DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD THORIQ YUSRON
183110123
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2019
i
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
TERHADAP ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN
DAFTAR ISI
Cover …………………………………………………………………………....……….. i
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………..…..........…..……..........1
BAB 2 PEMBAHASAN.….....…………………………………………………..........…… 3
3.1 Kesimpulan................…..………………………………………….........……….. 16
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM
LINGKUNGAN TERHADAP ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN” ini tepat waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen mata
kuliah Analisa Dampak Lingkungan. Selain itu, malah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Penegakan Hukum Lingkungan terhadap Analisa Dampak Lingkungan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir.Muhtadi, M.Si , selaku dosen mata kuliah
Analisa Dampak Lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan
bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan sesuai dengan
kehidupan wawasan Nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
untuk mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila. Oleh Sebab itu, perlu dilaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan
generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk itu dipandang perlu melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.
Hal ini menjadi sangat penting mengingat bahwa laju kerusakan lingkungan hidup dan
sumber daya alam dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini telah menunjukkan intensitas
yang sangat tinggi.
Selama tahun 1984-1997 saja misalnya laju kerusakan hutan sudah mencapai 16,57 juta
hektar pertahun. Ini berarti bahwa setiap tahun ada sekitar 2.586.500 hektar hutan yang rusak.
Selain itu kebakaran dan pembakaran hutan selang 1997-1998 telah menghabiskan kurang
lebih 10 juta hektar hutan. Belum lagi soal kasus kehutanan (illegal logging), penambangan
emas tanpa izin, pencemaran industri oleh perusahaan, perusakan hutan bakau,pencemaran
limbah rumah tangga, pertambangan liar dan masih banyak lagi yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan.
Pendirian suatu pabrik atau perusahaan dalam suatu ekosistem tertentu akan mempunyai
korban pada lingkungan hidup sekitar. Pada awal pembuatan bangunan paling tidak akan
membawa pengaruh pada perubahan lahan yang mengakibatkan perataan pohon-pohon dan
terganggunya stuktur tanah sekeliling. Dampak positif dari adanya pabrik atau perusahaan
misalnya menambah mata pencaharian sebagai tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan
perkapita penduduk. Efek negatif dari kegiatan tersebut hendaknya ditekan seminimal
mungkin agar industri atau perusahaan tersebut memperhatikan lingkungan.
Kasus pencemaran dan perusakan lingkungan ini adalah sangat berbahaya bagi kesejahteraan
umat manusia. Apalagi pencemaran dan perusakan lingkungan di lakukan oleh perusahaan-
perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, baik itu pertambangan, kehutanan
dan lain-lain. Kalau ini terjadi yang rugi bukan satu dua orang saja melainkan seluruh umat
manusia dibumi ini. Oleh karena itu aspek penegakan hukum memerlukan perhatian dan aksi
pemberdayaan secara maksimal terutama pada perusahaan yang melakukan perusakan dan
pencemaran lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum lingkungan merupakan hukum yang mengatur perilaku atau kegiatan-kegiatan subjek
hukum dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta
perlindungan manusia dari dampak negatif yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya
alam. Substansi hukum lingkungan mencakup ketentuan-ketentuan hukum tentang pencegahan
dan penanganan masalah-masalah lingkungan hidup. Hukum lingkungan memiliki kekhasan
dalam substansinya yang mana kepentingan-kepentingan yang diatur di dalamnya sangat luas
dan beragam sehingga hukum lingkungan tidak dapat ditempatkan pada salah satu diantara
kedua bidang hukum, yaitu hukum publik dan hukum privat. Menurut Koesnadi
Hardjasoemantri, substansi hukum lingkungan mengandung unsur-unsur hukum administrasi
negara, hukum perdata, dan hukum pidana.
Dalam konteks hukum pidana, hukum lingkungan pidana mengatur delik lingkungan yang
mana berisi perintah dan larangan undang-undang kepada subjek hukum yang apabila
dilanggar akan diancam dengan penjatuhan sanksi-sanksi pidana berupa pemenjaraan dan
denda. Subjek hukum yang dimaksud adalah individu, kelompok atau sebuah korporasi yang
melakukan kejahatan lingkungan dan dituntut oleh Pemerintah. Hukum pidana lingkungan
pada dasarnya dibuat untuk melindungi manusia dan harta benda dari dampak negatif
kerusakan dan pencemaran lingkungan.Namun, perbuatan-perbuatan lain yang tidak berkaitan
dengan manusia secara langsung dan lebih ke dampak ekosistem seperti penebangan kayu di
hutan lindung, perburuan liar, penangkapan dan jual beli satwa liar yang dilindungi, atau
perbuatan mengambil, merusak, atau memperjualbelikan tanaman yang dilindungi juga dapat
dikenakan sanksi pidanakarena prinsip jaring kehidupan yang mana mengakui adanya saling
keterkaitan dan ketergantungan di antara segala sesuatu di alam, dan prinsip keanekaragaman
tumbuhan dan satwa.Dengan demikian, sanksi pidana di dalam hukum lingkungan mencakup
dua macam kegiatan, yaitu pencemaran lingkungan dan perusakan lingkungan.
Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah dan rakyat Indonesia dapat
memanfaatkannya, atau paling tidak ikut merasakan kemakmuran dari pemanfaatan tersebut,
sebagaimana diamanatkan dalam peraturan tertinggi, UUD 1945 Pasal 33 ayat(3) yang
menyatakan bahwa“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Hal ini berarti
Negara, yang mempunyai peran sebagai regulator dan eksekutor, harus hadir dalam menjamin
setiap pemanfaatan bumi, air dan seisinya, semata-mata untuk kemakmuran rakyat.
Kemakmuran bukan hanya tentang manfaat ekonomi, baik secara langsung maupun tidak
langsung, melainkan juga rasa nyaman dan rasa aman dari dampak pemanfaatan sumber daya
alam tersebut.
Lingkungan, dalam pemanfaatannya, memiliki batas, yang mana dalam istilah ekologi disebut
sebagai daya dukung lingkungan. Batasan ini yang membuat segala bentuk eksploitasi perlu
diatur sedemikian rupa melalui aturan yang mengikat. Dalam ilmu ekologi, pembangunan dan
pemanfaatan teknologi adalah suatu upaya untuk memperbaiki kualitas hidup manusia
menjadi lebih baik, namun hal yang perlu diingat bahwa dampak lingkungan akan selalu ada.
Seiring dengan peningkatan kualitas hidup manusia, akan tiba saatnya lingkungan sudah tidak
mampu lagi menahan dampak yang terjadi sehingga pada akhirnya menimbulkan pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Dampak pencemaran dan kerusakan tersebut berujung pada
penurunan kualitas hidup manusia serta berbagai bentuk kerugian.
Indonesia termasuk negara berkembang yang masih memiliki berbagai persoalan seperti krisis
pangan, krisis air bersih, kemiskinan, pengangguran, dan lain sebagainya. Salah satu cara
untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui gencarnya pembangunan dan pemanfaatan sumber
daya alam yang optimal. Pembangunan memiliki tujuan untuk memperbaiki kualitas hidup
manusia. Namun seiring dengan hal itu, korporasi akan selalu menjadi biang dari berbagai
permasalahan lingkungan.Sebab itulah korporasi perlu diatur, dibatasi dan diawasi melalui
hukum mengingat tujuan utama dari korporasi ialah untuk mendapatkan profit yang sebesar-
besarnya. Namun, hukum yang mengikat korporasi masih belum efektif, baik dari segi
penegakkan maupun ketentuan-ketentuan yang mengatur. Menurut data dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Indonesia, sejak 2010 sampai 2015, Indonesia
menempati urutan kedua tertinggi kehilangan luas hutannya yang mencapai 684.000 hektar
tiap tahunnya karena pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan hutan dan alih fungsi
hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh beberapa korporasi. Kegiatan
usaha korporasi juga seringkali menimbulkan masalah lingkungan yang besar, baik disengaja
atau tidak sengaja, dan dampaknya berkepanjangan apabila dilakukan secara tidak hati-hati
seperti persitiwa tumpahan minyak milik Pertamina yang pernah terjadi di Teluk Balikpapan
yang menimbulkan efek lingkungan yang sangat luas dan berkepanjangan bagi biota laut dan
masyarakat sekitar.Oleh karena itu, sangat penting adanya pembaharuan hukum dalam arti
penguatan hukum lingkungan yang mampu menghasilkan efek jera dan menimbulkan kehati-
hatian bagi para pelaku korporasi dalam menjalankan usahanya.
11. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) No.:
Kep02/MENKLH/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
Dalam penegakan hukum lingkungan menurut Benjamin van Rooij, ada 6 faktor penting yang
menentukan proses penegakan hukum yakni:[67]
1.) Faktor-faktor sosial, ekonomi, politik tingkat makro.
2.) Faktor-faktor undang-undang yang berlak
3.) Faktor-faktor antar kelembagaan
4.) Faktor-faktor internal kelembagaan
5.) Faktor-faktor kasus terkait
6.) Faktor terkait dengan lembaga individual
Selain faktor-faktor diatas, faktor lain yang sangat penting dalam penegakan hukum
lingkungan adalah masalah pembuktian. Dalam penegakan hukum lingkungan faktor-faktor
tersebut saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri. Keterkaitan tersebut tampak sebagai
berikut:
a.) kebijakan umum, melihat kepada otoritas dan prioritas penegakan hukum lingkungan
dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup.
b.) Kinerja ekonomi negara akan mempengaruhi penegakan hukum lingkungan.
c.) Ketidakstabilan sosial dan kondisi keamanan dalam negara akan mempengaruhi
penegakan hukum lingkungan.
d.) Birokrasi, struktur birokrasi baik yang bersifat sentralisasi, desentralisasi maupun
2. Faktor Undang-undang.
Merupakan kerangka normatif sebagai basis penegak hukum dalam membuat keputusan dan
juga merupakan aturan substantif untuk menentukan apakah sudah terjadi pelanggaran dan
aturan prosedural untuk sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran.
a.) Institusi Kepemimpinan, wibawa seorang penegak hukum memberi pengaruh terhadap
tegaknya hukum.
b.) Lembaga Pelengkap
Dalam penegakan hukum dan penerapan sanksi diperlukan kerjasama dengan badan
dan organisasi lain.
c.) Si pengadu atau korban
Dalam hal ini pengadu adalah korban dari pencemaran atau perusakan lingkungan.
Pengadu bervariasi, muali dari masyarakat sampai LSM atau organisasi pemerintahan.
Tingkat keberhasilan pengaduan ditentukan oleh pengalaman pengadu. Semakin parah
tingkat kerusakan yang diajukan pengadu semakin tertarik pula lembaga penegak hukum
untuk mengambil tindakan secara serius.
d.) Pelanggar
Status pelanggar mempengaruhi penegakan hukum lingkungan. Semakin tinggi status
pelanggar semakin besar tekanan pada lembaga untuk tidak melakukan penegakan hukum.
Besar kesalahan yang diadukan oleh pengadu bisa dipengaruhi oleh pelanggar karena ada
interaksi antara pelanggar dengan penegak hukum.
d.) Budaya organisasi, merupakan cara yang terpola yang tepat dari pertimbangan tentang
tugas inti dan hubungan manusia dengan organisasi. Budaya organisasi dapat
membangkitkan semangat kerja dari aparat tanpa perlu dipaksa oleh pimpinan.
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Pertama, tingkat keparahan
atau kerusakan yang dihasilkan dari suatu pelanggaran pada resiko tertinggi dan kerusakan
aktual. Di sini aparat cendrung menggunakan sanksi penegakan hukum tertinggi pula. Faktor
kedua adalah bukti-bukti yang dapat dikumpulkan terhadap suatu pelanggaran. Jika bukti
lemah maka penegakan hukum kurang bisa dilakukan.
Aparat harus membuat keputusan berdasarkan sistem hukum yang berlaku sehingga
diharapkan dapat membatu tegaknya hukum lingkungan.
Andi Hamzah menyebutkan adanya hambatan atau kendala terhadap penegakan hukum
lingkungan di Indonesia:
4.) Para penegak hukum belum mantap khususnya untuk penegakan hukum lingkungan
Para penegak hukum belum menguasai seluk beluk hukum lingkungan. Hal ini dapat diatasi
dengan memberikan pendidikan dan pelatihan. Disamping itu juga belum adanya spesialisasi
penegak hukum di bidang lingkungan.
Sistem penegakan Hukum Lingkungan telah diatur segala bentuk pelanggaran maupun
kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badang dengan upaya
pencegahan (preventif) maupun penindakannya (represif). Di dalam praktik perselisihan
mengenai lingkungan, penyelesainnya dapat melalui Hukum Administrasi Negara, Hukum
Perdata dan Hukum Pidana.
tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar
dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Dengan mengantisipasi
kemungkinan semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi,
dalam undangundang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi. Sanksi pidana
terdapat pula dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
hukum lingkungan, diantaranya:
Sanksi pidana ini tercantum dalam KUHP, khususnya Pasal 187, 188, 202, 203, 502
dan 503. Pasal 187 KUHP, menyatakan:
Barangsiapa dengan sengaja membakar, menjadikan letusan atau mengakibatkan
kebanjiran, dihukum :
• penjara selama-lamanya dua belas tahun, jika perbuatan itu dapat mendatangkan
bahaya umum bagi barang;
• penjara selama-lamanya lima belas tahun, jika perbuatannya itu mendatangkan
bahaya maut bagi orang lain; Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
ditempuh melalui dua cara, yaitu:
1. Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Pasal 85 s/d 86)
Pasal 85, menyatakan:
a. (Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai:
➢ bentuk dan besarnya ganti rugi;
➢ tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
➢ tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran
dan/atau perusakan; dan/atau
➢ tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
b. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak
pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
WACANA HUKUM VOL.IX, 2 OKT.2011 34
c. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat
3) Penjara seumur hidup dan penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun,
jika perbuatannya itu dapat mendatangkan bahaya maut bagi orang lain dan ada
orang mati akibat perbuatan itu.
c. Sanksi Pidana Lingkungan di Bidang Perairan Diatur dalam 8 s/d Pasal 15 Bab XI
Pasal Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan,
dengan diancam hukuman penjara/kurungan selama-lamanya tiga bulan dan lima
tahun serta denda lima juta rupiah sampai dengan lima puluh juga rupiah.
g. Sanksi Pidana Lingkungan dalam Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Pahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya Pasal 40 dengan
sanksi pidana penjara satu tahun, lima tahun dan sepuluh tahun; dan denda seratus juta
rupiah dan dua ratus juta rupiah.
h. Sanksi Pidana Lingkungan dalam Bidang Benda Cagar Budaya Diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Bab VIII
tentang Ketentuan Pidana, Pasal 26 dengan sanksi pidana penjara selama-lamanya
sepuluh tahun dan/atau dengan setinggi-tingginya seratus juta rupiah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku
orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan
peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.
Faktor kendala dan hambatan dalam penegakan hukum terdiri dari beberapa faktor yaitu :
Sarana Hukum, Aparat Penegak Hukum, Fasilitas dan Sarana, Perizinan, Sistem AMDAL,
Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
https://rickypardede1988.blogspot.com/2014/07/makalah-hukum-lingkungan.html
http://lawdisfor.blogspot.com/2012/05/peran-amdal-dalam-penegakan-hukum.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_lingkungan_di_Indonesia
https://media.neliti.com/media/publications/23492-ID-penegakan-hukum-lingkungan-di-
indonesia.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/82383-aspek-aspek-yang-terkait-dalam-
penegakan-6ffa730a.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/114749-ID-pengembangan-hukum-lingkungan-
hidup-mela.pdf
https://www.gatra.com/detail/news/423761/politic/aturan-hukum-lingkungan-masih-
tumpang-tindih
https://medium.com/@farizaibrahim7/kontraproduktif-penegakan-hukum-lingkungan-di-
indonesia-8a36ff7b6858
https://staff.blog.ui.ac.id/andreas.pramudianto/2012/12/17/modul-hukum-lingkungan-untuk-
pelatihan-amdal/
https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/view/350/309
https://newberkeley.wordpress.com/tag/peraturan-perundang-undangan-terkait-lingkungan/