Oleh:
M DENI HEGAR
02012682024021
Judul Tesis
ANALISIS PERSENGKOKOLAN TENDER PAKET PERKERJAAN
PEMBANGUNAN KONTRUKSI JALAN PADA SAKTER PEKERJA UMUM
DAN PENATAAN RUANG PROVINSI NUSA TANGGARA BARAT
(STUDI PUTUSAN NO. 35/KPPU-I /2020)
Telah Disetujui Mengikuti Seminar Hasil Penelitian Tesis
Palembang, 2022
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………...…. iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang……………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………. 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………… 16
D. Kerangka Teori…………………………………………………….... 18
E. Definisi Konseptual…………………………..……………………… 27
F. Metode Penelitian ……..……………………………………………. 29
1. Jenis Penelitian………………………………………………….. 29
2. Pendekatan Penelitian………………………………………….. 30
3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum………………………………. 32
4. Teknik Analisis Bahan Hukum…………………………………. 33
5. Teknik Penarikan Kesimpulan………..……………………… 34
BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM PERSAINGAN USAHA
iii
2. Perjanjian Yang Dilarang ..........................................................................52
2. Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Tender Paket Pekerjaan Kontruksi
No.35/KPPU-I/2020 .......................................................................................81
I/2020 .............................................................................................................89
iv
3. Putusan Pertimbangan Hakim ...................................................................97
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN …………………………………………………………..120
B. SARAN ……………………………………………………………………122
LAMPIRAN
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
didalamnya. Tanpa memandang latar belakang tradisi, politik maupun budaya, setiap
yang sebaiknya digunakan oleh suatu negara adalah proses yang tidak pernah berhenti.
Demikian halnya dengan Indonesia, pergulatan pemikiran tentang sistem ekonomi apa
yang sebaiknya diterapkan di Indonesia telah dimulai sejak Indonesia belum mencapai
kemerdekaannya.
UUD 1945 dimana tujuan pembangunan ekonomi adalah berdasarkan demokrasi yang
bersifat kerakyatan dengan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan
pendekatan kesejahteraan dan mekanisme pasar. Dalam Pasal 33 UUD 1945, GBHN
kegiatan pembangunan.1
1
Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2008), hlm.481
7
8
pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia
usaha, dan sebaliknya dari dunia usaha diharapkan adanya tanggapan terhadap
UUD 1945 tersebut, marak terjadi kegiatan konglomerasi, penguasaan bisnis pada
sentralisme kekuasaan yang disinyalir kuat mengandung unsur praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN).3 Hal tersebut membuat Indonesia mengalami krisis ekonomi
yang berkepanjangan dan dibuktikan dengan adanya krisis ekonomi di Indonesia sejak
Salah satu dari berbagai faktor penyebab rapuhnya perekonomian adalah karena
Indonesia tidak mengenal kebijakan persaingan (competition policy) yang jelas dalam
menentukan batasan tindakan pelaku usaha yang menghambat persaingan dan merusak
mekanisme pasar.4 Terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan perbuatan monopoli
merupakan gambaran telah terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi yang dikontrol oleh
memberikan pengaruh buruk pada kepentingan umum dan masyarakat. Hal ini
2
Rochmat Soemitro, Himpunan Kuliah Pengantar Ekonomi dan Ekonomi Pancasila , (Jakarta-
Bandung : PT. Eresco, 1983), hlm. 185
3
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 1.
4
Ningrum Natasya Sirait, Asosiasi dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Medan : Pustaka
Bangsa Press, 2003), hlm. 2.
9
berakibat pada pasar dan keinginan untuk bersaing. Akibat pengontrolan pasar dan
harga oleh beberapa pelaku usaha maka dalam jangka panjang dapat membatasi
keinginan pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar karena mereka tidak mendapat
mampu membangun fondasi ekonomi nasional yang kuat dan menimbulkan dampak
mengakibatkan pula krisis sosial serta politik. Kondisi tersebut akhirnya mendorong
Monopoli.5
disetujui oleh pemerintah, hal itu dikarenakan pemerintah menganut konsep bahwa
dapat menghalangi masuknya perusahaan lain dalam bidang usaha atau diberikan
posisi monopoli.
negara dengan membuat regulasi atau aturan hukum di bidang persaingan usaha. Hal
ini bertujuan agar perilaku pelaku usaha tunduk pada aturan main yang berlaku dalam
5
Insan Budi Mulia, Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.5.
10
proses persaingan yang sehat. Tanpa adanya aturan hukum, persaingan usaha yang
sehat tidak mungkin dapat diwujudkan. Untuk menjamin adanya persaingan usaha
yang sehat itu, maka dibuatlah Undang-Undang Persaingan Usaha Tidak Sehat yang
demokrasi ekonomi yang memberikan peluang yang sama bagi semua pelaku usaha
untuk ikut serta dalam proses produksi barang dan jasa dalam suatu iklim usaha yang
pasar yang wajar.6 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan landasan yang kuat untuk
menciptakan perekonomian yang efisien dan bebas dari segala bentuk distorsi.
1999 yaitu:7
sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;
6
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:Kencana
Prenada Media Group,2008), hlm.12.
7
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak Sehat, Pasal 3
11
c. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat uang
pengecualian.
perlindungan ataupun previlege kepada para pelaku bisnis tertentu sebagai bagian dari
tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan diadakannya tender tersebut, yaitu untuk
memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat menawarkan
harga dan kualitas bersaing. Dalam hukum persaingan usaha dilarang untuk melakukan
8
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013),
hlm.3.
9
Surya Bakti, “Eksistensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penanganan
Persekongkolan Tender Perspektif Hukum Positif Indonesia”, (Pagaruyuang Law Jurnal, Vol. 3 No. 2,
2020), hlm. 3
12
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan
persaingan usaha yang sehat. Bentuk-bentuk persekongkolan dalam tender terdiri atas:
pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha
satu atau beberapa pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan
Panitia Tender atau Panitia Lelang atau pengguna barang dan jasa atau
Panitia Tender atau Panitia Lelang atau Pengguna Barang dan Jasa atau
pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang
dan jasa;10
paling tidak terdiri dari 2 (dua) atau lebih pelaku usaha sehingga ide dasar pelaksanaan
10
Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
13
tender berupa perolehan harga terendah dengan kualitas terbaik dapat tercapai. Akan
tetapi disisi lain, persekongkolan tender dapat pula menimbulkan tindakan kolusif yang
Salah satu putusan KPPU sebagai penegak UU No. 5 Tahun 1945 yang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun
Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun Anggaran 2017-
2018.
3. Terlapor Kelompok Kerja Konstruksi Tim 51 (Pokja 51) ULP Provinsi Nusa
Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun Anggaran 2017-
2018.
Tahun 1999 dikarenakan terdapat tindakan-tindakan yang sengaja dilakukan oleh para
adanya kesamaan alamat komisaris yang beralamat KTP di Jalan Abdul Munsyi, Punia,
Mataram.
keluarga antara komisaris utama Terlapor I dengan komisaris Terlapor II yang dapat
dokumen penawaran.
maupun pihak pelaku usaha lain yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
Untuk memberikan efek jera kepada para pelaku usaha, maka Komisi Pengawas
ini adalah penjatuhan denda administratif kepada para pelaku usaha yang terbukti
melanggar Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Pengenaan denda yang diatur dalam UU
merupakan usaha mengambil keuntungan yang di dapatkan oleh pelaku usaha yang
Amar Putusan
miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta sembilan ratus enam puluh lima ribu
tiga ratus sembilan puluh lima rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai
16
Usaha);
(sembilan ratus empat puluh dua juta lima ratus enam puluh ribu delapan ratus
enam puluh rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
Usaha);
ratus delapan puluh lima juta lima ratus sembilan puluh tiga ribu tujuh puluh
sembilan rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
(sembilan ratus empat puluh dua juta lima ratus enam puluh ribu delapan ratus
enam puluh rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
Usaha);
Berdasarkan uraian diatas penulis dengan hal ini ingin membahas penelitian
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan tender terkait pengadaan barang dan jasa dalam hukum
persaingan usaha?
1. Tujuan Penelitian
18
ini adalah:
/2020.
2. Manfaat Penelitian
antara lain:
a. Manfaat teoritis
b. Manfaat Praktis
dimilikinya.
D. Kerangka Teori
teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
pemikiran atau butir-butir pendapat, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak
disetujui.11
spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan
11
Soerjono Soekanto, , Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,2010), hlm. 6.
20
Pada dasarnya, di dalam suatu penelitian ilmu hukum teori dapat diuraikan
menjadi Grand Theory, Middle Range Theory, dan Applied Theory. Adapun
1. Grand Theory
Grand Theory yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Teori
undangan, maka kajiannya bisa dilihat dari sistem hukum karena berkaitan dengan
tiga hal yang mempengaruhi tentang berlakunya hukum yang kemudian disebut
aturan hukum secara yuridis yang diistilahkan oleh Hans Kelsen sebagai
12
Ibid,hlm.10
13
Soerjono Soekanto, ,Penegakan Hukum, Bina Cipta, (Bandung,2011), hlm.29
21
2. Kaidah hukum itu berlaku secara sosiologis yakni aturan hukum itu
diterima oleh masyarakat (teori kekuasaan) atau tatanan hukum itu bersifat
represif,37 atau bisa juga kaidah itu berlaku karena diterima dan diakui
3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-
cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Ditegaskan juga bahwa
sebagai satu kesatuan dan tidak terpisah satu sama lain. Kalau dipandang
14
Hans Kelsen, Pure Theory of Law, terjemahan Raisul Muttaqien, Nusa Media, (Bandung,
2008).hlm. 13
22
b) apabila hanya berlaku secara sosiologis saja dalam arti teori kekuasaan
atau hukum yang bersifat represif, maka kaidah tersebut hanya berlaku
constituendum).
Dengan demikian, agar suatu kaidah hukum dapat benar-benar berfungsi dan
ditegakkan dengan baik, maka ada beberapa faktor yang menentukan, yaitu:15
dari segi makna maupun arti ketentuan yang menjadi substansi peraturan
tersebut. Di samping itu faktor sanksi merupakan salah satu faktor yang
dampak sanksi baik yang bersifat negatif maupun positif akan nampak dari
15
Ibid.,hlm.20
23
2. Faktor petugas atau penegak hukum. Secara sosiologis, antara hukum dan
yang abstrak dan konkret itu dalam bekerjanya hukum adalah penegak
ditunjang oleh ketersediaan fasilitas dan sarana sangat tidak mungkin secara
peraturan tersebut.
pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan
apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat
24
umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan
oleh Negara.
adanya sebuah aturan yang berlaku secara jelas untuk menjadi pedoman bagi pelaku
usaha atau perusahaan dalam melaksanakan tender. Dalam aturan tersebut pelaku usaha
atau perusahaan wajib mengetahui dan melaksanakan perbuatan apa yang boleh atau
tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha atau perusahaan, selain itu aturan tersebut
menjadi batasan bagi KPPU tentang apa yang boleh atau tidak boleh dibebankan
Pada penelitian ini Middle Range Theory yang akan digunakan berupa Teori
Penegakan Hukum.
Setiap negara hukum memiliki tiga prinsip dasar, yaitu kesetaraan dihadapan
hukum (equality before the law), supremasi hukum (supremacy of law) dan penegakan
hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).16
Tujuan utama hukum yang terdiri dari kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan
dapat dicapai melalui penegakan hukum yang baik. Menurut Satjipto Raharjo,
penegakan hukum merupakan bagian dari proses hukum selain pembuatan hukum dan
16
Hasaziduhu Moko, Penegakan Hukum Di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan Hukum, (Jurnal Wata Edisi: 59, Januari 2019), hlm.1.
25
hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hukum
ditinjau dari sudut subjek dan sudut objek. Penegakan hukum ditinjau dari sudut
subjek berarti proses penegakan hukum melibatkan semua subjek hukum yang terkait
dalam setiap hubugan hukum. Penegakan hukum ditinjau dari objek berarti proses
sosial, moralitas kelembagaan dan moralitas sipil warga negara yang didasarkan pada
hukum. Secara sederhana, penegakan hukum yang baik mengacu pada kinerja dan
Lembaga yudisial berupa lembaga peradilan menjadi ujung tombak dari upaya
penegakan hukum. Hakim dianggap akan mampu memberikan rasa keadilan bagi
masyarakat melalui putusannya, meskipun tolak ukur keadilan setiap orang berbeda.
17
Kunsu Goesniadhie S, Perspektif Moral Penegakan Hukum Yang Baik, Jurnal Hukum,
Vol.17 No.2, April 2010, hlm.196.
26
Demi mencapai pelaksanaan penegakan hukum yang baik, proses pembentukan dan
penegakan hukum diharapkan tidak hanya terjadi di badan yudisial, namun harus pula
dihasilkan sebagai bagian dari proses penegakan hukum yang memenuhi standar
Penegakan aturan yang telah dibuat khususnya untuk pelaku usaha atau perusahaan
agar dapat terlaksana secara nyata dalam persaingan usaha tidak sehat. Penegakan
3. Applied Theory
Terselenggaranya pengawasan dalam sebuah institusi yakni untuk menilai kinerja suatu
institusi dan memperbaiki kinerja sebuah institusi. Oleh karena itu dalam setiap
opersional perusahaan.
18
Ibid., hlm.207.
27
sebelum menjadi lebih buruk dan sulit diperbaiki. Dalam kaitannya dengan pengertian
dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan, yaitu menilai pelaksanaan
19
https://www.negarahukum.ac.id/teori-pengawasan.html diakses pada tangal 10 februari
2022.
28
untuk menjamin (to ensure) jalannya pekerjaan dengan demikian, dapat selesai
5. David granick, pengawasan pada dasarnya memiliki tiga fase yaitu; fase
berlaku, agar terlaksana secara baik dan tidak terjadi penyimpangan dari
meningkatkan tidak terjadinya pesaing usaha tidak sehat. Dalam hal ini
E. Definisi Konseptual
dari aturan hukum yang ada.20 Kerangka konsep merupakan kerangka yang
Suatu konsep bukan merupakan suatu gejala yang akan diteliti, akan tetapi
merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini dinamakan dengan
dengan perjanjian atau kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak
21 https://studylibid.com/doc/1227659/rangkap-jabatan-notaris-sebagai-pemimpin-badan-
usaha diakses pada 12 februari 2022.
22
M.A. Siregar, Hukum Anti Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hlm.
54
23
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta:
Deustche Gesseschaft Fur Technishe Zussammenarbeit (GTZ), 2009, hlm.148.
30
dan atau jasa ang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
menjawab isu hukum yang sedang dihadapi.26 Dalam rangka mencapai tujuan
2424
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Anti Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
25
Hermansyah. . Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2008, hlm. 73
26
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 35
27
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 11-13
31
permasalahan dari analisis hukum tertulis berbagai aspek, yaitu aspek teori,
hukum.29
2. Pendekatan Penelitian
yang lebih mendalam atas implikasi sosial dan dampak dari diterapkannya
28
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2004), hlm. 102
29
Johny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif (Malang: Banyumedia, 2007),
hlm. 56
30
Johni Ibrahim, Teori dan Metofologi Penelitian Hukum Normatif (Malang: Bayumedia
Publishing, 2007), hlm. 300
32
31
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
2007), hlm. 96
32
Dyah Ochtoria Susanti dan A’am Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Sinar
Grafika, 2015), hlm. 17
33
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 95
34
M. Mulyadi, Riset Desain Dalam Metodologi Penelitian (Jurnal Studi Komunikasi dan
Media, Vol. 16 No. 1, Januari 2012), hlm. 28
33
hukum tetap, yang digunakan dalam penelitian adalah rasio decidendi atau
bahan sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan
undangan, dokumen, buku, jurnal, kamus, dan literature lain yang relavan
adalah:
35
Op.Cit, Peter Mahmud Marzuki, hlm. 94
34
mengenai wakaf.
36
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Pers,2010), hlm. 13-14
35
bahan hukum agar dapat tersusun secara ringkas dan sistematis sehingga
dengan hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus
atau hal-hal yang dimulai dari suatu hukum menuju kepada hal-hal bersifat
konkret.38
37
Muhammad Abdulkadir, Op.Cit. hlm. 127
38
Edutafsi,”Cara Merumuskan Kesimpulan Secara Deduktif dan Induktif”, dapat ditemukan
pada pranala http://www.edutafsi diakses 13 februari pukul 11.36 WIB
BAB II
A. Persaingan Usaha
Kerjasama dalam Indonesia hal-hal seperti ini merupakan nilai-nilai yang hidup
sesuatu yang serta tidak parallel dengan nilai-nilai tersebut. Maka bersaing diartikan
sebagai tindakan yang bersifat individualistis dan hanya berorientasi pada kepentingan
sepihak dengan cara melakukan berbagai cara dan upaya semaksimal mungkin untuk
kegiatan usaha adalah untuk memperoleh keuntungan dan penghasilan dalam rangka
tersier. 39
persaingan usaha, yang secara sederhana bisa dimaknai persaingan antara para penjual
di dalam merebut pembeli dan pangsa pasar. Ada banyak istilah hukum persaingan
law) dan hukum antitrust (antitrust law).40 Istilah yang digunakan secara resmi di
39
Hermansyah, Pokok-pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), hlm. 9.
40
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2004), hlm 14
36
37
usaha dan kepentingan umum, Undang-Undang ini mempunyai peranan yang sangat
penting dan strategis dalam mewujudkan ikim persaingan usaha yang sehat di
Indonesia.41
Ketetapan MPR, UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1984
tentang Perindustrian, UU No.19 Tahun tahun 1992 tentang Merek, PP No.1 Tahun
1995 tentang Perseroran Terbatas, UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, UU
No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan PP No. 27 Tahun 1998 tentang
krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 hingga mencapai puncaknya pada tahun
tantangan yang dihadapi pemerintah antara lain berupa masalah inflasi, infrastruktur
41
Suhasril & Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010) hlm. 13
42
Mustapa Khamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktiknya di Indonesia,
(Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019) hlm. 21
38
ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan kebutuhan pangan yang belum tercukupi
Pada masa Orde Baru, pembangunan yang dilakukan tidak berdasarkan pada
teori hukum pembangunan, yang mana strategi pembangunan Indonesia pada saat itu
lebih berorientasi kepada pertumbuhan (growth) yang antara lain menggunakan strategi
substitusi impor, sementara dalam hal pendistribusian barang hanya dikuasai oleh
orang-orang tertentu. Krisis ekonomi yang terjadi kala itu disebabkan oleh manajemen
ekonomi pemerintahan Orde Baru yang telah merusak pilar-pilar ekonomi dalam dunia
perbankan, kebijakan ekonomi moneter, dan pinjaman utang luar negeri yang tinggi.
Maka untuk mengatasinya pemerintah mencari sumber dana lain untuk menghidupi
kepada Indonesia sebesar US$ 43 Miliar yang bertujuan untuk mengatasi krisis
ekonomi, akan tetapi dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan
Antimonopoli. Syarat program IMF berisi 50 (lima puluh) butir kesepakatan yang
yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah RI pada waktu itu, untuk menindaklanjuti
43
Op.Cit., hlm. 100
44
,Op.Cit., hlm. 23
39
mendistorsi pasar yang dilakukan oleh dan untuk kepentingan beberapa kelompok
pada motivasi larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
undang tersebut sudah lahir sekitar tahun 1980-an atau awal 1990-an ketika praktik
dan monopoli, mana kala pembangunan ekonomi sudah bersifat monopolistik yang
dilakukan oleh penguasa, sementara di sisi lain kelakuan pelaku usaha anti persaingan
menunjukkan, bahwa 99% pelaku usaha di tanah air merupakan sektor usaha kecil dan
menengah, dan mereka hanya menguasai aset ekonomi sebanyak 40% dari ekonomi
Nasional. Sedangkan sisanya yang 1% disebut sebagai pelaku usaha besar atau kakap
yang menguasai sekitar 60% aset ekonomi nasional. Timbul konglomerat pelaku usaha
45
Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2009) hlm. 11
40
yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut dikatakan
menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktik usaha yang kasar
undang, contohnya adanya kartel semen, kaca, kayu, kertas serta penetapan harga
semen, gula, dan beras, penentuan akses masuk ke pasar untuk kayu dan kendaraan
bermotor, lisensi istimewa untuk cengkeh dan tepung terigu, pajak, pabean dan kredit
dalam sektor industri pesawat dan mobil. Oleh karenanya iklim persaingan usaha pada
masa orde baru itu bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi ekonomi, bahkan
sekelompok orang, atau perusahaan yang tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan
Paripurna DPR pada tanggal 18 Februari 1999, dalam hal ini pemerintah diwakili oleh
46
Ibid, hlm. 11-12
47
Hikmahanto Juwanto, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional, (Jakarta: Lentera Hati,
2002) hlm. 56
41
Persaingan Usaha Tidak Sehat ditandatangani oleh Presiden B.J. Habibie dan
diundangkan pada tanggal 5 Maret 1999 serta berlaku satu tahun setelah diundangkan.
karakteristik yang lekat dengan kehidupan manusia yang cenderung untuk saling
mengungguli dalam banyak hal.48 Salah satu bentuk persaingan di bidang ekonomi
didefinisikan sebagai persaingan antara para penjual dalam “merebut” pembeli dan
in order to achieve a particular business objective, for example, profits, sales or market
share… Competitive rivalry may take place in terms of price, quantity, service, or
Sama seperti yang dikemukakan sebagai definisi umum, dari pengertian diatas
juga tersirat adanya dua pihak (firms or sellers) yang bertujuan mencapai tujuan usaha
48
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hlm.13.
42
tertentu seperti keuntungan, penjualan, ataupun pangsa pasar. Persaingan dianggap hal
baik karena persaingan akan menuntut produsen (barang ataupun jasa) untuk berusaha
keras memuaskan keinginan konsumen dengan harga yang paling rendah dengan
menggunakan sumber daya yang sesedikit mungkin. Jadi tujuan utama hukum
negara namun memiliki arti sama, yaitu mengenai persaingan usaha. Seperti di
Amerika Serikat yang memakai istilah Hukum Antitrust atau Undang-Undang Antitrus
(Antitrust Law). Penggunaan istilah Antitrust Law oleh Amerika Serikat didasari
Secara hakiki istilah “hukum antitrust” memiliki pengertian yang sama dengan
ketentuan hukum yang ditujukan untuk meniadakan monopoli. Selain Antitrust Law,
terdapat istilah lain yang memiliki persamaan dengan Hukum Persaingan Usaha seperti
Unfair Trade Practices Law37 dan Fair Competition Law (Hukum Persaingan „Sehat‟).
Dalam penelitian ini, istilah yang akan sering digunakan adalah “hukum persaingan
49
Ibid, hlm. 13-14
50
Jhon W Head, Pengantar Umum Hukum Ekonomi (Jakarta: Elips, 2009), hlm. 9
43
bidang usaha. Dengan melihat beberapa istilah diatas, dapat dikatakan bahwa apapun
istilah yang dipakai, kesemuanya berkaitan dengan tiga hal utama berikut ini :
Komisi melalui Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999 pada tanggal 8 Juli 1999. Pasal
lembaga independen yang terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah serta pihak
lain.
Undang No.5 Tahun 1999 telah memberikan ketentuan tentang pengertian KPPU,
dimana yang dimaksud dengan “Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi
44
yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegitan usahanya
agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.51
(lembaga negara bantu) yang dibentuk diluar konstitusi dan merupakan lembaga negara
pokok. Lembaga negara pokok yang dimaksudkan adalah lembaga legislatif, eksekutif
Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga negara bantu merupakan bagian dari
sebagai lembaga penegak dan pengawas pelaksana UU No. 5 Tahun 1999. Dalam
51
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 85/PUU-XIV/2016, hlm. 192
45
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden
dan DPR.
Tugas KPPU yang paling utama dari semua tugas dalam UU No. 5 Tahun 1999
lembaga penegak hukum yang melaksanakan tugas berdasarkan asas keadilan serta
46
melakukan perlakuan yang sama adil maka semua anggota wajib menjunjung tinggi
tugas tersebut. Kewenangan KPPU diatur dalam Pasal 36 UU No.5 Tahun 1999, yaitu:
a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi
tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
f. Memanggil dan menghadiri saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
52
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm
328
47
ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang
i. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
diberikannya tugas dan kewenangan baru di luar pengawasan persaingan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan kewenangan ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara
2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, berdasarkan hasil Rapat Komisi tanggal
18 November 2009, dan kemudian seiring pesatnya perkembangan zaman yang juga
mempengaruhi model dan praktik usaha serta sejumlah pendekatan berbeda yang
diadopsi oleh KPPU, maka Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 dicabut dan
digantikan dengan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara
Perkara tender yang penulis bahas dalam skripsi ini terjadi pada tahun 2016
sehingga peraturan yang digunakan adalah Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010
tentang Tata Cara Penanganan Perkara. Dalam Perkom 1 Tahun 2010 penangan
a. Laporan Pelapor
c. Inisiatif Komisi
53
Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara, Pasal 2
49
Sementara dalam Perkom yang terbaru yaitu Perkom No. 1 Tahun 2019
penanganan perkara hanya berdasarkan 2 hal, yaitu perkara Inisiatif & laporan , tetapi
tidak ada mengatur mengenai laporan dengan permohonan ganti rugi. Secara garis
besar tata cara penanganan perkara atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2019
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
2. Klarifikasi Laporan/Penelitian
3. Penyelidikan
4. Pemeriksaan Pendahuluan
5. Pemeriksaan Lanjutan
7. Pembacaan Putusan
Komisi di daerah, atau melalui aplikasi pelaporan secara daring. Terhadap laporan yang
melakukan penelitian, nantinya hasil dari klarifikasi dan penelitian yang memenuhi
Laporan Hasil Penyelidikan yang dinilai layak dan telah dilakukan Pelaporan
Perkom No. 1 Tahun 2019 terhadap pelanggaran tertentu sesuai pertimbangan Majelis
Integritas Perubahan Perilaku yang ditandatangani Terlapor dan akan menjadi obejk
pengawasan Komisi dalam jangka waktu paling lama 60 hari. Apabila Terlapor
melanggar Pakta Integritas Perubahan Perilaku, maka unit kerja yang menangani
Pemeriksaan Lanjutan.
Pelanggaran dan menyatakan tidak akan mengajukan alat-alat bukti untuk membantah
54
lebih lanjut mengenai tata cara upaya hukum keberatan ini telah diatur di dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2019.
51
kedudukan hukum usahanya paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pelaku
Usaha menerima petikan dan salinan Putusan Komisi dan/atau diumumkan melalui
situs web Komisi. Pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara upaya hukum keberatan
ini telah diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2019.
apa asas dan tujuan dibuatnya suatu aturan tersebut karena asas dan tujuan akan
memberi refleksi bagi pengaturan dan norma-norma yang dikandung dalam aturan
tersebut.55 Terkait dengan asas pada hukum persaingan usaha terdapat dalam Pasal 2
55
Ayudha D. Prayoga, Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,
(Jakarta: ELIPS, 1999) hlm. 50
52
ekonomi pasar”.
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 yang mencantumkan mengenai asas demokrasi
ekonomi secara tegas dapat diteliti mengenai adanya kewajiban dalam operasional
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan
56
Reka Dewantara, Rekonseptualisasi Asas Demokrasi Ekonomi Dalam Konstitusi Indonesia,
Arena Hukum Vol. 7 No.2, Agustus 2014, hal. 195-196
53
nonekonomis ini tampak dalam tujuan “menjamin kesempatan yang sama bagi setiap
warga negara untuk ikut serta dalam proses produksi dan pemasaran barang/jasa” serta
“menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama di antara pelaku usaha besar,
menengah, kecil.
Selaku asas dan tujuan, pasal 2 dan 3 tidak memiliki relevansi langsung
terhadap pelaku usaha, karena kedua pasal tersebut tidak menjatuhkan tuntutan konkrit
terhadap perilaku pelaku usaha. Walaupun demikian, kedua pasal tersebut harus
rupa sehingga tujuan – tujuan yang termuat dalam pasal 2 dan 3 tersebut dapat di
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 adalah suatu
perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih
pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. dapat
57
Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2011), hlm 20
54
1999, meliputi:71
dalam perjanjian;
Secara umum, perjanjian secara lisan merupakan sesuatu hal yang sulit
dibuktikan. Namun dengan adanya Pasal 1 angka 7 sebagaimana yang telah disebutkan
diatas secara hukum perjanjian lisan sudah dapat dianggap sebagai suatu perjanjian
yang sah. Adanya istilah “understanding” juga menimbulkan pertanyaan apakah hal
Perjanjian dengan understanding ini disebut dengan “tacit agreement” yaitu jika
seorang pelaku usaha memberikan sinyal kepada pelaku usaha lain dengan jalan
membatasi produksi atau mengumumkan tambahan harga dengan harapan akan diikuti
oleh pelaku usaha yang lain. . Dalam hukum persaingan usaha yang terdapat di
beberapa negara mengatur tentang istilah tacit agreement misalnya Amerika. Akan
tetapi dalam hukum persaingan usaha di Indonesia sebagaimana yang diatur dengan
58
Ibid, hlm. 20-21
55
adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 “tacit agreement” masih belum mungkin
untuk diterima.59
adalah suatu usaha, aktivitas, tindakan atau perbuatan hukum secara sepihak yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan tanpa melibatkan pelaku usaha lainnya. Sementara
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tidak dapat kita temukan suatu definisi
perjanjian yang diberikan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya yang dimaksud dengan kegiata adalah tindakan atau perbuatan
hukum sepihak yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
tanpa ada keterkaitan hubungan (hukum) secara langsung dengan pelaku usaha lainnya.
Dari sini jelaslah bahwa “kegiatan” merupakan suatu usaha, aktivitas, tindakan, atau
perbuatan hukum oleh pelaku usaha tanpa melibatkan pelaku usaha lainnya.
Jenis – jenis dari kegiatan yang dilarang menurut Undang – Undang No 5 tahun
59
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hlm 369
56
a. Monopoli
Monopoli adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha yang “menguasai” suatu produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau penggunaan jasa tertentu, yang akan ditawarkan kepada banyak konsumen,
yang mengakibatkan pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tersebut dapat
pemasarannya.
b. Monopsi
Monopsoni diatur dalam pasal 18, yaitu terjadi ditingkat pembelian ketika
pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut
diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal
apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
c. Penguasaan pasar
Penguasaan Pasar, yaitu terdapat di dalam pasal 19, 20, dan 21 dimana pada pasal 19
dijelaskan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik
57
sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya
d. Persengkokolan
Nomor 5 Tahun 1999 adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain dengan maksud unttuk menguasai pasar bersangkutan bagi
4. Posisi Dominan
Salah satu tujuan pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha adalah untuk
Penguasaan posisi dominan dalam hukum persaingan usaha tidak dilarang, sepanjang
pelaku usaha dalam mencapai posisi dominan tersebut pada pasar bersangkutan
dominan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah yang bersifat umum,
pengambilalihan.
60
Ibid, hlm, 369-373
58
Secara yuridis atau hukum ada dua cara pendekatan yang dapat diterapkan,
yaitu per se illegal dan rule of reason. Kedua pendekatan ini digunakan oleh KPPU
utuk menganalisa apakah telah terjadi atau tidak indikasi pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 atau praktik persaingan usaha tidak sehat. Selain digunakan
pendekatan hukum ini juga dapat digunakan oleh KPPU untuk menindak pelaku usaha
1999.
pembenaran apakah perbuatan yang dilakukan meskipun bersifat anti persaingan tetapi
keadilan maupun akibat yang akan muncul serta unsur maksud (intent).61
menggunakan pendekatan rule of reason, yang tergambar dari konteks kalimat yang
praktek persaingan tidak sehat. Adapun yang menjadi kelebihan dalam menggunakan
61
Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta Pusat: KPPU, 2017), hlm 76
59
ekonomi untuk mencapai efisiensi yang bertujuan untuk mengetahui secara pasti
Namun penggunaan pendekatan ini juga memiliki kelemahan yakni pendekatan yang
digunakan oleh hakim dan juri mensyaratkan pengetahuan tentang teori ekonomi dan
memahaminya agar dapat menghasilkan putusan yang tepat. Selain itu, sulit untuk
sehingga digolongkan dalam per se illegal. Hal itu disebabkan karena persekongkolan
tersebut mengandung unsur kecurangan dan akibat yang merugikan terhadap anggaran
cantuman kata “dapat mengakibatkan”. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian yang
62
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014),
hlm 328
60
mendalam apakah proses persekongkolan dalam tender tersebut dilakukan dengan cara
Istilah kata Pendekatan per se berasal dari bahasa latin yang bermakna by itself,
in itself, taken alone, by means of itself, inherently, in isolation, unconnected with other
matter, simpley as such, in its own nature without reference to its relations. Pendekatan
Perse illegal adalah sebuah pendekatan yang menyatakan bahwa suatu perjanjian atau
kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha tertentu dilarang tanpa memerlukan adanya
suatu pembuktian yang ditimbulkan oleh suatu perjanjian atau kegiatan pelaku usaha
tersebut.
Oleh sebab itu, dalam konsep ini pelapor tidak perlu membuktikan akibat dari
perjanjian atau kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha terlapor. Bukti yang
dibutuhkan adalah perjanjian yang dibuat atau kegiatan bisnis tersebut benar-benar
dilakukan oleh pelaku usaha terlapor. Pada umumnya, pendekatan perse illegal
menggunakan kalimat dilarang tanpa ada kalimat tambahan yang dapat mengakibatkan
atau dapat mengakibatkan terjadinya praktik persaingan usaha tidak sehat seperti yang
63
Fitrah Akbar Citrawan, Hukum Persaingan Usaha (Penerapan Rule of Reason dalam
Penanganan Praktik Kartel), (Yogyakarta: Suluh Media, 2017), hlm 27
61
antimonopoli;
diterapkan;
tersebut telah melanggar atau melakukan hambatan. Oleh sebab itu, dengan
perkara.
persaingan menjadi salah menurut hukum, karena terkadang pendekatan ini tidak
secara cermat menghasilkan pandangan apakah perbuatan perilaku usaha tersebut telah
64
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori dan Prakteknya di Indonesia,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011), hlm 72
62
persaingan usaha. Sanksi yang diatur didalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999
terdiri dari tindakan administratif, pidana pokok dan pidana tambahan. Sanksi
administratif diatur di dalam Pasal 47, pidana pokok di atur didalam Pasal 48 dan
pidana tambahan dalam Pasal 49 UU No.5 Tahun 1999. Sanksi administratif terhadap
rupiah). 65
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undangundang saja. Sedangkan bagi pihak
yang bukan pelaku usaha dalam kasus persekongkolan tender seperti Kelompok Kerja
65
Indonesia ( UU No.5 Tahun 1999, pasal 47 )
63
kepada atasan dari ketua panitia dan/atau penyelenggaraan tender untuk melakukan
Pelanggaran terhadap Pasal 22 juga dapat dikenakan pidana pokok seperti yang
dalam hal perilaku pelaku usaha dan/atau menolak menyerahkan alat bukti yang
dalam persekongkolan tender, KPPU hanya dapat memebrikan sanksi admnistratif saja,
sebagaimana yang terdapat didalam Pasal 36 huruf l yakni menjatuhkan sanksi berupa
ini. Sedangkan mengenai penerapan sanksi pidana yang mana dalam persekongkolan
perkara itu kepada pihak yang berwenang seperti Polisi maupun Komisi Pemberatasan
Korupsi (KPK).
BAB III
PEMBAHASAN
Persaingan Usaha
dengan pengeluaran yang minimal, dalam kualitas dan kuantitas yang tepat, waktu
yang tepat, dan pada tempat yang tepat untuk menghasilkan keuntungan atau kegunaan
secara langsung bagi pemerintah, perusahaan atau bagi pribadi yang dilakukan melalui
sebuah kontrak. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud,
dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Sedangkan jasa
adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan
Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa oleh
prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil. Pengadaan
barang dan jasa merupakan perwujudan pelaksanaan tugas dan fungsi Negara dalam
66
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, (Jakarta: PT
RajaGrafindo, 2000), hlm 12
65
66
memberikan pelayanan umum yang bersumber dari APBN dan APBD yang harus
diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi dan Penyedia;
berusaha; dan
Pengadaan barang dan jasa muncul karena adanya kebutuhan akan suatu barang
dan jasa. Dan oleh karenanya, masyarakat akan berusaha untuk mendapatkan barang
dan jasa tersebut dan bisa melalui pasar.67 Metode yang digunakan dalam jual beli di
67
Siti Alisah, Sejarah Peraturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diakses dari
https://ilmu.lpkn.id/2021/02/22/sejarah-peraturan-pengadaan-barang-jasa-pemerintah, Pada 22 Mei
2022
67
pasar adalah dengan melakukan tawar menawar secara langsung antara penjual dan
pembeli. Artinya adalah transaksi jual beli tersebut terjadi setelah ada kesepakatan
harga antara penjual dan pembeli (pengguna barang dan jasa) dan pembeli akan
membayar harga berdasarkan harga yang telah disepakati dengan pihak penjual. Pada
hakekatnya, pengadaan barang dan jasa merupakan upaya untuk mendapatkan barang
dan jasa yang diinginkan dengan menggunakan metode dan proses tertentu agar
keuangan Negara sehingga perlu memiliki penganturan tata kelola dan akuntabilitas.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki peranan yang sangat penting
Peraturan Presiden yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa, pengaturan
tentang pelaksanaan PBJ diatur dalam Keppres tentang pedoman pelaksanaan APBN.
Presiden, yang dimana pengaturan terbarunya diatur dalam Peraturan Presiden No. 12
68
Agus Kasiyanto, Tindak Pidana Korupsi Pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2018), hlm 56
68
Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
Prinsip adalah suatu asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir dan
bertindak. Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa prinsip sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 yang terdiri atas
a. Efisien
mengoptimalkan penggunaan dana dan daya yang terbatas guna mencapai sasaran yang
2. Penggunaan waktu yang seminimal mungkin tanpa ada pengurangan mutu dari
Langkah-langkah yang dilakukan supaya pengadaan barang dan jasa dapat efisien
adalah:
69
Peraturan Presiden RI No. 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Penjelasan
Pasal 5 huruf a.
69
1. Penilaian kebutuhan, yaitu apakah suatu barang dan jasa tersebut benar-benar
2. Penilaian metode pengadaan harus dilakukan secara tepat sesuai kondisi yang
3. Survei harga pasar sehingga dapat dihasilkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri)
4. Evaluasi dan penilaian terhadap seluruh penawaran dengan memilih nilai value
b. Efektif
Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan
kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Maksud dari manfaat yang besar
adalah kualitas terbaik, penyerahan tepat waktu, kuantitas terpenuhi, mampu bersinergi
70
Penerapan Prinsip Pengadaan, diakses dari https://pengadaan.kemdikbud.go.id//peenerapan
prinsip dasar pengadaan bagian 1, Pada 23 Mei 2022
70
c. Transparan
Pengertian dari prinsip ini adalah semua ketentuan dan informasi mengenai
pengadaan barang dan jasa bersifat jelas dan dapat diketahui oleh penyedia barang/jasa
yang berminat serta oleh masyarakat pada umunya.103 Informasi tersebut dapat berupa
dasar hukum, syarat teknis, tata cara, mekanisme, spesifikasi barang/jasa dan semua
d. Terbuka
Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang dan jasa dapat diikuti oleh
ketentuan dan prosedur yang jelas. Setiap peserta yang memenuhi syarat dapat dengan
mudah memperoleh informasi mengenai prosedur yang jelas untuk mengikuti seleksi
dalam pengadaan.
e. Bersaing
Pengertian dari prinsip ini adalah pengadaan barang/jasa harus dilakukan melalui
persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara
secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang menggangu terciptanya mekanisme
71
Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm 331
71
pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa. Adapun yang menjadi syarat agar suatu proses
1. Pengadaan barang dan jasa harus transparan dan dapat diakses oleh seluruh
calon peserta;
memenangkan persaingan;
persaingan sehat;
f. Adil
Pengertian dari prinsip ini adalah memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada
mengikutsertakan usaha kecil, usaha menengah dan koperasi kecil dalam pengadaan,
dan haruslah mengutamakan produksi dalam negeri. Dalam proses penyediaan barang
72
Ibid, hlm 333
72
dan jasa haruslah dilaksanakan berdasarkan cara-cara yang telah ditentukan dalam
Peraturan Presiden dan tidak boleh ada kepentingan tertentu dari Pihak Pejabat
bagi salah satu calon penyedia barang/jasa. Jika dalam prosespemilihan ada yang
mendapat perlakuan tidak adil maka pihak calon penyedia yang merasa dirugikan dapat
mengajukan sanggahan.
g. Akuntabel
Pengertian dari prinsip ini adalah harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang
satu cara agar pengadaan barang dan jasa pemerintah lebih kredibel adalah dengan
menerapkan etika diantara pengelola dan dan pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal-
Kata “Etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yakni ethos dan
ethikos. Ethos artinya sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos artinya susila,
keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik
73
dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 73 Etika dalam
pengadaan barang dan jasa adalah perilaku yang baik dari semua pihak yang terlibat
dalam proses pengadaan barang dan jasa dimana maksud dari perilaku baik ini adalah
Dalam suatu perbuatan yang tidak dapat dilakukan dan sangat bertentangan dalam
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah salah satu pihak atau lebih secara
bersama-sama melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Oleh karena
itu diperlukan adanya upaya untuk peningkatan mutu pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa, yaitu penyempurnaan regulasi hukum yang mengatur tentang pengadaan,
Dan supaya tujuan pengadaan barang dan jasa tercapai dengan baik maka semua
pihak yang terlibat dalam proses pengadaan wajib mengikuti norma yang berlaku. Jenis
norma dalam pengadaan barang dan jasa terdiri atas dua, yaitu norma tertulis dan norma
tidak tertulis. Norma tertulis pada umumnya adalah norma yang bersifat operasional
sedangkan norma tidak tertulis pada umumnya adalah norma yang sifatnya ideal.
Norma ideal dalam pengadaan barang dan jasa tersirat dalam pengertian tentang
hakikat, filosofi, etika dan profesionalisme dalam bidang pengadaan. Sedangkan norma
yang bersifat operasional pada umumnya telah dirumuskan dan dituangkan dalam
73
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://kbbi.web.id/etika, Pada 23 Mei 2022
74
Dalam pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu:74
jasa yang bersumber dari APBN, maka yang jadi PA adalah Menteri dan Kepala
Lembaga, dan yang bersumber dari APBD adalah Kepala Dinas dan Kepala Badan.
Kuasa pengguna anggaran adalah pejabat di bidang pengadaan yang ditunjuk oleh
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam menjalankan tugasnya, KPA dapat
PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil
74
Peraturan Presiden RI No. 12 Tahun 2021, Pasal 8
75
menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah
ditetapkan.
d. Pejabat Pengadaan
purchasing.
e. Pokja Pemilihan
Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ
orang.75
f. Agen Pengadaan
Agen pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian
g. Penyelenggara Swakelola
75
UKPBJ (Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa) adalah unit kerja di
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
Lihat Pasal 1 Angka 11 Peraturan Presiden No. 12 tahun 2021
76
anggaran;
h. Penyedia
Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan barang dan jasa yang disepakati
berdasarkan kontrak. Penyedia harus memenuhi kualifikasi barang dan jasa yang
penunjukan langsung, tender cepat dan tender. Dalam pengadaan barang dan jasa,
76
Swakelola adalah pekerjaan yang dilaksanakan atau dikelola secara independen. Kamus
Besar Bahasa Indonesia, diakses dari https://www.kbbi.web.id, Pada 23 Mei 2022.
77
Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan Sistem Pendukungnya. SPSE adalah
aplikasi pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang dikembangkan oleh LKPP
dikembangkan oleh LKPP dan bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara
(BSSN) yang berfungsi untuk enkripsi dokumen, serta Badan Pengawasan Keuangan
Secara umum, pengadaan barang dan jasa secara elektronik dapat dilakukan dengan
77
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Paralegal.id, Transaksi Elektronik,
diakses dari https://paralegal.id/pengertian/transaksi-elektronik, Pada 23 Mei 2022
78
a. E-Tendering
Adalah tata cara pemilihan penyedia barang dan jasa yang dilakukan secara terbuka
dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang dan jasa yang terdaftar pada SPSE
dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang sudah ditentukan.
Para pihak yang terlibat dalam e-tendering adalah PPK, ULP/Pejabat Pengadaan dan
penyedia barang dan jasa. Dalam aplikasi e-tendering terdapat beberapa unsur-unsur
yang harus dipenuhi, yaitu perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan kerahasiaan
dokumen elektronik yang menjamin dokumen elektronik tersebut hanya dapat dibaca
barang/ jasa yang tidak memerlukan penilaian kualifikasi, administrasi dan teknis, E-
Seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultasi, serta E-Seleksi Cepat utuk pemilihan
penyedia jasa konsultasi dengan memanfaatkan informasi kinerja penyedia barang/ jasa
diadakan menggunakan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik yang
78
Utami Reginasti, “Tinjauan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Sistem Pengadaan
Barang/Jasa Elektronik”, Jurnal Pengadaan, Vol. 1, No. 2, April 2018, hlm. 30
79
b. E-Purchasin
Adalah tata cara pembelian barang dan jasa melalui sistem katalog elektronik (e-
catalog) yang memuat informasi teknis dan harga barang/jasa. Katalog elektronik ini
disusun oleh LKPP melalui sebuah kontrak payung kepada produsen atau penyedia
utama sehingga harga yang ditawarkan dipastikan jauh lebih rendah dibandingkan
1. Terciptanya proses pemilihan barang atau jasa secara langsung melalui sistem
2. Efisiensi biaya dan waktu proses pemilihan barang atau jasa dari sisi penyedia
Pengadaan barang/jasa elektronik pun dapat mencakup wilayah yang lebih luas.
juga potensi penyimpangan yang dapat dilakukan baik oleh panitia maupun peserta
79
I Putu Jati Arsana, Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, (Yogyakarta:
Deepublish, 2016), hlm 113
80
2. Sistem Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Tender Paket Pekerjaan Konsrtuksi
Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun Anggaran 2017-2018, pendaftaran tender
penawaran dari peserta tahap evaluasi dilakukan terhadap data administrasi yang
disampaikan oleh peserta tender dan evaluasi hanya dilakukan terhadap hal-hal yang
tahap evaluasi teknis meliputi evaluasi terhadap data teknis dalam dokumen penawaran
dari peserta yang dinyatakan memenuhi persyaratan administrasi (lulus tahap evaluasi
persyaratan teknis. Unsur-unsur yang dievaluasi adalah total harga penawaran terhadap
HPS, harga satuan timpang, mata pembayaran yang harga satuannya nol, kewajaran
keaslian dokumen atau legalisir dan meminta salinannya. Selanjutnya menetapkan dan
Hingga berakhirnya jangka waktu, tidak ada peserta yang menyampaikan sanggahan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pengadaan barang dan
jasa yang digunakan dalam Tender Paket Pekerjaan Pembangunan jalan Propinsi Nusa
metode lelang elektronik atau E-Lelang.80 Pengadaan barang dan jasa secara elektronik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Putusan KPPU No. 35/KPPU-
I/2020
80
E-Lelang adalah metode pemilihan Penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya secara
elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya yang memenuhi syarat. Lihat Peraturan Kepala LKPP No. 1 Tahun 2015 Tentang
E-Tendering, Pasal 1 angka 1
82
Sp. Pengantap 4) pada Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi
Nusa Tenggara Barat APBD Tahun Anggaran 2017-2018, yang dilakukan oleh
Akta Nomor: 25 tanggal 30 September 1991 yang dibuat oleh Abdullah, S.H., Notaris
berhubungan dengan teknik bangunan, perdagangan umum dan pengeboran air tanah,
pada Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat
Terlapor II, PT Eka Praya Jaya, merupakan badan usaha didirikan berdasarkan Akta
Nomor 46 tanggal 21 Oktober 2003 yang dibuat oleh Petra Mariawati A.I.S, S.H.,
Notaris di Mataram dengan maksud dan tujuan untuk melakukan kegiatan usaha
Terlapor II. Dalam praktiknya, Terlapor II telah mengikuti Tender Paket Pekerjaan
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD
Terlapor III, Kelompok Kerja Konstruksi Tim 51 (Pokja 51) ULP Provinsi Nusa
III. Merupakan unit layanan pengadaan barang/jasa yang dibentuk berdasarkan Surat
UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat, yang dimaksud dengan persekongkolan tender adalah kerjasama antara
dua pihak atau lebih, yang dilakukan secara terang-terangan maupun diam-diam melalui
menciptakan persaingan semu dan atau menyetujui untuk memberikan fasilitas dan atau
tertentu.81
pendekatan Rule of Reason, dikarenakan dalam Pasal 22 terdapat cantuman kata “dapat
81
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 369
84
usaha. Dalam hal pembuktian pelanggaran pada perkara a quo, Majelis Komisi
melakukan metode pendekatan untuk membuktikan bahwa Para Terlapor tersebut benar
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak
yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang
1. Pelaku Usaha Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 5 Tahun 1999 yang dimaksud
“setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama
ekonomi.”
82
Akhmad Suraji, et al, Dua Dekade Penegakan Hukum Persaingan: Perdebatan dan Isu Yang
Belum Terselesaikan, (Jakarta: KPPU, 2021) hlm. 79
85
Dalam perkara a quo ini, yang menjadi pelaku usaha adalah Terlapor I, yaitu
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD
terpenuhi.
dengan pelaku usaha lain adalah Terlapor II PT Eka Praya Jaya, yang dimana
Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun
Anggaran 2017-2018. Dalam hal ini unsur pelaku usaha lain telah terpenuhi.
persekongkolan yang ada, maka harus diperluas tidak saja hanya antar pelaku
usaha dalam pengertian yang konvensional akan tetapi juga “pihak yang terkait
83
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika, 2013),
hlm. 1-3.
86
lain” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU 5/1999
yang ada dalam praktik selama ini dan dapat menjangkau siapa saja dan tanpa
batas, akan tetapi diharapkan akan menjadi terbatas yaitu sampai pada pihak yang
Dalam perkara KPPU No. 35/KPPU-I/2020, yang dimaksud dengan pihak yang
terkait dengan pelaku usaha adalah Kelompok Kerja Konstruksi Tim 51 (Pokja 51)
ULP Provinsi Nusa Tenggara Barat, Biro Administrasi Pembangunan dan Layanan
selanjutnya disebut Terlapor III. Dalam hal ini unsur pihak lain terpenuhi.
4. Unsur Bersekongkol
Terlapor I, II, III,. Bahwa berdasarkan alat bukti dokumen Penawaran Terlapor I dan
Terlapor II ditemukan adanya kesamaan alamat komisaris yang beralamat KTP di Jalan
tender perkara.
Bahwa dalam alat bukti diketahui adanya kesamaan dokumen penawaran Terlapor
I dan Terlapor II diantaranya yaitu hitungan, Daftar Harga Satuan Upah, hitungan
Daftar Harga Satuan Bahan dan hitungan Daftar Harga Satuan Peralatan. Terdapat
87
Kerja sama dalam penyusunan dokumen penawaran, Berdasarkan alat bukti diketahui
Berdasarkan alat bukti diketahui bahwa terdapat keterkaitan Terlapor I dan Terlapor II.
Selanjutnya tindakan Terlapor III terkait dengan adanya kesamaan dan kerjasama
pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang
mengikuti tender dengan cara melawan hukum. Oleh karena itu dapat disimpulkan
Maksud dari mengatur atau memenangkan peserta tender adalah suatu perbuatan
para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan untuk
peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Dalam kasus ini, Tindakan Terlapor I dan
Terlapor II yang melakukan kerja sama dalam penyusunan dokumen penawaran baik
84
Insan Budi Mulia, Catatan Singkat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.
5
88
Terlapor I dan Terlapor II dalam tender a quo dilakukan dengan cara tidak jujur
Terlapor I dan Terlapor II terbukti melakukan persekongkolan akan tetapi tidak cukup
Terlapor III melakukan pembiaran dengan cara tidak melakukan evaluasi secara benar
serta tidak menggagalkan proses tender perkara a quo meskipun terdapat berbagai
macam indikasi persaingan usaha tidak sehat dan tindakan Terlapor III tersebut
memfasilitasi Terlapor I dan II sebagai pemenang tender. Dalam hal ini unsur mengatur
Berdasarkan Pasal 1 Angka 6 UU No. 5 Tahun 1999, persaingan usaha tidak sehat
adalah:85
“Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan
Pada perkara KPPU No. 35/KPPU-I/2020, ditemukan bahwa Pokja Terlapor III
terkait dengan adanya kesamaan dan kerjasama dapat dikategorikan sebagai tindakan
85
Ibid, hlm.7.
89
kesempatan eksklusif oleh penyelenggara tender atau pihak terkait secara langsung
maupun tidak langsung kepada pelaku usaha yang mengikuti tender dengan cara
melawan hukum.
Terlapor III melakukan tindakan pembiaran dengan cara tidak melakukan evaluasi
secara benar serta tidak menggagalkan proses tender perkara a quo meskipun terdapat
berbagai macam indikasi persaingan usaha tidak sehat dan tindakan Terlapor III
lulus dalam tahapan evaluasi dan menguntungkan Terlapor I dan II sebagai pemenang
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Dalam hal ini, unsur
terjadinya persaingan usaha tidak sehat telah terpenuhi. Berdasarkan analisa yang telah
dipaparkan di atas, menurut Penulis, Majelis Komisi telah tepat dalam membuktikan
I/2020
Dalam penanganan suatu perkara terdapat sejumlah tahapan untuk sampai pada
tahap pembacaan putusan. Salah satu tahapan tersebut adalah tahap pembuktian.
86
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 73-74
90
dan kepastian dalam hal peradilan. Pada hakikatnya, hukum pembuktian diadakan
untuk mengungkapkan fakta yang sebenarnya sehingga dapat melahirkan suatu putusan
yang adil.87
Pembuktian dalam perkara persaingan usaha akan menjadi penentu apakah perkara
yang berasal dari laporan atau perkara inisiatif dari KPPU akan terbukti atau tidak.
Dalam hal terdapat bukti yang cukup maka terlapor akan dinyatakan terbukti secara
sebaliknya, apabila tidak terbukti maka Majelis Komisi akan menjatuhkan putusan
yang isinya menyatakan bahwa dugaan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999
Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak terbukti
Dengan adanya pembuktian akan menjadi titik terang untuk mengetahui siapa yang
yuridis adalah memberi dasar-dasar yang cukup kepada majelis komisi yang
kepastian yang diajukan. Pembuktian secara yuridis tidak hanya memberi kepastian
kepada majelis, tetapi juga bagaimana terjadinya suatu peristiwa, yang tidak tergantung
pada tindakan para pihak, seperti persangkaan dan keyakinan majelis atas keterangan
terlapor.
87
Ibid, hlm.76.
91
dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu perkara persaingan usaha, baik itu yang
sumber perkaranya berasal dari laporan masyarakat maupun inisiatif dari KPPU
mengenai dugaan pelanggaran terhadap pasal atau ayat tertentu dari UU No. 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.88 Dalam
suatu perkara persaingan usaha, tidak semua dalil yang menjadi dasar laporan harus
dibuktikan kebenarannya karena dalil yang tidak disangkal terlebih diakui sepenuhnya
Apabila pelaku usaha terlapor mengakui kebenaran dari laporan tersebut maka
sudah cukup alasan bagi majelis komisi untuk menjatuhkan putusan bahwa pelaku
usaha terbukti melakukan pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha tidak sehat.
Dalam pembuktian di KPPU, Majelis Komisi akan menentukan siapa diantara pihak-
Dengan kata lain, majelis komisilah yang akan menentukan pihak mana yang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang menjadi alat
88
Binoto Nadapdap, Hukum Acara Persaingan Usaha Pasca Putusan Makahmah Konstitusi,
(Jakarta: Kencana, 2020), hlm 101
92
1. Keterangan Saksi
Keterangan Saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterangan itu berkenaan
dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar oleh Saksi sendiri. Keterangan saksi
bisa dinyatakan dalam bentuk tertulis maupun lisan dandibuat berdasarkan sumpah.
Kehadiran saksi dalam perkara persaingan usaha terjadi karena permintaan tiga
2. Keterangan Ahli
Keterangan Ahli adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah dalam
Syarat seseorang yang dapat memberikan keterangan ahli adalah memiliki keahlian
khusus dan pengalaman yang sesuai dengan keahliannya yang dituangkan dalam
89
Saksi adalah setiap orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan
dan/atau pemeriksaan tentang suatu perkara pelanggaran Undang-Undang, yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri, dan ia alami sendiri serta mempunyai pengetahuan yang terkait langsung terjadinya
pelanggaran Undang-Undang. Lihat Peraturan KPPU No. 1 Tahun 2019, Pasal 1 angka 15.
93
dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran
seseorang dan digunakan sebagai pembuktian. Surat atau dokumen yang diajukan
sebagai alat bukti merupakan salinan atau copy surat atau dokumen asli yang telah
4. Petunjuk
persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan perjanjian
dan/atau kegiatan yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi dominan dan siapa
pelakunya. Petunjuk dapat berupa bukti ekonomi dan atau bukti komunikasi yang
pengakuan, dimana pengakuan tersebut tidak dapat ditarik kembali oleh pelaku
usaha, kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh Majelis
Komisi.
90
Binoto Nadapdap, Op.cit, hlm 104
94
investigator komisi dan para terlapor. Pembuktian dalam Putusan KPPU No. 35/KPPU-
a. Persekongkolan Horizontal
persekongkolan yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III,. Adapun
terdiri atas:
Terlapor I, Terlapor II, Terlapor Ahli LKPP (Nosin), dalam evaluasi dokumen, Telapor
pokja harus melakukan pemeriksaan untuk mencari apakah ada indikasi dari
persekongkolan tender, dan apabila ada kesamaan dalam pengetikan atau dilakukan
oleh satu orang dengan user ID atau IP Addres komputer yang sama maka itu
metadata tidak bisa serta merta langsung menyimpulkan berasal dari sumber yang
91
OECD, Pedoman untuk Mengatasi Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Publik, hlm
3-4
95
fisik isi dokumen untuk memastikan dugaan pelanggaran yang terjadi. Terlapor III
barang dan jasa sejak tahun 2006 untuk Ketua Pokja dan sejak tahun 2012 untuk
Anggota Pokja.
b. Persengkokolan Vertikal
uraian fakta persidangan tersebut di atas, Majelis Komisi menilai Terlapor III telah
sebagaimana diuraikan di atas, Terlapor I, Terlapor II dan Terlapor III telah melanggar
etika pengadaan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf f Perpres
Nomor 54 Tahun 2010 yaitu melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung
92
Ibid, hlm.6.
96
jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan
para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa.93
dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor II dengan Terlapor III dalam tender Paket 3 dan
Paket 4 berupa tindakan Terlapor III yang menyetujui atau memfasilitasi terjadinya
persekongkolan dan tindakan Terlapor III yang tidak menolak melakukan suatu
Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha
dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dengan cara apapun dalam upaya
I dan Terlapor II dengan Terlapor III sebagaimana diuraikan pada bagian Tentang
93
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik serta
Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 326
97
tender pada Paket 3 dan Terlapor II sebagai pemenang tender pada Paket 4.
Usaha, dan telah membuktikan bahwa adanya dampak akibat dari persekongkolan yang
dilakukan oleh antar pelaku usaha dan pelaku usaha dengan Panitia Pengadaan Barang/
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat.94 dengan
demikian telah sesuai dengan rule of reason dan unsur bersekongkol untuk mengatur
atas, serta dengan mengingat Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, dan Terlapor III terbukti secara sah dan
miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta rupiah) yang harus disetor secara langsung
94
Andi Fahmi Lubis et. al., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta, ROV
Creative Media,2009, hlm.108
98
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
Persaingan Usaha);
miliar seratus empat puluh sembilan juta rupiah) yang harus disetor secara langsung
usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah
Persaingan Usaha);
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan ini berkekuatan hukum tetap
(inkracht);
sebesar 20% (dua puluh persen) dari nilai denda ke KPPU paling lama 14 (empat
belas) hari setelah menerima pemberitahuan Putusan ini, jika mengajukan upaya
hukum keberatan.
99
Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD Tahun Anggaran
2017-2018 yang dilakukan oleh para Terlapor yang pada pokoknya sebagai berikut;
4) pada Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa
2. Terlapor II, PT Eka Praya Jaya, merupakan badan usaha didirikan berdasarkan
Akta Nomor 46 tanggal 21 Oktober 2003 yang dibuat oleh Petra Mariawati
A.I.S, S.H., Notaris di Mataram dengan maksud dan tujuan untuk melakukan
3. Terlapor III, Kelompok Kerja Konstruksi Tim 51 (Pokja 51) ULP Provinsi
4) pada Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara
3 pada Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Nusa Tenggara
Barat APBD Tahun Anggaran 2017 – 2018. Bahwa Terlapor III memberikan
Pengadaan sejak tanggal 31 Mei 2017 pukul 17.00 WITA sampai dengan tanggal 8
Juni 2017 pukul 15.00 WITA, hingga batas waktu tersebut, perusahaan yang
yang disampaikan oleh peserta tender dan hanya mencakup hal-hal yang tidak dinilai
pada saat penilaian kualifikasi.95 Bahwa evaluasi harga dilakukan terhadap penawaran
yang memenuhi persyaratan teknis. Unsur-unsur yang dievaluasi adalah total harga
penawaran terhadap HPS, harga satuan timpang, mata pembayaran yang harga
95
Susanti, , Naskah Akademis Tentang Persaingan Usaha Anti Monopoli, Mahkamah Agung
RI, Jakarta,2009, hlm. 50
102
satuannya nol, kewajaran harga dan upah pekerja. Adapun hasil evaluasi harga
3 ditemukan beberapa fakta antara lain sebagai berikut Kesamaan penawaran teknis
antar peserta tender dalam alat bukti diketahui adanya kesamaan dokumen penawaran
Agregat Kelas S, Pondasi Agregat Kelas A, Beton mutu rendah fc’15 Mpa, Baja
Kasar & Halus untuk bahan lapis Agregat dan lapis Aspal);
Struktur);
96
Ibid, hlm.62.
103
((RK3K)97
TKDN pada penawaran yang disampaikan oleh Terlapor I dan Terlapor II pada bagian
penghitungan TKDN pada nilai Subtotal Jasa, Kerja sama dalam penyusunan dokumen
Kesamaan alamat komisaris para peserta tender Bahwa adanya kesamaan alamat
Farid Amir selaku pemegang saham dan komisaris utama Terlapor I dengan alamat
Atika selaku komisaris Terlapor II yaitu sama-sama beralamat di Jalan Abdul Kadir
Munsyi Mataram Barat; Kesamaan alamat Direktur Terlapor I dengan alamat Terlapor
II. Bahwa alamat Ir. Mochamad Yunus selaku Direktur Terlapor I adalah Jalan Panji
Tilar Negara 15, Tanjung Karang, Mataram Data dari situs Administrasi Hukum
Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tercantum alamat Ir.
Mochamad Yunus selaku direktur Terlapor I yang ternyata sama dengan alamat Adji
97
Ayudha D. Prayoga, Persaingan Usaha Dan Hukum Yang Mengaturnya Di Indonesia, Proyek
ELIPS, Jakarta,2008, hlm.83
104
Waspodo selaku direktur Terlapor II, yang sekaligus alamat tersebut juga menjadi
Tender yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat atau mengahmbat
1. Tender yang bersifat tertutup atau tidak transparan dan tidak diumumkan
2. Tender yang bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku
3. Tender dengan persyaratan dan spesifikasi teknis atau merek yang mengarah
kepada pelaku usaha tertentu sehingga mengahambat pelaku usaha lain untuk
ikut.
98
Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, cetakan pertama,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 70.
105
g. Spesifikasi yang diarahkan sesuai keinginan salah satu peserta tender, dan lain-
lain.
Untuk mengetahui telah terjadi atau tidaknya suatu persekongkolan dalam tender, ada
bebrapa indikasi persekongkolan yang sering dijumpai pada pelaksanaan tender. Hal-
hal berikut ini merupakan indikasi persekongkolan, sedangkan bentuk dan perilaku
secara terbuka
barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat
c. Tender/atau lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu
e. Nilai uang jaminan lelang diterapkan jauh lebih tinggi daripada nilai dasar
lelang
99
Ibid, hlm. 90.
106
f. Penetapan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti.
mudah dipengaruhi.
meliputi:81
merek, jumlah, tempat, dan/atau waktu penyebaran barang dan jasa yang akan
tender/lelang.
100
Insan Budi Maulana, Catatan Singkat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Laranga Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2009,
hlm. 33.
107
g. Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau panitia atau pemberi
terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas, dan waktu penyerahan yang
harus dipenuhi.
lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang lebih lengkap diberikan
sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada
papan pengumuman yang jarang diliahat publik atau pada surat kabar dengan
jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagan besar target yang diinginkan.
101
Ibid, hlm.35.
108
d. Pengumuman tender/lelang pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat
kecil atau pada bagian lay-out surat kabar yang seringkali dilewatkan oleh
meliputi:
a. Dokumen tender/lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calo peserta
tender/lelang.
7. Indikasi persekongkolan pada saat penentuan harga perkiraan sendiri atau harga
a. Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk
b. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha
tertentu.
102
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 24.
109
8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang,
meliputi:
a. Informasi atas barang/jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan
cenderung ditutupi.
c. Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang
panitia.
3. Adanya penawaran yang diterima oleh panitia dari pelaku usaha yang tidak
mengikuti atau tidak lolos dalam proses kualifikasi atau proses administrasi.
103
Sutan Remi Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Jurnal Hukum Bisnis, 2004, hlm. 14.
110
memasukkan penawaran.
tender/lelang, meliputi:
b. Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga
mengajukan harga yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang
tertentu.
104
Ibid, hlm.17.
111
sebelumnya.
tidak diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan,
jelas.
e. Ada selisih harga yang besar atara harga yang diajukan pemenang
105
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang Indonesia,( FH UII Press, Cet. Pertama,
Yogyakarta, 20060, hlm. 9-11.
112
sanggahan diselesaikan.
dijelaskan.
meliputi:
b. Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal,
ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan.106
106
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia (Disertasi),
Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 2011, hlm. 31
113
Pekerjaan Peningkatan Jalan Pesut Pada Satuan Kerja Dinas Bina Marga Dan
Kasus posisi
Putusan KPPU No.01/KPPU-L/2016 yaitu para pelaku usaha yang terdiri atas
PT.Aset Prima Tama (Terlapor I), PT.Budi Bakti Prima (Terlapor II), PT.Bangun Cipta
Kontaktor (Terlapor III), dan PT. Karuna Wahananusa (Terlapor IV) mengikuti
pengadaan tender dalam proyek Pekerjaan Peningkatan Jalan Pesut pada Satuan Kerja
Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun
22 dijelaskan bahwa suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender
secara bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai
107
Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, dalam teori dan praktek
serta penerapan hukumnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 282.
114
Amar Putusan
miliar sembilan ratus dua puluh tujuh juta sembilan ratus enam puluh lima ribu
tiga ratus sembilan puluh lima rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai
Usaha);
(sembilan ratus empat puluh dua juta lima ratus enam puluh ribu delapan ratus
enam puluh rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
Usaha);
10. Menghukum Terlapor III, membayar denda sebesar Rp. 385.593.079,00 (tiga
ratus delapan puluh lima juta lima ratus sembilan puluh tiga ribu tujuh puluh
sembilan rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan
(sembilan ratus empat puluh dua juta lima ratus enam puluh ribu delapan ratus
enam puluh rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran
Usaha);
12. Memerintahkan Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV untuk
Kasus Posisi
(Terlapor I), PT Sumber Alam Sejahtera (Terlapor II), PT Arafah Alam Sejahtera
sebagai (Terlapor III), PT Betesda Mandiri (Terlapor IV), PT Eka Jaya Lestari
(Terlapor V), PT Adhi Putra Jaya (Terlapor VI), dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor VII).
Pengadaan barang dan jasa dalam tender ini berpedoman pada Peraturan Presiden No.
Unsur terjadinya Persaingan usaha Terlapor VII melakukan tindakan Post Bidding.
Hal ini dapat dilihat dari tindakan Terlapor I yang melampirkan Daftar Personil Inti
yang tidak sesuai dengan dokumen pengadaan dimana dalam dokumen penawaran
menawarkan Zarli Yanto ST yang hanya memiliki sertfikat SKA Teknik Bangunan
Gedung Madya. Padahal dalam dokumen tersebut memiliki syarat harus memiliki dua
Terlapor I, akan tetapi terlapor VII malah membiarkan Terlapor I menambah isi
Amar Putusan
1. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor VII terbukti secara sah dan
2. Menyatakan bahwa Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, dan
Rp1.723.500.000,00 (satu miliar tujuh ratus dua puluh - 201 - tiga juta lima
ratus ribu rupiah) yang harus disetor secara langsung ke Kas Negara sebagai
117
lambatnya 3 (tiga) bulan sejak Putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap
(inkracht);
Pemerintah.
perkara yang paling mendominasi yang ditangani KPPU sejak awal berdirinya hingga
saat ini memasuki tahun 2022. Dilihat dari Laporan Tahunan KPPU sejak tahun 2000
sampai 2022 KPPU telah menerima 3061 laporan dan persekongkolan tender masih
bahwa tingkat kepatuhan pelaku usaha terhadap hukum persaingan usaha masih sangat
minim.108 Oleh karena itu diperlukan penindakan yang lebih tegas dan perlu dipikirkan
108
Elya Ras Ginting, Hukum Anti Monopoli Indonesia: Analisis dan Perbandingan
UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 20011), hlm. 72
118
sanksi yang bisa memberikan efek jera sehingga bisa menekan mundur angka
Dampak Persekongkolan dalam Tender Dilihat dari sisi konsumen atau pemberi
kerja, persekongkolan dalam tender dapat merugikan dalam bentuk antara lain
Konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal daripada yang
sesungguhnya. Barang atau jasa yang diperoleh (baik dari sisi mutu, jumlah, waktu,
maupun nilai) seringkali lebih rendah dari yang akan diperoleh apabila tender
dilakukan secara jujur. Terjadi hambatan pasar bagi peserta potensial yang tidak
Nilai proyek (untuk tender pengadaan jasa) menjadi lebih tinggi akibat mark-
up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol. Apabila hal tersebut dilakukan
tender dinyatakan sebagai perilaku yang bersifat Rule of Reason, yaitu bahwa suatu
terhadap persaingan usaha tidak sehat. Untuk itu dalam persekongkolan tender, perlu
diketahui apakah proses tender tersebut dilakukan dengan cara tidak jujur atau
109
Ari Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ctk. Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta. 2009,
hlm. 13.
119
120
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa oleh
dampak akibat dari persekongkolan yang dilakukan oleh antar pelaku usaha
PT Metro Lestari Utama dan PT Eka Praya Jaya dengan Panitia Pengadaan
rule of reason.
lain Konsumen atau pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal
daripada yang sesungguhnya. Barang atau jasa yang diperoleh (baik dari
sisi mutu, jumlah, waktu, maupun nilai) seringkali lebih rendah dari yang
adanya variasi kualitas dari sebuah barang/jasa dan dengan demikian dapat
B. Saran
1. Dalam suatu perbuatan yang tidak dapat dilakukan dan sangat bertentangan
dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa adalah salah satu pihak atau
menimbulkan akibat yang buruk bagi dunia persaingan usaha karena dapat
maupun tidak adanya variasi kualitas dari sebuah barang/jasa dan dengan
negara.