HUKUM LINGKUNGAN
KATA PENGANTAR
Terima kasih sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan kepada Dosen serta teman-teman
sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah
Hukum Lingkungan ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika didalam makalah ini nantinya ditemukan
banyak kesalahan serta kekurangan, serta penulis juga senantiasa memohon saran serta kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan serta kesempurnaan makalah ini di lain waktu.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar belakang
masalah..............................................................................................1
B. Rumusan
masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................
.4
D. Manfaat......................................................................................................................
.5
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................................3
A. Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No
32/2009 ..........................................6
B. Penerapan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di
Indonesia .......................10
BAB III : KESIMPULAN......................................................................................................14
A. Kesimpulan..............................................................................................................1
4
B. Saran........................................................................................................................1
4
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan YME yang diberikan kepada
seluruh umat manusia tanpa terkecuali.Karenanya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat adalah sama bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia.Dibalik
kesamaan hak tersebut,tentunya adalah kewajiban semua manusia juga untuk menjaga dan
tindakan,usaha,dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara individu maupun secara
berkelompok guna menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.Hal ini perlu dan wajib untuk
dilaksanakan karena kondisi lingkungan hidup dari hari ke hari semakin menunjukkan penurunan
Tidak hanya terjadi di Indonesia saja,masalah pencemaran dan pengrusakan lingkungan hidup
telah menjelma menjadi sebuah isu global yang diyakini secara Internasional.Kondisi ini tentu saja
memaksa tiap-tiap negara didunia untuk memberikan kadar perhatian yang lebih dari biasanya
terhadap masalah pencemaran dan pengrusakan Lingkungan Hidup ini.Salah satu cara yang
dilakukan oleh dunia Internasional adalah melalui bentuk-bentuk kerjasama antar negara termasuk
Hidup.Dimulai dengan pertemuan Stockholm 1972 sampai dengan saat ini,dunia Internasional telah
sepakat menempatkan masalah Lingkungan Hidup sebagai salah satu permasalahan Internasional
yang mendesak untuk diselesaikan.Karena memang dampak yang diberikan sebagai akibat dari
pengrusakan dan pencemaran Lingkungan Hidup ini telah mulai dirasakan oleh jutaan umat
manusia didunia dan hal ini juga diyakini akan berdampak sangat buruk pada generasi dunia dimasa
mendatang.Kerusakan Lingkungan Hidup memang dapat terjadi secara alami dalam bentuk
bencana dan sebagainya,namun juga dapat terjadi sebagai akibat dari ulah manusia yang tidak mau
dan tidak mampu untuk menjaga kelestarian fungsi Lingkungan Hidupnya sendiri.
Indonesia sendiri tidak mau ketinggalan dalam memikirkan permasalahan Lingkungan Hidup ini.
Menurut Emil Salim, ada tiga sebab utama mengapa Indonesia merasa perlu menangani masalah
Kesadaran bahwa Indonesia sulit menanggapi masalah Lingkungan hidup sendiri;
Keharusan untuk mewariskan kepada generasi mendatang,bahwa sumber daya alam yang biasa
(Salim,1980:23).
Kondisi ini disebabkan karena pada kenyataannya masih banyak sekali ditemukan berbagai
pencemaran dan pengrusakan Lingkungan Hidup yang terjadi di negara kita ini.Untuk
pengrusakan Lingkungan Hidup tersebut dilakukan melalui jalur hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang ada dan berlaku di negara Indonesia.Dalam hukum negara Indonesia
sendiri,masalah sengketa Lingkungan Hidup dapat diselesaikan dengan beragam cara.Dimulai dari
penyelesaian melalui jalur peradilan maupun diluar jalur peradilan,mulai dari pelanggaran secara
Pidana sampai dengan bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan secara Perdata.Beragam cara ini
memberikan kesempatan dan pilihan kepada warga negara untuk menentukan proses hukum terkait
Berbagai cara telah diupayakan oleh pemerintah termasuk dengan memperbaiki instrument-
instrumen hukum terutama yang terkait dengan Lingkungan Hidup.Salah satu produk hukum
terbaru yang disahkan oleh pemerintah adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.Undang-undang yang mulai berlaku sejak
Oktober 2009 dan tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 ini
menggantikan peran dari Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup.Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 ini diyakini memiliki tingkat kelengkapan dan
dikarenakan masih banyak celah-celah hukum yang ditinggalkan oleh UU No 23 tahun 1997
tersebut.Salah satu hal yang paling dinanti dari penerapan UU No 32 tahun 2009 ini adalah pada
bentuk penyelesaiannya sampai dengan berbagai ancaman pidana terhadap para pelanggarnya.
B. Perumusan Masalah
mengambil dua hal yang sekira nya menjadi permasalahan dan memerlukan pembahasan dalam
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang hukum
D. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang hukum
Tahun 1997 dengan UU No 32 tahun 2009 dan penerapan UU No 32 Tahun 2009 terkait dengan
PEMBAHASAN
Seperti halnya yang kita ketahui bersama,Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tercatat dalam Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 (TLN
No 3699) dibuat untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12 dan
TLN Nomor 3215.Pada dasarnya,UU No 23 Tahun 1997 telah menggunakan prinsip pembangunan
untuk mengeluarkan instrumen hukum yang baru guna menggantikan UU No 23 tahun 1997
mengingat berbagai perubahan situasi dan kondisi terkait permasalahan Lingkungan Hidup yang
dengan UU No 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-
prinsip perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen
keadilan.
Undang-undang 32 tahun 2009 ini jira kita lihat,memberikan kewenangan yang luas lepada
pemerintah dalam hal ini Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan dibidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta koordinasi dengan instansi lain. Hal ini tidak
ditemukan pada UU No 23 Tahun 1997,sehingga jira kita cermati unsur pemerintahan daerah disini
termasuk meliputi kekayaan alam yang dimiliki dan berada pada statu daerah tertentu di Indonesia
juga memberikan kewenangan yang Sangay luas lepada pemerintah daerah dalam melakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing.Selain itu pula seperti
halnya yang dijelaskan dalam bagian penjelasan atas UU No 32 tahun 2009 pada point 8 bagian
global;
akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
tahun 1997,ketentuan pidana dimuat dalam Bab IX tentang Ketentuan Pidana yang terdiri dari 8
pasal,dimulai dari pasal 41 – 48. Pada pasal-pasal tersebut hanya mengatur mengenai ancaman
ancaman hukuman minimum disamping maksimum yang tercantum pada Bab XV Ketentuan
daripada Undang-undang ini diharapkan ada acuan dalam pemberian hukuman oleh hakim dan bisa
menghindari berbagai bentuk putusan bebas ataupun putusan pengadilan yang tidak maksimal.
Perluasan alat bukti. Dari berbagai fakta sejarah yang berkembang, modus-modus kejahatan
dilakukan dengan berbagai cara dan tindakan yang selalu berubah-ubah guna mengelabui proses
penyidikan.Alat bukti yang diatur pada pasal 184 KUHAP belum mewadahi mengenai berbagai
pendukung alat bukti semisal contoh melalui data elektronik.Dalam berbagai contoh kasus,bentuk
data elektronik seperti print out dan call data record ,tidak bisa dikategorikan sebagai salah satu alat
bukti.Sehingga UU No 32 Tahun 2009 pada pasal 96 huruf (f) mengatur mengenai alat bukti lain
elektronik,magnetik, optik,dan/atau yang serupa dengan itu; dan/atau alat bukti data, rekaman,atau
informasi yang dapat dibaca,dilihat dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan/atau tanpa
bantuan statu sarana,baik yang tertuang diatas kertas,benda fisik apapun selain kertas,atau yang
terekam secara elektronik,tidak terbatas pada tulisan,suara atau gambar, peta,rancangan,foto atau
sejenisnya,huruf,tanda,angka,simbol atau perporasi yang memiliki makna atau yang dapat dipahami
atau dibaca.
Subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sangsi bidang hukum
lain,seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata,dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan
hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya
ultimum remedium dikatakan bahwa mewajibkan penerapan penegakkan hukum pidana sebagai
upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum admnistrasi dianggap tidak berhasil.Kaitan
dengan hal ini,terlihat jelas bahwa pada UU No 23 Tahun 1997 memiliki berbagai macam rintangan
guna mencapai kepada penegakan hukum secara pidana,akan tetapi hal ini di persempit ruang
geraknya melalui penerapan asas Ultimum Remedium pada UU No 32 tahun 2009, sehingga
diharapkan dengan keluarnya UU No 32 Tahun 2009 ini bentuk pelanggaran pidana terhadap
Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-
undang sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009 dikatakan
bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan (pasal 84 ayat 1).Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup
diluar pengadilan,dikatakan pada pasal 85 (1) bahwa Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
perusakan; dan/atau
Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam wujud mediasi ataupun arbritasi.Dan
pada bagian inilah peran Polri dapat masuk dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam
pelaksanaan mediasi.Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk
Sedangkan penyelesaian sengketa melalui peradilan diatur pada bagian ketiga UU No 32 Tahun
Akan tetapi dibalik ini semua,UU No 32 Tahun 2009 mengenal apa yang dinamakan asas
Ultimum Remedium,yakni mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir
setelah penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.Yang mana penerapan asas
ini,hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu,yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku
Jika dilihat dari penerapan hukum secara perdata,Hak gugat pemerintah dan pemerintah
daerah,hak gugat masyarakat dan hak gugat organisasi lingkungan hidup merupakan bentuk-bentuk
pengamalan konsep axio popularis,class action dan legal standing.Konsep-konsep ini merupakan
terobosan hukum yang sangat baik dalam penerapannya.Penerapan hukum perdata ini juga diikuti
engan berbagai persyaratan seperti pelaksanaan hak gugat oleh pemerintah bisa dilakukan oleh
Kejaksaan,pelaksanaan clas action yang dapat dilakukan oleh orang atau sekelompok orang dan
pelaksanaan hak gugat oleh organisasi Lingkungan yang harus memenuhi persyaratan organisasi
sesuai dengan apa yang diatur dalam UU No 32 Tahun 2009 ini.Ancaman hukuman yang
ditawarkan oleh UU No 32 Tahun 2009 ini juga cukup komprehensif,misalkan mengenai pasal-
pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan perdata yang mengancam setiap pelanggaran
pengertian dari AMDAL itu sendiri berbeda antara UU No 32/2009 dengan UU No 23/1997,yakni
hilangnya ”dampak besar”.Hal-hal baru mengenai AMDAL yang termuat pada undang-undang
terbaru ini antara lain:AMDAL dan UKL/UPL merupakan salah satu instrumen pencegahan
dokumen AMDAL;
AMDAL;
lingkungan;
kewenangannya.
Selain hal-hal yang disebutkan diatas,ada pengaturan yang tegas dan tercantum dalam UU No 32
Tahun 2009 ini ,yaitu dikenakannya sanksi pidana dan sanksi perdata terkait pelanggaran bidang
Sanksi terhadap orang yang melakukan usaha/kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
Sanksi terhadap orang yang menyusun dokumen AMDAL tanpa memiliki sertifikat
kompetensi;
Sanksi terhadap pejabat yang memberikan izin lingkungan yang tanpa dilengkapi dengan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat kita ketahui bahwa Undang-undang ini
merupakan bentuk penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup,baik dilihat dari segi hukum maupun administrasi.Penyempurnaan itu adalah
adanya penguatan pada UU terbaru ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap
Lingkungan Hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek
transparansi,partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Bentuk penguatan tersebut dilihat dari aspek
lama pidana,perluasan alat bukti yang ada,dan pengembangan asas Ultimum Remedium.
B. Saran
Saran saya agar penerapan asas hukum pada undang-undang ini juga tetap mengedepankan bentuk-
bentuk Alternative Dispute Resolution (ADR) melalui jalur pengadilan maupun melalui jalur
pengadilan.Jalur pengadilan juga dapat dibedakan lagi menjadi penerapan hukum pidana ataupun
penerapan hukum perdata. Penerapan hukum perdata dilakukan melalui ganti kerugian dan
pemulihan lingkungan,tanggung jawab mutlak,hak gugat pemerintah dan pemerintah daerah,hak
DAFTAR PUSTAKA