Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HUKUM LINGKUNGAN

“Kajian Hukum Dari Segi Hukum Lingkungan Perdata”

Oleh :

Apriani Risdayanti NIM 1610.13251.233

Gilang Andhika Sepbianto NIM 1610.13251.246

M. Daud Kafhi T. NIM1509.13251.196

Rizfan Prayogie Anggara NIM 1610.13251.260

Syukran NIM 1812.13251.351

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN

STIKES WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul: “Kajian Hukum Dari Segi Hukum Lingkungan Perdata”

Tim penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan tak terhingga atas
bimbingan, petunjuk, dan dorongan sehingga tersusunnya makalah ini, kepada
yang terhormat:

1. Ibu Ike Dian Wahyuni, S.KL, selaku dosen mata kuliah Hukum
Lingkungan
2. Orang tua dan wali dari penulis.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami sudah berupaya sebaik mungkin, tetapi
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu apabila ada salah atau kurangnya
kami dengan terbuka menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Akhir kata, kami ucapkan rasa syukur kepada Allah SWT serta rasa
terimakasih kepada semua pihak yang bersangkutan. Semoga makalah ini dapat
diterima dan berguna sebagai pertimbangan pembaca

Malang, 23 April 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Upaya dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia


adalah dengan menjamin adanya kepastian hukum dalam penegakan hukumnya. Penegakan
hukum lingkungan hidup adalah upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan
persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui
pengawasan dan penerapan secara administrasi, keperdataan, dan kepidanaan.

Persoalan pencemaran lingkungan dapat dilihat dari berbagai aspek lingkungan yang
merupakan sarana untuk penyelesaiannya. Pencemaran kerusakan lingkungan dapat diselesaikan
melalui aspek medik, planalogis, teknologis, teknik lingkungan, ekonomi dan hukum. Hukum
yang berfungsi sebagai sarana penyelesaian pencemaran lingkungan adalah hukum lingkungan.

Pengaturan kebijakan pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan diaktualisasikan


dengan diundangkannya pertama kali peraturan yang mengatur tentang lingkungan hidup, yaitu
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUKPPLH), yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), yang selanjutnya diganti dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPPLH). Hukum lingkungan merupakan fungsional yang mengandung aspek hukum
administrasi, hukum perdata dan hukum pidana. Penegakan hukum lingkungan hidup dapat
dilihat melalui aspek hukum perdata walaupun di khususnya di Indonesia lebih sering
menggunakan aspek hukum administrasi dan aspek hukum pidana dalam penegakan hukum
lingkungan hidup. Dari aspek hukum perdata penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan
melalui 2 (dua) jalur, yakni jalur proses di luar pengadilan dan jalur proses melalui pengadilan.
Banyak hal yang dapat diambil dari adanya UU No. 32/2009 ini, terutama dalam
penguatan penegakan hukum, karena UU No. 23/1997 dalam penegakan hukum kurang
mendapat perhatian yang serius. Penguatan yang terdapat dalam UU No. 32/2009 ini adalah
prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik dengan penanggulangan dan penegakan hukum yang mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.

Dalam penjelasan umum UU No. 32/2009 dengan tegas bahwa undang-undang ini
mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata maupun
hukum pidana. Ketentuan hukum perdata meliputi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan dan di dalam pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat melalui
mediasi atau sejenisnya. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan dapat
meliputi gugatan perorangan, gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan,
ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek
jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa
pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini
dan masa depan.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Perkembangan Hukum Lingkungan?
2. Bagaimana penegakan hokum lingkungan melalui hokum perdata di Indonesia ?
3. Bagaimana perlindungan dan pengelolaan lingkungan di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembnagan Hukum Lingkungan
2. Untuk mengetahui penegakan hokum lingkungan melalui hokum perdata di
Indonesia
3. Untuk mengetahui perlindungan dan pengelolaan lingkungan di Indonesia

3
BAB II

STUDI KASUS

DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT AKTIFITAS PEMBANGUNAN


PERUMAHAN (Studi Kasus di Perumahan Palaran City Oleh PT.Kusuma Hady Property) Yosef
Anata. Pembangunan yang terus bekembang yang terjadi di kota Samarinda sangatlah
berpengaruh terhadap kestabilan kondisi lingkungan. Dan perlu diketahui semakin meningkatnya
upaya pembangunan akan menyebabkan semakin meningkatnya dampak terhadap lingkungan.
Keadaan ini mengindikasikan diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup,
sehingga resiko kerusakan terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. pihak
pemerintah daerah maupun swasta yang mengelola pembangunan perumahan hendaknya
menyediakan sarana untuk mendukung perkembangan pembangunan perumahan penduduk dan
menganalisis dampak yang diakibatkan dari pengembangan pembangunan tersebut. Penelitian ini
merumuskan masalah mengenai problematika hukum akibat pembangunan perumahan Palaran
City oleh PT.Kusuma Hady Property dan upaya pengawasan Pemerintah terhadap kerusakan
lingkungan akibat pembangunan perumahan Palaran City. Dengan tujuan untuk mengetahui
problematika hukum yang terjadi serta upasa pengawasan pemerintah terhadap kerusakan
lingkungan yang terjadi. Dalam pembahasan di uraikan bahwa Kerusakan yang terjadi akibat
pembangunan perumahan Palaran City jelas melanggar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 ayat (1) huruf (a). PT.
Kusuma Hady Property sebagai pihak pengelola perumahan Palaran City telah melakukan
kelalaian yang menyebabkan kerusakan di lingkungan sekitar perumahan warga yag letaknya
bersebelahan dengan perumahan Palaran City. Secara yuridis hal ini telah di atur oleh
Pemerintah Kota Samarinda di dalam Peraturan Daerah Kota Samarinda Nomor 29 tahun 2003
tentang Ketentuan Pengendalian Kegiatan Usaha Yang Mengubah Bentuk Lahan Dalam Wilayah
Kota Samarinda Pasal 6 ayat (1). Pemerintah melalui BLH Kota 1 2 3.

Samarinda melakukan pengawasan terhadap pemulihan kerusakan lingkungan serta ganti rugi
kepada warga yang terkena dampak kerusakan lingkungan dan mewajibkan kepada pihak
pengelola PT. Kusuma Hady Property untuk melaporkan progresnya ke Badan Lingkungan
Hidup Kota Samarinda. Pihak Badan Lingkungan Hidup sebagai mediator melakukan mediasi
dengan warga dan PT. Kusuma Hady Property sebagai pihak pengembang perumahan, dan
menghasikan kesepakatan yang mewajibkan pihak pengembang Perumahan Palaran City untuk
membenahi kerusakan lingkungan yang terjadi serta memberikan dan kompensasi ganti rugi
kerusakan bagi warga yang terkena dampak. Kerusakan lingkungan/lahan di rumah warga adalah
sebagai dampak yang terjadi akibat pembangunan perumahan Palaran City sebaiknya biasa
menjadi perhatian kusus bagi Badan Lingkungan Hidup Kota Samarinda agar lebih
memperhatikan kegiatan pembangunan perumahan-perumahan yang terjadi di kota samarinda.
Kata kunci: Dampak, Perumahan, Kerusakan Lingkungan.

DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN AKIBAT AKTIFITAS (Yosef Anata) undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Dalam arti, Negara mempunyai wewenang dan kewajiban untuk
memanfaatkan seluruh sumber daya alam dan hasil dari sumber daya alam tersebut ditujukan
untuk mensejahterakan rakyat. Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang
seharusnya dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja,
melainkan tanggung jawab setiap orang. Setiap orang harus melakukan usaha untuk
menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kemampuanya masing-masing.
Sekecil apapun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya lingkungan
yang baik. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang
tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam hayati, lingkungan alam
nonhayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Semua komponen-komponen lingkungan
hidup seperti benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup berhimpun dalam satu wadah yang
menjadi tempat berkumpulnya

5
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Hukum Lingkungan

Perkembangan prinsip – prinsip hokum lingkungan global diawali dengan tragedy


lingkungan yang melintasi batas – batas Negara sehongga para pemimpin Negara terlibat dalam
kasus tersebut menyadari akan pentingya hokum secara khusus mengatur pencemaran
lingkungan yang bersifat internasional. Trgedi lingkungan pertama yang bersifat lintas batas
dapat dilihat pada Trail Smelter Arbitration (Amerika Serikat vs Kanada) yang
mempermasalahkan pencemaran udara yang berasal dari peleburan biji besi di Kanada, yang
mencemari Negara Bagian Whasington di Amerika Serikut. Pemerintah AS meminta kepada
Kanada untuk membayar ganti rugi dan menghentikan kegiatan peleburan besi karena
mencemari wilayah AS. Pemerintah Kanada menolak tuntutan tersebut karena menurut mereka
itu adalah hak Kanada untuk membangun industry diwilayahnya. Namun demikian arbitier yang
memutuskan kasus ini berpendapat bahwa”Negara memiliki hak untuk melakukan kegiatan
dalam negaranya, tapi pada saat yang sama, Negara juga berkewajiban untuk memastikan bahwa
kegiatan dalam negaranya tidak menimbulkan gangguan bagi Negara lain.(Laode,dkk.2016)

Tragedi-tragedi lingkungan tersebut menimbulkan kesadaran manusia akan pentingnya


perlindungan lingkungan hidup dan hukum yang mengaturnya karena permasalahan lingkungan
melewati batas-batas administrasi pemerintahan dan negara. Kasus di atas sengaja dipilih karena
menggambarkan tiga elemen lingkungan/alam yang sangat penting bagi manusia, yakni: udara,
air, dan laut. Jika ketiga sumber hidup tersebut terganggu kualitasnya maka akan mengancam
kehidupan manusia itu sendiri dan seluruh makhluk hidup lainnya. Perlu pula dicatat bahwa
hukum lingkungan internasional yang berkembang pada saat setelah kejadian-kejadian tersebut
masih bersifat spesifik atau sektoral karena diarahkan hanya untuk mengatur satu permasalahan
khusus. Peristiwa Torrey Canyon, misalnya, mempercepat pembahasan aturan-aturan
internasional di bidang tumpahan minyak dari tanker serta sejumlah aturan yang membahas
standar-standar keselamatan dari tanker besar. Perkembangan hukum internasional selanjutnya
lebih banyak dipengaruhi oleh beberapa penelitian ilmiah seperti yang saya kemukakan pada Bab
1 buku ini seperti terbitnya buku Rachel Carson, The Silent Spring (1962) dan bukunya
Meadows and Meadows, The Limits to Growth (1972). Buku-buku tersebut berhasil menggugah
kesadaran baru akan pentingnya perlindungan lingkungan hidup sehingga para kepala negara dan
pemerintahan berhasil diyakinkan untuk mendeklarasikan instrumen hukum yang komprehensif
untuk melindungi planet bumi dan berusaha menyeimbangkan antara pentingnya ‘pembangunan’
(development) di satu sisi dan ‘perlindungan lingkungan’ (environmental protection) pada sisi
yang lain. Perkembangan ini kemudian melahirkan rezim hukum lingkungan internasional baru
yang dapat digolongkan dalam dua kategori besar yakni:

(i) Instrumen hukum lingkungan international lunak (soft law international


instruments), dan

(ii) Instrumen hukum lingkungan yang keras/mengikat (hard law international


instrument)

Soft law instrument menurut Alan Boyle, sekurang-kurangnya memiliki tiga


karakteristik berikut:6 (1) soft law is not binding (hukum lunak tidak mengikat), (2) soft law
consists of general norms or principles, not rules (hukum lunak memuat norma-norma umum
atau prinsip/asas, bukan aturan), (3) soft law is law that is not readily enforceable through
binding dispute resolution (hukum lunak adalah hukum yang tidak siap untuk ditegakkan melalui
penyelesaian sengketa yang mengikat). Ciri-ciri lain dari soft law instrument dapat dilihat dari
namanya yang selalu menggunakan declaration, resolution, accord, charter, dan tidak pernah
menamakan diri dengan convention, treaty, agreement, dan protocol yang telah menjadi ciri-ciri
khas international hard law instrument. (Laode,dkk.2016)

Kesadaran akan pentingya perlindungan lingkungan hidup diawali dengan sejumlah


negoisasi di Majelis Umum PBB yang diawali dengan terbitnya UN General Asembly
Resulution 2398 tahun 1968 yang kemudian diadopsi pada bulan Juli 1968 yang pada saat itu
diusilkan oleh swedia yang selanjutnua meminta majelis umum PBB untuk mengadakan
konfrensi tingkat tinggi lingkungan hidup. Upaya ini mencapai titik kulmunasinya dengan
diselenggarakanya Un Confrence on Human and Enviroment pada tanggal 5 -16 Juni 1972 dio
Stockholm swedia di bawah kepemimpinan DR.Maurice Strong dan dihadiri 114 negara dan
menghasilkan Stockholm Declaration on The Human Enviroment.

7
B. Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Hukum Perdata Di Indonesia

Dalam pengelolaan lingkungan hidup, dapat mendayagunakan hukum administrasi,


karena UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup memberikan
kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mengkoordinasikan dengan
instansi lain. Di samping itu, Pemerintah juga memberi kewenangan yang sangat luas kepada
Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
(Sodikin,2010)

Menurut Martina, tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat


sebelum melakukan aktivitas kehidupan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah sesuai dengan tujuan pengelolaan lingkungan
hidup secara berdaya guna dan berhasil guna9 . Hal ini merupakan salah satu fungsi dari fungsi
pemerintahan (hukum administrasi) dalam pengelolaan lingkungan hidup. Mengingat
pengelolaan lingkungan dilakukan oleh pemerintah, maka hukum lingkungan sebagian besar
merupakan hukum administrasi (bestuursrecht). Hukum administrasi yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan yang kemudian dapat disebut hukum administrasi lingkungan. Hukum
administrasi lingkungan dapat dibentuk oleh pemerintah pusat dan juga hukum administrasi
lingkungan yang berasal dari pemerintah daerah.(Sodikin,2010)

Dengan peraturan perundang-undangan yang ada dapat memberikan landasan dan


kewenangan kepada pejabat administrasi untuk menerbitkan keputusan administrasi dengan
menyelenggarakan berbagai macam fungsi dan salah satunya adalah berfungsi melindungi
(preventif) dan menegakkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya peraturan
perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Keputusan administrasi yang merupakan
wewenang pemerintahan tersebut berbentuk perizinan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan
dengan mencantumkan persyaratan yang wajib ditaati si penerima izin, misalnya perizinan yang
berkenaan dengan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), baku mutu air buangan dan
lain-lain termasuk pengawasan dan sanksi administratif bila persyaratan dilanggar. Sebagai
upaya telah diberikannya izin untuk melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka menurut
Siti Sundari perlunya penegakan hukum lingkungan secara hukum administrasi sebagai upaya
untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan-persyaratan dalam ketentuan yang
secara umum dan individual berlaku melalui pengawasan dan penerapan (ancaman) sanksi.
(Sodikin,2010)

Konsekuensi dari izin yang telah diberikan kepada si penerima izin dalam penegakan
hukum lingkungan secara hukum administratif adalah berupa sanksi administratif bagi yang
melanggar larangan atau persyaratan yang ditentukan dalam pemberian izin itu. Sanksi
merupakan sarana yang sangat penting dalam penegakan hukum, sebab tidak ada gunanya
memasukkan kewajiban-kewajiban atau larangan-larangan ke dalam peraturan perundang-
undangan, apabila kaidah-kaidah tersebut tidak dapat dipaksakan oleh pemerintah dalam hal
terjadinya pelanggaran. Sanksi administratif diterapkan oleh aparatur pemerintah yang bersifat
pencegahan dan sasaran pengenaan sanksi administratif adalah perbuatan yang melanggar
ketentuan hukum yang berlaku. Sanksi administratif mempunyai fungsi instrumental dalam
mengendalikan perbuatan yang terlarang yaitu pencegahan dan penanggulangan perbuatan yang
ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang
dilanggarnya. (Sodikin,2010)

Penegakan hukum lingkungan melalui instrumen hukum perdata, dan hukum perdata
merupakan hukum privat yang berbeda dengan hukum administrasi yang merupakan hukum
publik, maka hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum
keperdataan dan akibat perbuatan atau tindakan perdata antara seorang dengan seorang lainnya
atau antara seorang dengan beberapa orang (badan hukum). Hubungan keperdataan dapat saja
setiap perbuatan atau tindakan perdata dan setiap perbuatan atau tindakan keperdataan itu dapat
saja mengakibatkan penderitaan atau kerugian pada pihak lain, maka pihak yang mengakibatkan
kerugian pada pihak lain harus dapat mengganti kerugian akibat perbuatannya itu, baik karena
perbuatan melawan hukum maupun karena wanprestasi dalam perjanjian. Akibat dari perbuatan
melawan hukum atau wanprestasi dalam perjanjian adanya kerugian, sehingga harus membayar
ganti kerugian, maka di sini fokus sanksi hukum perdata adalah tuntutan pembayaran ganti
kerugian.(Sodikin,2010)

Kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup, maka hukum perdata yang merupakan
hukum privat yang mengatur hubungan hukum dalam memenuhi kepentingan perseorangan.
Kepentingan yang dimaksud diwujudkan dalam suatu perbuatan atau tindakan hukum secara
perdata. Sebagaimana diketahui bahwa perbuatan pencemaran dan perusakan lingkungan

9
merupakan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan tercemarnya lingkungan hidup.
Pencemaran dan perusakan yang senantiasa mengancam kelestarian fungsi lingkungan hidup
yang perlu dicegah dan ditanggulangi, sehingga perlu ada usaha untuk mencegah dan
menanggulangi terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Dengan terjadinya
pencemaran dan perusakan, maka akan ada pihak yang dirugikan akibat pencemaran dan
perusakan, dan pihak yang dirugikan dapat berupa orang perorangan dan masyarakat. Terjadinya
pencemaran dan perusakan lingkungan berarti telah terjadi perselisihan sengketa secara
keperdataan dalam lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa keperdataan dalam lingkungan
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan maupun di luar pengadilan.(Sodikin,2010)

Penyelesaian sengketa keperdataan dalam lingkungan hidup dapat ditempuh melalui


pengadilan dan di luar pengadilan ini dijelaskan dalam Penjelasan Umum poin 5 alinea kedua
Undang-Undang No. 32/2009 yang menyatakan: ”... ketentuan hukum perdata meliputi
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dan di dalam pengadilan.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi gugatan perwakilan
kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat pemerintah. Melalui cara cara
tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran
seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup demi generasi masa kini dan masa depan.(Sodikin,2010)

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan,


bahwa setiap masyarakat mempunyai berbagai cara untuk memperoleh atau menyelesaikan
sengketa atau konflik lingkungan hidup yang sedang mereka hadapi. Dalam pengelolaan
lingkungan hidup sering terjadi sengketa lingkungan hidup yang merupakan masalah perdata
antara dua pihak atau lebih. Hal ini terjadi karena adanya atau diduga adanya pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal ini terjadi sengketa lingkungan hidup, sehingga
para pihak yang bersengketa dapat memilih untuk menyelesaikan sengketanya baik melalui
pengadilan maupun di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat ditempuh
dengan melalui lembaga mediasi atau arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa
(alternative dispute resolution). Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan
yaitu melalui proses pengajuan gugatan ke pengadilan menurut hukum acara perdata.
(Sodikin,2010)
B. Perliindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia

Manusia adalah bagian dari ekosistem, sehingga manusia merupakan pengelola dari
sistem ekologi tersebut. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup adalah pengaruh
sampingan dari tindakan manusia untuk mencapai suatu tujuan yang mempunyai konsekuensi
terhadap lingkungan. Selanjutnya dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 32/2009 menyebutkan bahwa:
”lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk
hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Dalam definisi tersebut
menempatkan manusia dalam posisi yang sangat sentral dan merupakan bagian yang sangat
penting dalam lingkungan itu. Manusia dengan perilakunya itulah yang akan mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.
(Sodikin,2010)

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manusia harus dapat melindungi dan mengelola
lingkungan hidup agar tetap lestari. Oleh karena itu, dalam penegakan hukum lingkungan
menurut UU No. 32/2009 ini menempatkan penegakan hukum tidak hanya dilakukan melalui
tiga instrumen hukum sebagaimana dijelaskan di atas. Akan tetapi, juga penegakan hukum dalam
arti preventif yaitu dengan sosialisasi terhadap keberadaan UU No. 32/2009 ini. Upaya preventif
ini dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan
mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan.(Sodikin,2010)

Instansi pengawasan dan perizinan dalam hal ini adalah Pemerintah baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah. Pemerintah diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan
yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dan penanggulangannya mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Hal ini tentu saja
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta transparan untuk
mewujudkan keadilan sosial yang didambakan bersama. Sebagai bentuk dalam penegakan
hukum lingkungan, maka melalui Undang-Undang No. 32/2009 ini memberikan kewenangan
yang luas kepada Menteri yang terkait sebagai aparat pemerintahan untuk melaksanakan seluruh
kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Melalui

11
Undang-Undang ini juga, pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah
daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di daerahnya masing-
masing, sehingga lingkungan tetap lestari.(Sodikin,2010)

Sebagai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka perlunya penguatan


instrumen pencegahan (preventif) pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup,
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,
perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundangundangan yang berbasis
lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup dan
instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Sodikin,2010)

Di samping itu, juga melalui UU No. 32/2009 ini juga mengatur tentang hak, kewajiban
dan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga
tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya
secara bijaksana. Perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia adalah salah satu cara yang
paling efektif untuk melindungi lingkungan hidup. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup
memiliki ketergantungan satu sama lain. Pengaturan mengenai perlindungan terhadap
lingkungan hidup dapat sekaligus melindungi hak asasi manusia, terutama yang berkaitan dengan
masalah hak untuk hidup, hak atas kesehatan, hak untuk berusaha, hak untuk berkembang, bebas
dari gangguan atas hak milik, sampai dengan pemberian hak perlindungan bagi masyarakat
pedalaman. David Hunter menyatakan bahwa human rights not only as model for the progressive
development of international environmental law, but as a potential independent tool for
protecting the environment13. Pemahaman tersebut menunjukkan bahwa dengan memahami dan
mengakui hak asasi manusia berarti juga melindungi lingkungan hidup sekaligus juga dapat
digunakan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development), hal ini
karena mengakui dan melindungi hak asasi manusia merupakan cara yang potensial untuk
melindungi lingkungan hidup.(Sodikin,2010)

Di samping adanya hak atas lingkungan yang baik dan sehat, masyarakat juga perlunya
diberi pemahaman tentang kewajiban dan peran serta dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Oleh karena itu, setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Kewajiban setiap orang ini mengandung larangan melakukan melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Selanjutnya mengenai peran
serta masyarakat, bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-
luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Pemerintah dapat
menciptakan iklim yang baik agar peran serta itu terjadi secara maksimal dan positif. Salah satu
penciptaan iklim yang baik itu dapat dilakukan dengan membuat berbagai peraturan perundang-
undangan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Adanya berbagai peraturan
perundang-undangan itu pada intinya untuk merangsang keterlibatan peran serta masyarakat
lebih besar lagi di dalam melaksanakan pembangunan.(Sodikin,2010)

13
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Perkembangan hukum lingkungan dimulai dari permasalahan pencemaran lingkungan


yang nelibatkan beberapa Negara.

2. Penerapan hokum lingkungan dalan hokum perdata mengacu pada Undang – Undang
No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

3. Perlindungan Lingkungan Hidup di Indonesia di aturdalam Undang – Undang No. 32


Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

B. SARAN

Sebaiknya Warga Negara Indonesia Lebih menghargai Hukum Lingkungan di Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Kusumantari N.N, dkk. 2016. Pen egakan Hukum Lingkungan Melalui Aspek Hukum
Perdata. Fakultas Hukum Universitas Udayana

Sodikin. 2009. Penegakan Hukum Lingkungan Menurut Undangundang Nomor 32 Tahun


2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan. Hukum Lingkungan
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta

Laode,dkk.2016 Hukum. Lingkungan Teori, Legislasi dan Studi Kasus. USAID Kemitraan
Partneship dan The Asia Foundation

15

Anda mungkin juga menyukai