Di buat oleh
Nama : GUNANSYAH
NIM : 21168013
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah
dengan judul “Kebijakan Lingkungan Dalam Konteks Hak Dan Kewajiban
Masyarakat Untuk Berperan Serta Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup” yang
telah Penulis susun.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas mata Kuliah
Hukum Lingkungan dalam program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Negeri
Padang, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
yang perlu diperbaiki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi kebaikan makalah ini, dan akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan membawa berkat bagi kita semua
Gunansyah
21168013
1|Page
DAFTAR ISI
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………… 7
A. Pengertian Lingkungan Hidup……………………………….. 7
B. Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia Dan Solusinya….. 8
C. Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ……………………………………………… 11
D. Upaya Peningkatan Peran Serta Masyarakat………………… 17
2|Page
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
3|Page
yang mutlak dalam kerangka menciptakan lingkungan hidup yang sehat. Makna
kesehatan tidak semata secara fisik dengan lingkungan yang baik. Lebih dari itu
kesehatan fisik sebagai akibat lingkungan yang baik merupakan prasyarat
sehatnya jiwa yang tentunya merupakan aset sumber daya manusia yang sangat
mendasar dan penting.
Sekarang masalah lingkungan tidak lagi dapat dikatakan sebagai masalah
yang semata-mata bersifat alami, karena manusia memberikan faktor penyebab
yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak
bisa disangkal bahwa masalah-masalah lingkungan yang lahir dan berkembang
karena faktor manusia jauh lebih besar dan rumit (complicated) dibandingkan
dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama
dengan faktor mobilitas pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala
perkembangan aspek-aspek kebudayaannya, dan begitu juga dengan faktor
proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia,
merupakan faktor yang lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah
lingkungan hidup, oleh karena itu, persoalan-persoalan lingkunganm seperti
krusakan sumber-daya alam, penyusutan cadangan-cadangan hutan,
musnahnya berbagai spesies hayati, erosi, banjir, bahkan jenis-jenis penyakit
yang berkembang terakhir ini, diyakini merupakan gejala-gejala negatif yang
secara dominan bersumber dari faktor manusia itu sendiri. jadi, beralasan jika
dikatakan, di mana ada masalah lingkungan maka di situ ada manusia.
Kondisi lingkungan hidup yang sehat dan baik, merupakan salah satu
kebutuhan asasi bagi setiap masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.
Kebutuhan tersebut dijamin dalam konstitusi, Pasal 28H UUDNRI 1945.1 Lebih
lanjut dalam Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang
Hak Asasi Manusia, menegaskan: “setiap orang berhak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat”.2 Pengelolaan lingkungan hidup yang kurang arif dan
bijaksana, akan menurunkan kualitas lingkungan hidup, demikian pula
sebaliknya, pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan secara baik dan
bijaksana, maka akan berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Pentingnya pengelolaan lingkungan hidup secara baik dan bijaksana adalah
dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development).
Pembangunan nasional berkelanjutan pada prinsipnya merupakan konsep
pembangunan yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa
sekarang tanpa harus mengorbankan hak-hak pemenuhan kebutuhan generasai
masa mendatang.3 Sehingga perlu pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup yang menjamin adanya keberlanjutan pembangunan untuk pemenuhan
kebutuhan generasi masa mendatang. Tanggung jawab perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dewasa ini bukan semata-mata menjadi tanggung
jawab pemerintah atau negara saja. Pelibatan atau partisipasi masyarakat mutlak
4|Page
diperlukan dalam menjaga dan mengawasi lingkungan hidup agar dapat lebih
baik dan lebih sehat.
Untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, maka salah satu
cara yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam pasal 70
adalah dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Pasal ini menguraikan beberapa peran yang bisa
dilakukan oleh masyarakat, diantaranya pengawasan sosial, memberikan saran
pendapat, usul, keberatan, pengaduan serta menyampaikan informasi dan atau
laporan. Dengan demikian, secara normatif UUPPLH sudah sejalan dengan atau
telah mengadopsi Prinsip 10 Deklarasi Rio 1992 yang menekankan pentingnya
peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.2
Lothar Gundling, sebagaimana dirujuk dari Koesnadi Hardjasoemantri,
telah mengemukakan beberapa manfaat dari adanya peran serta masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup yaitu: memberikan informasi kepada
pemerintah, meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan
pemerintah, mencegah terjadinya pengajuan gugatan oleh masyarakat dan
mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Di samping itu, untuk melindungi
kepentingan masayarakat, pasal 66 Undang-Undang 32 tahun 2009 memberikan
suatu garansi terhadap peran serta masyarakat bahwa setiap orang yang
memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat
dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
Menurut Abdul Gani, salah satu instrument yang memadai adalah hukum
dengan berbagai macam bentuk perundang-undangan. Dalam hal ini instrumen
hukum yang diinginkan adalah hukum ya ng mampu memi liki
ketanggapan sosial, kepekaan terhadap kebijaksanaan (policy) negara
yang dijadikan bagi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, tangguh
berhadapan dengan setiap upaya penyalagunaan kekuaaan yang lazimnya
dilakukan aparat birokrasi, dan siap melindungi hak-hak dan hak manusia rakyat
Indoenesia, (Aboel Gani : 1990 : 87).
Keterbukaan pemerintah yang dimaksud adalah keterbukaan dalam
prosedur yang meliputi 3 aspek penting yakni:
a) Kewajiban pemerintah untuk memberikan informasi;
b) kemungkinan peran serta masyarakat dalam mengambil keputusan dan
c) pengumaman keputusan pemerintah. Masyarakat memiliki hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Masyarakat juga berhak
mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri
dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat
pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 91 UU PPLH).
5|Page
B. Rumusan masalah
1. Pecemaran lingkungan hidup yang terjadi serta solusinya.
2. Peran serta masyarakat dalam implementasi mengatasi kerusakan
lingkungan hidup menjadi factor penting keberhasilan pemulihan
lingkungan hidup.
6|Page
BAB II
Pembahasan
7|Page
antara keduanya terjalin suatu interaksi yang harmonis dan stabil, terutama
dalam jalinan bentuk-bentuk sumber energi kehidupan.
Menurut Soemarwoto (1994:23):
“Bahwa suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem., yaitu suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup
dengan lingkungannya.”
Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup dan tidak hidup yang berinteraksi
membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan terjadi oleh arus antara
komponen dalam ekosistem itu. Masing-masing komponen itu mempunyai fungsi.
Selama masing-masing komponen itu melakukan fungsinya dan bekerja dengan
baik, keteraturan ekosistem itu terjaga (Soemarwoto, 1994: 24).
2. Kerusakan Hutan
Masalah lainnya yang cukup besar di Indonesia adalah mengenai kerusakan
hutan. Mulai dari penebangan liar, penggundulan hutan, hingga baru-baru ini
terjadi yaitu pembakaran hutan menjadi penyebab dari kerusakan hutan yang
ada. Tentu saja jika hal ini dibiarkan terus menerus, akan menyebabkan
8|Page
berkurangnya kawasan hutan di Indonesia yang berakibat pada
ketidakstabilan ekosistem.
Untuk mengatasi kerusakan hutan ini, ada beberapa solusi yang bisa
dilakukan diataranya yaitu :
solusi untuk jangka pendeknya tentu saja adalah penegakan hukum
yang harus dilakukan. Hal ini sangat penting untuk mencegah kegiatan
ilegal logging, dan hal hal lainnya.
Kegiatan pembangunan yang dilakukan perlu memperhatikan
lingkungan setempat.
Penanaman kembali hutan hutan yang telah rusak.
3. Banjir
Fenomena ini sudah sering terjadi di Indonesia, bahkan di kota-kota besar
sendiri pun sudah menjadi aktivitas rutin yang harus dihadapi. Bahkan tak
hanya pada musim hujan, pada musim kemarau sekalipun banjir bisa saja
terjadi beberapa wilayah. Hal ini dikarenakan perkembangan wilayah
Indonesia yang menyebabkan sistem pembuangan air yang salah dan tidak
adanya penjagaan pada daerah aliran sungai. Untuk mengatasi ini,
pentingnya peran pemerintah yang mengelola pembuangan air agar tak
menjadi masalah di kemudian harinya. Selain itu, peran aktif dan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan sangat dibutuhkan.
4. Abrasi
Kegiatan-kegiatan seperti pengambilan pasir pantai, karang, serta perusakan
hutan-hutan bakau menjadi penyebab abrasi yang nantinya berkaitan dengan
kerusakan laut dan pantai.
Tentu saja jika dibiarkan terus menerus, maka kelestarian laut dan pantai di
Indonesia semakin berkurang. Apalagi wilayah Indonesia sebagaian besar
merupakan lautan, untuk mengatasi hal ini, berikut beberapa solusi yang
perlu diterapkan :
Pemerintah menerapkan reklamasi pantai untuk menanam kembali
hutan bakau si sekitar area pantai.
Menerapkan aturan yang ketat mengenai pengambilan batu-batu
karang.
Larangan tentang penggunaan bahan peledak untuk mencari ikan.
5. Pencemaran Udara
Seiring dengan perkembangan jaman, semakin banyak industri dan
transportasi yang ada saat ini. Meskipun hal ini merupakan sebuah kemajuan,
namun nyatanya memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan karena
menyebabkan terjadi pencemaran udara. Hal ini berpengaruh pada faktor
penghambat perubahan sosial budaya terhadap pasokan udara bersih yang
9|Page
semakin berkurang. Untuk mengatasi hal ini, berikut solusi yang bisa
dilakukan.
Peran Pemerintah yang aktif menggalakkan penanaman pohon.
Mengurangi emisi atau pembuangan gas dengan cara memilih bahan
industri yang aman untuk lingkungan.
Pemasangan filter pada cerobong asap pabrik-pabrik.
Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
7. Pencemaran Tanah
Tak hanya air dan udara saja yang dapat tercemar, namun tanah juga bisa
tercemar dengan bahan-bahan yang dapat merusak kualitas tanah.
Permasalahan lingkungan hidup Biasanya hal ini terjadi akibat pengambilan
tambang yang berlebihan, pembuangan sampah-sampah yang sulit diuraikan,
dan masih banyak lainnya. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan usaha
pelestarian tanah dan hutan melalui tata guna lahan, peraturan mengenai
TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia), reboisasi, serta pengolahan sampah
agar dapat terurai dengan baik.
10 | P a g e
9. Rusaknya Ekosistem Laut
Pengambilan ikan yang masih menggunakan bahan kimia dan bahan peledak
masih menjadi tradisi bagi beberapa nelayan di Indonesia. Tentu saja ini
merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang. Seperti yang adan
ketahui sendiri, terumbu karang menjadi potensi alam di Indonesia. Untuk
mengatasi ini, pentingnya peran pemerintah untuk mengetatkan peraturan
mengenai larangan pemakaian peledak dan bahan kimia.
11 | P a g e
dianalisa. Begitu luasnya pengertian dan pemahaman peran serta masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan, sehingga menimbulkan beraneka ragam
penafsiran, yang sering kali penafsiran pihak yang kuatlah yang timbul dan
mereduksi peran serta yang bermakna (meaningfull participation). Dari sudut
terminologi peran serta masyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara
melakukan interaksi antara dua kelompok; Kelompok yang selama ini tidak
diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok
yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Banyak yang
memandang peran serta masyarakat sematamata sebagai penyampaian
informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation
agar kegiatan tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peran serta
masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi
juga digunakan sebagai tujuan dalam membentuk karakter manusia yang peduli
terhadap lingkungan sehingga dapat menjaga dan melindungi lingkungan di
sekitarnya.
Dalam peran serta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara
pihak pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan
beserta anggota masyarakat lainnya yang mempunyai hak untuk didengar
pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di
tangan pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peran serta
masyarakat yang bersifat kemitraan, pembuat keputusan dan anggota
masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka
bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah dan
membahas keputusan. Selain itu penyertaan masyarakat juga akan memberikan
informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peran serta
masyarakat juga akan mereduksi kemungkinan penolakan masyarakat untuk
menerima keputusan. Pemberian akses atas informasi tentang pengelolaan
lingkungan juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aspek peran serta
masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.
12 | P a g e
tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka
keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
13 | P a g e
penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Melalui Peraturan Perundangan ini juga, Pemerintah memberi kewenangan
yang sangat luas kepada pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur
dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pengambil keputusan, peran serta masyarakat juga akan
mereduksi kemungkinan penolakan masyarakat untuk menerima keputusan.
Pemberian akses atas informasi tentang pengelolaan lingkungan juga
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aspek peran serta masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
14 | P a g e
1) Pemastian penerimaan informasi dengan mewajibkan pemrakarsa
kegiatan mengumumkan rencana kegiatannya.
2) Informasi Lintas-batas (transfortier information); mengingat masalah
lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia, maka
ada kemungkinan kerusakan lingkungan di satu daerah akan pula
mempengaruhi propinsi atau negara tetangga. Sehingga pertukaran
informasi dan pengawasan yang melibatkan daerah-daerah terkait
menjadi penting;
3) Informasi tepat waktu (timely information); suatu proses peran serta
masyarakat yang efektif memerlukan informasi yang sedini dan seteliti
mungkin, sebelum keputusan terakhir diambil. Sehingga, masih ada
kesempatan untuk memeprtimbangkan dan mengusulkan altenatif-
alternatif pilihan;
4) Informasi yang lengkap dan menyeluruh (comprehensive information);
walau isi dari suatu informasi akan berbeda tergantumg keperluan
bentuk kegiatan yang direncanakan, tetapi pada intinya informasi itu
haruslah menjabarkan rencana kegiatan secara rinci termasuk
alternatif-alternatif lain yang dapat diambil
5) Informasi yang dapat dipahami (comprehensive information); seringkali
pengambilan keputusan di bidang lingkungan meliputi masalah yang
rumit, kompleks dan bersifat teknis ilmiah, sehingga haruslah
diusahakan informasi tersebut mudah dipahami oleh masyarakat
awam. Metode yang sering digunakan adalah kewajiban untuk
membuat uraian singkat atas kegiatan yang dilakukan.
15 | P a g e
proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik
atas proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.
12. Keputusan dari hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan
masyarakat;
Menurut Verba dan Nie (1972) bahwa melalui peran serta masyarakat
distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat, karena
rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses pengambilan
keputusan.
16 | P a g e
16. Peran Serta Masyarakat dalam Komisi
Hadirnya, para pakar, wakil Pusat Studi lingkungan (PSL) dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) dalam komisi dipercayai sebagai cermin
kesertaan masyarakat. Dan LSM, karena gaya kerja grass-root-nya
diasumsikan cukup handal untuk "mendampingi" masyrakat korban dampak
lingkungan. Kombinasi berbagai kekuatan diatas, dharapkan membawa
wawasan baru dalam keputusan Komisi.
Skenario diatas mestinya sangat logis dan tak perlu diperdebatkan. Hanya
saja, bila dicermati mekanisme Komisi terkesan sangat elitis; dan karenanya
kaum awam diluar Komisi hampir tak punya peluang untuk mempersoalkan
keputusan-keputusan Komisi. Posisi minoritas dan keanggotaan yang bersifat
tidak tetap dari wakil LSM dan masyarakat korban, semakin menempatkan
keikutsrtaan masyarakat dalam posisi yang bersifat diperdebatkan.
Kedudukan sebagai minoritas secara hipotesis akan menyurutkan daya tekan
mereka dalam pengambilan keputusan. Keadaan ini semakin diperparah oleh
rendahnya derajat pemahaman terhadap masalah lingkungan. LSM, sialnya,
dipandang punya kapasitas untuk memahami masalah yang ada, sementara
realitas menunjukkan hal sebaliknya: hanya sedikit manusia pada segelintir
LSM yang punya pengetahuan dan kepedulian tentang lingkungan. Secara
umum, ada keengganan LSM, atau boleh jadi ketidakmampuan, untuk sedikit
peduli dan menekuni Amdal sebagai alternatif cara peningkatan keikutsertaan
masyarakat. Sejumlah kasus mengkonfirmasi bahwa LSM cenderung
menempuh "jalan lain" dalam gerakan penyadaran lingkungan ketimbang
menggarap perannya dalam Komisi Amdal secara lebih serius. Penunututan
ke Pengadilan (kasus Walhi vs. PT.IIU), boikot (kasus Tapak - Semarang),
kombinasi tekanan LSM nasional dan internasional (kasus Scott Paper di Irian
Jaya) dan melobi ke negara-negara donor (kasus Kedungombo - Jawa
Tengah) sekedar contoh soal yang masih segar dalam ingatan kita.
17 | P a g e
3. Menumbuhkan ketanggagapan masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial;
Meningkatnya ketanggapsegeraan masyarakat akan semakin menurunkan
kemungkinan timbulnya dampak negatif dan akan meningkatkan
kecepatan pemberian informasi tentang suatu masalah lingkungan hidup
sehingga dapat segera ditindaklanjuti.
18 | P a g e
Dalam peran serta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif
antara pihak pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang
berkepentingan beserta anggota masyarakat lainnya yang mempunyai hak
untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan
terakhir tetap berada di tangan pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam
konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pembuat keputusan
dan anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya.
Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan
masalah dan membahas keputusan. Selain itu penyertaan masyarakat akan
juga memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil
keputusan, peran serta masyarakat juga akan mereduksi kemungkinan
penolakan masyarakat untuk menerima keputusan. Pemberian akses atas
informasi tentang pengelolaan lingkungan juga merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari aspek peran serta masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
19 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Permasalahan lingkungan hidup yang sudah terjadi merupakan
permasalahan bersama, maka seluruh elemen di negara ini harus terlibat
terutama peran serta masyarakat sebagai ujung tombak dalam pencegahan
kerusakan serta pengelolaan lingkungan hidup.
Sungguhpun masalah lingkungan hidup sudah terdapat lama di tanah air
kita, namun penanganannya menurut pendekatan ekosistem tergolong masih
baru. Sedangkan kunci berhasilnya program pengembangan lingkungan hidup
berada di tangan manusia dan masyarakat. Karena itu sangat penting
menumbuhkan pengertian, penghayatan dan motivasi di kalangan masyarakat
untuk ikut serta dalam mengembangkan lingkungan hidup.
Adapun upaya nyata yang bisa dilakukan untuk meningkatkan peran serta
masyarakat ini adalah :
a) Mengembangkan pengertian dan penghayatan kesadaran lingkungan
melalui pendidikan formal dan non formal.
b) Mengajak serta kelompok-kelompok masyarakat untuk ikut serta
dalam gerakan pengembangan lingkungan hidup.
B. Saran
21 | P a g e
13. N.H.T Siahaan, Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan,
Jakarta: Erlangga, 1987
14. Aline Jaeckel, 2015, An Environmental Management Strategy for the
International Seabed Authority? The Legal Basis.
15. Panel Joanna Centab Małgorzata Grodzińska Dan Jurczakaagatapietrzyk
Kaszyńskaa, 2014, Emerging Multilevel Environmental Governance – A
Case Of Public Participation In Poland.
16. Suriansyah Murhaini, 2015, Aspek Sosiologis Peran Serta Masyarakat
Dalam Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
22 | P a g e