Anda di halaman 1dari 80

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UU NO.

32 TAHUN 2009
TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DALAM KASUS AMDAL DI INDONESIA
(Analisis Kasus Perusahaan X)

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun Oleh:
Nama : Mochamad Ichwan Syahdiniafi
NIM: 109048000022

KONSENTRASI STUDI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H./2016 M.
ABSTRAK

Mochamad Ichwan Syahdiniafi. NIM: 109048000022. Penegakan Hukum


Lingkungan Menurut UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Kasus Amdal Di Indonesia. Program Studi
Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan
Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 Tntang


Jenis Rencana Usaha dan atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui
kedudukan Amdal Sebagai pedoman sebuah dokumen yang seharusnya dibuat
terlebih dahulu sebelum ada proses dari pra konstruksi hingga produksi

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif


dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-
undangan mengacu kepada Undang-Undang No, 32 Tahun 2009, Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 Tentang Amdal, Peraturan Pemerintah No 27
Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Pendekatan Kasus dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001, dan UU No. 32 Tahun 2009.

Berdasarkan Penelitian Permasalahan yang terjadi pada Hukum


Lingkungan sangat Kompleks saling berkaitan antara Aparatur Pemerintahan,
Pengembang, dan Masyarakat itu sendiri. Dan ini bertujuan untuk mengetahui
kedudukan dan peranan amdal dalam penegakan hukum lingkungan, untuk
mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di PT. Jaya Power Steel, untuk
mengetahui cara menyelesaikan kasus pelanggaran AMDAL. Hasil yang telah
penulis lakukan selama proses pembuatan skripsi ini adalah bahwa PT. Jaya
Power Steel telah melakukan pelanggaran-pelanggaran baik dalam Pra
Konstruksi, Konstruksi, dan Operasi.

Kata Kunci : Amdal, PT. Jaya Power Steel, Masyarakat Desa Saga

Pembimbing : 1. Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum

2. Amrizal Siagian, S. Hum., Msi

iv
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Rasa syukur yang amat sangat mendalam, penulis serahkan jiwa dan raga ini

kepada Allah SWT.atas segala rahmat dan kuasa-Nya yang diberikan kepada

penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam

senantiasa selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw beserta keluarganya,

para sahabat serta para pengikutnya yang telah menyebarluaskan warisan

kenabian dan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Pada dasarnya, penulisan skripsi ini merupakan suatu respon atas semakin

maraknya perusakan lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.

Tentu ulah yang dimaksud ialah pembangunan-pembangunan yang semakin

marak dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan.

Pembangunan-pembangunan itu telah membahayakan kehidupan umat manusia.

Oleh karena itu harus dilakukan usaha-usaha yang dapat mengatur segala gerakan

pembangunan itu agar pembangunan tetap dilakukan tanpa merusak lingkungan,

atau kalau memang kerusakan itu tidak dapat dihindari, setidaknya dampaknya

bisa diminimalisir demi tetap berlangsungnya hidup.

Tentunya, proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak kalangan, untuk

itu saya merasa perlu menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu menyelesaikan skripsi ini, terutama peulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

v
2. Bapak Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H, M.H, Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program

Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum yang selalu mendukung dan

memotivasi dalam penyelesaian skripsi penulis.

3. Bapak Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum Fakultas Syariah dan Hukum (Dosen Pembimbing 1) dan Bapak

Amrizal Siagian S. Hum. Msi., (Dosen Pembimbing 2) yang telah

membimbing saya mulai dari awal Bab I hingga Akhir Bab V.

4. Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah membimbing penulis dari awal masuk hingga bisa menyelesaikan

skripsi ini dan Staf-staf/Karyawan yang membantu proses administrasi

penulis.

5. Pegawai Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu memberikan pinjaman

referensi kepada penulis.

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda Sayuti dan Ibu Eti Suparniawati, yang tak

henti-hentinya memberikan do’a demi lancarnya studi dan penulisan skripsi

ini. Juga kepada Adik-adiku, Achmad Rizqi Adhairobby, Nurfadilah

Ramadhani yang selalu mendukung serta mengingatkan penulis untuk

secepatnya menyelesaikan skripsi.

7. Sanak kerabat dan Keluarga besar saya menghaturkan terimakasih sebesar-

besarnya kepada Sumarna, BE. (Uwa), Kuswara (Uwa), Jumadiono S.ST ,

Tigin Nugraha Dwiyana Amd., Herman S.E., Resno Triaji S.T yang tiada

vi
henti-hentinya mensupport saya dan memberikan arahan yang sangat

membantu untuk mengerjakan Skripsi ini.

8. Teman seperjuangan Naufal, Ilham, Yusup, Saleh, Riko, Radi, Topik, Jery

dan teman-teman yang lain yang tak bisa disebutkan semua. Terimakasih

telah memberikan semangat.

9. Semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu-persatu terima kasih atas

bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

Ciputat, 29 Juli 2016

Mochamad Ichwan Syahdiniafi

vii
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ............................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 8

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdalulu .................................... 9

E. Kerangka Konseptual ............................................................ 10

F. Metode Penelitian ................................................................... 15

G. Sistematika Pembahasan ....................................................... 18

BAB II PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP ...................... 19

A. Hukum Lingkungan Hidup ................................................... 19

B.. Hukum Lingkungan Hidup Berbasis Lingkungan


Indonesia ................................................................................. 21

C. Pengembangan Sistem Pembangunan Dalam


Lingkungan Hidup ................................................................. 26

D. Prinsip -prinsip Pengelolaan Lingkungan Hidup................ 28


BAB III TINJAUAN TENTANG KASUS-KASUS AMDAL DI
INDONESIA DAN PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN................................................................................ 32

A. Tentang AMDAL .................................................................... 32

B. Kasus-Kasus AMDAL Di Indonesia ..................................... 37

C. Kasus Amdal Di Perusahaan X ............................................. 41

BAB IV PENEGAKAN HUKUM AMDAL DI INDONESIA .................... 47

A. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Kasus AMDAL


... ............................................................................................... 47

B. Penyelesaian Terhadap Kasus AMDAL Di Perusahaan


X ... ........................................................................................... 54

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 58

A. Kesimpulan ............................................................................. 58

B. Saran... ..................................................................................... 58
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terjadinya berbagai masalah lingkungan dan berkurangnya persediaan

sumber daya alam telah menyadarkan manusia betapa pentingnya lingkungan

dan sumber daya alam terhadap keberlangsungan hidup seluruh isi alam

semesta termasuk hidup umat manusia. Sebagaimana lingkungan, bahwa ia

mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam memberikan kehidupan kepada

umat manusia. Ketika terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan manusia

dan lingkungan, akan terjadi kesulitan-kesulitan yang luar biasa bagi umat

manusia dalam mempertahankan hidupnya. Hal itu akan terjadi ketika ledakan

jumlah manusia dan kebutuhnya melebihi persediaan sumber daya alam. Oleh

karena itu pertumbuhan jumlah penduduk bumi mutlak harus dikendalikan dan

aktivitas manusianya pun harus memperhatikan kelestarian lingkungan.1

Adapun pelestarian lingkungan hidup dapat kita artikan sebagai

pemeliharaan terhadap lingkungan hidup sebagaimana keadaannya, namun

ironisnya, lingkungan hidup itu justru dimanfaatkan dalam kerangka

pembangunan. Hal ini berarti bahwa lingkungan hidup mengalami proses

perubahan. Agar perubahan-perubahan itu tidak menimbulkan dampak yang

begitu negatif terhadap kehidupan manusia, proses perubahan ini perlu dijaga

agar lingkungan hidup itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal.2

1
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001 (Jakarta:
Gramedia, 2001), h. 7.
2
Soemarwoto, O. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. (Jakarta : Djambatan,
1994), h. 34.

1
2

Tampaknya tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan-

perbedaan yang cukup signifikan jika kita bandingkan antara kondisi alam dan

lingkungan sekarang dan beberapa tahun yang lalu, katakan saja 10 tahun yang

lalu. Pada saat itu, kondisi lingkungan jauh lebih baik daripada keadaan

lingkungan saat ini, karena memang sudah terjadi perusakan-perusakan yang

telah dilakukan manusia, akan tetapi sekarang sawah-sawah tempat tanam padi

dimusnahkan diganti dengan bangunan-bangunan yang menjulang tinggi.

Pohon-pohon di hutan tempat penyerapan dan sumber perbaikan oksigen

banyak yang sudah ditebang untuk pembangunan pabrik dan lain sebagainya.

Di sinilah lingkungan telah mengalami perubahan yang cukup signifikam.

Di sisi lain, pembangunan-pembangunan itu telah membawa kemajuan

yang besar terhadap kehidupan manusia. Tampaknya manusia saat ini sedang

mengalami dilema. Di satu sisi manusia dituntut zaman untuk mempercepat

pembangunan agar tidak ketinggalan, di sisi lain juga harus menjaga stabilitas

lingkungan hidup agar tidak menjadi malapetaka terhadapnya.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami hal tersebut.

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia saat ini sedang

melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan di sini merupakan

upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan

memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya3, di mana peningkatan

manfaat itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak sumberdaya.

Hakikat pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini berarti

3
R.M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), h. 189.
3

bahwa pembangunan meliputi: pertama: kemajuan lahiriah seperti sandang,

pangan, perumahan dan lain-lain. Kedua: kemajuan batiniah seperti

pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain. Ketiga,

kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam

perbaikan hidup berkeadilan sosial.4

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan yang membawa kemajuan

yang luar biasa itu menimbulkan perubahan-perubahan pada lingkungan. Pada

kenyataannya perubahan pada lingkungan telah melahirkan dampak negatif,

misalkan pembangunan di sektor perumahan. Dengan menjamurnya

pembangunan yang berdiri di atas lahan-lahan pertanian yang masih produktif

membuahkan sempitnya areal-areal pertanian, sehingga petani tergerak untuk

membuka atau menggarap lahan marginal seperti tanah di tepi sungai, di bukit

dan di gunung, dan pembukaan lahan baru di kawasan hutan lindung yang

dapat berakibat terjadinya erosi tanah sampai pada tingkat yang

mengkhawatirkan.5 Masih banyak kasus-kasus lain yang juga beradampak

negatif terhadap lingkungan.

Terlihat dari beberapa kejadian, pembangunan fisik seperti

pembangunan pabrik, mall, perumahan, jalan raya dan lain sebagainnya, yang

tidak didukung oleh usaha kelestarian lingkungan akan mempercepat proses

kerusakan alam.6 Sebagian besar kerusakan alam tersebut diakibatkan oleh

kegiatan dan perilaku manusia yang tidak memperhatikan lingkungan. Dalam

satu sisi terlihat semangat Pembangunan, tapi pada sisi lain terlihat

4
R. M Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan, h. 189.
5
Arindra CK, Melindungi Lingkungan Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari situs
www. Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, terakhir dikunjungi 24 Agustus 2006.
6
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, h. 13.
4

pelanggaran-pelanggaran lingkungan utamanya pelanggaran pada konsep

pembangunan itu sendiri.

Dalam kasus pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh

pengembang dalam membangun usaha seperti pembangunan kompleks

industri, gudang dan lainnya, penulis mengambil contoh kasus pelanggaran

yang dilakukan oleh PT Jaya Power Steel dalam pembangunan kompleks

industri dan pergudangan di Desa Sentul Jaya, Kecamatan Balaraja, Kabupaten

Tangerang. Pembangunan tersebut dibangun di atas tanah dengan luas 182.000

m2. Kompleks industry dan pergudangan yang direncanakan akan dibangun

terdiri dari kompleks industry dan pergudangan sebanyak 261 unit bangunan.

Total tanah yang digunakan untuk bangunan adalah seluas 180.631 m2 dan sisa

tanah yang tidak dibangun ialah 1.369 m2. Pembangunan tersebut tentu

berdampak terhadap lingkungan. Pembangunan tersebut mengakibatkan

perubahan-perubahan terhadap lingkungan. Berdasarkan apa yang diamati oleh

penulis, pembangunan komplek industri dan pergudangan tersebut telah

melakukan beberapa pelanggaran Amdal yang tentu berakibat terhadap

kelestarian lingkungan.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut terjadi pada aspek, pengabaian

pembuatan sumur serapan sesuai kebutuhan, kurangnya ruang terbuka hijau,

dan pelibatan masyarakat yang masih setengah hati. Oleh karena itu,

tampaknya sangat perlu dilakukan kajian dan penyadaran tentang pentingnya

Amdal terus diupayakan, agar tercipta pembangunan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana


5

dalam menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana untuk

pembangunan yang berkesinambungan demi meningkatkan mutu hidup.7

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) didefinisikan

sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi

kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya

sendiri.8

Manusia mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan

hidupnya, sehingga ia membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya.

Ketergantungan manusia terhadap alam tidak hanya dikaitkan dengan

kebutuhan pangan dan mineral saja, justru hal tersebut saling tergantung dan

berinteraksi dalam bidang materi dan non-materi, meskipun demikian manusia

di manapun juga selalu memperoleh predikat yang demikian pahit yaitu selalu

dianggap sebagai agen perusak (Agent of Destruction).9

Dalam hubungan antara manusia dan lingkungan, hendaknya terjadi

take and give. Itu artinya, tiap manusia mempunyai hak atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat. Di samping itu ia juga harus berkewajiban untuk

memelihara lingkungan hidup, termasuk mencegah dan menanggulangi

perusakan lingkungan hidup. Hak dan kewajiban ini dapat terlaksana dengan

baik kalau subjek pendukung hak dan kewajiban berperan dalam rangka

pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut berarti pula bahwa hak dan

kewajiban itu dapat terlaksana dengan baik kalau subjek pendukung hak dan

7
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 50.
8
Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1999), h. xi.
9
Eggi Sudjana dan Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif Etika
Bisnis Di Indonesia, h. 2
6

kewajiban itu mempunyai hak akses terhadap data dan informasi mengenai

keadaan dan kondisi lingkungan hidup.10

Hukum lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan yang berwawasan

lingkungan berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau

perusakan lingkungan agar lingkungan dan sumberdaya alam tidak terganggu

kesinambungan dan daya dukungnya. Di samping itu hukum lingkungan

berfungsi sebagai sarana penindakan hukum bagi perbuatan-perbuatan yang

merusak atau mencemari lingkungan hidup dan sumber daya alam.11

Eksistensi hukum harus dipandang dari dua dimensi. Disatu pihak

hukum harus dilihat sebagai suatu bidang atau lapangan yang memerlukan

pembangunan dan pembinaan, di sini hukum berfungsi sebagai objek

pembangunan. Di pihak lain, dimensi hukum sebagai sarana penunjang

terlanjutkannya pembangunan. Hukum harus mampu berperan sebagai sarana

pengaman pelaksanaan pembangunan beserta hasil-hasilnya. Tegasnya, hukum

lingkungan harus mampu berperan sebagai sarana pengaman bagi

terlanjutkannya pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan sudah sepatutnya dipikirkan lebih

lanjut oleh bangsa ini. Salah satu kunci pembangunan berwawasan lingkungan

adalah yang sering kita dengar, yaitu Amdal (Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan). Amdal mengajak manusia untuk memperhitungkan resiko dari

aktifitasnya terhadap lingkungan. Penyusunan Amdal didasarkan pada

pemahaman bagaimana alam ini tersusun, berhubungan dan berfungsi. Hal yang

10
Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), h. 111.
11
Harun M.Husein, Lingkungan Hidup Masalah, Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h..36.
7

perlu diperhatikan juga adalah interaksi antara kekuatan- kekuatan sosial,

teknologi dan ekonomis dengan lingkungan dan sumber daya alam. Pemahaman

ini memungkinkan adanya prediksi tentang konsekuensi tentang pembangunan.

Tema Amdal merupakan suatu kajian yang sangat menarik, karena hal

itu menyangkut keberlangsungan hidup seluruh umat manusia. Tema ini harus

terus-menerus dikaji untuk mendapatkan hasil penelitian yang cukup baik demi

keberlangungan hidup bersama. Oleh karena itu, penulis akan menjadikannya

sebagai suatu tema penelitian skripsi dengan judul “Penegakan Hukum

Amdal dalam Pembangunan Hukum Lingkungan Di Indonesia Menurut

UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Analisa Kasus Perusahaan X)”.

B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Penulis memfokuskan pembatasan masalah skripsi ini pada kajian

tentang seluk-beluk penegakan Hukum Amdal dengan hukum lingkungan

dan pelanggaran Amdal dalam kasus PT Jaya Power Steel di Kecamatan

Balaraja, Kabupaten Tangerang dalam kompleks industri dan perumahan

Altari Nusa Indah. PT Jaya Power Steel ini selanjutkan akan disebut dengan

istilah PT X.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai

berikut:
8

a. Bagaimana PT X menerapkan Hukum Amdal dalam pengelolaan

industri nya?

b. Apa dampak negatif bagi masyarakat yang berbatasan langsung dengan

PT X?

c. Bagaimana Hukum Lingkungan menyelesaikan perusahaan yang

melanggar Hukum Amdal ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan Amdal dalam penegakan

hukum lingkungan.

b. Untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di PT X.

c. Untuk mengetahui cara menyelesaikan kasus pelanggaran Hukum

Amdal.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan menambah

pengetahuan secara akademis dan dapat menjadi literatur di bidang

hukum lingkungan.

b. Manfaat secara praktis

Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran hingga terbentuk

suatu naskah untuk merumuskan prinsip-prinsip Amdal dalam

mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.


9

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Berdasarkan hasil pengamatan penulis di perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah, penelitian yang ada kaitannya dengan Amdal hanya terdapat

satu penelitian itu pun tidak terkait dengan lingkungan yang penulis teliti.

Penelitian yang di maksud tersebut yaitu:

Untuk penelitian di luar UIN Syarif Hidayatullah penulis juga

menemukan penelitian tentang Amdal. Di antaranya ialah skripsi yang

ditulis pada tahun 2009 oleh Eri Triana Sari, mahasiswi Fakultas Hukum

Universitas Semarang. Sedangkan judul skripsinya ialah Tanggung Jawab

Konsultan dalam Pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan

Akibat Hukumnya. Yang dibahas dalam skripsi ini ialah tentang

pelaksanaan tanggung jawab Konsultan dalam menyusun Amdal, dan

konsekuensi pelaksanaan tanggung jawab Konsultan terkait penyusunan

analisis tersebut? Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan tanggung jawab Konsultan yang

membidangi penyusunan dokumen Amdal, menganalisis konsekuensi

pelaksanaan tanggung jawab Konsultan dalam pembuatan analisis Amdal.

Karya ilmiah lain tentang Amdal dan lingkungan ditulis oleh

mahasiswa pascasarjana Universitas Andalas Padang. Penulis karya tulis

tersebut ialah Widia Edorita. Tesis tersebut berjudul Peranan Amdal

dalam Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia dan Perbandingannya

dengan beberapa Negara Asia Tenggara yang ditulis pada tahun 2007.

Tesis ini menjelaskan posisi Amdal dalam penegakan hukum lingkungan

di Indonesia. Di samping itu, dia juga membandingkan dengan Amdal di


10

negara-negara Asia Tenggara. Judulnya hampir sama dengan skripsi yang

ditulis pada karya tulis ilmiah ini, akan tetapi jelas antara tesis dan skripsi

yang penulis tulis tersebut mempunyai banyak perbedaan. Kalau tesis

tersebut tidak mengambil contoh yang detail tentang suatu keadaan.

Penulis skripsi ini mengangkat kasus yang lebih detail beserta analisisnya.

Kasus yang diambil oleh penulis skripsi ialah kasus yang ada di

Tangerang.

Berdasarkan pengamatan oleh penulis, bahwa jurnal yang ada

kaitannya dengan Amdal adalah Telaah Studi Amdal pada tahap

Prakonstruksi Pabrik Peleburan Timah PT LABA-LABA MULTINDO

Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kemudian penulis

juga memberikan contoh yang terkait dengan Amdal adalah yang berjudul

Amdal dalam Sistem Hukum Pertambangan oleh M. Daud Silalahi

Universitas Padjajaran 2010

E. Kerangka Konseptual

Pada dasarnya penjagaan kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup

telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terdiri dari:

a. Hukum Amdal

Didalam Hukum Amdal terdapat Point-point yang sangat penting teridir

dari:

1. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan Amdal


11

Tentu dalam perumusan Amdal terdapat pihak-pihak yang

mempunyai kepentingan terhadapnya. Pihak yang

berkepentingan terhadapnya terdapat tiga pihak, di antaranya

yaitu12 : Pemrakarsa, Aparatur Pemerintah, Masyarakat.

2. Prinsip-prinsip Amdal

Dalam peraturan penerapan Amdal tercermin beberapa prinsip

yang dianut, yaitu sebagai berikut: 13

b. Pembangunan Hukum Lingkungan

Saat ini kita menghadapi berbagai tuntutan, di satu sisi percepatan

pembangunan harus terus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan

Indonesia dari negara-negara maju. Di sisi lain pembangunan itu

mengakibatkan sumberdaya bumi harus dikembangkan semaksimal

mungkin. Tentu hal tersebut akan menimbulkan permasalahan-permasalah

lingkungan. Oleh karena itu, optimalisasi sumberdaya alam harus

digunakan sebijak mungkin.14

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari

berbagai daerah, masing-masing sebagai subsistem yang meliputi aspek

sosial budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara

subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan

yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada

12
Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), h. 100-107.
13
Padmo Wahyono, Pejabat Sebagai Calon Tergugat dalam Peradilan Tata Usaha
Negara (Jakarta: C.V Sri Rahayu, 1989), h. 176.
14
Imam Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya (Bandung: Alumni, 2003), h.
73.
12

keadaan daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan

keseimbangan subsistem yang juga berarti meningkatkan ketahanan

subsistem.15

c. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun

negara berkembang dengan maksud untuk menyejahterakan warganya.

Sedangkan yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan

semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional,

terutama di negara berkembang disebabkan oleh pertambahan penduduk

yang semakin banyak dan keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup

parah.16

Selanjutnya setelah Penulis lihat, bahwa Pengelolaan Lingkungan

ada empat Prinsip-prinsip yang harus terpenuhi, yaitu:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi

2. Pemeliharaan lingkungan

3. Keadilan sosial

4. Penentuan nasib sendiri

Telepas dari hal tersebut, Penulis melihat bahwa masalah Pengelolaan dan

Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia masih kurang terlaksana semana

mesti yg terkandung dalam Hukum nya itu sendiri.17

15
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya
(Jakarta: Bumi Aksara,1992), h. 48.
16
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 123
17
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan (Yogyakarta:
Gadjah Mada university Press, 2001), h. 44.
13

Pada dasarnya Penjagaan kesehatan dan kelestarian lingkungan hidup telah

diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup yang terdiri dari:

a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal

28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan

oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan;

c. bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa

perubahan hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan

pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup;

d. bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah

mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup

lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang sungguhsungguh dan konsisten oleh semua

pemangku kepentingan;

e. bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan

perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas

lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup;


14

f. bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan

perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari

perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem, perlu dilakukan

pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk

Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Sedangkan dari sudut pandang Amdal, untuk mengukur atau

menentukan dampak besar dan penting tersebut diantaranya digunakan kriteria

mengenai:

1. Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha

dan/atau kegiatan

2. Luas wilayah penyebaran dampak

3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung

4. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak

5. Sifat kumulatif dampak

6. Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Tujuan Amdal secara umum adalah menjaga dan meningkatkan kualitas

lingkungan dan menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi

serendah mungkin. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses Amdal adalah

komisi penilai Amdal, pemrakarsa dan masyarakat yang berkepentingan.


15

Komisi penilai Amdal adalah komisi yang bertugas menilai dokumen Amdal.

Di tingkat pusat berkedudukan di Kementrian Lingkungan Hidup, di tingkat

Propinsi berkedudukan di Bapedalda atau instansi pengelola lingkungan hidup

Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/Instansi

pengelola lingkungan hidup kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang

berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan

terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Pemrakarsa adalah orang atau badan

hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan

yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat

yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses Amdal

berdasarkan; kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan,

faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada

lingkungan hidup, dan atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang

dipercaya. Masyarakat yang berkepentingan dalam proses Amdal dapat

dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

F. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis lebih menekankan penelitian dengan

pendekatan hukum normatif, karena penelitian yang dilakukan adalah studi

literatur dan dokumentasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan

serta mempelajari teori-teori maupun asas-asas yang berkaitan dengan

Amdal dan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Selanjutnya dilihat

dari sifatnya, penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian deskriptif tanpa


16

bermaksud untuk menguji teori, tetapi merupakan kegiatan menganalisis

dan mengklasifikasikan atau mensistematisasi bahan-bahan hukum.

b. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menjawab permasalahan penelitian, penulis memerlukan

bahan hukum melalui studi kepustakaan untuk mencari konsep-konsep,

teori-teori, pendapat-pendapat, ataupun penemuan-penemuan yang

berhubungan erat dengan pokok-pokok masalah. Dalam penulisan ini data

yang penulis perlukan adalah data Primer dan Sekunder dan Tersier yang

terdiri dari :

1. Bahan hukum primer,

yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan masalah penelitian ialah Undang-

undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

yang disusun sebagai pelaksanaan ketentuan dalam UU No. 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Bahan hukum sekunder,

yaitu data yang diperoleh melalui bahan pustaka maupun dari dokumen

berupa bahan hukum.18 Data ini penulis peroleh dari:

Berbagai buku dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas. Berbagai artikel, jurnal dan majalah yang memberikan

penjelasan mengenai permasalahan yang dibahas.

18
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet. IV, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 155.
17

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus

hukum dan ensiklopedi.

4. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang diperlukan sudah tertulis atau diolah orang lain namun

ada pembeda dengan sebelumnya, yaitu nama dan alamat Perusahaan..

Dalam mendapatkan data ini penulis akan melakukan studi kepustakaan

baik itu melalui literatur yang penulis miliki sendiri maupun dari

literatur yang telah tersedia di perpustakaan. Selain itu penulis juga

akan melakukan studi terhadap dokumen-dokumen berupa undang-

undang dan lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

Kemudian menghubungkan antara data primer, data sekunder

dan data non-hukum, kemudian diantara bahan-bahan hukum yang

dikumpulkan, melanjutan editing dengan maksud agar kelengkapan dan

validitas data dan informasi terjamin.19

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan sepenuhnya

dianalisis secara kualitatif. Analisis data dilakukan setiap pengumpulan

data di berbagai teks secara berkesinambungan, diawali dengan proses

pembacaan secara menyeluruh.

Kemudian peneliti dalam menganalisasi berkeinginan untuk

memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian

sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan dan menarik kesimpulan

terhadap hasil penelitian.

19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), cet. i, h. 138.
18

5. Tekhnik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku Pedoman

Penulisan skripsi yang disusun oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini, bab I berisi tentang pendahuluan. Dalam

pendahuluan terdapat beberapa sub seperti latar belakang masalah, batasan

masalah, rumusan masalah, metode penelitian, tinjauan pustaka, tujuan dan

sistematika pembahasan.

Adapun bab selanjutnya ialah bab II yang berisi teori tentang

pembangunan dan lingkungan hidup. Di sini penulis membahas tentang teori

pembangunan dan dan lingkungan hidup secara sistematis.

Bab III membahas mengenai Amdal dan penegakan hukum. Dalam

bab ini penulis membahas tentang teori Amdal dan penegakan hukum

lingkungan. Pembahasannya meliputi pengertian dan yang berkaitan

dengannya, dan juga memberikan contoh-contoh kasus dari pelanggaran

Amdal yang berada daerah-daerah di Indonesia

Sedangkan bab sebelum terakhir ialah yaitu bab IV. Bab ini adalah

bab yang membahas tentang hubungan Amdal dan penegakan hukum

lingkungan di Indonesia. Di samping itu, juga dibahas tentang cara-cara

penyelesaian terhadap kasus Amdal dan perusahaan Jaya Power Steel .

Kemudian pada Bab terakhir yaitu Bab V adalah berisi kesimpulan

dan Saran-saran yang penulis kemukakan dalam melakukan Penulisan baik

secara Teori dan langsung mensurvey ke Tempat tersebut.


BAB II
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP

A. Hukum Lingkungan Hidup

Saat ini kita menghadapi berbagai tuntutan, disatu sisi percepatan

pembangunan harus terus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Indonesia

dari negara-negara maju. Di sisi lain pembangunan itu mengakibatkan

sumberdaya bumi harus dikembangkan semaksimal mungkin. Tentu hal

tersebut akan menimbulkan permasalahan-permasalah lingkungan. Oleh karena

itu, optimalisasi sumberdaya alam harus digunakan sebijak mungkin.1

Sumber daya alam, dalam pembangunan, merupakan komponen yang

penting karena sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan.

Dalam penggunaan sumber alam tadi hendaknya tetap menjaga keseimbangan

ekosistem. Acapkali meningkatnya kebutuhan proyek pembangunan,

keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan

kehidupan umat.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan

perlu diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh

dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dalam setiap usaha

pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan

perlu diperhitungkan. Tentu, tujuannya untuk melestarikan lingkungan.

Hal-hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-

keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber daya

alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber

1
Imam Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya (Bandung: Alumni, 2003), h. 73.

19
20

kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan

alam tersebut.2 Bagaimana cara pengelolaannya, apakah secara tradisional atau

memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek

pada lingkungan, terhadap memburuknya lingkungan serta menghentikan

pengrusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya.

Apa yang telah disampaikan di atas hanya merupakan sebagian dari

daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian dengan

setiap proyek pembangunan. Sekedar menggambarkan masalah lingkungan

yang masih harus dirumuskan kedalam pertanyaan-pertanyaan konkrit yang

harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban-jawaban yang pasti atas pertanyaan-

pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi

pelbagai kegiatan pembangunan baik berupa industri atau bidang lain yang

memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hidup.

Dalam rangka pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber alam

yang dapat diperbaharui, hendaknya selalu diingat dan diperhatikan hal-hal

sebagai berikut:3

1. Generasi yang akan datang harus tetap mewarisi suatu alam yang masih
penuh sumber kemakmuran untuk dapat memberi kehidupan kepada
mereka.
2. Tetap adanya keseimbangan dinamis diantara unsur-unsur yang terdapat di
alam.
3. Dalam penggalian sumber-sumber alam harus tetap dijamin adanya
pelestarian alam, artinya pengambilan hasil tidak sampai merusak
terjadinya auto regenerasi dari sumber alam tersebut.
4. Perencanaan kehidupan manusia hendaknya tetap dengan lingkungan dan
terciptanya kepuasan baik fisik, ekonomi, sosial, maupun kebutuhan
spiritual.

2
www.artikelbagus.com. Artikel Lingkungan Hidup, 2013.
3
Imam Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, h. 77.
21

Selain itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan

dan penggalian sumber daya alam untuk kehidupan harus disertai dengan:

1. Strategi pembangunan yang sadar akan permasalahan lingkungan hidup,


dengan dampak ekologi yang sekecil-kecilnya.
2. Suatu politik lingkungan se-Indonesia yang bertujuan mewujudkan
persyaratan kehidupan masyarakat Indonesia yang lebih baik untuk
puluhan tahun yang akan datang atau untuk selamanya.
3. Eksploitasi sumber hayati didasarkan tujuan kelanggengan atau kelestarian
lingkungan dengan prinsip memanen hasil tidak akan menghancurkan daya
autoregenerasinya.
4. Perencanaan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan
penghidupan, hendaknya dengan tujuan mencapai suatu keseimbangan
dinamis dengan lingkungan hingga memberikan keuntungan secara fisik,
ekonomi, dan sosial spiritual.
5. Usahakan agar sebagian hasil pembangunan dapat dipergunakan untuk
memperbaiki kerusakan lingkungan akibat proyek pembangunan tadi,
dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan.

Pemakaian sumber alam yang tidak dapat diganti, harus sehemat dan

seefisien mungkin.

B. Hukum Lingkungan Hidup Berbasis Lingkungan Indonesia

Lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri dari

berbagai daerah, masing-masing sebagai subsistem yang meliputi aspek sosial

budaya, ekonomi dan fisik, dengan corak ragam yang berbeda antara

subsistem yang satu dengan yang lain, dan dengan daya dukung lingkungan

yang berlainan. Pembinaan dan pengembangan yang didasarkan pada keadaan

daya dukung lingkungan akan meningkatkan keselarasan dan keseimbangan

subsistem yang juga berarti meningkatkan ketahanan subsistem.4

Menurut Emil Salim, secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai

segala benda, kondisi, keadaan, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan

yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan

4
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukumnya
(Jakarta: Bumi Aksara,1992), h. 48.
22

manusia. Namun Menurut Soedjono mengartikan lingkungan hidup sebagai

lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur

dan faktor fisik jasmaniah yang terdapat dalam alam.5

Pengertian pembangunan berwawasan lingkungan menurut Pasal 1

butir 13 Undang-Undang No.23 Tahun 1997 adalah upaya sadar dan berencana

menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam

pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.

Mengacu pada The World Commission on Environmental and

Development menyatakan bahwa pembangunan berwawasan lingkungan

adalah proses pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi masa

sekarang tanpa mengesampingkan atau mengorbankan kemampuan generasi

mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.6 Selanjutnya Holdren dan Erlich

dalam Zul Endria (2003) menyebutkan tentang pembangunan berkelanjutan

dengan terpeliharanya Total Natural Capital Stock pada tingkat yang sama

atau kalau bisa lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan sekarang.

Pembangunan berkelanjutan yang dikonsep oleh Stren, While, dan

Whitney sebagai suatu interaksi antara tiga sistem: sistem biologis dan

sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial, yang dikenal dengan konsep

trilogi keberlanjutan: ekologi-ekonomi-sosial. Konsep keberlanjutan tersebut

menjadi semakin sulit dilaksanakan terutama di Negara berkembang.

Menurut Hariyadi sebagaimana dikutip oleh Zul Endria (2003),

pembangunan berwawasan lingkungan memerlukan tatanan agar sumber daya

alam dapat secara berlanjut menunjang pembangunan, pada masa kini dan

5
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 7.
6
Made Arya Utama, Hukum Lingkungan (Bandung: Pustaka Putra, 2007), h. 65.
23

mendatang, generasi demi generasi dan khususnya dalam meningkatkan

kualitas hidup manusia Indonesia.7 Prinsip pembangunan berkelanjutan

mencakup pemikiran aspek lingkungan hidup dan pada setiap tahapan

pembangunan yang memperhitungkan daya dukung lingkungan dan

pembangunan di bawah nilai ambang batas.

Sejak dilaksanakannya Konferensi Stockholm 1972, masalah-masalah

lingkungan hidup mendapat perhatian secara luas dari berbagai bangsa.

Sebelumnya, sekitar tahun 1950-an masalah-masalah lingkungan hidup hanya

mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Sejak saat itu berbagai himbauan

dilontarkan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu tentang adanya bahaya yang

mengancam kehidupan, yang disebabkan oleh pencemaran dan perusakan

lingkungan hidup.8

Masalah lingkungan pada dasarnya timbul karena:

1. Dinamika penduduk
2. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana.
3. Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi
maju.
4. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang
seharusnya positif.
5. Benturan tata ruang.

Dengan adanya Stockholm Declaration, perkembangan hukum

lingkungan memperoleh dorongan yang kuat. Keuntungan yang tidak sedikit

adalah mulai tumbuhnya kesatuan pengertian dan bahasa diantara para ahli

hukum dengan menggunakan Stockholm Declaration sebagai referensi

bersama. Perkembangan baru dalam pengembangan kebijaksanaan lingkungan

7
Yonathan Pongtuluran, Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Yogyakarta:
Andi Offset, 2010), h. 23.
8
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 1.
24

hidup didorong oleh hasil kerja World Commission on the Environment and

Development (WCED).9

WCED mendekati masalah lingkungan dan pembangunan dari enam

sudut pandang, yaitu:10

1. Keterkaitan (interdependency)
Sifat perusakan yang kait mengkait (interdependent) diperlukan
pendekatan lintas sektoral antar negara.
2. Berkelanjutan (sustainability)
Berbagai pengembangan sektoral memerlukan sumber daya alam yang
harus dilestarikan kemampuannya untuk menunjang proses pembangunan
secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan pula kebijaksanaan
pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan.
3. Pemerataan (equity)
Desakan kemiskinan bisa mengakibatkan eksploitasi sumber daya alam
secara berlebihan, untuk itu perlu diusahakan kesempatan merata untuk
memperoleh sumber daya alam bagi pemenuhan kebutuhan pokok.
4. Sekuriti dan risiko lingkungan (security and environmental risk)
Cara-cara pembangunan tanpa memperhitungkan dampak negatif kepada
lingkungan turut memperbesar risiko lingkungan. Hal ini perlu ditanggapi
dalam pembangunan berwawasan lingkungan.
5. Pendidikan dan komunikasi (education and communication)
Penduduk dan komunikasi berwawasan lingkungan dibutuhkan untuk
ditingkatkan di berbagai tingkatan penduduk dan lapisan masyarakat.
6. Kerjasama internasional (international cooperation)
Pola kerjasama internasional dipengaruhi oleh pendekatan pengembangan
sektoral, sedangkan pertimbangan lingkungan kurang diperhitungkan.
Karena itu perlu dikembangkan pula kerjasama yang lebih mampu
menanggapi pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Untuk menganalisis berbagai kendala yang dihadapi dalam pembangunan

yang berwawasan lingkungan, maka dapat digunakan keenam segi penglihatan

tersebut di atas, masalah-masalah tersebut misalnya adalah sebagai berikut; (1)

perspektif kependudukan, pembangunan ekonomi, teknologi dan lingkungan; (2)

pengembangan energi berwawasan lingkungan, termasuk masalah CO2, polusi udara,

hujan asam, kayu bakar, dan konversi sumber energi yang bisa diperbaharui dan lain-

lain; (3) pengembangan industri berwawasan lingkungan, termasuk di dalamnya

9
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 1.
10
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 1.
25

masalah pencemaran kimia, pengelolaan limbah dan daur ulang; (4) pengembangan

pertanian berwawasan lingkungan, termasuk erosi lahan, diversifikasi, hilangnya lahan

pertanian, terdesaknya “habitat wildlife”, (5) kehutanan, pertanian dan lingkungan,

termasuk hutan tropis dan diversitas biologi; (6) hubungan ekonomi internasional dan

lingkungan, termasuk di sini bantuan ekonomi, kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan

perdagangan, dan internasional externalities; dan (7) kerjasama internasional.11

Selanjutnya dalam World Summit on Sustainable Development (WSSD) yang

diselenggarakan di Johannesburg, Afrika Selatan tanggal 26 Agustus-4 September

2002 ditegaskan kembali kesepakatan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan

(Sustainable Development) dengan menetapkan “The Johannesburg Declaration on

Sustainable Development” yang terdiri atas:12

a) From our Origins to the Future


b) From Stockholm to Rio de Janeiro to Johannesburg
c) The Challenge we Face
d) Our Commitment to Sustainable Development
e) Making it Happen!

Sebagai tindak lanjut ditetapkan pula World Summit Sustainable

Development, Plan of Implementation yang mengedepankan integrasi tiga komponen

pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan

perlindungan lingkungan sebagai tiga pilar kekuatan. Pada Konferensi Nasional

Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Yogjakarta tanggal 21 Januari

2004, Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan

diterima oleh Presiden RI dan menjadi dasar semua pihak untuk melaksanakannya.13

11
R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), h. 35.
12
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
Edisi ketiga, (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), h 59.
13
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
h. 60.
26

Dalam kaitannya dengan hal di atas, menurut Emil Salim terdapat lima

pokok ikhtiar yang perlu dikembangkan dengan sungguh-sungguh untuk

melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu:14

1. Menumbuhkan sikap kerja berdasarkan kesadaran saling membutuhkan


antara satu dengan yang lain. Hakikat lingkungan hidup adalah memuat
hubungan saling kait mengkait dan hubungan saling membutuhkan
antara satu sektor dengan sektor lainnya, antara satu negara dengan
negara lain, bahkan antara generasi sekarang dengan generasi
mendatang. Oleh karena itu diperlukan sikap kerjasama dengan
semangat solidaritas.
2. Kemampuan menyerasikan kebutuhan dengan kemampuan sumber alam
dalam menghasilkan barang dan jasa. Kebutuhan manusia yang terus
menerus meningkat perlu dikendalikan untuk disesuaikan dengan pola
penggunaan sumber alam secara bijaksana.
3. Mengembangkan sumber daya manusia agar mampu menanggapi
tantangan pembangunan tanpa merusak lingkungan.
4. Mengembangkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat
sehingga tumbuh menjadi kesadaran berbuat.
5. Menumbuhkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang dapat
mendayagunakan dirinya untuk menggalakkan partisipasi masyarakat
dalam mencapai tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

C. Pengembangan Sistem Pembangunan dalam Lingkungan Hidup

Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu standar yang tidak hanya

melindungi lingkungan tetapi juga penting bagi kebijakan lingkungan sebaik

mungkin.15 Adapun ciri-ciri pembanguan yang berkelanjutan meliputi:16

1. Menjaga kelangsungan hidup manusia dengan cara melestarikan fungsi


dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, secara langsung
maupun tidak langsung.
2. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dalam arti
memanfaatkan sumber daya alam sebanyak alam dan teknologi
pengelolaan mampu menghasilkannya secara lestari.
3. Memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya di daerah
untuk berkembang bersama-sama baik dalam kurun waktu yang sama
maupun kurun waktu yang berbeda secara berkelanjutan.

14
R.M. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia, h. 200.
15
Meinhard Schroder, Sustainable Development and Law, (TK: W.E.J Tjeenk Willink
Zwolle, 1996), h. 12.
16
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, h. 23.
27

4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem


untuk memasok sumber daya alam, melindungi serta mendukung
kehidupan secara terus menerus.
5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian
fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan baik
sekarang maupun masa yang akan datang.

Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan yang berkelanjutan

telah dilakukan upaya-upaya memasukkan unsur lingkungan dalam

memperhitungkan kelayakan suatu pembangunan. Unsur-unsur lingkungan

yang menjadi satu paket dengan kegiatan pembangunan yang berkelanjutan

akan lebih menjamin kelestarian lingkungan hidup dan mempertahankan

dan/atau memperbaiki daya dukung lingkungannya.17

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan

bagian dari setiap kegiatan yang berkaitan, baik secara sektoral maupun

regional. Kegiatan itu akan dilaksanakan melalui pembentukan suatu sistem

tata laksana dan tata cara yang dapat memantapkan kerjasama antar berbagai

lembaga. Salah satu lembaga yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan

keterpaduan antar sektor dalam pembangunan yang berkelanjutan ini adalah

prosedur Amdal yang merupakan sistem terpadu antar sektor yang

membimbing dan menilai serta menyerasikan tindak lanjut dari hasil Amdal

suatu kegiatan di lokasi tertentu.18

Penyelamatan dan pengelolaan lingkungan hidup serta proses

pembangunan berkelanjutan pada umumnya merupakan suatu proses

pembaruan yang memerlukan wawasan, sikap dan prilaku yang baru yang

didukung oleh nilai-nilai dan kaidah-kaidah. Wawasan ini dapat diperkaya lagi

17
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, h. 24.
18
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 123.
28

dengan kearifan tradisional mengenai lingkungan hidup dan keserasian

lingkungan hidup dengan kependudukan.19

Peran serta masyarakat dalam pembangunan amat penting pengaruhnya

dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna pembangunan yang

berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sumber daya alam menjadi

milik bersama akan lebih terpelihara kelestariannya apabila seluruh masyarakat

memahami dan memeliharanya.

D. Prinsip-prinsip Pengelolaan lingkungan Hidup

Pengelolaan dilakukan oleh setiap negara, baik negara maju maupun

negara berkembang dengan maksud untuk menyejahterakan warganya.

Sedangkan yang menjadi keprihatinan sekarang adalah adanya desakan

semakin keras untuk melanjutkan pola pembangunan konvensional, terutama di

negara berkembang disebabkan oleh pertambahan penduduk yang semakin

banyak dan keinginan mengatasi kemiskinan yang cukup parah.20

Selanjutnya Sudharto P. Hadi mengemukakan empat prinsip

pembangunan berkelanjutan, yaitu:21

1. Pemenuhan kebutuhan dasar baik materi maupun non-materi.

Pemenuhan kebutuhan materi sangat penting karena kemiskinan

dipandang baik sebagai penyebab maupun hasil dari penurunan kualitas

lingkungan. Kerusakan lingkungan menyebabkan timbulnya kemiskinan dan

penurunan kualitas hidup, karena masyarakat tidak lagi memiliki sumber

daya alam yang bisa dijadikan aset untuk menopang kehidupan.


19
Harun M. Husein, Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan, h. 123.
20
Imam Supardi, Lingkungan Hidup & Kelestariannya (Bandung: Alumni, 2003), h.209.
21
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan (Yogyakarta:
Gadjah Mada university Press, 2001), h. 44.
29

Kebutuhan non-materi yang dicerminkan dalam suasana

keterbukaan, bebas dari rasa tertekan, demokratis yang merupakan syarat

penting bagi masyarakat untuk bisa mengambil bagian dalam pengambilan

keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Keikutsertaan

masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas keputusan, karena

sesungguhnya masyarakat adalah para pakar lokal dalam arti lebih

memahami kondisi dan karakter lingkungan di sekitar tempat tinggal

mereka.adanya kesempatan menyampaikan pendapat akan menumbuhkan

perasaan sebagai part of process.

2. Pemeliharaan lingkungan.

Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, ada dua prinsip penting

yaitu prinsip konservasi dan mengurangi konsumsi. Pemeliharaan

lingkungan hidup sebenarnya sangat terkait dengan prinsip pemenuhan

kebutuhan manusia. Bahkan jika kerusakan sudah sedemikian parah akan

mengancam eksistensi manusia itu sendiri. Tidak berlebihan jika dikatakan

bahwa penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah salah satu

bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM).22 Oleh karena itu konservasi

dimaksudkan untuk perlindungan lingkungan. prinsip mengurangi konsumsi

bermakna ganda. Pertama, mengurangi konsumsi ditujukan pada negara

maju sehubungan dengan pola konsumsi energi yang besar yang

menyebabkan terjadinya polusi dan penurunan kualitas lingkungan. Kedua,

perubahan pola konsumsi merupakan seruan yang ditujukan kepada siapa

22
Sudharto P. Hadi, Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan (Yogyakarta:
Gadjah Mada Uniersity Press, 2001), h. 46.
30

saja (sebagai individu) baik di negara maju maupun di negara berkembang

agar mengurangi beban bumi.

3. Keadilan sosial.

Berkaitan dengan keadilan, prinsip keadilan masa kini menunjukkan

perlunya pemerataan dalam prinsip pembangunan. Masa kini keadilan

berdimensi luas termasuk di dalamnya pengalokasian sumber daya alam

antara daerah dan pusat. Keadilan masa depan berarti perlunya solidaritas

antar generasi. Hal ini menunjukkan perlunya pengakuan akan adanya

keterbatasan (limitations) sumber daya alam yang harus diatur

penggunaannya agar tidak mengorbankan kepentingan generasi yang akan

datang.

4. Penentuan nasib sendiri.

Penentuan nasib sendiri meliputi prinsip terwujudnya masyarakat

mandiri dan partisipatori demokrasi. Masyarakat mandiri (self relient

community) adalah masyarakat yang mampu mengambil keputusan sendiri

atas hal-hal yang berkaitan dengan nasib dan masa depannya. Hal ini

termasuk penentuan alokasi sumber-sumber daya alam. Prinsip

partisipatori demokrasi adalah adanya keterbukaan dan transparansi.

Dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mengambil

bagian dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut

nasib mereka maka masyarakat akan merasa menjadi bagian dari proses

sehingga tumbuh rasa memiliki dan pada gilirannya bisa memperoleh

manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka.


31

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di atas, akan bisa terwujud

jika didukung oleh pemerintahan yang baik (good governance). Dari uraian

tentang prinsip-prinsip pembangunan berklanjutan di atas, nampak bahwa

konsep ini menghendaki suatu transformasi dalam pola kehidupan dan

kelembagaan.

Jika tentang pembangunan berkelanjutan termasuk mengurangi

konsumsi dari negara-negara industri, maka agendanya akan meliputi

perubahan perilaku dan gaya hidup. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana

mendorong konsumsi barang-barang non material dan jasa daripada energi dan

barang-barang konsumtif.
BAB III

TINJAUAN TENTANG KASUS-KASUS AMDAL DI INDONESIA

DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

A. AMDAL

1. Pihak-Pihak yang Berkepentingan dengan Amdal

Tentu dalam perumusan Amdal terdapat pihak-pihak yang

mempunyai kepentingan terhadapnya. Pihak yang berkepentingan

terhadapnya terdapat tiga pihak, di antaranya yaitu:1

a. Pemrakarsa

Pemrakara merupakan orang atau badan yang mengajukan yang

bertanggung jawab atas suatu rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

Dipandang dari sudut pemrakarsa, pada dasarnya perlu dibedakan

antara proses pengambilan keputusan intern dan ekstern. Dalam proses

pengambilan keputusan intern pemrakarsa menghadapi pertanyaan

apakah dia akan memprakarsai suatu rencana kegiatan dan

melaksanakannya.

Proses pengambilan keputusan ekstern dihadapi oleh

pemrakarsa apabila rencana kegiatannya diajukan kepada instansi yang

bertanggungjawab untuk memperoleh persetujuan. Dalam proses ini

pemrakarsa harus menyadari mengenai rencana yang diajukan itu.

Apabila instansi yang bertangggungjawab juga bertindak sebagai

pemrakarsa, maka proses pengambilan keputusan tersebut harus

dipisahkan secara intern organisasi instansi yang bersangkutan.


1
Niniek Suparni, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta:
Sinar Grafika, 1994), h. 100-107.

32
33

b. Aparatur Pemerintah

Aparatur pemerintah yang berkepentingan dengan Amdal dapat

dibedakan antara instansi yang bertanggungjawab dan instansi yang

terkait. Instansi yang bertanggungjawab merupakan instansi yang

berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan

pengertian bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada kepala

instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di

tingkat daerah berada pada Gubernur (Pasal 1 angka 9 PP No. 27 Tahun

1999).

c. Masyarakat

Pelaksanaan suatu kegiatan menimbulkan dampak terhadap

lingkungan Bio-Geofisik dan lingkungan sosial. Dampak sosial yang

ditimbulkan oleh pelaksanaan suatu kegiatan mempunyai arti semakin

pentingnya peran serta masyarakat dalam kaitannya dengan kegiatan

tersebut. Karena itu masyarakat sebagai subyek hak dan kewajiban

perlu diikutsertakan dalam proses penilaian Amdal. Selain itu,

diikutsertakannya masyarakat akan memperbesar kesediaan masyarakat

memerima keputusan yang pada gilirannya akan memperkecil

kemungkinan timbulnya sengketa lingkungan.

Keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan asas yang

esensial dalam pengelolaan lingkungan yang baik (good environmental

governance), terutama dalam prosedur administratif perizinan

lingkungan sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan.2

2
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan
Lingkungan, Majalah OZON Volume 3 No.5, Januari 2002, h. 59.
34

Dalam hubungan ini OECD menekankan tentang fungsi peran

serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan serta mengemukakan

pula pemikiran mengenai akses terhadap informasi dan hakekat

peranserta: “....Information is a prerequisite to effective public

participation, and goverments have a responsibility not only to make

information on environmental matters available to the public in a

tonely and open manner, but also to ensure that citizens are able to

provide constructive and timely feedback to goverment.....”.3

Maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertiban masyarakat

dalam keterbukaan informasi dalam proses Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan adalah untuk:4

1. Melindungi kepentingan masyarakat

2. Memberdayakan masyarakat dalam pengambilan keputusan atau

rencana usaha dan atau kegiatan pembangunan yang berpotensi

menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan.

3. Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses Amdal

dari rencana usaha dan atau kegiatan.

4. Menciptakan suasana kemitraan yang setara antara semua pihak yang

berkepentingan, yaitu dengan menghormati hak-hak semua pihak

untuk mendaptkan informasi dan mewajibkan semua pihak untuk

menyampaikan informasi yang harus diketahui oleh pihak lain yang

terpengaruh.

3
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peran Serta Masyarakat, h. 59.
4
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peran Serta Masyarakat, h. 59.
35

2. Prinsip-Prinsip dalam Penerapan Amdal

Dalam peraturan penerapan Amdal tercermin beberapa prinsip

yang dianut, yaitu sebagai berikut:5

a. Suatu rencana kegiatan yang diperkirakan menimbulkan dampak

penting terhadap lingkungan hidup dapat dilaksanakan setelah

dipertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan hidup.

Dalam prinsip ini terkandung pengertian bahwa dampak lingkungan

yang harus dipertimbangkan mencakup semua aspek lingkungan, baik

biofisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya yang relevan dengan

rencana kegiatan yang akan dilaksanakan.

b. Amdal merupakan instrumen pengambilan keputusan dan merupakan

bagian dari proses perencanaan.

Sebagai instrumen pengambilan keputusan Amdal dapat memperluas

wawasan pengambilan keputusan sehingga dapat diambil keputusan

yang paling optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Keputusan

itu diambil berdasarkan pertimbangan kelayakan dari segi teknologi,

ekonomi dan lingkungan.

c. Kriteria dan prosedur untuk menentukan apakah suatu rencana

kegiatan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup

harus secara jelas dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan.

d. Prosedur Amdal harus mencakup tata cara penilaian yang tidak

memihak.

e. Amdal bersifat terbuka, kecuali yang menyangkut rahasia negara.

5
Padmo Wahyono, Pejabat Sebagai Calon Tergugat dalam Peradilan Tata Usaha
Negara (Jakarta: C.V Sri Rahayu, 1989), h. 176.
36

f. Keputusan tentang Amdal harus dilakukan secara tertulis dengan

mengemukakan pertimbangan pengambilan keputusan.

g. Pelaksanaan rencana kegiatan yang Amdal -nya telah disetujui harus

dipantau.

h. Penerapan Amdal dilaksanakan dalam rangka kebijaksanaan nasional

pengelolaan lingkungan hidup yang dirumuskan secara jelas.

i. Untuk menerapkan Amdal diperlukan aparat yang memadai.

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan diperuntukkan bagi

perencanaan program dan proyek. Hal tersebut menjadikan Amdal itu

sering pula disebut preaudit, baik menurut undang-undang maupun

berdasarkan pertimbangan teknis. Amdal bukanlah alat untuk mengaji

lingkungan setelah program atau proyek selesai dan operasional. Sebab

setelah program atau proyek selesai lingkungan telah berubah, sehingga

garis dasar seluruhnya atau sebagian telah terhapus dan tidak ada lagi

acuan untuk mengukur dampak.6

Di dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan seharusnya

dampak diberi batasan: perbedaan antara kondisi lingkungan yang

diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan

akan ada dengan adanya pembangunan. Dengan batasan ini dampak yang

disebabkan oleh aktivitas lain di luar pembangunan, baik alamiah maupun

oleh manusia tidak ikut diperhitungkan dalam prakiraan dampak. Dampak

meliputi baik dampak biofisik, maupun dampak sosial-ekonomi-budaya

6
Hardjasoemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ketujuh. Gadjah Mada
University Press: Yoyjakarta.
37

dan kesehatan, serta tidak dilakukan analisis dampak sosial dan analisis

dampak kesehatan lingkungan secara terpisah dari Amdal.7

B. Kasus-Kasus Amdal di Indonesia

KASUS I

Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah

lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industry PT. ABADI

TEKSTIL di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi

kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu,

sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin,

yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian

Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan

industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda

(singkatan dari kata Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah) tidak

bisa berbuat apa-apa.”

Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun

yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang

mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub -Bidang Amdal, Bapedalda

Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan

industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang,

misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai

Amdal.

7
Irwan D dan Zoer'aini. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan
Pelestariannya. Bumi Aksara: Jakarta.
38

Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan

industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi

Amdal. “Bapedalda berkali -kali menelpon pengelola kawasan industri

tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai

sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi

Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin

menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada

suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum

menjalankan studi Amdal.

Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang

tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah.

Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah

pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan

laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan,

kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampaikan laporan

perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada

lingkungan, kepada Bapedalda.

Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di

Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan

Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri

tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu

diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi

kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil,

seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran


39

lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industry

berskala besar. (Kompas Agustus)

KASUS II

Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan

modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa

mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274

industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54

perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik.

Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah danau

penghasil air bersih. “Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274

perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun

selama ini tak terkontrol.

Salah satu industri berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah

B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot,” ungkap Kepala

Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota

Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3). Menurut Zulfakkar, dari 24 kawasan

industri, hanya empat yang memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit

pengolahan limbah (UPL) secara terpadu, yaitu kawasan industri Muka

Kuning, Batamindo Investment Cakrwala (BIC). Selain BIC, yang memiliki

Amdal adalah Panbil Idustrial Estate, Semblong Citra Nusa, dan Kawasan

Industri Kabil. “Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang

dikelola Otorita Batam (OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan

aspek lingkungan dan social kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan

pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya.


40

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah

kawasan industri tanpa mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar

hukum. “Semenjak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk

tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau Batam yang kita bangga-

banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya sudah rusak parah. (Kompas,

Maret).

KASUS III

Berdasarkan surat keterangan dari BPLHD Kota Bandung yang

dikirimkan kepada Walhi Jabar dan di tandatangani oleh pejabat pengelola

informasi dan dokumentasi BPLH bapak Asep sudrajat, dijelaskan bahwa

kegiatan pembangunan hotel yang berlokasi di Jalan Diponegoro tersebut

belum memiliki Amdal.

Dalam surat itu disebutkan pembahasan Kerangka Acuan Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (Ka-Amdal) baru digelar pada Rabu tanggal 10

April 2013 bertempat di kantor BPLH kota Bandung. Namun sampai saat ini

komisi penilai Amdal kota Bandung belum menerbitkan pengesahan dokumen

Ka-Amdal tersebut. Adapun untuk Amdal, RKL dan UPL belum dilaksanakan

pembahasannya.

Menurut Perwakilan Walhi Jabar Wahyu Widianto, seharusnya untuk

pengembang yang bergerak di bidang real estate dan properti sekelas Agung

Podomoro, paham perundang–undangan yang berlaku di Indonesia terkait

proses dan prosedur perizinan.


41

"Sebelum melakukan usaha atau kegiatan pembangunan ada tahapan

prosedur untuk mengantongi izin lingkungan sebagaimana di atur dalam UU 32

tahun 2009 tentang lingkungan hidup. Usaha atau kegiatan yang berpotensi

dapat menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup serta

pemborosan dan kemerosotan sumber daya dan pemanfaatannya wajib

memiliki dokumen amdal dan atau RKL/UPL," jelasnya.

Lebih lanjut Wahyu mengatakan, tahapan yang di atur dalam undang –

undang lingkungan hidup yakni, orang /badan usaha wajib menyusun Amdal

dan atau RKL/UPL, setelah itu baru mendapatkan izin lingkungan dari kepala

daerah yang berwenang.

"Pembangunan hotel Pullman ini terbukti tidak memiliki dokumen

tersebut dan tidak melalui prosedur yang benar. Dengan tidak dipenuhinya

kewajiban untuk menyusun dokumen sebagaimana peraturan perundangan

yang berlaku maka diduga pengembang telah melakukan kejahatan lingkungan

hidup. Apalagi pembangunan hotel itu juga telah menghilangkan lahan resapan

air," ungkapnya.

C. Kasus Amdal di Perusahaan X

Pembahasan kali ini merupakan kajian mengenai kasus pelanggaran

Amdal yang dilakukan oleh PT. X yang beralamat Kp. Salembaran, Desa

Cengklong, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. PT.

X tersebut membangun kompleks industri dan pergudangan di Desa Sentul

Jaya, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang yang dibangun di atas tanah

seluas 182.000 m2. Kompleks industri dan pergudangan terdiri dari sebanyak

261 unit bangunan.


42

Lokasi rencana Pembangunan Industri dan gudang PT. X berada di

Jalan Raya Serang Desa Sentul Jaya, Kecamatan Balaraja, Kabupaten

Tangerang. Ada pun batas-batas lokasi tapak proyek sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Pabrik


 Sebelah Timur : Gudang Warga dan Jalan Pos Sentul
 Sebelah Selatan : Jalan Raya Serang
 Sebelah Barat : Sawah
GUDANG
NO INDUSTRI JUMLAH SISA TANAH
UKURAN
1 11 M X 30 M 79 -
2 11 M X 36 M 82 -
3 11 M X 42 M 78 -
4 11 M X 22 M 4 123,37 M2
5 11 M X 26 M 1 32,16 M2
6 22 M X 60 M 2 695,00 M2
7 22 M X 42 M 1 311,50 M2
8 11 M X 25 M 3 208,60 M2
9 15 M X 22 M 1 -
TOTAL 261
Sumber: Site Plan, 2013

Kalau kita liat bangunan jalan dan drainasenya, jaringan jalan yang

dibangun terdiri dari 2 (dua) arus jalan, area hijau/taman, area perjalanan

sepeda dan area pejalan kaki/pendestrian. Jenis konstruksi jalan utama adalah

terbuat dari susunan batu kali, batu pecah, pasir beton, paving block dan

lapisan atas berupa aspal/hotmix.8

Saluran pembuangan air dibuat di kiri-kanan jalan utama dan di

sekeliling bangunan areal industri dan gudang. Arah aliran air permukaan akan

disalurkan ke saluran utama menuju ke arah sungai. Lebar saluran air utama

sekitar 100 cm dengan kedalaman 110 cm dan saluran air di dalam areal

dengan volume yang lebih kecil tetapi sudah diperhitungkan dapat menampung

8
Natsir, M. Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi Untuk Mendukung
Investasi Infrastruktur. (Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum, 2011), h. 53.
43

dan mengalirkan volume run-off pada musim hujan. Sistem drainase sekunder.

Aliran run-off dari lahan mengalir masuk ke saluran sekunder dan selanjutnya

aliran di saluran sekunder mengalir ke sistem drainase utama.

Namun tempat penampung sampahnya dari pihak pemrakarsa

menyediakan tempat sampah portable disetiap unit industri dan gudang dengan

ukuran 50 cm x 50 cm. Jumlah dan kapasitas tempat sampah portable akan

disesuaikan dengan perkiraan volume sampah yang dihasilkan dari Kawasan

PT. X.

Mengenai sumur resapan, PT. X pada setiap unit gudang/area industri

akan dibangun sumur resapan. Perhitungan sumur resapan berdasarkan SNI 03-

2453-2002 tentang tata cara perencanaan sumur resapan air hujan untuk lahan

pekarangan dan Permen LH No.12 Tahun 2009 tentang pemanfaatan air hujan.

Komposisi sumur resapan terdiri dari pasir urug dan batu kali, pada sumur

resapan digunakan juga bahan dari pipa dan buis beton, Bidang resapan

berfungsi untuk membantu infiltrasi air hujan kedalam tanah sehingga

mengurangi run off yang masuk ke saluran drainase utama. Pembuatan sumur

resapan juga akan menyesuaikan dengan rekomendasi PEIL banjir dari instansi

terkait di kabupaten Tangerang untuk kegiatan Rencana Pembangunan

Kawasan Industri dan Gudang PT X. Dan sumur yang dibuat ialah sebanyak

500 unit.

Dalam hal pengelolaan limbar, kegiatan ini berpotensi mempunyai

dampak terhadap kualitas lingkungan, seperti pencemaran air dan sanitasi

lingkungan sekitar. Jenis limbah yang dihasilkan dari aktivitas di areal


44

pegudangan dapat berupa limbah cair domestik dan sampah. Pengelolaan

limbah akan dilaksanakan di WTP Kawasan.

Dari aspek iklim data unsur-unsur iklim diperoleh dari stasiun terdekat

yaitu Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah II – Stasiun Klimatologi

Klas II Pondok Betung, Ciledug. Rekapitulasi data iklim dan curah hujan rata –

rata pada tahun 2000 – 2010 ada di tabel di bawah.

Kabupaten Tangerang mempunyai iklim yang sama dengan wilayah

Indonesia pada umumnya yaitu iklim tropis. Setiap tahun terdapat musim hujan

dan kemarau. Musim hujan umumnya berlangsung antara bulan Desember

sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau antara bulan Juni sampai

dengan bulan November.

Temperatur udara rata – rata relatif konstan yaitu berkisar antara

26,5oC – 29,1oC. Selama kurun waktu terakhir, rata – rata temperatur udara

tertinggi mencapai 29,10C, sedangkan rata – rata suhu udara terendah mencapai

26,5oC. Curah hujan rata – rata bulanan terbanyak terjadi pada bulan Februari

sebesar 686,3 mm dengan hari hujan 20 hari. Curah hujan rata – rata terendah

pada bulan September dan Oktober dengan tingkat kelembaban sebesar 65%,

sedangkan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan tingkat

kelembaban sebesar 86%.

Rekapitulasi Data Iklim dan Curah Hujan Rata – rata (2000-2010)


Curah Penyinaran
Suhu Hari Kelembaban
Bulan Hujan Matahari
0
( C) Hujan (%)
(mm) (%)
Januari 26,5 396,8 28 41 86
Februari 27,2 686,3 20 34 85
Maret 27,4 191,2 17 42 82
45

April 27,2 474,7 19 57 84


Mei 27,5 132,3 13 53 79
Juni 27,3 220,5 7 68 76
Juli 27,5 48 3 68 74
Agustus 27,3 6,4 1 81 69
September 28,0 0,2 1 89 65
Oktober 29,1 5 1 82 65
November 29,1 103,9 6 66 72
Desember 27,5 346 25 37 83
Sumber : Balai Besar Meteorologi dan Geofisika wilayah II – Stasiun
Klimatologi Klas II Curug, 2011.

Ada pun pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan oleh PT. X ini

ialah Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Dalam peraturan, KDB suatu

bangunan adalah 60 % dari luas lahan.9 Itu berarti luas lahan yang seharusnya

dibangun oleh PT.X adalah 109.200 m2. Tetapi faktanya, besar lahan yang

dibangun adalah sebesar 180.631 m2. Tentunya ruang terbuka hijau pasti tidak

akan memadahi dan akan berdampak terhadap lingkungan.

Pelanggaran lain yang telah dilakukan oleh PT. X tersebut ialah

pembuatan sumur serapan yang tidak sesuai dengan jumlah semestinya.

Kompleks industri itu dibangun di atas lahan 182.000 m2, dengan total lahan

yang ditutupi bangunan sebesar 180.631 m2, dan total sumur serapan yang

dibuat oleh perusahaan sebanyak 500 unit.

Padahal menurut hasil Amdal, pembangunan sebesar itu membutuhkan

903 unit. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang harus dilakukan oleh

perusahaan demi untuk menjaga debit air di permukaan tanah, sehingga tetap

terjadi keseimbangan antara air dipermukaan tanah dengan penyerapan tanah.


9
Teguh Hambudi, Professional General Affair: Panduan Bagian Umum Perusahaan
Modern (Jakarta: visimedia, 2015), h. 187.
46

Selain itu, mengacu pada Keputusan Menteri LH Nomor 12 Tahun 2009

Tentang Pemanfaatan Air Hujan, setiap 50 m2 bangunan harus dibuatkan

sumur resapan 1 m3. Karena tanah yang ditutupi bangunan mencapai 180.631

m2, maka jika sumur serapan dibuat seharusnya 903 unit jika tiap sumur dibuat

sebesar 4 m3.

Kasus di atas tampak sebagai kasus yang sangat sederhana, bahkan

seakan tidak mengakibatkan apapun terhadap siapapun. Namun sebenarnya,

kasus tersebut merupakan kasus besar yang akan berdampak pada kehidupan

kita pada masa yang akan datang. Kasus tersebut jelas-jelas mengabaikan

sumur serapan sebanyak lebih dari 400 sumur serapan. Dalam setiap serapan

yang seharusnya dilakukan sebesar 4 m3, kita kalikan 400 serapan yang tidak

dilaksanakan, maka totalnya penyerapan yang diabaikan ialah sebesar ialah

1604 m3. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar. Hal ini akan

mengakibatkan kelebihan air sebesar total serapan yang tidak terlaksana tadi.

Jika separuh masyarakat di Indonesia ini melakukan hal yang sama, maka

dapat dipastikan bahwa, Indonesia akan tergenang oleh air.


BAB IV
PENEGAKAN HUKUM AMDAL DI INDONESIA

A. Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Kasus Amdal


Dalam rangka mengupayakan kelestarian kemampuan lingkungan,

Amdal bertujuan untuk tetap menjaga agar keadaan lingkungan tetap berada

pada suatu mutu tertentu demi terjaminnya kesinambungan pembangunan.

Peranan instansi yang berwenang memberikan keputusan tentang proses

analisis mengenai dampak lingkungan sudah jelas sangat penting. Dalam hal

ini, yang sangat menentukan terhadap mutu lingkungan ialah keputusan yang

diambil dalam proses admintistrasi yang ditempuh pemrakarsa, karena Amdal

berfungsi sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan.1

Pada saat berlakunya PP No. 29 Tahun 1986, pemerintah bermaksud

memberikan waktu yang cukup memadai yaitu selama satu tahun untuk

mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan efektifitas

berlakunya PP tersebut. Hal ini erat hubungannya dengan persiapan tenaga

ahli penyusun Amdal. Di samping itu diperlukan pula waktu untuk

pembentukan Komisi Pusat dan Komisi Daerah yang merupakan persyaratan

esensial bagi pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 tersebut. PP 29 Tahun 1986

kemudian dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993

tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang diberlakukan pada

tanggal 23 Oktober 1993. Perbedaan utama antara PP tahun 1986 dengan PP

tahun 1993 adalah ditiadakannya dokumen penyajian informasi lingkungan

(PIL) dan dipersingkatnya tenggang waktu prosedur (tata laksana) AMDAL

dalam PP yang baru. PIL berfungsi sebagai filter untuk menentukan apakah

1
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 127.

47
48

rencana kegiatan dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan

atau tidak.

Amdal, karena instrumen pengelolaannya bersifat preventif, harus

dibuat pada tahap paling dini dalam perencanaan kegiatan pembangunan.

Dengan kata lain, proses penyusunan dan pengesahan Amdal harus

merupakan bagian dari proses perijinan satu proyek. Dengan cara ini proyek-

proyek dapat disaring seberapa jauh dampaknya terhadap lingkungan. Di sisi

lain, studi Amdal juga dapat memberi masukan bagi upaya-upaya untuk

meningkatkan dampak positif dari proyek tersebut.2

Hanya saja, dalam praktiknya banyak pembangunan oleh perusahaan

yang tidak memenuhi Amdal sebagaimana seharusnya. Itu artinya

pembangunan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan itu, tidak

mempertimbangkan dampak pembangunannya terhadap lingkungan disekitar.

Ada beberapa hal yang menyebabkan pembangunan tersebut tidak memenuhi

standart Amdal yang benar. Di antaranya ialah lalainya perusahaan dalam

melaksanakan Amdal yang sudah dirumuskan oleh tim penyusun analisis

Amdal.

Hal ini bisa dilihat dari kasus pelanggaran Amdal oleh PT X dalam

pembangunan kompleks industri dan pergudangan di Desa Sentul Jaya,

Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang. Dalam pembangunannya yang

melanggaran baku mutu pembuatan penyerapan dan pengabaian KJB

sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya.

2
http://www.freewebs.com/mastomi. TomiHendartomo,
PermasalahandanKendalaPenerapan AMDAL dalamPengelolaanLingkungan.
49

Kalau dilihat dari tujuannya, Amdal ketika pertama kali dikeluarkan

merupakan sebuah kebijakan yang merupakan bagian kegiatan studi

kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Hasil analisis mengenai dampak

lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan

wilayah, agar pembangunan tersebut dapat memperhatikan dampaknya

terhadap lingkungan setempat.Sebagaimanadijelaskanpada PP Amdal 1999.3

Selain perusahaan tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah

dirumuskan dalam Amdal, ada juga sebab lain yang mengakibatkan

pembangunan tersebut tidak memperhatikandampak terhadap lingkungan. Hal

tersebut ialah minimnya pengetahuan dari pemerintah dan rakyat dalam

memahami Amdal, menjadikan pemrakarsa dan konsultan menggunakan

Amdal sebagai sebuah dokumen asal jadi, dan kecenderungan mengutip

dokumen Amdal lainnya sangat tinggi. Sehingga Amdal tidak dapat menjadi

sebuah acuan kelayakan sebuah kegiatan berjalan.

Dalam proses penyusunan dokumen Amdal, sangat sering ditemui

konsultan (tim penyusun) Amdal meninggalkan berbagai prinsip dalam

Amdal. Terutama posisi rakyat dalam proses penyusunan dokumen Amdal.

Proses keterbukaan informasi dijamin oleh kebijakan, di mana Pasal 33 PP

No. 27/1999 menegaskan kewajiban pemrakarsa untuk mengumumkan

kepada publik dan saran, pendapat, masukan publik wajib untuk dikaji dan

dipertimbangkan dalam Amdal. Dan Pasal 34 menegaskan bagi kelompok

rakyat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan

kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan

3
Suparto Wijoyo, Refleksi Mata Rantai Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan
Secara Terpadu (Surbaya: Airlangga University Press, 2005), h. 353.
50

hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan

lingkungan hidup.

Akan tetapi dalam praktiknya tidak sulit ditemui suatu perusahaan

tetapikurang melibatkan masyarakat dalam pembangunannya. Sebagaimana

terjadi pada kasus pembangunankompleksindustridangudang oleh PT X,

bahwa pelibatan masyarakat hanya bertujuan untuk memuluskan

pembangunan pabriktersebut. Jadi pelibatan masyarakat oleh perusahaan

lebih merupakan suatu pendekatan politik bisnis yang lebih banyak

mempertimbangkan kepentingan peruhaan daripada kepentingan masyarakat.

Padahal dalam kaitannya dengan pembangunan tersebut, masyarakat harus

benar-benar dilibatkan dan mempunyai peran yang nyata dalam berbagai hal,

karena memang masyarakat yang menerima akibat langsung dari

pembangunan tersebut.4 Itu artinya, masih banyak hal yang ditutupi oleh

perusahaan, demi lebih lancarnya proses pembangunan tersebut.

Oleh karena itu, keterbukaan dan peran serta masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap

lingkungan (khusunya izin lingkungan) perlu dirumuskan dalam peraturan

perundang-undangan. Peran serta masyarakat oleh seorang kelompok orang

(organisasi lingkungan hidup) atau badan hukum merupakan konsekuensi dari

“hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1) UUPLH.5

4
Soerjanto Poespowardojo, Pembangunan Nasional dalam Perspektif Budaya (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia), h. 98.
5
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Majalah OzonVol 3 No.5, Januari 2002.
51

Adapaun maksud dan tujuan dilaksanakannya ketertibatan

masyarakat dalam keterbukaan informasi dalam proses Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) ini adalah untuk: a) Melindungi

kepentingan masyarakat. 2) Memberdayakan masyarakat dalam mengambil

keputusan atas rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang

berpotensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan. 3)

Memastikan adanya transparansi dalam keseluruhan proses Amdal dari

rencana usaha dan atau kegiatan. 4) Menciptakan suasana kemitraan yang

setara antara semua pihak yang berkepentingan, yaitu dengan menghormati

hak-hak semua pihak untuk mendapatkan informasi dan mewajibkan semua

pihak untuk menyampaikan informasi yang harus diketahui pihak lain yang

terpengaruh.6

Namun, beberapa ketentuan tentang prosedur perizinan lingkungan tidak

membuka peluang bagi peran serta masyarakat, sehingga saran dan pemikiran

dalam proses pengambilan keputusan tentang izin yang mempunyai dampak

penting terhadap lingkungan tidak ditampung secara prosedural.

Dokumen Amdal yang bermuara pada kelayakan lingkungan hidup,

yang merupakan bagian dari kelayakan teknis finansial-ekonomi (Pasal 2 PP

No. 27/1999) selanjutnya merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan ijin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh

pejabat yang berwenang (Pasal 7 PP No. 27/1999). Dokumen Amdal

merupakan dokumen publik yang menjadi acuan dalam pelaksanaan

6
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Vol. 3 No. 5.
52

pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat lintas sektoral, lintas disiplin, dan

dimungkinkan lintas teritorial administratif.

Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan suatu langkah yang

sangat tepat dalam rangka menyelamatkan lingkungan, tentu ketika Amdal

tesebut dijadikan acuan dalam merancang pembangunan di suatu tempat.

Dengan kata lain, Amdal menjadi sama sekali tidak penting ketika

pembangunan sudah dilaksanakan. Amdal hanya bermanfaat bagi

pembangunan fisik yang belum dilaksanakan. Tapi ironisnya, Amdal

dilakukan tatkala pembangunan fisik sedang berjalan. Akhirnya Amdal

dijadikan alat pembenaran semata, tidak lebih dari itu. Oleh karna itu tak

heran kalau masih saja ditemukan persoalan lingkungan padahal sudah dibuat

Amdal -nya.7

Sejak dibubarkannya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, maka

kemudian Kementerian Lingkungan Hidup semakin mengecil perannya dalam

upaya pengendalian dampak lingkungan, termasuk dalam pengawasan Amdal

di berbagai tingkatan. Terlebih lagi, pasca dikeluarkannya PP No. 25 tahun

2000, menjadikan hilangnya mekanisme koordinasi antar wilayah, yang pada

akhirnya menjadikan lingkungan hidup sebagai bagian yang menjadi tidak

begitu penting. Empat kelompok parameter yang terdapat di studi Amdal,

meliputi Fisik – kimia (Iklim, kualitas udara dan kebisingan; Demografi;

Fisiografi; Hidro-Oceanografi; Ruang; Lahan dan Tanah; dan Hidrologi),

Biologi (Flora; Fauna), Sosial (Budaya; Ekonomi; Pertahanan/keamanan),

dan Kesehatan masyarakat, ternyata juga masih sangat menekankan pada

7
Siti Sundari Rangkuti, Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Vol. 3, No. 3, Nopember 2001.
53

kepentingan formal saja. Lalu kemudian, permasalahan sosial-budaya dan

posisi rakyat menjadi bagian yang dilupakan.

Posisi kelayakan kegiatan dari Amdal, sebenarnya sangat tergantung

pada kelompok Akademisi atau para ahli yang dilibatkan dalam Komisi

Penilai Amdal.8 Ketika kemudian independensi (kebebasan ikatan) dari

akademisi dalam menilai dokumen diikat saat kelompok ini pun menjadi

konsultan penyusun Amdal, telah menjadikan kelompok akademisi atau para

ahli tidak lagi profesional dalam mengambil keputusan.

Amdal yang pada awalnya ingin menaikkan posisi tawar lingkungan

hidup dalam berkehidupan, kemudian malah berkontribusi terhadap hilangnya

hak lingkungan hidup. Setiap kali sebuah kegiatan dan/atau usaha sangat

terlihat jelas berdampak terhadap lingkungan hidup maupun komunitas

rakyat, maka Amdal berada di barisan terdepan untuk mengeliminir gejolak

yang terjadi. Dengan melihat kondisi ini, maka bukan tidak mungkin Amdal

akan berkontribusi terhadap terjadinya ekosida/ecocide (tindakan

pengrusakan seluruh atau sebagian dari sebuah ekosistem). Pemusnahan

ekosistem semakin cepat terjadi dikarenakan tidak adanya perangkat

penyaring (filter) dari kegiatan pengrusakan lingkungan hidup.

Namun, dalam kasus pelanggaran Amdal tersebut tidak terdapat

tindakan-tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang telah melakukan

pelanggaran terhadap aturan-anturan hukum lingkungan. Padahal, Amdal

merupakan pondasi dasar dari hukum lingkungan, karena Amdal dapat

menentukan dan memastikan pembangunan dapat tetap menjaga lingkungan-

8
http://www.menlh.go.id/. KementrianLingkunganHidup, SebagianBesarDokumen
AMDAL BerkualitasBuruk, 09 Nopember 2008.
54

lingkungan di sekitar pembangunan.9 Pembiaran ini tidak boleh terjadi,

mengingat Indonesia masih dalam proses pembangunan. Jika tidak,

lingkungan Indonesia pada masa yang akan datang akan mengalami krisis

lingkungan yang berakibat luas terhadap kehidupan umat masyarakat.

Oleh karena itu, penegakan hukum lingkungan melalui Amdal ini

harus semakin didorong dan ditegakkan dengan setegak-tegaknya.Penegakan

hukum lingkungan melalui Amdal merupakan suatu peluang yang sangat

besar untuk melindungi lingkungan dari berbagai langkah pembangunan-

pembangunan di berbagai bidang.

B. Penyelesaian Hukum terhadap Kasus Amdal di Perusahaan X


Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun

2009 melengkapi dari undang-undang sebelumnya,sebagaimana yang

tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan bahwa

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan

atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1).Pada bagian kedua tentang

penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan pada

pasal 85 (1) bahwa Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan

dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai :

1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;


2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau

9
N. H. T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Tangerang:
Erlangga, 2008), cet. 5, h. 450.
55

4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negative terhadap

lingkungan hidup.

Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini

menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan

dalam wujud mediasi ataupun arbritasi. Pada bagian inilah peran Polri dapat

masuk dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.

Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk

hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan.

Dalam kaitannya dengan kasus yang dilakukan oleh PT X, kasus-

kasus berupa ”tidak mencapainya jumlah serapan” dan tidak memenuhi

Koefisien Dasar Bangunan (KDB), sebenarnya bisa diselesaikan oleh pihak

oleh pihak-pihak terkait, seperti pihak perusahaan dengan masyarakat yang

telah dirugikan.

Dalam hal ini, tampaknya gugatan di luar pengadilan sebagaimana

disampaikan di atas menjadi prioritas dari UU tersebut. Sehingga dalam suatu

kasus yang terjadi di Perusahaan X harus terlebih dahulu diselesaikan tanpa

pengadilan pidana. Dalam tahap ini penegakan hukum lingkungan sangat

rentan terhadappenyelewengan-penyelewengan. Selain itu, keadaan seperti ini

akan melahirkan pengabaian-pengabaian yang berkelanjutan.

Tampaknya dalam hal yang telah kita baca bersama, penegakan

hukum lingkungan di Indonesia sangat lemah. Bayangkan saja, ketika

seseorang melakukan pelanggaran lingkungan, sanksi pertamanya ialah

sanksi di luar pengadilan yang segalanya sangat dimungkinkan untuk

melakukan kompromi-kompromi pihak terkait.


56

Selain melalui diluar peradilan, penyelesaian kasus-kasus Amdal juga

bisa dilakukan melalui peradilan diatur pada bagian kegita UU No 32 Tahun

2009 yang terdiri dari:

1. Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan


2. Tanggung Jawab Mutlak
3. Hak Gugat Pemerintah dan Pemerintah daerah
4. Hak Gugat Masyarakat
5. Hakgugat Organisasi Lingkungan Hidup
6. Gugatan Administratif
Akan tetapi dibalik ini semua,UU No 32 Tahun 2009 mengenal apa

yang dinamakan asas Ultimum Remedium, yakni mewajibkan penerapan

penegakan hokum pidana sebagai upaya terakhir setelah penegakan hokum di

luar peradilan yang dianggap tidak berhasil. Yang mana penerapan asas ini,

hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap

pelanggaran bakumutu air limbah, emisi, dan gangguan.

Pelanggaran yang dilakukan oleh PT X ini dapat diselesaikan

menggunakan Undang-Undang pidana sebagaimana dijelaskan dalam

Undang-undang No 32 Tahun 2009. Permasalah itu berupa gangguan

terhadap pelanggaran Koefisien Dasar Bangunan (KDB)karena tidak

memenuhi baku mutu Koefisien Dasar Bangunan KDB bangunan seharusnya

60 % dari luas lahan. Tentu pelanggaran ini sangat berdampak terhadap

lingkungan. Dampaknya berupa kerusakan lingkungan hidup yang tampak

pada kurangnya ruang hijau dan kurangnya penyerapan air.

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2009 Bab XV pasal 99, pelanggaran

yang seperti ini mendapatkan hukuman berupa pidana penjara paling singkat

1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp
57

1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga

miliar rupiah).

Tampaknya hukuman-hukuman yang diterapkan pada pelanggaran-

pelanggaran lingkungan ini sangat ringan. Cara penyelesaiannya bisa di luar

pidana, jika tidak bisa maka harus melalui pengadilan, akan tetapi

hukumannya tetap saja sangat ringan. Bahkan dalam kenyataan banyak

pelanggaran-pelanggaran lingkungan yang dibiarkan begitu saja. Pihak yang

berwenang tampak sangat cuek terhadap hal tersebut. Misalkan saja pada

kasus PT X yang pelanggarannya sudah jelas dapat mengganggu stabilitas

lingkungan, tetapi belum ada tindakan tegas dari yang berwenang.

Padahal jika palanggaran demi pelanggaran yang ada dibiarkan, tentu

akan berakibat fatal terhadap lingkungan tempat kita hidup. Hal ini yang akan

mengakibatkan kerusakan alam yang sangat cepat karena ulah manusia

sendiri yang tidak lagi rama terhadap lingkungan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil yang telah penulis lakukan selama proses pembuatan skripsi ini

adalah bahwa PT. X telah melakukan pelanggaran-pelanggaran baik dalam Pra

Konstruksi, Konstruksi, dan Operasi. Di antaranya ialah berupa perencanaan,

sosialisasi, perizinan, rekruitmen tenaga kerja, aktifitas produksi dan

pergudangan, pemanfaatan dan pemeliharaan prasarana lingkungan dan

pengelolaan limbah.

Pelanggaran-pelanggaran tersebut tentunya berakibat terhadap

masyarakat di sekitarnya. Akibat yang akan terjadi ialah berupa pencemaran

lingkungan hidup masyarakat. Pencemaran itu mengakibatkan masyarakat di

lingkungan tidak sehat yang akan berakitabat pada kesehatan merekan, jika

ditinjau dari aspek pengelolaan limbah yang tidak baik.

Sedangkan penyelesaian masalah tersebut mengacu pada UU No 32

Tahun 2009 yang dikatakan bahwa Peneyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

dapat Ditempuh melalui Pengadilan atau di Luar Pengadilan. Penyelesaian di

luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai Bentuk dan

besarnya ganti rugi, Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan,

Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau

perusakan; dan/atau, Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negative terhadap

lingkungan hidup.

Sedangkan penyelesaian kasus-kasus Amdal di pengadilan dilakukan melalui

peradilan diatur pada bagian kegita UU No 32 Tahun 2009 yang terdiri dari: Ganti

Kerugian dan Pemulihan Lingkungan, Tanggung Jawab Mutlak, Hak Gugat

58
59

Pemerintah dan Pemerintah daerah, Hak Gugat Masyarakat, Hakgugat Organisasi

Lingkungan Hidup, Gugatan Administratif.

B. Saran-Saran

Pengelolaan lingkungan sebenarnya merupakan kegiatan yang

dilakukan antar generasi, karena mencakup multi disiplin. Untuk efektifitas

Amdal instansi lingkungan dan sektoral pemerintah harus melakukan

koordinasi, berbagi informasi dan bekerja sama untuk menerapkan Amdal

dalam siklus proyek, melakukan evaluasi terhadap usaha penilaian dan

perencanaan lingkungan, serta menyusun rekomendasi.

Sebaiknya dalam melakukan sebuah pembangunan sebaiknya tidak

hanya diperhatikan dalam Pra Konstruksi dan Konstruksi nya saja, namun juga

harus diperhatikan dalam Kegiatan Operasi, karena lagi-lagi masyarakat sekitar

perusahan lah yang akan merasakan dampaknya.

Kemudian dalam hal penegakan Hukum nya masih sangat kurang,

karna Amdal dibuat saat dalam proses Konstruksi, ini sangat bertentangan

dengan peraturannya bahwa tidak boleh ada kegiatan konstruksi sebelum

dokumen Amdal sudah selesai, karna perlu ada Perizinan. Namun, dalam kasus

pelanggaran Amdal tersebut tidak terdapat tindakan-tindakan tegas terhadap pihak-

pihak yang telah melakukan pelanggaran terhadap aturan-anturan hukum lingkungan.

Padahal, Amdal merupakan pondasi dasar dari hukum lingkungan, karena Amdal

dapat menentukan dan memastikan pembangunan dapat tetap menjaga lingkungan-

lingkungan di sekitar pembangunan.1

1
N. H. T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (Tangerang:
Erlangga, 2008), cet. 5, h. 450.
DAFTAR PUSTAKA

Arindra CK, Melindungi Lingkungan Selamatkan Pembangunan. Dikutip dari


situs www. Pikiran-rakyat.com/cetak/06-4/05/index.htm, terakhir
dikunjungi 24 Agustus 2006.

Hadi, Sudharto P. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan.Yogyakarta:


Gadjah Mada university Press, 2001.

................. Aspek Sosial AMDAL Sejarah, Teori dan Metode. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1995.

Hamzah, Andi.Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Hardja Soemantri, K. 1999. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ketujuh. Gadjah


Mada University Press: Yoyjakarta

Helneliza, Evaluasi Dokumen AMDAL, Tesis Program Pasca Sarjana Unand,


Padang, 2006.

Husein, Harun M. Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan


Hukumnya. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

................... Lingkungan Hidup Masalah, Pemelolaan dan Penegakan Hukumnya.


Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Irwan D dan Zoer'aini. 2007. Prinsip-prinsip Ekologi Ekosistem, Lingkungan dan


Pelestariannya. Bumi Aksara: Jakarta.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2008.

Natsir, M. 2011. Sistem Rantai Pasok Material Dan Peralatan Konstruksi untuk
Mendukung Investasi Infrastruktur. Kementerian Pekerjaan Umum:
Jakarta

Rangkuti, Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan


Nasional, Edisi ketiga. Surabaya: Airlangga University Press, 2005.

Rahmadi, Takdir.Hukum Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Surabaya:


Airlangga University Press, 2003.

Rangkuti, Siti Sundari. Hukum Lingkungan Dan Kebijaksaan Lingkungan


Nasional. Surabaya: Airlangga University, 2000.

…………….Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan


Lingkungan Hidup, Majalah OzonVol 3 No.5, Januari 2002.

60
61

……………. Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan


Lingkungan Hidup, Vol. 3 No. 5.

Schroder, Meinhard. Sustainable Development and Law. W.E.J Tjeenk Willink


Zwolle, 1996.

Silalahi, M. Daud. Hukum Lingkungan Dalam Sistem penegakan Hukum


Lingkungan Indonesia. Bandung: Alumni Bandung, 2001.

Soekanto, Soeryono.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.


Jakarta: Rajawali,1983.

……………..Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan


Lingkungan Hidup, Vol. 3, No. 3, Nopember 2001.

.................Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Soemartono, R.M Gatot P. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,


1996.

Soemarwoto, Otto. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Sudjana, Eggi dan Riyanto. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif


Etika Bisnis Di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1999.

Sunu, Pramudya. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO


14001.Jakarta: Gramedia, 2001.

Sunarso, Siswanto. Hukum Lingkungan Hidup dan Strategi Penyelesaian


Sengketa. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Supardi, Imam. Lingkungan Hidup & Kelestariannya. Bandung: Alumni


Bandung, 2003.

Suparni, Niniek. Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan


Hidup. Jakarta: Sinar Grafika, 1994.

UUD

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan UU No.

32 Tahun 2009 TentangPerlindungandanPengelolaanLingkunganHidup

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2001 tentang


62

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Web

Website; Menteri Negara Lingkungan Hidup, http://www.menlh.go.id

Website; Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, http://www.walhi.or.id

Website; Badan Pengendali Dampak Lingkungan, http://bapedal.go.id


1
2
3
PT JAYA POWER STEEL

GAMBAR 1-1.
PETA LOKASI PT. J P S DALAM
PETA RTRW KABUPATEN TANGERANG

Lokasi
PT. JAYA POWER STEEL

PT. JAYA POWER STEEL

ANDAL Rencana Pembangunan Kompleks Industri dan Pergudangan

Anda mungkin juga menyukai