TESIS
Oleh:
(Anonim)
v
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt yang telah
memberikan hikmat dan akal budi serta bimbingan yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tesis ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya yang selalu
dalam penulisan tesis ini. Melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu serta dukungan dan motivasi
untuk menyelesaikan tesis ini. Hormat dan terimakasih penulis tujukan kepada :
1. Allah SWT, tuhan semesta alam atas semua hidayah dan karunia-Nya sehingga
Sriwijaya
3. Ibu Dr. Hj. Nashriana, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister
Ilmu Hukum, terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya
vi
4. Bapak Dr. M. Syaifuddin , S.H., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik dan
Pembimbing Kedua. Terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah
diberikan.
5. Bapak Dr. H. KN. Sofyan S.H., M.H., selaku pembimbing Utama, Terima kasih
6. Bapak Dr. Mada Apriandi Zuhir, S.H., M.CL, selaku Wakil Dekan I Fakultas
7. Bapak Dr. Ridwan, S.H, M.H., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Di
Universitas Sriwijaya.
8. Bapak Drs. Murzal, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Di
Universitas Sriwijaya.
10. Segenap karyawan Magister Hukum Universitas Sriwijaya, Mba Putri, Kak
Andre, dan lain-lain yang telah membantu penulis dalam urusan akademik.
11. Kedua orangtuaku Ayah Edy Susianto, S.H.,M.H dan Ibu Elmiyati Am.Keb
yang senantiasa mendoakan dan tak henti memberikan semangat serta dorongan
kepada penulis baik secara materil maupun Moril sehingga penulis dapat
Raffi Al-Kautsar yang selalu ada saat penulis membutuhkan bantuan dan
vii
13. Kekasih hatiku Mohammad Aldiansyah Putra Hamid, yang selalu memberikan
support dan motivasi, yang selalu berusaha menjadi moodbooster agar saya
14. Teman-teman Seperjuangan Sadana, Siti Nur Zhafirah, Mba Oktapira Pratiwi,
Serli, Nur Intan Akuntari, Zhelin, Kak Bia Mangkudilaga, Diki Zulkarnain, Kak
15. Sahabatku Wasqita Putri Agustina, Mufidha Puspa Ditha, Anisa Byrulia, Alfi
Angkatan 2019
Semoga segala kebaikan yang telah diberkan akan mendapat berkah Allah
SWT. Harapan penulis kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… ii
PERNYATAAN………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI………………………………………………………………...…. ix
ABSTRAK………………………………………………………………...……. xii
ABSTRACT………………………………………………………………...……. xiii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………. 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………… 12
D. Kerangka Teori…………………………………………………….... 15
E. Definisi Konseptual…………………………..………………….. 47
F. Metode Penelitian ……..………………………………………….. 49
1. Jenis Penelitian………………………………………………… 49
2. Pendekatan Penelitian………………………………………… 50
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum…………………………….. 52
4. Teknik Analisis Bahan Hukum…………………………………. 53
5. Teknik Penarikan Kesimpulan………..……………………… 54
A. Wakaf…………………………………………….…………………. 55
1. Pengertian Wakaf………………..………………………………. 55
2. Dasar Hukum Wakaf………………..………………..…………. 59
ix
3. Rukun dan Syarat Wakaf………………..………………………. 64
4. Macam-Macam Wakaf…………………..………………………. 77
5. Wakaf Tanah………………..……………………………………. 81
B. Penyelesaian Sengketa………………………………………………. 87
1. Penyelesaian Sengketa Menurut Hukum Islam………………. 87
2. Penyelesaian Sengketa Menurut Hukum Positif………………. 90
3. Cara Penyelesaian Sengketa……………………………………. 92
x
C. Akibat Hukum Tanah Wakaf yang Dikuasai oleh Pihak Ketiga
Putusan Pengadilan Agama Kediri Nomor
425/Pdt.G/2019/PA.Kdr……………………………………………. 184
1. Akibat Hukum Terhadap Para Pihak ………………………… 184
2. Akibat Hukum Terhadap Para Tanah Wakaf Yang Disengketakan
…………………….…………………….……….188
A. Kesimpulan……………………………………………………… 192
B. Saran…………………………………………………..………... 193
xi
xii
ABSTRACT
Waqf is one way that can be used to get the right to ownership of land. This
research will discuss the Settlement of Waqf Land Disputes Controlled by Third Parties
(Study of the Kediri Religious Court Decision Number 425/Pdt.G/2019/PA.Kdr).
Furthermore, this research is normative juridical research, which conducts an
assessment of the problem through analyzing written law from various aspects such as
the scope of the material, theory, legislation, and others. In addition, this study aims to
explain the reasons for the causes of waqf land controlled by third parties and analyze
the Court Decision Number 425/Pdt.G/2019/PA.Kdr), whether it is under legal
provisions that are fair, beneficial, and with legal certainty or not. In conclusion, this
study found several facts that the problem occurred because of an interest or need
followed by a claim, namely a third party felt that the waqf land was his right so that
there was control through a forced claim on the land. In addition, Nazir's lack of
supervision over waqf land ended in problems in the relationship. Furthermore, there
were problems encountered in the legal considerations of the Kediri Religious Court
Decision Number 0425/Pdt.G/2019/PA.Kdr regarding waqf so that the judge gave
several considerations in the decision. That aims to provide a sense of justice, benefit,
and legal certainty between the two litigants. Finally, the legal consequence of waqf
land in the Kediri PA Decision Number 0425/Pdt.G/2019/PA.Kdr is that the judge does
not ratify the waqf, so that the status of waqf returns to land in accordance with the
provisions of the applicable inheritance law.
Keyword: Waqf, Land Tenure, Third Party
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi semesta alam) telah mengatur
hal yang terkait dengan kehidupan manusia ( baik muslim maupun non muslim).
Sebagai agama yang rahmatan lil’alamin Islam telah mewarnai berbagai aspek
satu aspek tersebut ialah aspek hukum yang didalamnya terdapat pembahasan
cara menahan pokoknya (tahbis al ashli) dan memberikan hasil atau manfaatnya
menahan barang yang telah diwakafkan dari berbagai transaksi bersifat memindahkan
hak seperti jual beli, hibah dan sebagainya. Sedangkan penggunaan serta
1
Jamaluddin Mahasari, Pertanahan Dalam Hukum Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2008),
Cetakan ke-1, hlm. 1-2
1
2
dan maslahat sesuai dengan kehendak wakaf yang telah dituangkan dalam ikrarnya
mendapatkan perolehan dan peralihan hak atas tanah sebagai pengakuan eksitensi hak
milik tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, infak,
Wakaf merupakan sebagai salah satu cara mendapatkan hak kepemilikan atas
tanah sudah ada sejak islam masuk ke Indonesia. Dilihat dari keberadaannya, asal usul
wakaf tanah dari hukum islam yang diberlakukan sebagai hukum nasional. Negara
Republik Indonesia menganut asas Pancasila terdapat dalam sila 1 yaitu “Ketuhanan
Yang Maha Esa” dengan makna bahwa memberikan hak kepada rakyatnya untuk
ibadah kepada allah selain itu memiliki fungsi sosial. Oleh karena itu, wakaf adalah
salah satu usaha yang dapat mewujudkan serta memelihara “hablum min allah dan
hablum min an-nas”. Fungsi wakaf sebagai ibadah ialah sebagai bekal bagi kehidupan
wakif (orang yang berwakaf) di kemudian hari karena wakaf termasuk bentuk amal
2
Mukhlisin Muzaire, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat (Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor), (Kementerian Agama RI,
2010), Cetakan-1, hlm. 2
3
bermanfaat.3 Dapat dilihat dalam surah Al-Baqarah ayat 261 Allah berfirm
kesepakatan para ahli hukum memandang wakaf sebagai masalah dalam hukum adat
Indonesia. Hal ini disebabkan lembaga wakaf telah mendapatkan penerimaan di dalam
Mengenai pengertian wakaf dapat dilihat dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
215 ayat 5 bahwa “wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau
3
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis
Yurisprudensi Dengan Pendekatan Ushuliyah ( Jakarta: Prenada Media Group, 2010), Cetakan ke-3,
hlm. 409
4
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Dan Terjemahnya, Juz 3, (Jakarta: Pelita
II,1974), hlm. 65
5
Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) hlm. 72
4
badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya
untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam6. Benda milik yang dimaksud tidak hanya benda bergerak tetapi
juga benda tidak bergerak (tetap) asalkan memiliki nilai serta daya tahan yang tidak
hanya sekali pakai. Ketentuan dalam Pasal 215 angka 4 Kompilasi Hukum Islam
menentukan bahwa “benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak maupun
tidak bergerak yang memiliki daya tahan tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut
ajaran Islam.”
Sebagian besar obyek perwakafan adalah tanah, maka untuk melindungi wakaf
tanah wakaf. Maka dari itu pemerintah menerapkan Peraturan Pemerintah Nomor 28
Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, di dalam peraturan tersebut menganut
asas Al-Qur’an serta Sunah Rasul. Sebelum dikeluarkan peraturan pemerintah keadaan
tanah wakaf belum jelas seperti mengenai jumlahnya, bentuknya penggunaannya serta
2004 tentang Wakaf selanjutnya disingkat UU Wakaf adalah praktik wakaf yang ada
di masyarakat belum terlaksana secara tertib dan efisien, seperti harta benda wakaf
tidak terpelihara dengan baik, terlantar, bahkan beralih ke tangan pihak ketiga secara
6
Kompilasi Hukum Islam Pasal 215
5
melawan hukum.7. Selain itu, karena tidak adanya ketertiban pendataan yang jelas,
banyak benda wakaf yang tidak diketahui datanya dan tidak terurus bahkan wakaf
masuk dalam siklus perdagangan. Keadaan demikian ini tidak sesuai dengan maksud
wakaf, sebab tidak jarang sangketa wakaf terpaksa harus diselesaikan di Pengadilan.8
sangketa melalui musyawarah, mediasi, arbitrase dan jalan terakhir melalui pengadilan,
pada dasarnya penyelesaian sangketa wakaf adalah dengan cara musyawarah dapat
(2) Apabila cara penyelesaian sangketa sebagai mana dimaksud ayat 1 tidak berhasil,
agamis atau dengan rasa saling percaya, yaitu wakif hanya menyerahkan tanah wakaf
kepada seorang nazhir tanpa dibarengi dengan adanya pembuatan Akta Ikrar Wakaf
(AIW) atau sejenisnya. Keadaan ini menjadikan tanah yang telah diwakafkan tidak
memiliki dasar hukum, sehingga jika kemudian hari terjadi permasalahan mengenai
hak kepemilikan tanah wakaf maka akan mengalami kesulitan dalam pembuktiannya.
Terdapat juga perkara lain yang sering menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan
7
Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm. 58
8
Abdul Ghofur, Hukum dan Praktif Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar
Media,2005) hlm. 1
6
wakaf di Indonesia yaitu dimintanya kembali tanah wakaf oleh ahli waris wakif dan
tanah wakaf dikuasai turun temurun yang penggunaannya menyimpang dari akad
wakaf. Perkara tersebut biasanya timbul ketika ahli waris wakif setelah wakif tersebut
meninggal dunia. Namun, khusus untuk wakaf tanah ketentuan dalam pembuatan akta
ikrar telah menghapuskan kepemilikan hak atas tanah yang telah diwakafkan, maka
dari itu tanah yang telah diwakafkan tidak dapat ditarik kembali.
Pada hakikatnya benda yang telah diberikan untuk wakaf tidak dapat dilakukan
“Sesungguhnya tanah wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan
“Pada dasarnya terhadap tanah milik yang telah diwakafkan tidak dapat
berbunyi:
7
Agar permasalahan mengenai wakaf tidak terjadi maka institusi yang bertugas
mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf adalah Menteri Agama. Selain Menteri Agama
Badan Wakaf Indonesia. Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia bekerja sama
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan wakaf. Selain itu Menteri Agama
dan Badan Wakaf Indonesia dapat berkerja sama dengan Organisasi Masyarakat,
Badan Internasional, para ahli dan serta pihak yang memiliki memiliki kepentingan
wakaf.9.
9
Jaih Mubarok, Op. Cit. hlm. 169
8
Gayam, Mojoroto Kediri pernah hidup suami istri yang bernama H. Imam Mukti dan
Umi Kultsum. Dari pernikahannya H. Imam Mukti dan Umi Kultsum dikarunia 4
(empat) orang anak kandung yang bernama Tafsir bin H. Imam Mukti, Moebin bin H.
Imam Mukti, Masringah binti H. Imam Mukti, Bitah binti H. Imam Mukti. Moebin
memiliki anak yang bernama Achmad Zainal Abidin dan cucu yang bernama Ali
Hasan. Sedangkan Bitah memiliki suami bernama Rosyidi dan anak yang bernama
Badrun.
9
Sekitar tahun 1940, semasa hidup H. Imam Mukti mengikrarkan dua harta
wakaf yang terletak di Dusun Ngembak Kulon RT. 06 RW. 01 Kelurahan Gayam,
1. Sebuah bangunan mushalla yang diberi nama Ash Shabawi (nama kecil H.
Imam Mukti);
Walaupun pada saat itu (sekitar tahun 1940), belum diterbitkan peraturan
perundang-undnagan apapun tentang wakaf, ikrar wakaf yang dilakukan oleh H. Mukti
selaku wakif adalah sah dan dibenarkan menurut hukum, bahkan sesuai dengan
dan istrinya Umi Kultsum meninggal dunia, sehingga keempat anaknya membagi harta
waris yang ditinggalkan tanpa membagi kedua harta wakaf yang telah diikrarkan. Data
yuridis kedua harta wakaf tertulis atas nama 2 (dua) orang anak kandungnya untuk
Shabawi tertulis nama Bitah (anak terakhir wakif) dalam Letter C no Kohir 104, persil
2a, kelas desa d.I, sedangkan sebidang tanah kering atau darat kosong tertulis atas nama
Moebin dalam letter C nomor kohir 234, persil 2, kelas desa d II, dengan posisi tanah
hak Moebin berada di sebelah timur tanah hak Bitah, dan memiliki batas yang lurus.
10
wakif menjadi takmir pertama mushalla Ash Shabawi tanpa mengubah status objek
wakaf. Lalu Moebin meninggal takmir kedua mushalla Ash Shabawi digantikan oleh
Rosyidi (suami sah Bitah) dan juga tidak mengubah status wakaf mushalla Ash
Shabawi dan Tanah kosong untuk dibangun madrasah mendatang, sesuai amanah
wakif.
Sekitar tahun 1970 Rosyidi meninggal dunia, Badrun yang merupakan anak
sulung Rosyidi dan Bitah mulai mendirikan rumah tembok permanen seluas 142 M2
diatas sebagian objek wakaf sebidang Tanah Kering atau Darat Kosong yang untuk
sehingga diperingatkan oleh seluruh keluarga besar H. Imam Mukti namun Badrun
Pada tahun 1991 Ahmad Zaid anak kandung dari Badrun menjabat sebagai
sekretaris nazhir mushalla ash shabawi melakukan Perbuatan Melawan Hukum yaitu
dengan tanpa sepengetahuan nazhir yang lain bahkan menggunakan nama bendahara
nazhir telah memalsukan tanda tangan dari ahli waris Moebin yang bernama H.
Achmad Zainal Abidin (anak kandung Moebin) dan Drs. Ali Hasan ( cucu kandung
Pemasangan Tugu Batas untuk dasar pengajuan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
terhadap UU Wakaf Pasal 40 yang melarang harta benda yang sudah diwakafkan untuk
Berdasarkan uraian diatas penulis dengan hal ini ingin membahas penelitian
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam tesis
sengketa tanah wakaf yang dikuasai oleh pihak ketiga apakah telah sesuai
hukum?
3. Bagaimana akibat hukum tanah wakaf yang dikuasai oleh pihak ketiga
1. Tujuan Penelitian
ini adalah:
sengketa tanah wakaf yang dikuasai oleh pihak ketiga telah sesuai ketentuan
c. Untuk menganalisis akibat hukum tanah wakaf yang dikuasai oleh pihak
2. Manfaat Penelitian
antara lain:
13
a. Manfaat teoritis
Sriwijaya.
b. Manfaat Praktis
2) Bagi Wakif
3) Bagi Nazhir
14
dan berkepastian.
6) Bagi Masyarakat
D. Kerangka Teori
1. Grand Theory
Grand Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tujuan hukum.
Grand Theory tentang tujuan hukum akan dikaji berdasarkan teori tujuan hukum
15
menurut hukum islam dan teori tujuan hukum menurut hukum barat. Teori tujuan
kepada seluruh umat manusia dalam kehidupan dunia maupun diakhirat. Tujuan
kemanfaatan ini sesuai dengan prinsip umum Al-Qur’an : a. Al-Asl al-manafi al-hall
dengan tujuan hukum barat menurut Gustav Radburch terdapat tiga teori tujuan hukum
(rechtssichherkeit).11 Ketiga nilai dasar tersebut tidak selalu berada dalam hubungan
yang serasi (harmonis) satu sama lain, melainkan saling berhadapan, bertentangan satu
sama lain. Dalam menjalankan ketiga tujuan hukum harus menggunakan asas prioritas.
awalnya bahwa ide dasar hukum secara bersama-sama, namun setelah berkembang
bahwa kita harus menggunakan asas prioritas, dimana prioritas pertama keadilan,
kedua kemanfaatan, yang terakhir adalah kepastian hukum. Kepastian dan kemanfaatan
10
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
termasuk interpretasi Undang-Undang (legalsprudence), (Jakara: Kencana Perdana Media Group, Cet
ke-1, 2009), hlm 213
11
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum, ( Jakarta: Raja Grafindo, 2012),hlm. 123
16
tidak boleh bertentangan dengan keadilan, juga sebaliknya kepastian hukum tidak
masyarakat luas. Gustav Radbruch menuturkan bahwa adanya skala prioritas yang
dan terakhir barulah kepastian hukum. Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana
sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara setiap individu
Menurut pendapat Jean van Kan dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot
de reschts wetenschap” dikutip dari pendapat Ahmad Ali yang mendefinisikan bahwa
tujuan dari hukum terhadap kepentingan orang dalam masyarakat dapat dikaji melalui
1. Sudut pandang ilmu hukum positif normative atau yuridis dogmatic, tujuan
2. Sudut pandang filsafat hukum, tujuan hukum di titik beratkan pada segi
keadilan;
12
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Jurisprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana Perdana Media Group,
Cetakan Ke-I) hlm. 212
17
3. Sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum di titik beratkan pada segi
kemanfaatan (utilitisme).13
Sedangkan Rudolf Von Jhering mengatakan bahwa tujuan hukum ialah untuk
yang menegaskan law is tool of social engineering yang artinya tujuan hukum sebagai
alat untuk membangun masyarakat.15 Teori yang berkenaan dengan teori tujuan hukum
dalam penelitian ini berkaitan dengan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.
menggunakan konsep umum tujuan hukum yang sama dengan negara-negara barat
yang menggunakan sistem hukum civil law yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian.
Tetapi lebih dominan bercorak legalistic yang menekankan pada aspek hukum tertulis
yang berorientasi pada kepastian. Dengan demikian, pada hakikatnya suatu hukum
harus memiliki tujuan yang di dalamnya mengandung unsur keadilan, kemanfaatan dan
13
Lukman Santoso Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Sejarah, Pengertian, Konsep
Hukum, Aliran Hukum dan Penafsiran Hukum, (Malang: Setara Press, 2016), hl. 76-77
14
Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983),
hlm. 11
15
Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2006), hlm. 11
18
terdapat satu unsur atau dua unsur melainkan harus terpenuhi ketiganya.
a. Teori Keadilan
bahwa Allah itu adil, segala tindakan Allah SWT adalah adil dan bukan
setiap keadilan harus dilakukan oleh Allah sehingga nilai keadilannya ialah
SWT lah yang menjadi tolak ukur keadilan. Sedangkan menurut kaum
16
Dikutip dalam Jurnal Rendra Widyakso S.H, Konsep Keadilan Menurut Al-Qur’an,
(Pengadilan Agama Purworejo Jawa Tengah, 2019)
19
perbedaan;
seharusnya telah merasuk kedalam jiwa yang paling dalam dari setiap
17
AA. Qadri, Sebuah Potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan
Muslim, (Yogyakarta: PLP2M, 1987), hlm 1
18
Madjid Khadduri, Teori Keadilan Prespektif Islam, (Surabaya, Risalah Gusti, 1999), hlm.
119-201
20
substansi)
(keadilan procedural).
aspek inti atau internal dari suatu hukum dimana segala perbuatan yang
wajib pasti adil. Hal ini dikarenakan sebagai firman Allah SWT dan
yang beriman.
yag ada dibenak Aristoteles ialah distribusi dan barang berharga lain
19
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Prespektif Historis, (Bandung: Nuansa dan
Nusamedia, 2004), hlm. 24
20
Pan Mohammad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi Volume 6 Nomor
1, 2009, hlm. 135
21
Pan Mohammad Faiz, Ibid, hlm. 139
22
satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat
22
Ibid
23
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
23
yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan bagi
timbal balik.24
b. Teori Kemanfaatan
24
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien
(Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 7
24
memberi manfaat.25
keturunan dan harta mereka, sesuai urutan tertentu yang terdapat dalam
25
Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 116
26
Ibid, Dahlan, Tamrin, hlm. 116
27
Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqasid Syari’ah menurut Al-Syatibi, (Jakarta; PT Raja
Grafindo Persada, 1996), hlm. 61
28
Kemal Muhtar, Maslahah sebagai dalil Penetapan Hukum Islam Rekontruksi Metodologi
ilmu-ilmu Keislaman, (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hlm. 228
25
dengan sebaik-baiknya.
perbuatan terlarang.
29
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
termasuk interpretasi Undang-Undang (legalsprudence), (Jakara: Kencana Perdana Media Group, Cet
ke-1, 2009), hlm 213
26
tanggung jawab kepada pihak atau orang yang melakukan apakah itu
peraturan berpendapat:
tidak seorang pun bernilai lebih (Everybody to count for one, no body
Jhon Stuar Mill salah satu tokoh penganut asas Utilisme selain
manusia dalam jumlah banyak. Syarat utama hukum menurut teori ini
adalah kemanfaatan, hukum dan moral merupakan dua hal yang tidak
30
Abdul Manan, Asperk Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009),
hlm. 17
31
Ibid, hlm. 18
27
efisien dan efektif adalah hukum yang bisa mencapai visi dan misinya
terbanyak.
yang logis, etis dan estetis dalam bidang hukum secara yuridis, yaitu :
2) Secara etis yuridis, yaitu bila di ukur dari sudut moral yang
3) Secara estetis yuridis yaitu apabila diukur dari unsur seni dan
32
Ibid, hlm. 18-19
33
R. Subekti, Aneka Perjanjian,( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 128-129
29
memiliki fungsi sosial yaitu fungsi ibadah serta guna keperluan lain
sesuai syariat islam. Maka dari itu teori kemanfaatan perlu untuk
hukum yang berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama
ayat “Dan Kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang
Rasul (Q.S Al-Isra ayat 15) “ . Anwar Harjono berpendapat bahwa asas
kepastian hukum juga berarti tidak ada suatu perbuatan pun yang dapat
34
Dikutip dalam Jurnal Muhammad Alim, Asas-Asas Hukum Modern Volume 17 No. 1 Juni
2010
31
hukum (rechtszekerheid);
35
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 2003), hlm. 77
32
ditetapkan negara;
36
Lukman Santoso Az dan Yahyanto, Pengantar Ilmu Hukum, Sejarah, Pengertian, Konsep
Hukum, Aliran Hukum dan Penafsiran Hukum, (Malang: Setara Press, 2016), hl. 76-77
37
Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 158
38
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, (Disertasi Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2002), hlm. 18
33
seringkali dikorbankan.
39
Tatiek Sri Djatmiati , Ibid, hlm. 80
34
benda yang bukan menjadi milik orang lain, dan bukan benda
kekayaan antara dua orang atau lebih, memberi hak kepada yang
(b) Perbuatan hukum dua pihak seperti wakaf, jual beli, sewa.
40
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2006), hlm.
135
36
Kata milik berbeda dengan arti kata milik dalam sistem hukum,
kajian para filsuf, teori sosial dan ilmu politik. Dalam pengertian umum
bukan saja harta benda melainkan ha katas benda, hak diartikan sesuatu
yang bukan saja dapat diperoleh, tetapi uga dapat dituntut apabila tidak
dengan orang lain. Menurut Jhon Locke terdapat dua fakta hakekat
milik yaitu pertama, bahwa milik adalah suatu hak dalam artian klain
penjaba
ran dari ulasan Jhon Locke yaitu (1) Bahwa semua barang
dimiliki secara bersama, (2) secara perorangan, diluar dua sistem itu
41
Jhon Locke, Perwakafan Tanah Ulayat Untuk Kesejahteraan Sosial di Sumbar.( Disertasi
Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, 2017), hlm. 25-26
37
hak milik umum, tetapi hasil pertanian adalah milik pribadi. Bila hasil
tanah, sarat dengan nilai-nilai sosial. Semua hak tanah memiliki fungsi
sosial.
Hak milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang
kembali suatu hak lain di atas bidang tanah, hak milik tersebut dapat
berupa hak guna bangunan atau hak pakai, dengan pengecualian hak
Subyek hak milik atas tanah yaitu warga negara Indonesia dan
tanah:44
42
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, ( Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama), hlm. 188
43
Kartini, Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 30
44
Supriyadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 66
38
bank negara);
dan
Sosial.
wakaf. Sehinggan teori kepemilikan tanah ini perlu dalam penelitian ini.
39
b. Teori Putusan
kepadanya.45
a) Putusan biasa
pihak hadir.
b) Putusan Verstek
c) Putusan Contradictoir
45
Sudikno Mertukusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2002),
hlm. 201
40
d) Putusan Gugur
sendiri di persidangan.
a) Putusan Declatoir
b) Putusan Constitutief
c) Putusan Condemnatoir
a) Putusan sela
akhir.
b) Putusan Akhir
suatu perkara.47
Hakim yaitu:
46
Soedikno Mertukusumo, Ibid, hlm.14
47
Retnowulan dan Iskandan Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hlm. 109-110
42
rasional.
authority).
5) Asas Keterbukaan
3. Applied Theory
dapat mengadakan hubungan atau berintegrasi, baik sosial maupun hukum satu dengan
yang lainnya, teori yang mengkaji hal tersebut disebut teori penyelesaian sengketa.49
48
Retnowulan dan Iskandan Oeripkartawinata, Ibid hlm. 111
49
Soedikno Mertokusumo, Ibid, hlm136
45
baik.50
kepentingan atau tidak tercapainya kesepakatan para pihak. Sengketa dalam definisi ini
diartikan pertentangan, perselisihan, atau percekcokan yang terjadi antara pihak yang
satu dengan pihak yang lain, berkaitan dengan sesuatu yang bernilai, baik berupa uang
atau benda.
lebih disukai olah salah satu pihak atas pihak yang lainnya.
50
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 180
51
Dean G. Pruitt dan Z. Rubin, Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 4-6
46
dan kepentingan antara perseorangan atau lebih atau badan hukum (public atau privat)
mengenai status penguasaan hak kepemilikan dan penggunaan bidang tanah tertentu,
termasuk pemilik atau pengelola dalam perwakafan. Sengketa tanah dapat berupa
sengjeta hak ulayat, sengketa administrasi, peralihan hak, transaksi, sengketa perdata,
Jika dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, teori
semula. Dengan menggunakan teori penyelesaian sengketa dalam penulisan tesis maka
sengketa, strategis atau aturan yang digunakan dalam penyelesaian sengketa kasus
hukum (rules of adjudication), serta kepastian hukum dari hasil putusan setelah
penyelesaian sengketa. Teori ini perlu digunakan untuk mengkaji permasalahan yang
52
Valerine J.L. Kriekhoff, Mediasi dalam Antropologi Hukum, Sebuah Bangsa Rampai oleh
T.O Ihromi, (Jakarta: Yayasan Obor, 2001), hlm. 225
47
dibahas dalam tesis ini mengenai putusan pengadilan dalam menyelesaikan sengketa
wakaf.
E. Definisi Konseptual
1. Pengadilan Agama
Peradilan Agama pada Pasal 118 HIR atau Pasal 142 RBg jo Pasal 66 dan Pasal
53
M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di
Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 33
48
2. Penyelesaian Sangketa
baik sosial maupun hukum satu dengan yang lainnya, teori yang mengkaji hal
3. Tanah
permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di
bawah air. Permukaan bumi menurut PAsal 4 Ayat (1) UUPA adalah tanah.55
4. Wakaf
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam.
54
Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 2006),
hlm. 136
55
Kitab Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria.
49
5. Wakif
6. Nazhir
Nazhir dalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk
pihak yang ditunjuk untuk memperoleh manfaat dari peruntukan harta benda
wakaf sesuai pernyataan kehendak Wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar
Wakaf.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
menjawab isu hukum yang sedang dihadapi.56 Dalam rangka mencapai tujuan
56
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 35
57
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 11-13
50
permasalahan dari analisis hukum tertulis berbagai aspek, yaitu aspek teori,
hukum.59
2. Pendekatan Penelitian
yang lebih mendalam atas implikasi sosial dan dampak dari diterapkannya
58
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm. 102
59
Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif (Malang: Banyumedia,
2007), hlm. 56
60
Johni Ibrahim, Teori dan Metofologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia
Publishing, 2007), hlm. 300
51
61
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2007), hlm. 96
62
Dyah Ochtoria Susanti dan A’am Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Sinar
Grafika, 2015), hlm. 17
63
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 95
52
hukum tetap, yang digunakan dalam penelitian adalah rasio decidendi atau
bahan sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan
undangan, dokumen, buku, jurnal, kamus, dan literature lain yang relavan
64
M. Mulyadi, Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian (Jurnal Studi Komunikasi dan
Media, Vol. 16 No. 1, Januari 2012), hlm. 28
65
Op.Cit, Peter Mahmud Marzuki, hlm. 94
53
adalah:
mengenai wakaf.
bahan hukum agar dapat tersusun secara ringkas dan sistematis sehingga
dengan hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus
atau hal-hal yang dimulai dari suatu hukum menuju kepada hal-hal bersifat
konkret.68
66
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers,2010), hlm. 13-14
67
Muhammad Abdulkadir, Op.Cit. hlm. 127
68
Edutafsi,”Cara Merumuskan Kesimpulan Secara Deduktif dan Induktif”, dapat ditemukan
pada pranala http://www.edutafsi diakses 20 September pukul 11.36 WIB
BAB II
PENYELESAIAN SENGKETA
A. Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa arab “Waqafa yaqifu waqfan” yang berarti menahan,
berhenti, tetap, berdiri atau diam ditempat.69 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
wakaf memiliki pengertian yaitu sesuatu yang diperuntukkan bagi kepentingan umum
sebagai derma atau untuk kepentingan umum yang berhubungan dengan agama.70
Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia menjelaskan bahwa wakaf berasal dari kata
“waqafa” yang menurut bahasa artinya menahan atau berhenti, wakaf diartikan sebagai
perpindahan hak milik atas suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama dengan cara
menyerahkan harta itu kepada pengelola, baik keluarga, perorangan maupun lembaga
harta yang bermanfaar dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat digunakan
untuk mencari keridhaan Allah SWT. Para ahli fikih memiliki cara pandang yang
69
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama Republik Indonesia,
Fiqih Wakaf (Jakarta : Departemen Agama, 2007), hlm. 1
70
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1989), hlm. 1006
71
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1989), hlm. 168
55
56
mendefinisikan tentang wakaf. Menurut Abu Hanifah wakaf adalah menahan harta dari
untuk kebajikan.72 Dilihat dari uraian definisi ini kepemilikan harta wakaf tidak
terlepas dari si wakif. Jika wakif meninggal, lalu harta tersebut dapat diwariskan
kepada ahli warisnya.73 Jadi yang diwakafkan adalah manfaat dari benda yang
Menurut Mazhab Maliki bahwa wakaf tidak melepaskan harta yang diwakafkan
dari pemiliknya, namun wakaf mencegah wakif untuk melakukan tindakan yang dapat
menyedekahkan manfaat dari harta yang diwakafkan selama jangka waktu tertentu
Imam Syafi’I, Ahmad bin Hambal dan Jumhur Ulama’ memiliki pandangan
bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif setelah
sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta
72
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, terjemahan Abdul Hayyie Al-Kattani,
(Jakata: Gema Insani), hlm. 269
73
Fiqh Wakaf, (Jakarta; Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), hlm. 7
74
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Op.Cit, hlm. 273
75
Depag, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf,
2006), hlm. 3
57
namun terdapat perbedaan sedikit dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan
yaitu menjadi milik maukuf alaih (yang diberi wakaf), meskipun maukuf alaih tidak
berhak melakukan sesuatu tindakan atas benda wakaf baik menjual atau
menghibahkannya.76
lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum dan maksud dari tahbis al-asli adalah
menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk
Berdasarkan uraian diatas secara garis besar wakaf ialah menahan harta yang
harta itu sendiri. As-Sayyid Sabiq memberikan pendapat bahwa pengertian wakaf
adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT. Dalam hukum
fikih berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang
atau nazhir, atau kepada badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau
manfaatnya digunakan kepada hal-hal yang sesuai dengan ajaran syari’at Islam. Maka
76
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, hlm. 2
77
Muhammad Jawad Mughniyah, editor. Umar Shahab, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta; Basrie
Press, 1994), hlm. 635
58
dari itu benda yang telah diwakafkan bukan lagi menjadi hak milik wakif dan bukan
pula milik orang atau tempat diserahkan melainkan menjadi milik Allah.
sesuatu perbuatan hukum yang memisahkan seluruh maupun sebagian harta benda
syariat Agama Islam. Harta benda yang telah diwakafkan dapat dimanfaatkan selama-
78
Tim Redaksi Fokus Media, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, ( Bandung: Fokus
Media, 2005), hlm. 94
59
lamanya atau jangka waktu tertentu yang akan dikelola oleh pengelola wakaf baik
dapat dilihat dari beberapa ayat Al-Qur’an meskipun tidak secara implisit
Fuqha sebagai dasar atau dalil yang mengacu terhadap masalah wakaf, antara
79
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Dan Terjemahnya, Juz 3, (Jakarta: Pelita
II,1974), hlm. 65
60
Al-Baqarah ayat 261 dan 267 adalah belanja untuk kepentingan jihad,
80
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Dan Terjemahnya, Juz 3, (Jakarta: Pelita
II,1974), hlm. 65
61
cintai dan apa saja yang kamu nafkahkan MAka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”.81
dengan menahan asal dari harta itu sendiri, ibadah inilah yang disebut wakaf.
b. Peraturan Perundang-undangan
81
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Dan Terjemahnya, Juz 3, (Jakarta: Pelita
II,1974), hlm. 65
82
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo 2014), hlm. 340
62
keagamaan.
1931 No. 1361/A yang dimuat dalam bijlad 1931 No. 125/A,
pelaksanaan wakaf.83
Perwakafan
83
Hasan Mansur Nasution, Wakaf dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010),
hlm. 151-152
84
R. Subekti, R. Tjitrosubidio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan
64
Tentang Wakaf.
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis walaupun tidak diisyaratkan secara khusus
mengenai wakaf, akan tetapi dalam makna dari menafkahkan harta di jalan Allah
yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 261 dan 267 adalah belanja untuk
Islam, selain itu dasar hukum wakaf juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
perbuatan wakaf adalah ibadah yang penting yang terdapat dalam pengaturannya
tidak hanya berdasarkan pada aturan Agama Islam, tetapi juga harus diatur sesuai
dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Para ulama berbeda
adalah segala sesuatu yang tergantung adanya hukum dengan adanya sesuatu
tersebut, dan tidak adanya sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pula hukum, namun
namun dalam ketentuan pelaksanaannya perlu adanya rukun dan syarat. Imam An-
a. Wakif ;
b. Maukuf biharta;
c. Maukuf alaih;
d. Sigat.
e. Nazir;
yaitu :
85
Alaidin Kato, Ilmu Fikih dan Ushul Fikh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.
50
86
Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Wakaf (Jakarta: Harvarindo, 2004), hlm. 10
66
1) Wakif
Syaratnya adalah orang yang bebas untuk berbuat kebaikan meskipun bukan
muslim dan dilakukan dengan kehendak sendiri bukan karena paksaan dari
kecakapan melepaskan hak miliknya kepada orang lain. Syarat lainnya ialah
bersangkutan.89
87
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
88
Zakiyah Derajat, Ilmu Fikih, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995) III, hlm. 192
89
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
67
a) Dewasa;
b) Berakal sehat;
Dalam Pasal 215 ayat (2) KHI jo. Pasal 1 ayat (2) PP No. 28 Tahun 1977
disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum
telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum tidak terhalang
b) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas
90
Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
91
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Aqademika Pressindo,
1992), hlm. 177
68
2) Maukuf Biharta
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
a) Benda itu dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang dan dapat diambil
manfaatnya.92
tidak dapat dipisahkan dengan yang lain, maka boleh mewakafkan uang
adalah :
92
Said Aqil Husain Al-Munawar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani,
2004) hlm. 136
69
93
Mustofa Edwin dan Uswatun Hasanah, Wakaf Tanah Inovasi Financial Islam : Peluang
dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Program Studi Timur Tengah dan
Universitas Islam Indonesia, 2006), hlm. 61
94
Dirjen Bimas Islam, Fiqih Wakaf, hlm. 32
70
sementara.95
e) Harta wakaf harus segera dapat diterima setelah wakaf diikrarkan. Bila
tentang wakaf dibagi menjadi dua yaitu benda bergerak dan tidak
(2) Bangunan atau bagian dari bangunan yang terdiri diatas tanah ;
95
Ibid, hlm. 32-33
96
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 177
97
Departemen Agama RI, Undang-Undang Wakaf dan Peraturan Pemerintahan Tentang
Pelaksanaannya, (Jakarta: Dirjend Bimas Islam Depag, 2007), hlm. 10
98
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
71
(4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
(5) Benda tidak bergerak lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah
(1) Hak milik atas tanah baik yang sudah ada maupun yang belum
terdaftar;
(2) Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan
(3) Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada
(4) Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak
pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis
99
Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomr 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
72
merupakan harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak yang tahan lama
dan mempunyai nilai. Dengan ini tidak ada perbedaan antara harta benda wakaf
3) Maukuf Alaih
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, harta benda wakaf dapat digunakan
untuk :
(3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
Islam. Pada dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri kepada
lisan dan atau tulisan kepada nadzir untuk mewakafkan harta benda miliknya.102
Adapun pelaksanaan ikrar wakaf itu dilakukan dihadapan PPAIW dengan dua
orang saksi103 Sigat atau ikrar wakaf bisa dalam bentuk lisan, tulisan maupun
yang menunjukkan tujuan dari akad asal seseorang yang mampu berbicara
kepada orang yang menerima wakaf melalui ucapan qabul. 104 Secara umum
100
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 177
101
Departemen Agama RI, Undang-Undang Wakaf dan Peraturan Pemerintahan Tentang
Pelaksanaannya, (Jakarta: Dirjend Bimas Islam Depag, 2007), hlm. 46
102
Pasal 1 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
103
Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
104
Abdula Aziz Muhammad Azam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi Dalam Fiqh Islam,
(Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 407
105
Dirjen Bimas Islam, Fikih Wakaf, hlm. 59-60
74
(c) Tidak diikuti syarat pembatasan waktu. Pendapat ini diungkapkan oleh
sudah dilakukan.
5) Nazir
Nazir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 10 Ayat (1) tentang syarat untuk nazir perorangan
adalah :
(c) Dewasa;
(d) Amanah
perorangan.
75
nazir perorangan;
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan Kompilasi Hukum Islam Buku ke III
106
Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Wakaf, hlm. 6
76
terbuka berkaitan dengan peruntukan harta benda wakaf, sehingga bukan hanya
berproses sebagai tempat ibadah atau sejenisnya saja, akan tetapi dengan
peruntukan harta wakaf untuk sarana pendidikan atau sarana umum lainnya.
benda yang bisa diwakafkan harta benda bergerak atau tidak bergerak, yang
mana dalam peraturan sebelumnya yaitu dalam Kompilasi Hukum Islam Buku
III tentang Perwakafan tidak dijabarkan terkait benda bergerak dan tidak
bergerak yang dapat diwakafkan, penjabaran yang ada bukan hanya sampai
kriteria benda bergerak dan benda tidak bergerak saja namun juga berkaitan
dengan hak atas tanah yang dapat diwakafkan. Adanya hak atas tanah yang
dapat diwakafkan inilah yang menyebabkan adanya syarat jangka waktu wakaf
wakaf secara garis besar rukun wakaf terdiri dari 1) wakif atau orang yang
Maukuf Alaih atau peruntukan harta benda yang diwakafkan, 4) Ikrar yaitu
yaitu pengelola wakaf, 6) Jangka waktu wakaf. Dalam melakukan wakaf harus
memenuhi rukun wakaf tersebut agar wakaf yang dilakukan sah baik secara
4. Macam-Macam Wakaf
Ada beberapa macam wakaf yang dikenal dalam islam, dapat dibedakan dalam
1) Wakaf sosial untuk kebaikan (khairi), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk
kepentingan umum.
tertentu, tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, dan tua
atau muda.
1) Wakaf Abadi
Apabila wakafnya berebntuk barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan
wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, di mana sebagian hasilnya untuk
2) Wakaf Sementara
78
Apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika
rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang
1) Wakaf Langsung
2) Wakaf Produktif
Menurut Fyzee Asaf A.A yang mengutip pendapat Ameer Ali membagi wakaf
1) Untuk kepentingan yang kaya dan yang miskin dengan tidak berbeda.
2) Untuk keperluan yang kaya dan sesudah itu baru untuk yang miskin, dan
107
Muhyiddin Mas Rida, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Khalifa, 2005), hlm. 161-162
79
Menurut Ahmad Azhar Basyir, wakaf terbagi menjadi wakaf ahli (keluarga
seseorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan. Misalnya, wakaf buku-
kepada cucu-cucunya. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak
dikhusukan untuk orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan dengan amalan
wakif tersebut meninggal. Apabila harta wakaf masih, tetap dapat diambil
manfaatnya sehingga wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas
keagamaan.108
108
Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Grasindo, 2007), hlm. 57-
58
80
Wakaf yang berupa bangunan atau tanah, untuk dikelola oleh Pondok
berkembang dan sangatlah luas yaitu atas bantuan berupa wakaf dari
banyak pihak.
Wakaf yang berupa uang dari wali santri, tidak hanya digunakan untuk
Di Pondok Gontor sudah sejak tahun 1951 sudah ada beberapa santri
kemajuan pondok.
109
Juhaya S. Pradja dan Mukhlisin Muzarie, Pranata Ekonomi Islam Wakaf, (Yogyakarta:
Dinamika, 2009) hlm. 58
81
secara garis besar wakaf diserahkan untuk kebaikan baik untuk internal maupun
kesejahteraah umum dan berlaku untuk umum. Wakaf dapat dilakukan dengan
menyerahkan harta tidak bergerak yang telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan, menyerahkan sejumlah uang, dan wakaf juga dapat berbentuk jasa
dan pelayanan.
5. Wakaf Tanah
110
Tanah Wakaf adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan. .
perbuatan hukum yang suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seseorang
atau badan hukum, dengan memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang
agama Islam.
110
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, (Jakarta: Djambatan, 2005) hlm. 272
111
Ibid, Boedi Harsono, hlm 345
82
ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan, atau
perkara. Sedangkan pihak yang mewakafkan tanah miliknya dsebut wakif. Pada
umumnya wakif adalah seseorang atau beberapa orang pemilik tanah yang telah
dewasa, sehat akalnya dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
Perwakafan tanah milik harus dilakukan atas kehendak sendiri dan tanpa
Dalam Pasal 215 ayat (2) KHI jo. Pasal 1 ayat (2) PP No. 28 Tahun 1977
disebutkan bahwa wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum
telah dewasa dan sehat akalnya serta oleh hukum tidak terhalang
b) Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas
tentang wakaf dibagi menjadi dua yaitu benda bergerak dan tidak bergerak.113
(2) Bangunan atau bagian dari bangunan yang terdiri diatas tanah ;
(4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
112
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Aqademika Pressindo,
1992), hlm. 177
113
Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
84
(5) Benda tidak bergerak lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah
(1) Hak milik atas tanah baik yang sudah ada maupun yang belum
terdaftar;
(2) Hak atas tanah bersama dari satuan rumah susun sesuai dengan
(3) Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai yang berada
(4) Hak guna bangunan atau hak pakai yang berada diatas tanah hak
pengelolaan atau hak milik pribadi yang harus mendapat izin tertulis
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perwakafan tanah milik dapat
114
Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomr 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
115
Badan Wakaf Indonesia
85
d) Ijin Bupati/Walikota madya c.q Sub Direktorat Agraria setempat, hal ini
Akta ikrar wakaf tersebut ducapkan dengan jelas, tegas dan dituangkan
dalam bentuk tertulis (ikrar wakaf bentuk W.1). sedangkan bagi yang
Apabila wakif itu sendiri tidak dapat menghadap Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) maka wakif dapat membuat ikrar secara tertulis
W.1).
5) PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangkap empat
berikut:
Dilihat dari uraian diatas bahwa wakaf tanah adalah wakaf yang benda atau
obyeknya ialah tanah. Tanah yang merupakan hak milik wakif dengan bebas dari
pembebanan, perkara, ikatan, sitaan. Karena tanah akan digunakan untuk membangun
bangunan atau peruntukan lainnya sesuai dengan amanah dari wakif untuk kepentingan
umum berdasarkan syariat Islam biasanya dengan jangka waktu selamanya. Untuk
mewakafkan tanah wakif perorangan ataupun badan hukum harus melalui prosedur
yang telah ditentukan oleh Peraturan perundang undangan yang berlaku serta
terjadi pada kalangan umat manusia adalah satu realitas sosial, manusia sebagai
diberikan akal dan petunjuk dalam menata kehidupannya. Manusia senantiasa dibekali
akal dan wahyu. Manusia harus mencari dan menemukan pola penelesaian sengketa
dirumuskan manusia dengan merujuk pada sejumlah ayat Al-Quran, hadis nabi,
praktek adat dan berbagai kearifan lokal. Kolaborasi dari sumber ini akan memudahkan
Al-Quran. Pada dasarnya setiap konflik yang terjadi antara orang-orang beriman harus
diselesaikan dengan damai (Ishlah). Ishlah merupakan salah satu cara penyelesaian
konflik yang dapat menghilangkan dan menghentikan segala bentuk dari beberapa
permusuhan dan pertikaian antara sesama manusia. Tetapi kata Ishlah lebih
menekankan arti suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shluh lebih
menekankan arti hasil dari proses Ishlah tersebut yaitu berupa shulh
Artinya: dan jika ada dua golongan dari mereka yang beriman itu dari mereka
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua
golongan itu berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada
perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (Kepada perintah Allah), maka
damaikanlah keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil (9). Sesungguhnya orang-orang
89
yang terjadi diantara orang-orang beriman, yaitu apabila mereka terlibat konflik
sengketa pada umumnya, maka ishlah bisa dikategorikan sebagai bentuk mediasi.
Secara etimologi istilah mediasi berasal dari bahasa latin “mediare” yang berarti
berada di tengah. Makna mengenai mediasi menunjukkan pada peran yang ditampilkan
menyelesaikan sengketa para pihak. Makna berada di tengah juga berarti bahwa
mediator harus berada di posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
sengketa. Ia harus mampu untuk menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan
secara adil, dan sama lalu menimbulkan kepercayaan dari para pihak yang ikut dalam
bersengketaan.
116
Q.S Al-Hujurat ayat 9-10
90
Pengertian sengketa dalam KBBI adalah pertentangan atau konflik yang berarti
suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang
lain.
Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 Tentang Tata
disebut dengan PMNA/KBPN 1/1999, yaitu “Perbedaan pendapat antara pihak yang
berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran
hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang
berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang
dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Sedangkan menurut Sarjita sengketa pertanahan adalah perselisihan yang terjadi antara
91
dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk
penggunaan dan penguasaan hak atas tanah, yang diselesaikan melalui musyawarah
atau pengadilan.117 Edi Prajoto berpendapat bahwa sengketa tanah adalah konflik
antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak obyek
tanah antara satu atau beberapa obyek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum
tertentu bagi para pihak.118 Kemudian sebagaimana definisi sengketa terdapat beberapa
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sengketa tanah adalah perilaku
pertentangan diantara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat
hukum dan akibatnya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
117
Sarjita, Teknik Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta: Tugujogja
Pustaka, 2005),hlm 8
118
Edi Prajoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh
Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, (Bandung: CV. Utomo, 2006), hlm.
21
119
Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta; Prestasi Pustaka,
2003),hlm 14
92
definisi mengenai litigasi, namun dapat dilihat dalam Pasal 6 Ayat 1 UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase yang pada intinya bahwa sengketa dalam
setiap pihak bersengketa memiliki hak dan kewajiban yang sama baik untuk
120
Yessi Nadia, Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non Litigasi (Tinjauan Terhadap Mediasi
dalam Pengadilan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,
https://www.academia.edu/29831296/Penyelesaian_Sengketa_Litigasi_dan_Non
Litigasi_Tinjauan_terhadap_mediadi_dalam_Pengadilan_sebagai_Alternatif, diakses tangal 8 Februari
2021
93
sebagainya. Proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawan satu sama
lain. Selain itu, penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir
membuahkan hasil.121
Sehingga pasti akan ada pihak yang menang pihak satunya akan kalah,
akibatnya ada yang merasa puas dan ada yang tidak sehingga dapat
Belum lagi proses penyelesaian sengketa yang lambat, waktu yang lama dan
biaya yang tidak tentu sehingga dapat relative lebih mahal. Proses yang lama
upaya hukum yang bisa ditempuh para pihak sebagaimana dijamin oleh
121
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1 dan 2
94
terakhir. Sehingga tidak tercapai asas pengadilan cepat, sederhana dan biaya
ringan.
122
Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2012), hlm. 8
95
melalui prosedur yang disepakati para pihak yakni penyelesaian sengketa diluar
1) Konsultasi
123
Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
124
Rika Lestari. Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di Pengadilan
dan di Luar Pengadilan di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 3 No. 2, hlm 219 dan 220
125
Riski Abdriana Yuriani, Upaya Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam Menyelesaikan
Sengketa Melalui, Mediasi (Skripsi : Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta), hlm. 21-24
126
Black’s Law Dictionary
96
tertentu yang disebut dengan klien dengan satu pihak lain yang
2) Negoisasi
127
Sri Hajati, Sri Winarsi, dkk. Buku Ajar Politik Hukum Pertanahan, (Surabaya: Airlangga
University Press), hlm. 429
97
dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua
berbeda.128 Hal ini selaras dengan pendapat Susanti Adi Nugroho bahwa
3) Mediasi
128
Nurmaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012) hlm. 23
129
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Telaga
Ilmu Indonesia, 2009), hlm. 21
130
Pasal 1 angka (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
98
sehingga dapat lebih efektif dalam proses tawar menawar. Mediasi juga
mufakat.
4) Konsoliasi
Kesepakatan yang terjadi akan bersifat final dan mengikat para pihak.
131
Sri Hajati, Op.Cit, hlm. 423
99
5) Penilaian Ahli
sengketa dengan cara para pihak meminta pendapat atau penilaian ahli
bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pihak
terhadap satu atau lebih ketentuan dalam perjanjian yang telah dibuat
6) Arbitrase
132
Sri Hajati, Loc. Cit.
100
kombinasi dari kedua aliran tersebut yakni arbitrase dapat berdiri sendiri
berikut :134
133
Sudargo Gautama, Prospek dan Pelaksaaan Arbitrase di Indonesia : Penyelesaian Sengketa
Secara Alternatif (ADR), (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hlm 122
134
Penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase bagian umum.
101
penyelesaian sengketa;
kesejahteraan umum menurut syariat Agama Islam. Harta benda yang telah diwakafkan
dapat dimanfaatkan selama-lamanya atau jangka waktu tertentu yang akan dikelola
oleh pengelola wakaf baik perorangan maupun badan hukum. Dalam melakukan wakaf
pelaksanaannya terdapat tanah wakaf yang hak penguasaannya dilakukan oleh pihak
umum menjadi kepentingan pribadi seperti kasus yang dibahas dalam penelitian.
Mengenai proses terjadinya penguasaan tanah wakaf oleh pihak ketiga dalam perkara
1. Penguasaan Tanah
Penguasaan merupakan suatu proses, cara dan perbuatan dapat yang berarti
102
103
seseorang. Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik juga dalam arti yuridis.
Ada penguasaan beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan dalam arti yuridis
adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum pada umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dikuasai
oleh pihak lain. Sebagai contoh seseorang yang memiliki tanah tidak
Mengenai secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi
secara fisik dilakukan oleh penyewa tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis
secara fisik.
atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang
dihaki. Hal-hal yang dibolehkan, wajib serta dilarang untuk diperbuat adalah isi
dari penguasaan tanah itulah yang menjadi kriteria atau tolak ukur pembeda di
hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional, antara lain:
3) Hak tanggungan
Pasal 33 Ayat (3) UUD 45 menyatakan “Bumi dan Air dan kekayaan
Indonesia atas tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah tertinggi
dan meliputi semua tanah yang ada dalam wilayah negara. Hak Bangsa
Indonesia yang telah bersatu sebagai Bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1)
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa (Pasal 1 ayat (2) UUPA).
Hak menguasai dari negara atas tanah bersumber pada Hak Bangsa
ditentukan berdasarkan :
a) Pasal 16 UUPA:
(1) Hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh perseorangan itu meliputi:
(2) Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam
b) Pasal 49, ayat (3) UUPA tentang Wakaf yaitu hak milik yang sudah
diwakafkan.
c) Hak Jaminan atas tanah yang disebut hak tanggungan dalam Pasal 25,
Sampai saat ini penguasaan hak atas tanah sering menimbulkan konflik baik
secara vertical maupun horizontal. Konflik di bidang penguasaan hak atas tanah ini
dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti adanya perubahan pola pikir
masyarakat dari komunal menuji individualistic, dari sosial religious menuju sekuler
kepemilikan.
108
Menurut Teori Hak Kepemilikan Menurut Hukum Islam yang dinyatakan oleh
Abdul Ghofur Anshori, hak milik dalam pandangan hukum islam dibedakan menjadi
hak milik sempurna yaitu kepemilikan yang meliputi penguasaan terhadap bendanya
dan manfaat benda secara keseluruhan, hak milik yang kurang sempurna yaitu
dengan cara-cara:135
(1) Sebagai ihrazul muhabat (memiliki benda yang boleh dimiliki), benda yang
menjadi milik orang lain, dan bukan benda yang dilarang hukum agama.
(2) Sebab al uqud (akad), perikatan dalam lapangan hukum harta kekayaan
antara dua orang atau lebih, memberi hak kepada yang lain untuk menuntut
barang sesuatu.
(b) Perbuatan hukum dua pihak seperti wakaf, jual beli, sewa.
135
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2006), hlm.
135
109
(d) Sebab attawalludu minal mmluk (beranak pinak), segala yang lahir dari
benda yang dimiliki merupakan hak bagi pemilik barang atau benda
tersebut.
Berdasarkan uraian diatas hak milik suatu benda dapat diperoleh dengan cara
ihrazul muhabat memiliki benda yang boleh dimiliki, sebab al-uqud dengan cara akad,
sebab al-khalafiyah dengan cara pewarisan dan attawalludu minal mmluk (beranak
pinak). Wakaf adalah salah satu cara untuk mendapatkan hak milik dengan cara akad,
wakaf yang baik ialah wakaf yang memenuhi syarat dan unsur yang telah tercantum
Hak kepemilikan menurut Jhon Locke terdapat dua fakta hakekat milik yaitu
pertama, bahwa milik adalah suatu hak dalam artian klain yang dapat dipaksakan.
Kedua, meskipun bersifat klain yang dapat dipaksakan tergantung pada keyakinan
Menurut Aristoteles terdapat dua macam sistem milik sebagai penjabaran dari
ulasan Jhon Locke yaitu (1) Bahwa semua barang dimiliki secara bersama, (2) secara
perorangan, diluar dua sistem itu disebutkan pula sistem campuran yang menyatakan
136
Jhon Locke, Perwakafan Tanah Ulayat Untuk Kesejahteraan Sosial di Sumbar.( Disertasi
Doktor Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, 2017), hlm. 25-26
110
bahwa tanah adalah hak milik umum, tetapi hasil pertanian adalah milik pribadi. Bila
Konsep hak milik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok
Agraria menggambarkan bentuk kepemilikan atas tanah secara turun temurun, terkuat
dan terpenuhi dalam kepemilikan atas tanah, sarat dengan nilai-nilai sosial. Semua hak
Pada pembahasan sub ini penguasaan tanah wakaf yang dilakukan oleh pihak
ketiga, berdasarkan teori kepemilikan hukum Islam yang dinyatakan oleh Abdul
Ghofur Anshori Wakaf memperoleh hak milik dengan cara Al-Uqud atau akad,
menyatakan, bahwa konsep penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik, dan dalam arti
yuridis. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi hukum dan umumnya
memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang
dihaki. Namun dalam kenyataannya penguasaan tanah fisiknya dapat dilakukan pihak
lain seperti menyewa atau jika tanah itu dikuasai secara fisik pihak lain tanpa hak, maka
137
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, ( Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama), hlm. 188
111
atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat yang merupakan isi hak itu.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa penguasaan ada dua unsur yang harus
menggunakan objek dimaksud dan Kedua adanya sikap batin bahwa subjek dimaksud
Penguasaan tanah wakaf oleh pihak ketiga adalah salah satu masalah yang
mengklaim secara paksa bahwa tanah wakaf tersebut adalah hak miliknya. Machperson
menyatakan bahwa milik dirumuskan sebagai suatu hak yang dapat berlaku baik bagi
tanah, atau untuk harta benda perseorangan yang ada. Memiliki suatu pemilikan adalah
hak, artinya suatu klaim yang bersifat memaksa terhadap sesuatu kegunaan atau
manfaat sesuatu baik itu hak untuk menikmati sumber umum maupun suatu hak
perseorangan atas harta benda tertentu. Jadi yang membedakan antara harta milik
dengan sekedar pemilikan sementara adalah bahwa milik itu merupakan klaim yang
112
dapat dipaksakan oleh masyarakat atau negara, oleh adat, kesepakatan atau hukum.138
Sedangkan konsep milik menurut Panesar bahwa konsep milik atau pemilikan lebih
menunjuk pada hak daripada bendanya, yaitu yang diungkapkan dengan istilah
“Property in legal term, therefore means a right to thung rather than the things itself”,
dengan demikian milik atau pemilikan bukan hanya sekedar hubungan antara
seseorang atau badan hukum dengan benda atau barang yang mempunyai nilai yang
secara hukum dapat dikuasai tetapi hubungan hukum memperoleh apa yang disebut
Proses penguasaan tanah wakaf oleh pihak ketiga dalam Putusan Pengadilan
Agama Kediri Nomor 0425/Pdt.G/2019/PA.Kdr. Jadi pada tahun 1970 Rosyidi sebagai
takmir yang merupakan menantu H. Imam Mukti menerima amanah wakif, selama
objek sengketa tanpa musyawarah telah diperingatkan oleh keluarga besar H. Imam
138
C.B Macoherson, Property Mainstream and critical Positions. Pemikiran Dasar tentang
Hak Milik. (Jakarta: Terjemahan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Cetakan Pertama, 1989),
hlm. 3
113
Pertama, masalah interest atau needs yaitu kebutuhan. Akibat kebutuhan pihak
ketiga mendirikan bangunan diatas tanah wakaf tersebut. Karena sebidang tanah kering
mengklaim secara paksa bahwa tanah wakaf tersebut adalah hak miliknya. Machperson
menyatakan bahwa milik dirumuskan sebagai suatu hak yang dapat berlaku baik bagi
tanah, atau untuk harta benda perseorangan yang ada. Memiliki suatu pemilikan adalah
hak, artinya suatu klaim yang bersifat memaksa terhadap sesuatu kegunaan atau
manfaat sesuatu baik itu hak untuk menikmati sumber umum maupun suatu hak
perseorangan atas harta benda tertentu. Dengan mengklaim tanah wakaf tersebut milik
ahli warisnya maka mereka mendirikan bangunan diatas tanah wakaf tersebut.
telah memicu anggapan dari pihak ahli waris bahwa tanah yang sudah diwakafkan
permasalahan itu. terlihat tidak ada kejelasan dan kepengurusan nazir yang membuat
Tanah Wakaf yang Dikuasai oleh Pihak Ketiga Telah Sesuai Ketentuan
Imam Mukti dan Umi Kultsum, tanpa membagi kedua harta wakaf yang
telah diikrarkan wakaf oleh H. Imam Mukti yaitu:
a. Sebuah bangunan mushalla yang diberi nama Ash Shabawi (nama
kecil H. Imam Mukti);
b. Sebidang tanah kering/darat kosong di halaman mushalla, untuk
dijadikan madrasah mendatang;
7. Bahwa walaupun tidak ikut dibagi sebagai harta waris, data yuridis kedua
harta wakaf yang telah diikrarkan wakaf oleh H. Imam Mukti tertulis atas
nama 2 (dua) orang anak kandungnya, untuk pembayaran IPEDA (iuran
pembangunan daerah) yaitu:
a. Sebuah bangunan mushalla yang diberi nama Ash Shabawi (nama kecil
H. Imam Mukti) tertulis atas nama Bitah (anak terakhir wakif) dalam
Letter C no kohir 104, persil 2a, kelas d.I (bukti P-1)
b. Sebidang tanah kering/darat kosong di halaman mushalla yang untuk
dijadikan madrasah di masa mendatang, tertulis atas nama Moebin
(anak kedua wakif) dalam letter C nomor kohir 234, nomor persil 2,
kelas desa II (bukti P-2) dengan posisi tanah hak Moebin berada di
sebelah timur tanah hak Bitah, dan memiliki batas yang lurus;
8. Bahwa harta wakaf peninggalan H. Imam Mukti (wakif) yang berupa
bangunan mushalla bernama Ash Shabawi (nama kecil H. Imam Mukti) dan
persil 2a, kelas desa d.I sampai saat ini tidak ada masalah apapun karena
masih berfungsi sebagai mushalla untuk beribadah kepada Allah SWT,
sehingga Para Penggugat tidak akan menguraikannya lebih lanjut dalam
gugatan aquo;
9. Bahwa harta wakaf peninggalan H. Imam Mukti (wakif) yang berupa
sebidang Tanah Kering/ Darat kosong di halaman mushalla untuk dijadikan
madrasah di masa mendatang, tertulis atas nama Moebin (anak kedua
wakif) dalam letter C nomor kohir 234, nomor persil 2, kelas desa d II inilah
yang menjadi objek sengketa dalam perkara aquo, sehingga para penggugat
akan menguraikannya secara detil, yaitu seluas 342 M2 / 24 Ru, dengan
batas-batas:
a) Utara : tanah Hak Moebin (tertulis atas nama Moebin dalam
Letter C no 234)
b) Timur: Tanah hak Moebin ( tertulis atas nama Moebin dalam
Letter C no 234)
c) Selatan : Jalan Umum/ Jalan aspal
d) Barat : Jalan pertolongan (tertulis atas nama Bitah dalam
Letter C no 104)
Yang terletak di Dusun Ngembak Kulon RT. 06 RW.01 Kelurahan
Gayam, Mojoroto Kediri untuk selanjutnya disebut OBJEK
SENGKETA;
117
10. Bahwa sepeninggalan H. Imam Mukti, Moebin bin H. Imam Mukti sebagai
anak kedua wakif, menjadi takmir pertama mushalla ash-shabawi tanpa
mengubah status Objek Sengketa sebagai tanah wakaf darat H. Imam Mukti
dan masih berupa tanah kosong untuk dibangun madrasah dimasa
mendatang, sesuai amanah wakif;
11. Bahwa selanjutnya Moebin bin H. Imam Mukti meninggal, lalu takmir
kedua mushalla ash shabawi adalah adik ipar Moebin bin H. Imam Mukti
yang bernama Rosyidi (suami sah bitah binti H. Mukti) Rosyidi selaku
takmir juga tidak mengubah status objek sengketa sebagai tanah wakaf
darat H. Imam Mukti dan masing berupa tanah kosong untuk dibangun
madrasah dimasa mendatang, sesuai amanah wakif;
12. Bahwa setelah Rosyidi meninggal dunia, sekitar tahun 1970 Badrun (anak
sulung Rosyidi dan Bitah) mulai mendirikan rumah tembok permanen
seluas sekitar 142 M2 diatas sebagian objek sengketa aquo secara sepihak,
tanpa melalui musyawarah sehingga diperingatkan oleh seluruh keluarga
besar H. Imam Mukti (wakif) namun Badrun tidak pernah menanggapi
sebagaimana mestinya;
13. Bahwa Badrun tetap melanjutkan pembangunan rumah tembok permanen
diatas sebagaian objek sengketa namun tetap mengakui bahwa rumahnya
berada diatas tanah wakaf darat/kering yang telah diikrarkan wakaf oleh
H.Imam Mukti (wakif) dan tertulis atas nama Moebin (anak kedua wakif)
dalam letter C nomor kohir 234, nomor persil 2, kelas desa d II;
14. Bahwa seiring berkembangnya waktu, pada tahun 1991, Tergugat II
menjabat sebagai sekretaris nazhir mushalla ash shabawi dan Penggugat II
menjabat sebagai bendahara nazhir ash shabawi;
15. Bahwa pada tahun 1991, Tergugat II melakukan perbuatan melawan hukum
yaitu dengan tanpa sepengetahuan nazhir lain, bahkan menggunakan nama
Penggugat II sebagai bendahara nazhir yang lain, telah memalsukan tanda
tangan dari ahli waris Moebin yang bernama H. Achmad Zainal Abidin.
B.A., (anak kandung Moebin) dan Drs. Ali Hasan (cucu kandung Moebin)
sebagai pemilik-pemilik tanah bersebrangan dalam Berita Acara
Pemasangan Tugu Batas (bukti P-5) untuk dasar pengajuan Akta Pengganti
Akta Ikrar Wakaf nomor W3/55/02 tahun 1992 atas nama BAdrun (bukti P-
6) yang diterbitkan oleh Turut Tergugat I, sehingga Akta Pengganti Akkta
Ikrar Wakaf nomor W3/55/02 tahun 2001 atas nama BAdrun aquo patut dan
layak untuk dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum;
16. Bahwa selanjutnya, masih di tahun 1991 Tergugat II menggunakan Akta
Pengganti Akta Ikrar Wakaf Nomor W3/55/02 tahun 1991 atas nama
BAdrun (bukti P-6) yang diterbitkan oleh Turut /tergugat I, untuk
mengajukan SHM Wakaf no 304 atas nama Bitah Desa Gayam, gambar
situasi no 1742, tanggal 22-11-1991 seluas 258 M2 ( bukti P-7) yang
diterbitkan SHM wakaf no 304 atas nama Bitah gambar situasi no 1742,
118
tanggal 22-11-1991, seluas 258 M2 aquo juga patut dan layak untuk
dinyatakan tidak berkekuatan hukum;
17. Bahwa PMH yang dilakukan oleh Tergugat II sebagaimana telah terurai
dalam posita gugatan angka 15 dan 16 diatas, juga telah mengubah 4 unsur
wakaf sebagaimana UU Wakaf No 41 Tahun 2004 Pasal 6 yaitu:
a. Bahwa wakif pengikrar wakaf yang awalnya H. Imam Mukti berubah
menjadi Bitah yang diikrarkan oleh Badrun
b. Nazhir lain tidak ada yang mengetahui tipu daya ini, sehingga
Penggugat II yang saat itu (1991) menjabat sebagai bendahara nazhir
juga menggugat dalam perkara aquo
c. Harta wakaf yang awalnya ada dua (sebuah bangunan mushalla dan
sebidang Tanah Kering/Darat kosong di halaman mushalla), menjadi
tinggal satu (sebuah bangunan mushalla)
d. Pengucap ikrar wakaf berubah menajdi Badrun, padahal Badrun adalah
Penyerobot Objek Sengketa yang merupakan harta wakaf peninggalan
H. Imam Mukti yang tertulis atas nama Moebin.
Sehingga unsur/rukun wakaf dari H. Imam Mukti (wakif) yang awalnya
telah terpenuhi, menjadi tidak terpenuhi karena tipu daya Tergugat II
menerbitkan SHM Wakaf no 304 atas nama Bitah Desa Gayam gambar
situasi no 1742. Tgl 22-11-1991 seluas 258 M2 (bukti P-7) melalui Turut
Tergugat II dan sudah sepatutnya bahwa SHM wakaf no 304 atas nama
Bitah gambar situasi no 1742, tgl 22-11-1991, seluas 258 M2 aquo juga
patut dan layak untuk dinyatakan tidak berkekuatan hukum.
18. Bahwa objek sengketa yang merupakan tanah wakaf darat H. Mukti seluas
342 M2 aquo, sampai saat ini masih tertulis sebagai hak milik Moebin
(kakek buyut Penggugat I) sesuai dengan Letter C nomor Kohir 234 nomor
persil 2, kelas d II, hal inilah yang membuat Tergugat II memalsukan
tandatangan kedua ahli waris Moebin untuk mengajukan SHM Wakaf no
304 atas nama Bitah Desa Gayam gambar situasi no 1742 tgl 22-11-1991
seluas 258 M2 (bukti P-7) yang diterbitkan oleh Turut Tergugat II, secara
sembunyi-sembunyi.
19. Bahwa pada tahun 1994 Tergugat I menjadi menantu Badrun karena
menikahi adik kandung Tergugat II yang bernama Badriyah, namun
Tergugat I tidaklah mengetahui bahwa rumah Badrun berdiri diatas objek
sengketa yang merupakan tanah wakaf darat H. Mukti seluas 342 M2 aquo
dan masih tertulis atas nama Moebin.
20. Bahwa mulai tahun 216, Tergugat I yang didukung oleh Tergugat II secara
terang-terangan mengakui bahwa seluruh Objek Sengketa seluas 342 M2
adalah miliknya beserta keluarganya, padahal hamper seluruh keluarga
besar wakif mengetahui bahwa Objek Sengketa aquo adalah tanah wakaf
darat/kering H. Mukti yang tertulis atas nama Moebin dalam Letter C 234.
119
21. Bahwa komulasi PMH para Tergugat sebagaimana posita gugatan angka 15
s.d 20 diatas telah mengubah seluruh unsru/hukum wakaf sebagaimana UU
wakaf no 41 tahun 2004 Pasal 6 yaitu :
a. Bahwa wakif pengikrar wakaf yang awalnya H. Imam Mukti berubah
menjadi bitah yang diikrarikan oleh Badrun
b. NAzhur lain tidak ada yang mengetahui tipu daya Tergugat II dalam
penerbitan SHM wakaf 304 atas nama Bitah sehingga Penggugat II
yang saat itu (1991) menjabat sebagai bendahara nazhir juga menggugat
dalam perkara aquo
c. Harta wakif yang awalnya ada dua (sebuah bangunan mushalla dan
sebidang tanah kering/darat kosong di halaman mushalla) menjadi
tinggal satu (sebuah bangunan mushalla).
d. Pengucao ikrar wakaf berubah menjadi Badrun, padahal Badrun adalah
penyerobot objek sengketa yang merupakan harta wakaf peninggalan H.
Imam Mukti dan tertulis atas nama Moebin.
e. Peruntukkan objek sengketa selaku tanah wakaf untuk dibangun
madrasah di masa mendatang, berubah menjadi dikuasai oleh Tergugat
I sebagai hak milik pribadi beserta keluarganya.
f. Jangka waktu wakaf yang awalnya selama-lamanya untuk kepentingan
Agama Islam, berubah menjadi untuk kepentingan pribadi Tergugat I.
sekeluarga.
Sehingga unsur/rukun wakaf H. Imam Mukti (wakif) yang awalnya
terpenuhi, menjadi tidak terpenuhi dan berubah secara keseluruhan dari
ikrar yang semula diucapkan oleh wakif karena PMH yang dilakukan oleh
para Tergugat, sehingga patutlah para Tergugat untuk mengembalikan
Objek Sengketa sebagai tanah wakaf sebagaimana yang telah diikrarkan
oleh H. Imam Mukti (wakif) dengan cara membongkar seluruh bangunan
dan memotong seluruh tanaman sehingga keadaan tanah menjadi kosong
dan baik.
22. Bahwa upaya-upaya persiasif telah ditempuh oleh pihak-pihak keluarga,
namun tidak pernah dihiraukan oleh Para Penggugat, bahkan Tergugat I
memasang pagar di sebelah selatan Objek sengketa dan tetap mengakui
bahwa Objek Sengketa adalah hak milik Tergugat I beserta keluarganya.
23. Bahwa perbuatan para Tergugat yang tetap menguasai Objek Sengketa yang
merupakan tanah wakaf H. Imam Mukti merupakan pelanggaran terhadap
UU no. 41 2004 Pasal 40 yang melarang harta benda yang sudah
diwakafkan untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan,
ditukar, atau dialihkan.
24. Bahwa sekitar bulan September 2016, Para Penggugat menemukan salinan
dari sertifikat HM wakaf no 304 atas nama Bitah Seluas 258 M2 yang
diterbitkan oleh Turut Tergugat II dan para Penggugat juga menyadari
bahwa SHM aquo salah, dan tetap meminta penyerahan objek sengketa
yang berupa tanah wakaf darat/kering yang telah diikrarkan wakaf oleh H.
120
Imam Mukti dari para Tergugat secara kekeluargaan, namun tidak pernah
dihiraukan oleh Para Tergugat.
25. Bahwa selanjutnya pada tanggal 29 Maret 2017, Para Penggugat menggugat
Para Tergugat di PA Kota Kediri dengan nomor perkara 224/Pdt
G/201/PA.Kdr yang akhirnya judex factie menyatakan Para Penggugat
mampu untuk membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya, dan pada
akhirnya pada tanggal 1 Februari 2018 dalam amar putusannya Para
Penggugat dinyatakan menang, sehingga para Tergugat harus
mengembalikan objek sengketa sebagai tanah wakaf.
26. Bahwa kemudian para Terguat mengajukan banding di PTA Surabaya
dengan nomor perkara 145/Pdt.G/2018/PTA.Sby tertanggal 6 Juni 2018
yang dalam amar putusannya judex factie menguatkan amar putusan PA
Kota Kediri dengan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk
seluruhnya.
27. Bahwa kemudian para Tergugat mengajukan kasasi di MA dengan nomor
perkara 75/K/AG/2019 yang dalam amarnya judex juris membatalkan
putusan PTA Surabaya juncto putusan PA Kediri, karena Para PEnggugat
tidak menguraikan tidak sahnya wakaf, syarat wakaf, rukun wakaf,
sehingga gugatan Para Penggugat dinilai kabur (obscuur) sehingga
dinyatakan tidak dapat diterima (niet otvankelijke veklaard)
28. Bahwa karena penyebab gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet
otvankelijke veklaard) adalah karena mengandung cacat formil gugatan
kabur (obscuur liebel) yang tidak menguraikan syarat dan rukun wakaf
dalam perkara aquo, maka para Penggugat memperbaiki gugatannya
sebagai pertimbangan Judex Juris, menguraikannya dalam posita Gugatan
angka 5,15,16,17,21 dan mengajukan gugatan aquo di PA kota Kediri yang
memiliki kewenangan absolut dan relative dalam memeriksa perkara aquo.
29. Bahwa para penggugat memiliki hak dan kapasitas penuh (legal standing)
untuk menggugat Para Tergugat karena dalam perkara yang berhubungan
dengan harta wakaf peninggalan H.Imam Mukti. Siapapun seluruh
keturunan wakif berkapasitas untuk menggugat terhadap sesame
keturunannya maupun orang lain yang dianggap merugikan atau
menghilangkan hak-hak harta wakaf yang telah diikrarkan oleh wakif,
sebagai harta Allah SWT untuk kepentingan Islam, terbebas dan terlepas
dari penguasaan siapapun untuk selama-lamanya.
30. Bahwa para penggugat tidak sedikitpun khawatir akan dipindah
tangankannyan objek sengketa oleh para Tergugat, karena Para Penggugat
menyakini Allah SWT akan melindungi para Penggugat dalam upaya-
upaya pengembalian hartaNya, sehingga Para Penggugat tidak perlu
mengajukan peletakan sita jaminan (conservatoir beslag) dalam perkara
aquo.
121
Berdasarkan alas an-alasan tersebut diatas, dengan telah lengkapna para pihak
selaku subjek hukum, hak dan kapasitas penuh yang dimiliki oleh Penggugat
untuk menggugat (legal standing judicio), berdasarkan posita yang terang-
benderang (duidelijk), tidak kabur (obscuur), dan telah tepat (radelijk) dalam
mengajukan gugatan terhadap Para Tergugat dan para Turut Tergugat.
Maka dengan segala kerendahan hati, Para Penggugat memohon kepada ketua
Pengadilan Agama Kota Kediri c.q majelis hakim/judex facti yang memeriksa
dan mengadili perkara aquo supaya berkenan menjatuhkan amar putusan
(petitum) yang berbunyi sebagai berikut:
A. PRIMAIR
1. Mengabulkan gugatan para Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan sah dan berharga seluruh alat bukti Para Penggugat dalam
perkara Aquo.
3. Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat II, yang memanipulasi dan
memalsukan tanda tangan ahli waris Moebin yang bernama H. Achmad
Zainal Abidin B.A dan Drs. Ali Hasan, dalam dokumen Berita Acara
Pemasangan Tugu-Tugu Batas serta surat-surat lain untuk proses
penerbitan SHM wakaf nomor 304 atas nama Bitah adalah Perbuatan
Melawan Hukum.
4. Menyatakan bahwa Akta Penggati Akta Ikrar Wakaf nomor W3/55/02
tahun 1991 atas nama Badrun, tertanggal 16 Maret 1991 yang diterbitkan
oleh Turut Tergugat I adalah tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak
dapat menimbulkan akibat hukum.
5. Menyatakan bahwa SHM wakaf no 304 atas nama Bitah , desa Gayam,
gambar situasi no 1742, tgl 22-11-1991 seluas 258 M2 yang diterbitkan
oleh Turut Tergugat II adalah tidak memiliki kekuatan hukum.
6. Menyatakan perbuatan Tergugat I beserta keluarganya yang menguasai
objek sengketa berupa tanah wakaf darat H. Imam Mukti seluas 342 M2
yang tertulis atas nama Moebin dalam Letter C no kohir 234, no persil 2
kelas d II sebagai hak milik pribadi adalah perbuatan melawan hukum.
7. Menghukum Para Tergugat untuk membongkar semua bangunan dan
memotong semua tanaman diatas objek sengketa seluas 342M2 / 24 Ru,
yang telah diikrarkan wakaf oleh H. Imam Mukti (tertulis atas nama
Moebin dala
8. m Letter C nomor Kohir 234 persil 2 kelas d II), di Kota Kediri dengan
batas-batas:
Utara : Tanah hak Moebin (tertulis atas nama Moebin dalam Letter C
no 234)
Timur : Tanah hak Moebin (tertulis atas nama Moebin dalam Letter C
no 234)
Selatan : Jalan Umum/ Jalan Aspal
122
“Menimbang, bahwa Pasal 1917 KUH Perdata mengatur tentang Nebis In Idem
dalam suatu putusan. Berdasarkan Pasal tersebut melekatnya Nebis In Idem
dalam suatu putusan harus memenuhi syarat-syarat komulatif sebagai berikut:
1) Apa yang digugat sudah pernah diperkarakan sebelumnya;
2) Terhadap perkara terdahulu telah ada putusan hakim yang berkekuatan
hukum tetap;
3) Putusan bersifat positif;
4) Subyek atau pihak yang berperkara sama;
5) Obyek gugatab sama;
“Menimbang, bahwa sedangkan di dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor
75K/Ag/2019 tanggal 12 Februari 2019 tersebut sebagaimana bukti P.13
meskipun subyek hukum dan obyek sengketanya sama, namun isi putusan
tersebut bersifat negative. Dengan demikian, maka salah satu syarat mengenai
melekatnya Nebis In Idem dalam suatu putusan tidak terpenuhi;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, makan Majelis
Hakim berpendapat bahwa dalil eksepsi para Tergugat Konvensi/Penggugat
Rekovensi tersebut tidak beralasan dan harus dinyatakan ditolak;
Dalam Konpensi:
“Menimbang, bahwa dalam pertimbangan ini yang semula sebagai Penggugat
Konvensi/Tergugat Rekovensi untuk selanjutnya disebut sebagai Penggugat
Konvensi, sedangkan yang semula sebagai Tergugat Konvensi/Penggugat
Rekovensi untuk selanjutnya disebut sebagai Tergugat Konvensi;
“Menimbang, bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan,
apakah para Tergugat Konvensi tersebut mempunyai legal standing dalam
mengajukan perkara ini;
“Menimbang, bahwa dalam perkara sengketa wakaf maka ang berhak
mengajukan perkara adalah wakif atau keluarga (ahli warisnya), nadzir, orang
yang merasa mempunyai kepentingan dengan tanah wakaf;”
“Menimbang, bahwa para Penggugat Konvensi didalam surat gugatannya
mendalilkan, bahwa Penggugat Konvensi I adalah keturunan ke empat dari
H.Imam Mukti selaku wakif sedangkan Penggugat Konvensi II adalah
keturunan ketiga dari H.Imam Mukti selaku wakif. Dengan demikian maka para
penggugat Konvensi masih termasuk keturunan dari H. Imam Mukti, oleh
karena itu para Penggugat Konvensi mempunyai legal standing untuk
mengajukan perkara a quo;
125
“Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan para Penggugat
Konvensi dan Para Tergugat Konvensi datang menghadap sendiri
kepersidangan, sedangkan Turut Tergugat I datang menghadap ke persidangan
hanya pada sidang pertama saja dan Turut Tergugat II tidak pernah datang
menghadap kesidang meskipun ia telah dipanggil secara resmi dan patut.
Sedangkan tidak ternyata bahwa ketidak hadiran Turut Tergugat I dan Turut
Tergugat II tersebut tidak disebabkan oleh suatu alas an yang sah;
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan para
Penggugat Konvensi dan para Tergugat Konvensi agar menyelesaikan
sengketanya dengan cara kekeluargaan, namun tidak berhasil. Dengan
demikian usaha Majelis telah memenuhi PAsal 130 (ayat 1) HIR;
“Menimbang, bahwa untuk memenuhi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor
1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Mejelis Hakim telah
memerintahkan kepada Para Penggugat Konvensi dan Para Tergugat Konvensi
untuk upaya damai melalui proses mediasi dengan mediator H. Hadiyatullah,
S.H., M.H namun upaya tersebut tidak berhasil;
“Menimbang bahwa selanjutnya Penggugat Konvensi I menguasakan kepada
Ahmad Mustafa Al-Qahhar bin Drs. Ali Hasan, berdasarkan surat kuasa
tertanggal 2 September 2019 yang telah terdaftar di Register Surat Kuasa
Pengadilan Agama Kediri Nomor:0175/Kuasa/IX/2019/PA.Kdr;
“Menimbang, bahwa selanjutknya Tergugat Konvensi II menguasakan kepada
Yunita Rafika Sari, S.H Advokat/Pengacara dan Penasehat Hukum yang
berkantor di Jalan Raya Kediri-Pare, Perum Sukarejo Indah Nomor 25 C, Desa
Gurah, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, berdasarkan surat kuasa khusus
tertanggal 15 September 2019 yang telah terdaftar di Register Surat Kuasa
Pengadilan Agama Kediri Nomor: 190/Kuasa/9/2019/PA.Kdr tanggal 17
September 2019;
“Menimbang, bahwa surat kuasa baik yang dibuat oleh Penggugat Konvensi I
maupun Tergugat Konvensi II kepada kuasa hukumnya masing-masing tersebut
telah memenuhi unsur kekhususan sebagai surat kuasa khusus, karena secara
jelas telah menunjuk jenis perkaranya di Pengadilan Agama Kediri dengan
memuat materi telaah yang menjadi batas da nisi dari materi kuasa yang
diberikan oleh karenanya penerima kuasa harus pula dinyatakan mempunyai
kedudukan dan kapasitas sebagai subyek hukum yang berhak melakukan
tindakan hukum atas nama pemberi kuasa;
“Menimbang, bahwa yang menjadi dasar diajukannya gugatan ini oleh Para
Penggugat Konvensi adalah bahwa pada sekitar tahun 1940 H, H. Imam Mukti
126
mewakafkan sebuah musholla yang diberi nama Ash Shabawi dan tanah kosong
ang ada di halaman musholla;
“Menimbang, bahwa pada tahun 1970 salah satu cucu H.Imam Mukti yang
bernama Badrun membangun rumah diatas tanah kosong yang diwakafkan oleh
H. Imam Mukti tersebut dan sekarang rumah tersebut yang menempati adalah
Tergugat I dan keluarganya.
“Menimbang, bahwa tahun 1991 Tergugat Konvensi II melakukan perbuatan
melawan hukum yakni tanpa sepengetahuan nazhur yang lain dan dengan
memalsukan tanda tangan H.Achmad Zainal Abidin, B.A dan Drs. Ali Hasan
(sebagai pemilik tanah sebelahnya) dalam berita acara pemasangan tugu batas
yang selanjutnya dipergunakan sebagai dasar pengajuan Akta Pengganti Ikrar
Wakaf nomor W3/55/02 tahun 1991 atas nama Badrun;
“Menimbang bahwa pada tahun 1991 itu juga Tergugat Konvensi II
menggunakan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf Nomor W3/55/02 tahun 1991
atas nama BAdrun untuk mengajukan SHM Wakaf No 304 atas nama Bitah,
seluas 258 M2 ;
“Menimbang, bahwa atas gugatan para Penggugat Konvensi tersebut, para
Tergugat Konvensi telah mengajukan jawaban secara tertulis yang pada
pokoknya menolak dalil gugatan para Penggugat Konvensi;
“Menimbang, bahwa hal-hal yang ditolak oleh Para Tergugat Konvensi, adalah
sebagai berikut:
1) Bahwa Para Penggugat Konvensi tidak mempunai legal standing sebagai
Penggugat Konvensi, karena para Penggugat Konvensi bukan ahli waris
dari alm Badrun;
2) Bahwa para Tergugat Konvensi menolak telah mengubah 4 unsur wakaf;
3) Bahwa para Tergugat Konvensi menolak, bahwa alm. Badrun telah
menyerobot obyek sengketa yang merupakan peninggalan H. imam Mukti;
“Menimbang, bahwa oleh karena para Tergugat Konvensi membantah dalil-
dalil gugatan para Penggugat Konvensi, maka kepada para Penggugat Konvensi
dan para Tergugat Konvensi diberi kesempatan untuk membuktikan dalilnya
masing-masing secara berimbang sesuai dengan ketentuan Pasal 163 HIR;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menetapkan apakah obyek
sengketa yang didalilkan oleh para Penggugat Konvensi tersebut harta wakaf
atau bukan, terlebih dahulu Majelis Hakim akan memberikan batasan dan ruang
lingkup tentang kewenangan Pengadilan Agama berkaitan dengan sengketa
wakaf;
127
“Menimbang, bahwa saksi yang bernama H.Ahmad Zainal Abidin, B.A telah
memberi keterangan yang pada pokoknya:
- Bahwa saksi mengetahui obyek wakaf yang disengketakan para pihak
terletak di Kota Kediri;
- Bahwa tanah wakaf tersebut asalnya adalah milik kakek saksi yang bernama
Mbah Mukti;
- Bahwa Mbah Mukti mewakafkan tanah kosong dan musholla tersebut
sebelum tahun 1942 dan pada tahun 1942 juga mbah Mukti dan isterinya
yang bernama Umi Kultsum meninggal dunia;
- Bahwa pada waktu mbah Mukti mewakafkan tanahnya, tanah yang ada
mushollanya itu masih atas nama Bitah, sedangkan tanah kosong yang ada
di depan musholla atas nama Mobin;
- Bahwa saksi mengetahui mbah Mukti mewakafkan tanah tersebut dari
cerita ayah saksi yang bernama Mobin;
- Bahwa Mobin sudah meninggal dunia pada tahun 1949;
- Bahwa ketika Badrun menjadi takmir musholla membangun rumah diatas
tanah wakaf dan sekarang rumah tersebut yang menempati adalah Tergugat
I dan keluarganya;
“Menimbang, bahwa saksi yang bernama SAKSI 2 telah memberi keterangan
yang pada pokokna:
- Bahwa saksi mengetahui obyek wakaf yang disengketakan para Pihak
terletak di Kota Kediri;
- Bahwa yang mewakafkan tanah tersebut adalah Mbah Mukti;
- Bahwa saksi tidak mengetahui sendiri ketika mbah Mukti mewakafkan
tanah tersebut, saksi tahunya dari cerita mbah Insiyah (Isteri Mobin);
- Bahwa yang diwakafkan oleh Mbah Mukti adalah Musholla dan tanah
kosong yang ada dihalaman musholla;
- Bahwa sepengetahuan saksi tanah yang ditempati musholla tersebut dalam
buku letter C desa masih atas nama Bitah, sedangkan tanah kosong yang
dihalaman musholla dalam buku letter C desa masih atas nama Mobin;
- Bahwa saksi tidak mengetahui mengapa obyek wakaf masih atas nama
Bitah dan Mobin didalam buku letter C desa;
“Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil bantahannya, para Tergugat
Konvensi telah menghadirkan dua orang saksi yang bernama SAKSI 1 dan
SAKSI 2, dibawah sumpah kedua saksi telah memberi keterangan didepan
persidangan;
“Menimbang, bahwa saksi yang bernama SAKSI 1 telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya, sebagai berikut:
129
Mengadili :
Dalam Eksepsi :
-Menolak eksepsi para Tergugat Konvensi/Penggugat Rekovensi;
Dalam Konvensi:
-Menolak gugatan para Penggugat Konvensi;
Dalam Rekovensi :
-Menyatakan gugatan Rekovensi para Penggugat Rekovensi dinyatakan
tidak diterima;
Dalam Konvensi dan Rekovensi:
-Menghukum kepada para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekovensi
untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp.
1.516.000,- (satu juta lima ratus enam belas ribu rupiah);
dialamatkan kepada orang yang salah. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara
Perdata menjelaskan bahwa cacat formil yang timbul atas kekeliruan atau kesalahan
adalah orang yang tidak memenuhi syarat karena penggugat dalam kondisi berikut :
Gugatan yang diajukan oleh orang yang tidak berhak atau tidak
memiliki hak itu, merupakan gugatan yang mengandung kesalahan formil yaitu
pihak yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak punya syarat
untuk itu.
Orang yang berada dibawah umur atau perwalian tidak cakap melakukan
tindakan hukum. Oleh sebab itu, orang yang dibawah umur atau perwalian
tidak dapat bertindak sebagai penggugat tanpa abntuan orang tua atau wali.
Gugatan yang mereka ajukan tanpa bantuan orang tua atau wali yang
133
syarat.
Bentuk lain kesalahan dalam persona yang mungkin terjadi adalah orang yang
Bentuk Error in Persona yang lain disebut Plurium Litis Consortium (gugatan
kurang pihak) yakni pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik
sebagai tergugat tidak lengkap, masih ada orang yang harus bertindak sebagai
penggugat atau ditarik tergugat. Oleh karena itu gugatan dalam bentuk plurium
Dalam pertimbangan hukum hakim diatas hakim menilai bahwa dalil tergugat
mengenai gugatan yang Error In Persona tidak tepenuhi. Error in Pesona yang
dimaksud dalam dalil gugatan ialah salah sasaran pihak yang digugat, akan tetapi
gugatan ini mengenai sengketa wakaf bukan ahli waris jadi gugatan Error In Persona
tidaklah tepat. Jika dianalisis menggunakan teori keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum maka dapat dilihat apakah pertimbangan hakim sudah memenuhi teori tujuan
hukum.
134
internal dari suatu hukum dimana segala perbuatan yang wajib pasti adil.
Hal ini dikarenakan sebagai firman Allah SWT dan sifatnya atau hukumnya
haram dianggap suatu ketidakadilan. Karena dalam hal ini wahyu tidak
sudah sesuai menurut konsep keadilan dari aspek procedural. Karena hakim
139
Madjid Khadduri, Teori Keadilan Prespektif Islam, (Surabaya, Risalah Gusti, 1999), hlm.
119-201
135
lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan
Fairness”.140
yaitu pertama memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan
140
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
136
dasar yang paling luas seluas kebebasan bagi setiap orang. Kedua, mampu
posisi penggugat maupun tergugat. Bagi dalil pihak yang tidak terpenuhi
serta tidak beralasan hakim tidak segan untuk menolak dalil tersebut karena
hakim melihat unsur-unsur gugatan secara detail dan tidak hanya terpaku
terhadap eksepsi tergugat saja melainkan melihat dua sisi yaitu dari pihak
mempunyai sisi lain yang justru lebih penting yaitu memberi manfaat.142
141
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien
(Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 7
142
Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 116
137
tuduhan yang tidak benar terhadap Penggugat. Karena dalil Tergugat tidak
padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang justru lebih penting yaitu
memberi manfaat.
memilah pertimbangan mana yang baik dan buruk yang akan menjadi
Kepastian hukum sangat erat terkait dengan asas legalitas. Artinya, hukum
yang berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama dengan
kepastian hukum.
ditetapkan negara;
yaitu dengan peraturan serta norma yang berlaku, tidak ada perbuatan yang
dapat dihukum tanpa ada norma yang mengaturnya. Dalil mengenai Error
In Persona dalam hal ini salah sasaran pihak yang digugat adalah tidak
semata.
143
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, (Disertasi Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2002), hlm. 18
144
Tatiek Sri Djatmiati , Ibid, hlm. 80
140
Plurium Litis Consortium yaitu eksepsi yang termasuk dalam kualifikasi eksepsi Eror
in Persona. Plurium litis Consortium berasal dari bahasa latin, pluries berarti banyak,
litis conserters berarti kawan berperkara atau teman sejawat. Bentuk plurium litis
Consortium yaitu eksepsi yang termasuk dalam kualifikasi eksepsi eror in persona
terjadi karena kurang pihak. Baik itu kurangnya penggugat maupun tergugat dan
apabila pihak yang mengajukan eksepsi bisa membuktikan dalilnya maka gugatan yang
diajukan dapat dinyatakan cacat formil yang dapat mengakibatkan gugatan tidak dapat
diterima.
gugatan kurang pihak dari pihak Tergugat karena tidak beralasan. Jika dianalisis
menggunakan teori keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum maka dapat dilihat
:145
internal dari suatu hukum dimana segala perbuatan yang wajib pasti adil.
Hal ini dikarenakan sebagai firman Allah SWT dan sifatnya atau hukumnya
haram dianggap suatu ketidakadilan. Karena dalam hal ini wahyu tidak
sudah sesuai menurut konsep keadilan dari aspek procedural. Karena hakim
145
Madjid Khadduri, Teori Keadilan Prespektif Islam, (Surabaya, Risalah Gusti, 1999), hlm.
119-201
142
lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan
Fairness”.146
146
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
143
yaitu pertama memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan
dasar yang paling luas seluas kebebasan bagi setiap orang. Kedua, mampu
posisi penggugat maupun tergugat. Bagi dalil pihak yang tidak terpenuhi
serta tidak beralasan hakim tidak segan untuk menolak dalil tersebut karena
hakim melihat unsur-unsur gugatan secara detail dan tidak hanya terpaku
terhadap eksepsi tergugat saja melainkan melihat dua sisi yaitu dari pihak
147
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien
(Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 7
144
mempunyai sisi lain yang justru lebih penting yaitu memberi manfaat.148
tuduhan yang tidak benar terhadap Penggugat. Karena dalil Tergugat tidak
padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang justru lebih penting yaitu
memberi manfaat.
148
Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 116
145
memilah pertimbangan mana yang baik dan buruk yang akan menjadi
Kepastian hukum sangat erat terkait dengan asas legalitas. Artinya, hukum
yang berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama dengan
kepastian hukum.
(1) Adanya aturan yang konsisten dan dapat diterapkan, atau ditetapkan
negara;
146
(4) Hakim yang bebas dan tidak memihak secara konsisten menerapkan
hukum itu;
Menurut Radburch, keputusan yang baik adalah keputusan yang adil dan
responsive harus menggunakan asas prioritas dimana prioritas pertama adalah keadilan
Berdasarkan teori kepastian hukum diatas baik menurut hukum Islam maupun
Hukum Barat, Hukum harus memberikan kepastian hukum yaitu dengan peraturan
serta norma yang berlaku, tidak ada perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada norma
yang mengaturnya. Dalil mengenai gugatan kurang adalah tidak terpenuhi karena
gugatan yang diajukan mengenai sengketa wakaf bukan ahli waris, eksepsi baik itu
kurangnya penggugat maupun tergugat dan apabila pihak yang mengajukan eksepsi
bisa membuktikan dalilnya maka gugatan yang diajukan dapat dinyatakan cacat formil
149
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, (Disertasi Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2002), hlm. 18
150
Tatiek Sri Djatmiati , Ibid, hlm. 80
147
yang dapat mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Maka dapat dilihat bahwa
digugat harus sama. Apabila pihak-pihak yang bersengketa tersebut sama dan sengketa
tersebut sudah pernah diputus oleh pengadilan dan putusan tersebut sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap, maka sengketa tersebut dikenai nebis in idem, unsur-unsur
Subyek gugatan adalah para pihak dalam sengketa tersebut yakni pihak
penggugat dan pihak tergugat. Subyek gugatan yang dapat dikenai asas nebis
Obyek gugatan adalah mengenai apa yang menjadi soal atau masalah
dari sebuah gugatan terdahulu dan gugatan yang diajukan kemudian. Obyek
gugatan dapat dikenai asas nebis in idem apabila soal atau masalah gugatan
Syarat ketiga untuk adanya asas nebis in idem adalah gugatan atau
tuntutan adalah sama. Ini berarti dasar dari gugatan yang telah diputus terdahulu
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah sama dengan alas an atau dasar
pihak. Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak
mencoba memberi dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan. Terikatnya para
pihak kepada putusan dapat mempunyai arti positif dan arti negative.
149
a. Arti positif, yaitu kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa apa yang
telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai positif benar. Apa yang
telah diputus oleh hakim harus dianggap benar (res judicata pro veritate
b. Arti negative, yaitu kekuatan mengikat suatu putusan ialah bahwa hakim
pihak yang sama serta mengenai pokok sengketa yang sama. Ulangan dari
tindakan itu tidak akan mempunyai akibat hukum : nebis in idem (Pasal 134
Rv) kecuali didasarkan atas Pasal 134 Rv kekuatan mengikat dalam arti
negative ini juga didasarkan pada asas “litis finiri opertet”, yang menjadi
apa yang pada suatu waktu telah diselesaikan oleh hakim tidak boleh
baik dalam arti positif maupun negative (Pasal 1917, 1920 KUHPerdata dan
134 Rv).
eksepsi tergugat mengenai Nebis In Idem, karena di dalam putusan Mahkamah Agung
dan obyek sengketanya sama, tetapi isi putusan tersebut bersifat negative. Dengan
demikian, maka salah satu syarat mengenai melekatnya Nebis In Idem dalam suatu
150
teori tujuan hukum. Apakah pertimbangan hakim sudah sesuai berdasarkan teori
Para kaum teolog muslim terbagi menjadi dua kelompok yaitu Kaum
Keadilan menurut kaum Asy’ari ditafsirkan menyatakan bahwa Allah itu adil,
segala tindakan Allah SWT adalah adil dan bukan setiap keadilan harus
keadilan merupakan suatu tindakan atau perbuatan Allah SWT lah yang
keadilan memiliki hakikat tersendiri dan sepanjang Allah Maha Bijaksana dan
Adil.151
ukur tersendiri, manusia tidak bisa mengukur tolak adil itu sendiri. Hakim
151
Dikutip dalam Jurnal Rendra Widyakso S.H, Konsep Keadilan Menurut Al-Qur’an,
(Pengadilan Agama Purworejo Jawa Tengah, 2019)
151
pertimbangan hukum nya berdasarkan patokan norma yang berlaku dan aturan-
aturan yang berlaku. Sepanjang hakim berpedoman terhadap norma dan aturan
serta berpegang teguh kepada Allah SWT, hakim dapat membuat putusan
yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak
ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu
dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan
kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli”
yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri
pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk
152
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
152
yaitu pertama memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar
yang paling luas seluas kebebasan bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur
hukum hakim menolak bahwa gugatan tergugat mengenai nebis in idem, karena
dalam putusan sebelumnya yang dikeluarkan hakim bersifat negative itu artinya
manusia. Dari pengertian tersebut beliau memandang maslahah hanya dari satu
153
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien
(Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 7
153
yang menolak adanya nebis in idem telah sesuai dengan teori kemanfaatan
Manfaatnya yaitu memberi keadilan untuk sebuah putusan, agar putusan yang
baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung apakah perbuatan itu akan
mempunyai tanggung jawab kepada pihak atau orang yang melakukan apakah
154
Dahlan, Tamrin, Filsafat Hukum Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 116
154
mana yang baik dan buruk yang akan menjadi pertimbangan hukum dalam
suatu putusan. Karena dari pertimbangan hukum yang baik akan menghasilkan
hukum sangat erat terkait dengan asas legalitas. Artinya, hukum yang tujuannya
masyarakat sehingga di dalam hukum itu larangan sudah jelas mengenai hal-
menjelaskan secara terang sehingga masyarakat tahu secara pasti hukum yang
berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama dengan ketentuan setiap
ditetapkan negara;
hukum (rechtszekerheid).156
menolak dalil nebis in idem karena hakim menilai bahwa putusan terdahulu
masih bisa dilakukan upaya hukum, akan tetapi pihak penggugat tidak
melakukan upaya hukum yang terakhir yaitu peninjauan kembali. Jadi pihak
idem yang terdapat di putusan sebelumnya yaitu gugatan dan obyek sama akan
155
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, (Disertasi Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya, 2002), hlm. 18
156
Tatiek Sri Djatmiati , Ibid, hlm. 80
156
pertimbangan hukum bahwa menolak dalil nebis in idem dari tergugat supaya
b) Dalam Konpensi:
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan para
Penggugat Konvensi dan para Tergugat Konvensi agar menyelesaikan
sengketanya dengan cara kekeluargaan, namun tidak berhasil. Dengan
demikian usaha Majelis telah memenuhi Pssal 130 (ayat 1) HIR;
Mediasi berasal dari bahasa latin “mediare” artinya berada di tengah. Makna
mengenai mediasi menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai
pihak. Makna berada di tengah juga berarti bahwa mediator harus berada di posisi
netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu untuk
menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil, dan sama lalu
Menerapkan Lembaga Damai diatur dalam Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg. Pasal
130 HIR dan 154 RBg menetapkan pembantuan tentang prasejarah dan mewajibkan
hakim untuk terlebih dahulu mendamaikan pihak yang berperkara sebelum perkaranya
diberlakukan.
157
sangat penting bahkan dalam PERMA yang terakhir, bahwa jika para pihak terutama
Dilihat dari uraian diatas, hakim telah melakukan mediasi kepada para pihak,
namun tidak berhasil. Hakim telah berusaha untuk mendamaikan dengan cara mediasi.
Pertimbangan hukum hakim akan dianalisis menggunakan teori tujuan hukum yaitu
merasuk kedalam jiwa yang paling dalam dari setiap manusia. Hal ini
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits serta kedaulatan rakyat atau komunitas
Muslim.
namakan Allah SWT karena dalam pelaksanaan keadilan Islam bersumber dari
konflik yang ditawarkan oleh Al-Quran. Pada dasarnya setiap konflik yang
dan pertikaian antara sesama manusia. Tetapi kata Ishlah lebih menekankan arti
suatu proses perdamaian antara dua pihak. Sedangkan kata shluh lebih
menekankan arti hasil dari proses Ishlah tersebut yaitu berupa shulh
konflik yang terjadi diantara orang-orang beriman, yaitu apabila mereka terlibat
mediasi sudah sesuai menurut teori keadilan Islam, karena dalam Islam
sudah berusaha mendamaikan akan tetapi tidak berhasil karena para pihak lebih
yang sama dan sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak
159
ada pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu
dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan
kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli”
yang bertumpu pada pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri
pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk
untuk berhasil dalam proses mediasi karena hakim memberi kebebasan para
Pihak untuk menerima mediasi atau tidak. Hal ini menggambarkan bahwa
157
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
160
ditetapkan berdasarkan dalil maslahah karena adanya alas an-alasan berikut ini
:158
baiknya.
158
Kemal Muhtar, Maslahah sebagai dalil Penetapan Hukum Islam Rekontruksi Metodologi
ilmu-ilmu Keislaman, (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hlm. 228
161
Jhon Stuar Mill salah satu tokoh penganut asas Utilisme selain Jeremy
Bentham berprinsip “The greatest happiest for the greatest number” yang
artinya kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah banyak. Syarat
utama hukum menurut teori ini adalah kemanfaatan, hukum dan moral
merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan hukum harus bermuatan moral
dan moral harus bermuatan hukum, mengingat moral merupakan salah satu
sendi utama kehidupan manusia yang berakar pada kehendaknya, hukum yang
efisien dan efektif adalah hukum yang bisa mencapai visi dan misinya yaitu
159
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) termasuk interpretasi Undang-Undang (legalsprudence), (Jakara: Kencana
Perdana Media Group, Cet ke-1, 2009), hlm 213
160
Ibid, hlm. 18
162
hukum sangat erat terkait dengan asas legalitas. Artinya, hukum yang tujuannya
masyarakat sehingga di dalam hukum itu larangan sudah jelas mengenai hal-
mengutus di Ibukota itu sorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
163
menjelaskan secara terang sehingga masyarakat tahu secara pasti hukum yang
berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama dengan ketentuan setiap
Mohammad Daud Ali menunjuk juga kepastian hukum dalam ayat “Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang Rasul (Q.S Al-
Isra ayat 15) “ . Anwar Harjono berpendapat bahwa asas kepastian hukum juga
berarti tidak ada suatu perbuatan pun yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan
oleh hukum dengan sifatnya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.
Sifat umum dari aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak hanya
161
Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 158
164
hukum (rechtszekerheid).162
hakim dalam mediasi merupakan salah satu cara hakim untuk memberikan
kepastian hukum bagi kedua belah pihak. Akan tetapi usaha mediasi yang
162
Tatiek Sri Djatmiati , Ibid, hlm. 80
165
gugatan yang telah diajukan Para Pihak. Hal tersebut telah sesuai dengan teori
kepastian hukum.
“Menimbang, bahwa Pasal 171 Ayat (1) HIR menyatakan, bahwa “Tiap-tiap
kesaksian harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui
kesaksiannya’, sedangkan Pasal 1907 KUH Perdata, bahwa:”Tiap kesaksian
harus disertai keterangan tentang bagaimana saksi mengetahui kesaksiannya”;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka kedua saksi para Penggugat
Konvensi termasuk saksi yang “Testimonium De Auditu”, karena saksi tidak
mengalami, melihat atau mendengar sendiri tentang peristiwa ikrar wakaf aquo.
Dengan demikian, maka Majelis Hakim tersebut tidak dapat diterima sebagai
alat bukti;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka dalil para Penggugat Konvensi
tentang telah terjadinya ikrar wakaf dari H. Imam Mukti (sebagai wakif) kepada
keluarganya yang terjadi pada Tahun 1940 tidak terbukti dan harus dinyatakan
ditolak;
Kata saksi berarti kesaksian atau bukti kebenaran. Kesaksian artinya keterangan
atau bukti pernyataan yang diberikan oleh orang yang melihat, atau keterangan atau
pernyataan yang diberikan saksi.163 Sedangkan menurut syara’ pada umumnya yang
diutarakan adalah definisi kesaksian. Kesaksian menurut bahasa arab adalah asy-
syahadah ialah mengemukakan kesaksian untuk menetapkan ha katas diri orang lain.164
sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang
adanya peristiwa dari orang lain. Selanjutnya tidak boleh pula keterangan saksi itu
163
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, hlm.
131
164
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqey, Peradilan dan Hukum Acara Islam,
(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putera, 1997), hlm. 139
166
Kesaksian bukanlah suatu alat bukti yang sempurna dan mengikat hakim, tetapi
terserah pada hakim untuk menerimanya atau tidak. Artinya, hakim leluasa untuk
apa yang telah dilihatnya atau yang telah dialaminya sendiri. Jadi keterangan yang
diberikan oleh seorang saksi tidak boleh berupa hasil kesimpulan yang ditarik apa yang
dilihatnya dari suatu peristiwa tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan HIR Pasal 171
yaitu :
b. Perasaan atau sangka yang istimewa, yang terjadi karena kata akal tidak
sungguh, yang didengar, dilihat atau yang dirasa oleh saksi itu sendiri, lagi
pula harus disebutkan dalam penyaksian itu sebab-sebab hal itu jadi
diketahui.
165
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, hlm. 180-181
167
b. Kira atau sangka yang istimewa yang disusun dengan kata akal saja bukan
penyaksian.
bukan kesaksian.” Dengan mengetahui apa yang dimaksud dengan kesaksian, maka
suatu peristiwa, yang ia lihat (dialaminya sendiri), tanpa mengada-ada ataupun menarik
memaksa memanggil saksi untuk didengar keterangannya di muka sidang, dan jika
pada waktu yang ditentukan saksi tersebut tidak hadir ia dapat dibawa ke sidang oleh
polisi.
menggunakan teori tujuan hukum untuk melihat apakah pertimbangan hukum hakim
merasuk kedalam jiwa yang paling dalam dari setiap manusia. Hal ini
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits serta kedaulatan rakyat atau komunitas
Muslim.
mengenai saksi ialah hakim tidak dapat menerima sebagai alat bukti karena
kesaksian tidak dialami oleh saksi itu sendiri. Dilihat dari pemikiran Murthada
169
Mathari yaitu adil yang dimaknai sebagai arti keseimbangan, artinya hakim
pengetahuan saksi baik kejadian yang di dengar, dilihat atau yang dirasa oleh
saksi itu sendiri. Maka pertimbangan hukum hakim telah memenuhi unsur adil
status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang
yang seimbang, itulah pandangan Rawls sebagai suatu “posisi asli” yang
pada tertutupnya seluruh fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk
yaitu pertama memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar
yang paling luas seluas kebebasan bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur
berprinsip yaitu memberi hak dan kesempatan yang sama dengan tidak ada
pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu
dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat melakukan
saksi masih keluarga dengan Pihak akan tetapi pertimbangan hukum hakim
Pertimbangan hukum hakim hanya terbatas pada norma tersebut tidak melebih-
166
Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hlm. 90
167
Hans Kelsen, General Theory Of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien
(Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 7
171
mengenai menolak kesaksian dari saksi para pihak ialah telah tepat berdasarkan
teori keadilan.
ditetapkan berdasarkan dalil maslahah karena adanya alas an-alasan berikut ini
:168
2) Hukum itu dapat menolak atau menghindarkan kerusakan dan kerugian bagi
3) Hukum itu harus dapat menutup pintu-pintu yang mengarah pada perbuatan
168
Kemal Muhtar, Maslahah sebagai dalil Penetapan Hukum Islam Rekontruksi Metodologi
ilmu-ilmu Keislaman, (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hlm. 228
172
hakim mengenai mendengarkan keterangan saksi dari para Pihak dan menolak
Para Pihak. Hal ini menjadikan referensi hakim dalam mengambil keputusan
baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung apakah perbuatan itu akan
mempunyai tanggung jawab kepada pihak atau orang yang melakukan apakah
itu baik atau buruk. Lebih lanjut Jeremy Bentham dalam pembentukan
peraturan berpendapat:
seorang pun bernilai lebih (Everybody to count for one, no body for
more than one).169
Pihak. Pertimbangan hukum hakim menolak keterangan saksi dari para Pihak
kota sebelum Dia mengutus di Ibukota itu sorang rasul yang membacakan ayat-
ayat Kami kepada mereka: dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-
169
Abdul Manan, Asperk Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009),
hlm. 17
174
ayat 59).”
menjelaskan secara terang sehingga masyarakat tahu secara pasti hukum yang
berlaku berarti ada kepastian hukumnya. Hal itu sama dengan ketentuan setiap
Mohammad Daud Ali menunjuk juga kepastian hukum dalam ayat “Dan
Kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang Rasul (Q.S Al-
Isra ayat 15) “ . Anwar Harjono berpendapat bahwa asas kepastian hukum juga
berarti tidak ada suatu perbuatan pun yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan
oleh hukum dengan sifatnya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.
Sifat umum dari aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak hanya
170
Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 158
175
undang-undang yang berlaku, hal ini memberikan kepastian hukum bagi para
Pihak. Dalam asas legalitas yang dimana tidak ada perbuatan yang dapat
yang berlaku untuk perbuatan itu. Jika dilihat dari makna asas legalitas, bahwa
mengenai sanski tersebut diatur dalam Pasal 171 HIR, pertimbangan hukum
alat bukti yang sah. Artinya dalam mengambil suatu keputusan, hakim senantiasa
terikat dengan alat-alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Macam-
macam alat bukti dalam acara perdata menurut RBg/HIR dan KUHPerdata, meliputi ;
ini diatur pada Pasal 17 ayat (1) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978,
Perwakafan Tanah Milik, yang berbunyi “Pengadilan Agama mewilayahi tanah wakaf
Pertimbangan hukum hakim diatas mengenai Majelis Hakim tidak perlu lagi
mempertimbangkan petitum dari para Pihak serta tidak perlu dipertimbangkan lagi
mengenai alat-alat bukti dan majelis hakim juga menolak mengenai pemalsuan tanda
177
Keadilan, Teori Kemanfaatan dan Teori Kepastian Hukum apakah telah sesuai atau
tidak.
dari suatu hukum dimana segala perbuatan yang wajib pasti adil. Hal ini
dikarenakan sebagai firman Allah SWT dan sifatnya atau hukumnya haram
dianggap suatu ketidakadilan. Karena dalam hal ini wahyu tidak mungkin
171
Madjid Khadduri, Teori Keadilan Prespektif Islam, (Surabaya, Risalah Gusti, 1999), hlm.
119-201
178
Pertimbangan hukum hakim diatas dilihat dari unsur aspek substantive yaitu
hakim mengambil pertimbangan dengan melihat isi yang diajukan dari para
Pihak mengani alat-alat bukti yang tertera di dalam petitum para Pihak. Akan
tetapi, hakim hanya melihat alat bukti mengenai saksi saja. Di dalam
bukti yang lain. Padahal alat bukti yang terkuat dalam hukum perdata ialah alat
bukti tertulis. Masing-masing para Pihak memberikan alat bukti tertulis yang
Wakaf yang sah adalah wakaf yang memenuhi rukun wakaf yaitu 1)
berdasarkan rukun diatas maka wakif yang mewakafkan harta bendanya yaitu
H. Imam Mukti, Maukuf Biharta ialah Bangunan Mushalla yang diberi nama
Ash Shabawi dan Sebidang Tanah Kering yang diperuntukan madrasah di masa
Permasalahan ialah ikrar yang tidak tertulis, pada tahun 1940 belum ada aturan
yang mengatur mengenai wakaf akan tetapi ikrar disaksikan disepakati seluruh
keluarganya. Data dalam yuridis kedua harta wakaf yang telah diikrarkan wakaf
179
H. Imam Mukti tertuis dua nama anak kandungnya untuk pembayaran IPEDA
saja, tidak mengkaji terlalu dalam mengenai alat bukti tertulis yang diajukan
oleh para Pihak, hal ini tidak sesuai dengan aspek substansif teori keadilan
syariah. Pertimbangan hukum hakim ini telah sesuai dengan aspek procedural
mengenai perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
180
pengadilan negeri.
baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung apakah perbuatan itu akan
mempunyai tanggung jawab kepada pihak atau orang yang melakukan apakah
itu baik atau buruk. Lebih lanjut Jeremy Bentham dalam pembentukan
peraturan berpendapat:
172
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) termasuk interpretasi Undang-Undang (legalsprudence), (Jakara: Kencana
Perdana Media Group, Cet ke-1, 2009), hlm 213
181
aspek keadilan substantive dimana Majelis Hakim tidak mengkaji terlalu dalam
mengenai alat bukti tertulis sehingga pertimbangan hukum hakim tersebut tidak
melakukan itu baik atau buruk. Akan tetapi, aspek keadilan procedural telah
Menurut Hans Kelsen yang dikutip dari buku Darji Darmodiharjo dan
173
Abdul Manan, Asperk Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009),
hlm. 17
182
beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.
Adapun tujuan hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang
tertib, ketertiban dan keseimbangan, sehingga diharapkan kepentingan
masyarakat terlindungi.”174
yang hendak dicapai ialah tujuan hukum menciptakan tatanan masyarakat yang
putusan yang berkepastian hukum untuk para Pihak, walaupun dalam keadilan
substantive hakim tidak terlalu mengkaji mengenai alat bukti tertulis karena
hakim memiliki pemikiran tersendiri mengapa hal tersebut tidak dikaji secara
hukum terhadap para pihak karena hakim terlalu kaku hanya berdasarkan aturan
yang berlaku. Padahal menurut hukum islam wakaf tidak dapat dibatalkan
apabila telah diikrarkan.. Akan tetapi pertimbangan hukum hakim dalam aspek
174
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta:
Liberty, 2003), hlm. 77
183
keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum karena hakim hanya fokus mencari
menurut hakim tidak kuat dan tidak adanya bukti akta ikrar waakaf seperti yang
C. Akibat Hukum Tanah Wakaf yang Dikuasai oleh Pihak Ketiga dalam
yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat hukum yang dikehendaki oleh pelaku
yang diatur oleh hukum. tindakan ini dinamakan tindakan hukum. Dengan kata lain,
akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum. wujud dari akibat hukum dapat
berupa ;175
atau lebih subjek hukum dimana hak dan kewajiban pihak yang satu
Akibat hukum merupakan suatu peristiwa yang ditimbulkan oleh karena suatu sebab,
yaitu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum baik perbuatan yang sesuai dengan
175
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 259
176
Ibid
185
tanah kering atau darat kosong di halaman mushalla, untuk dijadikan madrasah di masa
mendatang. Akan tetapi ahli waris mendirikan rumah tembok permanen seluas 142 M2
diatas sebagian objek wakaf sebidang Tanah Kering atau Darat Kosong yang untuk
sehingga diperingatkan oleh seluruh keluarga besar H. Imam Mukti namun Badrun
terhadap UU Wakaf Pasal 40 yang melarang harta benda yang sudah diwakafkan untuk
Dilihat dari kasus posisi diatas, diduga tanah sebidang tanah wakaf dikuasai
oleh pihak ketiga, akan tetapi dalam pertimbangan hukum hakim yang berbunyi
“Menimbang, bahwa oleh karena perkara dalam konvensi sebagaimana tersebut diatas
dinyatakan ditolak, maka Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkan perkara
rekovensi dan oleh karenanya gugatan rekovensi dari Penggugat Rekovensi dinyatakan
tidak dapat diterima”. Dapat disimpulkan bahwa hakim menolak gugatan konvensi dan
dalam pertimbangannya bahwa wakaf yang dilakukan tidak memenuhi rukun wakaf
yaitu ikrar wakaf. Karena dalam kesaksian tidak ada saksi yang mendengar secara
dan rasional.
potendi).
Asas ultra petitum partium adalah asas yang melarang hakim untuk
memutus melebihi apa yang dituntut. Hakim yang memutus melebihi apa yang
e) Asas Keterbukaan
keterbukaan ini bertujuan agar putusan pengadilan dapat lebih transparan dan
kepada publik yang ingin mengetahui langsung vonis pengadilan atas kasus
tertentu
.
188
berperkara dan pihak ketiga. Sebagai kata autentik, putusan harus dibuat secara
seluruh bagian gugatan artinya seluruh bagian adalah segala sesuatu yang menjadi
pokok persengketaan para pihak di dalam gugatan. Majelis Hakim juga memberikan
putusan tertulis karena Putusan sebagai produk pengadilan merupakan akta autentik
berperkara dan pihak ketiga. Sebagai kata autentik, putusan harus dibuat secara tertulis
177
Retnowulan dan Iskandan Oeripkartawinata, Ibid hlm. 111
189
Dengan demikian amar diatas Majelis Hakim mengadili seluruh bagian gugatan
yang diajukan Para Pihak. Akibat hukum dari amar putusan Majelis Hakim yaitu
gugatan serta eksepsi dari para pihak tidak diterima sehingga Pihak yang kalah dan
pera pihak tidak mempunyai hak terhadap tanah wakaf tersebut serta harus membayar
biaya perkara dalam persidangan ini. Putusan yang dikeluarkan secara tertulis agar
178
Tanah Wakaf adalah tanah hak milik yang sudah diwakafkan. . Menurut
Boedi Harsono, perwakafan tanah hak milik merupakan suatu perbuatan hukum yang
suci, mulia dan terpuji yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum, dengan
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
179
melembagakannya untuk selama-lamanya menjadi wakaf sosial. wakaf sosial
adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum
Dasar hukum dari perwakafan tanah milik dapat ditemukan di Pasal 49 ayat (3)
178
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, (Jakarta: Djambatan, 2005) hlm. 272
179
Ibid, Boedi Harsono, hlm 345
190
selanjutnya disebut UUPA yang menentukan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi
dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam
Perwakafan Tanah Milik selanjutnya disebut PP 28/1977. Pasal 1 ayat (1) PP 28/1977
menyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
Penggugat maupun Tergugat sehingga Majelis Hakim Menolak gugatan para Pihak.
Dengan dikuasainya tanah wakaf oleh pihak ketiga menjadikan tanah wakaf yang
seharusnya berfungsi sebagai madrasah di masa yang akan datang dan porsi yang
diharapkan oleh wakif terhadap tanah wakaf yang diwakafkan menjadi hilang karena
wakaf dan juga telah menguraikan tentang syarat dan rukun wakaf terhadap obyek
sengketa a quo, tetapi para Penggugat Konvensi didalam petitumnya tidak meminta
agar ikrar wakaf yang telah dilaksanakan tersebut sah. Namun demikian oleh karena
ikrar wakaf tersebut merupakan hal penting dalam persoalan wakaf, maka Majelis
191
Hakim berpendapat perlu terlebih dahulu mempertimbangkan apakah ikrar wakaf yang
telah dilaksanakan oleh H. Imam Mukti selaku wakif tersebut sah atau tidak. Hal ini
Juli 1975, yang konstruksi hukumnya menyatakan: “Mengabulkan lebih dari petitum
didalam petitumnya tidak meminta agar ikrar wakaf yang telah dilaksanakan tersebut
sah. Akibat hukum tanah wakaf dalam Putusan Pengadilan Agama Kediri Nomor
status tanah kembali menjadi tanah waris yang menjadi hak seluruh ahli waris sesuai
ketentuan hukum waris yang berlaku. Karena pada tahun 1940 belum ada peraturan
mengeluarkan Surat Edaran Sekretaris Government tahun 1931 Nomor 1361/A yang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 2 Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut
Syariah dan Pasal 3 Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Merujuk
Peraturan sekarang, Seharusnya hakim tetap mengesahkan wakaf agar keinginan wakif
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut:
wakaf terdiri dari mushalla dan sebidang tanah kering, lalu sepeninggalan
takmir kedua tahun 1970 mulai didirikan tembok permanen diatas Sebagian
peringatan dari keluarga besar Wakif dan tahun 1990 terjadi pemalsuan tanda
192
193
3. Akibat hukum tanah wakaf dalam Putusan Pengadilan Agama Kediri Nomor
pernah ada karena hakim tidak mengesahkan wakaf tersebut sehingga status
tanah kembali menjadi tanah waris yang menjadi hak seluruh ahli waris sesuai
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 2 Wakaf sah apabila
dilaksanakan menurut Syariah dan Pasal 3 Wakaf yang telah diikrarkan tidak
mengesahkan wakaf agar keinginan wakaf dari wakif tetap berlangsung serta
melakukan pendaftaran wakaf agar tidak terjadi sengketa di masa yang akan
datang.
B. Saran
berikut:
permasalahan dikemudian hari antara ahli waris atau pihak penerima wakaf
pendataan kembali status harta benda wakaf yang diwakafkan yang belum
terdaftar atau dibuatkan Akta Ikrar Tanah (AIW), agar status tanah wakaf jelas
dan memiliki bukti tertulis atau otentik terhadap tanah wakaf yang di
wakafkan.
195
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Ghofur. 2005. Hukum dan Praktif Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta: Pilar
Media
Abdul Manan. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia,
Jakarta:FajarInterpratama.
Abdul Ghofur. 2005. Hukum dan Praktif Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta: Pilar
Media
Darji Darmodiharjo dan Sidharta. 2003. Mengenal Hukum, Suatu Pengantar.
Yogyakarta: Liberty.
Dyah Ochtoria Susanti dan A’am Efendi. 2015. Penelitian Hukum (Legal Research).
Jakarta: Sinar Grafika.
Jaih Mubarok. 2008. Wakaf Produktif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Jurnal
Ahmad Hidayat. 2018. Sangketa Wakaf Atas Jaminan Hutang. Skripsi Fakultas Hukum
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Nur Fadhilah, 2011. Sengketa Tanah Wakaf dan Strategi Penyelesaiannya. Jurnal
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung. Volume 3
Mustofa Edwin dan Uswatun Hasanah. 2006. Wakaf Tanah Inovasi Financial Islam :
Peluang dan Tantangan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat. Jakarta:
Program Studi Timur Tengah dan Universitas Islam Indonesia.
Islamiyati, Ahmad Rofiq, Rof’ah Setywati, Dewi Hendrawati. 2019. Implementasi UU
Wakaf Dalam Penyelesaian Sengketa Wakaf Di Wilayah Pesisir Jawa Tengah.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang.
Rika Lestari. Perbandingan Hukum Penyelesaian Sengketa Secara Mediasi di
Pengadilan dan di Luar Pengadilan di Indonesia. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 3
No. 2
Riski Abdriana Yuriani, Upaya Pengadilan Negeri Yogyakarta dalam Menyelesaikan
Sengketa Melalui, Mediasi. Skripsi : Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta.
197
Undang-Undang