ini unsur mengatur dan menentukan pemenang

tender terpenuhi.

f. Unsur Terjadinya Persaingan Usaha Tidak Sehat

Universitas Sumatera Utara


125

Dalam dokumen penawaran Terlapor I ada persyaratan yang tidak dipenuhi, yaitu

daftar personil inti untuk posisi site manager. Akan tetapi, dalam evaluasi

tersebut Pokja tetap meloloskan Terlapor I dan malah membiarkan Terlapor I

menambahkan dokumen pada saat pembuktian kualifikasi. Adapun tindakan

yang dilakukan oleh Terlapor VII merupakan perbuatan melawan hukum dan

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.

Oleh sebab itu menurut Penulis, Majelis Komisi dalam memutuskan perkara

KPPU No. 04/KPPU-L/2020 sudah tepat, dimana Terlapor I dan Terlapor VII

dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pelanggaran terhadap

Pasal 22 UU No. 5/1999 serta menjatuhkan sanksi denda kepada Terlapor I sebesar

Rp 1.723.500.000. Adapun penjatuhan sanksi denda tersebut telah sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) huruf g UU No. 5/1999, yaitu

pengenaan denda minimal Rp 1.000.000.000.

E. Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat Serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka

Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Peraturan

Komisi No. 3 Tahun 2020

Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah mengeluarkan sebuah peraturan

mengenai relaksasi penegakan hukum dalam rangka mendukung program pemulihan

ekonomi nasional, yang dimana aturan ini mulai berlaku sejak 9 November 2020.

Relaksasi penegakan hukum adalah kebijakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

dalam mengoptimalkan upaya pencegahan dan perbaikan dugaan praktik monopoli

Universitas Sumatera Utara


126

dan persaingan usaha tidak sehat serta pelaksanaan kemitraan dalam rangka

pemulihan ekonomi nasional.

Tujuan dibentuknya peraturan ini adalah untuk mendukung program pemulihan

ekonomi dengan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan

ekonomi para Pelaku Usaha dalam menjalankan usahanya. Dalam pelaksanaan

peraturan ini terdapat beberapa prinsip yang dianut, yaitu :

1. Asas keadilan sosial;


2. Sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat;
3. Mendukung pelaku usaha
4. Menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta tata
kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5. Tidak menimbulkan moral hazard156.
Relaksasi diberikan kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria yang

ditentukan oleh KPPU. Beberapa bentuk relaksasi yang diberikan oleh KPPU adalah:

1. Relaksasi penegakan hukum terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan/atau


jasa dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Relaksasi ini diberikan untuk
pengadaan barang dan jasa yang ditujukan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan medis dan/atau penyediaan fasilitas penunjang penanganan Covid-
19. Misalnya seperti pengadaan obat, vaksin, pembangunan rumah sakit
darurat, penunjukan hotel/gedung untuk isolasi mandiri, atau pengadaan
kebutuhan medis/fasilitas penunjang penanganan Covid-19 lainnya serta
dalam rangka penyaluran bantuan sosial dan jaringan sosial pemerintah
kepada masyarakat.157

156
Moral hazard adalah suatu keadaan di mana adanya informasi asimetris atau informasi
yang tidak sempurna, yaitu ketika ada satu pihak memiliki informasi lebih banyak dibandingkan pihak
yang lain, karena pihak lain ini tidak dapat mengakses informasi tersebut. Istilah ini berasal dari abad
ke-17 dan secara luas digunakan oleh perusahaan asuransi Inggris pada akhir abad ke-19 oleh Dembe
dan Boden. Para Ahli Ekonomi akan menggunakan istilah ini untuk menggambarkan ketidakefisienan
yang dapat terjadi ketika risiko dipindahkan atau tidak dapat sepenuhnya dievaluasi, daripada deskripsi
tentang etika atau moral dari pihak yang terlibat. Tokopedia Kamus Keuangan, Moral Hazard, diakses
dari https://kamus.tokopedia.com/m/moral-hazard, Pada 13 April 2021.
157
Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2020 Tentang Relaksasi Penegakan Hukum Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka
Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Pasal 5 Ayat (2)

Universitas Sumatera Utara


127

2. Relaksasi penegakan hukum atas rencana perjanjian, kegiatan dan/atau


mengunakan posisi dominan yang bertujuan untuk penanganan Covid-19
dan/atau meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya. Relaksasi ini diberikan setelah pelaku usaha
mengajukan permintaan tertulis kepada KPPU. Atas permintaan tersebut,
KPPU akan melakukan analisis atas rencana perjanjian, kegiatan dan/atau
penggunaan posisi dominan dan memberikan keputusan paling lambat 14 hari
sejak permintaan tersebut diterima oleh KPPU.
Pemberian relaksasi terhadap pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan

mengoptimalkan upaya pencegahan dan perbaikan dengan menyerahkan proses

pengadaan barang dan jasa tersebut sepenuhnya kepada Pemerintah dengan tetap

memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat. 158 Pihak yang terkait dalam

pengadaan barang dan jasa yang sudah memenuhi kriteria yang diatur dalam Pasal 5

Ayat (2) Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2020 tidak perlu mengajukan permintaan

secara tertulis kepada KPPU untuk mendapatkan relaksasi penegakan hukum.

Apabila terdapat penanganan bentuk kegiatan atau dugaan pelanggaran yang

masih berjalan oleh KPPU, namun memenuhi ketentuan relaksasi tersebut dan belum

masuk Sidang Majelis Komisi, maka berlaku ketentuan yang menguntungkan bagi

pelaku usaha. Berbagai relaksasi tersebut diberikan sampai dengan peraturan tersebut

dicabut atau tidak dibutuhkan lagi. KPPU berharap dalam pemberian berbagai

relaksasi ini dapat memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dalam masa pemulihan

ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 dengan tetap memperhatikan kaidah

persaingan usaha yang ada.159

158
KPPU, “FAQ Relaksasi Penegakan Hukum”, diakses dari https://kppu.go.id/faq-relaksasi-
penegakan-hukum/, Pada 20 Mei 2021.
159
KPPU, “KPPU Berikan Relaksasi Penegakan Hukum untuk Mendukung Pemulihan
Ekonomi Nasional”, diakses dari https://kppu.go.id/blog/2020/11/relaksasi-pemulihan-ekonomi/, Pada
20 Mei 2021

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka Penulis dapat

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Persekongkolan tender merupakan suatu kegiatan yang dilarang untuk

dilakukan dalam hukum persaingan usaha. Pengaturan persekongkolan tender

diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang mana ketentuan

Pasal 22 tersebut telah diubah dalam Putusan MK No. 85/PUU-XIV/2016.

KPPU sebagai lembaga yang berwenang menegakkan hukum persaingan

usaha juga mengeluarkan sebuah pedoman tentang Pasal 22, yaitu Peraturan

KPPU No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Persekongkolan tender juga diatur dalam pedoman OECD. Lembaga yang

berwenang merumuskan kebijakan di bidang pengadaan barang dan jasa

adalah LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dan

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara elektronik melalui LPSE

(Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Pengaturan larangan persekongkolan

tender dalam hukum persaingan usaha sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari

penegakan hukum terkait persekongkolan tender yang sudah banyak diperiksa

dan diputus oleh KPPU.

128

Universitas Sumatera Utara


129

2. Sistem pengadaan barang dan jasa yang digunakan dalam Tender Paket

Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional Langsa adalah

sistem pengadaan secara elektronik dengan menggunakan metode lelang

elektronik atau E-Lelang. Sistem pengadaan secara elektronik adalah aplikasi

pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang dikembangkan oleh LKPP

dan diterapkan pada kementerian/lembaga/perangkat daerah di seluruh

Indonesia. Pokja mengumumkan tender paket pembangunan rumah sakit

tersebut melalui website: https://lpse.acehprov.go.id. Pada saat pelaksanaan

pengadaan pembangunan rumah sakit regional Langsa terjadi perubahan

regulasi yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa (Peraturan

Presiden No. 54/2010  Peraturan Presiden No. 16/2018) dan perubahan

aplikasi SPSE dari versi 3.0 menjadi versi 4.0. Dalam aplikasi SPSE versi 4.0

tersebut sudah terdapat template namun belum sepenuhnya mengakomodir isi

Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 sehingga Pokja masih belajar dan

menyesuaikan kembali dokumen pengadaan. Dengan adanya perubahan

regulasi ini seharusnya diberikan jangka waktu sehingga Pokja dapat

mempelajari dan menyesuaikan mekanisme pengadaan barang/jasa.

3. Majelis Komisi telah tepat dalam membuktikan unsur-unsur yang terdapat

dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 dan telah sesuai dengan Peraturan

Komisi No. 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Persekongkolan Tender. Dalam Kasus Perkara KPPU No.

04/KPPU-L/2020, Terlapor VII telah terbukti melakukan tindakan post

bidding terhadap Dokumen Penawaran Terlapor I yang mana dalam Dokumen

Universitas Sumatera Utara


130

Pengadaan, persyaratan personil inti untuk posisi site manager adalah

memiliki Sertifikat SKA Teknik Bangunan dan Sertifikat SKA Ahli K3-

Konstruksi-Madya. Dalam Dokumen Penawarannya, Terlapor I menawarkan

Zarli Yanto ST untuk posisi site manager yang hanya memiliki Sertifikat

SKA Teknik Bangunan. Terlapor I memperlihatkan Sertifikat SKA Ahli K3-

Konstruksi-Madya kepada Pokja pada saat pembuktian kualifikasi. Oleh

sebab itu menurut Penulis, Majelis Komisi dalam memutuskan perkara KPPU

No. 04/KPPU-L/2020 sudah tepat, dimana Terlapor I dan Terlapor VII

dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan pelanggaran

terhadap Pasal 22 UU No. 5/1999 serta menjatuhkan sanksi denda kepada

Terlapor I sebesar Rp 1.723.500.000. Penjatuhan sanksi denda tersebut telah

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) huruf g UU No.

5/1999, yaitu pengenaan denda minimal Rp 1.000.000.000.

B. Saran

Sehubungan dengan Penulisan ini, Penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Dengan adanya perubahan ketentuan Pasal 22 dalam Putusan MK No.

85/PUU-XIV/2016 mengenai pihak lain maka perlu dilakukan revisi terhadap

UU No. 5 Tahun 1999 untuk menyesuaikan ketentuan tersebut serta KPPU

melakukan revisi terhadap Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Persekongkolan

Tender.

2. Pokja sebagai pihak penyelenggara dalam pengadaan barang dan jasa agar

lebih teliti dalam melakukan evaluasi dokumen pengadaan dimana dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara


131

ketelitian untuk memeriksa kelengkapan berkas para peserta dan harus

membandingkan dokumen pengadaan antar peserta tender. Hal ini dilakukan

untuk mencegah terjadinya persekongkolan antar peserta tender.

3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha melakukan revisi terhadap produk hukum

KPPU terkait pedoman pasal-pasal dalam UU No. 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana

diperintahkan oleh UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan PP No.

44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu peraturan KPPU yang harus direvisi

adalah Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2009 tentang Pedoman Tindakan

Administratif dimana dalam UU Cipta Kerja dan turunannya menghapus

ketentuan penjatuhan sanksi denda maksimal Rp 25.000.000.000.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Agus Kasiyanto, Tindak Pidana Korupsi Pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa,

Jakarta: Prenadamedia Group, 2018.

Arsana, I Putu Jati, Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,

Yogyakarta: Deepublish, 2016.

Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, Tangerang Selatan: UNPAM PRESS, 2018.

Citrawan, Fitrah Akbar, Hukum Persaingan Usaha (Penerapan Rule of Reason dalam

Penanganan Praktik Kartel), Yogyakarta: Suluh Media, 2017.

H. Ishaq, Metode Penelitian Hukum, Bandung: ALFABETA BANDUNG, 2016.

Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta,

Kencana, 2008.

Lubis, Andi Fahmi, dkk, Hukum Persaingan Usaha, Jakarta Pusat: KPPU, 2017.

Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2009.

Meyliana, Devi, Hukum Persaingan Usaha, Malang: Setara Press, 2013.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2004.

Nadapdap, Binoto, Hukum Acara Persaingan Usaha Pasca Putusan Makahmah

Konstitusi, Jakarta: Kencana, 2020.

Nugroho, Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan

Praktik serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Kencana, 2012.

Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Jakarta: Kencana, 2014.

132

Universitas Sumatera Utara


133

Rokan, Mustafa Kamal, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Prakteknya di

Indonesia, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011.

Sirait, Ningrum Natasya, Hukum Persaingan di Indonesia, Medan: Pustaka Bangsa,

2011.

Siswanto, Arie, Hukum Persaingan Usaha/, Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004.

Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Jakarta Timur: Sinar

Grafika, 2012.

Suteki, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat, Teori dan Praktik, Depok: PT

Rajagrafindo Persada, 2018.

Usman, Rachmadi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2013.

Wibowo, Destivano dan Sinaga, Harjon, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2005.

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta: PT

RajaGrafindo, 2000.

2. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Tata

Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2010 Tentang

Pedoman Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Universitas Sumatera Utara


134

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Tentang Larangan

Persekongkolan dalam Tender.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2020 Tentang

Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat Serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan Dalam Rangka Mendukung

Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2009 Tentang

Pedoman Tindakan Administratif Sesuai Ketentuan Pasal 47 UU No. 5 Tahun

1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengajuan

Keberatan Terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Larangan Praktek

Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Presiden No. 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha 04/KPPU-L/2020.

Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 12/KPPPU-L/2015.

Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XIV/2016.

Universitas Sumatera Utara


135

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

3. Jurnal

Bakti, Surya, dkk, Eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penanganan

Persekongkolan Tender Perspektif Hukum Positif Indonesia, Pagaruyuang

Law Jurnal, Vol. 3 No. 2, 2020.

Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan Barang/Jasa Secara

Elektronik, Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, Pengawasan,

Pengaduan, Sanksi, dan Pelayanan Hukum, April 2018.

OECD, OECD Principles For Integrity In Publik Procurement, 2009.

OECD, Pedoman untuk Mengatasi Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Publik,

2009.

Panggraita, Nimas Linggar, Penerapan Pendekatan Rule of Reason dalam

Penyelesaian Perkara Persekongkolan Tender Berdasarkan Hukum Persaingan

Usaha di Indonesia, Jurnal Idea Hukum, Vol. 5 No. 2, 2019.

Purwadi, Ari, Praktik Persekongkolan Tender Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah, Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol. 2 No. 2, 2009.

Reginasti, Utami, Tinjauan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Sistem

Pengadaan Barang/Jasa Elektronik, “Jurnal Pengadaan”, Vol. 1 No. 2, April

2018.

Universitas Sumatera Utara


136

Simbolon, Alum, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Melaksanakan Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Mimbar

Hukum, Vol. 24 No. 3, Oktober 2012.

4. Website

Alisah, Siti, Sejarah Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diakses dari

https://ilmu.lpkn.id/2021/02/22/sejarah-peraturan-pengadaan-barang-jasa-

pemerintah, (09 April 2021).

Eproc LKPP, LPSE “Awal Hingga Kini”, diakses dari

https://youtu.be/7qnXqCaPeuo, (22 April 2021).

Gamas, Christian, Pengguna Anggaran pada Kementerian

Negara/Lembaga/Pemerintah Daerah, diakses dari

http://christiangamas.net/siapa-pengguna-anggaran-pada-kementerian-negara-

lembaga-pemerintah-daerah, (03 April 2021).

Hartomo, Giri, Anggaran Pengadaan Barang dan Jasa Capai Rp1.214 Triliun di

2021, diakses dari https://ekbis.sindonews.com/ anggaran pengadaan barang

dan jasa capai rp1214 triliun di 2021, (07 Maret 2021).

Hasanah, Sovia, Arti Penafsiran Hukum Argumentum A Contrario, diakses dari

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/arti-penafsiran-hukum-

iargumentum-a-contrario, (07 April 2021).

IMF, Sekilas tentang IMF, diakses dari

https://www.imf.org/id/About/Factsheets/IMF-at-a-Glance, (22 April 2021).

Universitas Sumatera Utara


137

IQSI, Letter of Intent – Fungsi dan Status, diakses dari https://iqsi.org/letter-of-intent-

fungsi-dan-status, (22 April 2021).

Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://kbbi.web.id/

Kurniadi, Dedy, Ketentuan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat Pasca UU Cipta Kerja (Omnibus Law), diakses dari

https://dedykurniadi.com/ketentuan larangan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat pasca uu cipta kerja omnibus law.html , (20

April 2021).

LKPP, Sejarah dan Latar Belakang LKPP, diakses dari www.lkpp.go.id, (04 April

2021).

LPSE, Sistem Pengadaan Secara Elektronik, diakses dari

https://lpse.kominfo.go.id/eproc4/publik/tentangkami, (23 April 2021).

Paralegal.id, Transaksi Elektronik, diakses dari

https://paralegal.id/pengertian/transaksi-elektronik, (03 April 2021).

Penerapan Prinsip Pengadaan, diakses dari

https://pengadaan.kemdikbud.go.id//peenerapan prinsip dasar pengadaan

bagian 1, (09 April 2021).

Pramesti, Tri Jata Ayu, Arti Putusan yang Final dan Mengikat, diakses dari

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56fe01b271988/arti-

putusan-yang-final-dan-mengikat, (26 April 2021).

Rahmah, Nidaur, Mengenal Kontrak Payung: Syarat, Tujuan, dan Kelebihannya,

diakses dari https://www.pengadaanbarang.co.id/2019/07/kontrak-

payung.html#:~:text=Kontrak Payung Framework Contract adalah perjanjian

Universitas Sumatera Utara


138

dengan satu, untuk dilakukan transaksi pembelian selama masa perjanjian

berlaku, (23 April 2021).

Redaksi PUBinfo, LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa), diakses dari

https://pubinfo.id/instansi-255-lkpp--lembaga-kebijakan-pengadaan-barang--

jasa-pemerintah.html, (04 April 2021).

Rudihartono, Pengertian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diakses dari

https://ilmu.lpkn.id/2021/02/26/pengertian-pengadaan-barang-jasa-

pemerintah, (31 Maret 2021).

Sekilas Tentang OECD, diakses dari https://www.ajarekonomi.com/2016/08/sekilas-

tentang-organisation-for.html, (06 April 2021).

Tanoto, Uri, Mengenal Conflict of Interest/Konflik Kepentingan di Perusahaan,

diakses dari https://www.jojonomic.com/blog/conflict-of-interest-2/, (01 Mei

2021).

Tokopedia Kamus Keuangan, Moral Hazard, diakses dari

https://kamus.tokopedia.com/m/moral-hazard, (13 April 2021).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai