Anda di halaman 1dari 10

Meninjau Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan

Hidup Akibat Limbah B3 Perusahaan Layanan Pengelolaan Limbah


di Kecamatan Cikarang Selatan

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Hukum Lingkungan

Ditulis oleh:
Helena Trinanda Karulita - 21.C1.0058
Priscilla Syelby Julieta - 21.C1.0023
Christy Anastasya Ruru - 21.C1.0102
Imam Bayu Aji - 21.C1.0060
Prawita Emilia Manik - 21.C1.0124

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmatnya
sehingga penulis boleh menyelesaikan Paper Hukum Lingkungan yang berjudul “Meninjau
Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Limbah B3 Perusahaan
Layanan Pengelolaan Limbah di Kecamatan Cikarang Selatan”
Pada kesempatan ini, penulis berusaha semaksimal mungkin mendapatkan hasil
yang baik. Seiring itu pula, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada beberapa
pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan paper ini dan juga penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Yovita Indrayati selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Lingkungan.
Penulis berharap paper ini dapat memberikan penjelasan yang menarik dan
informatif sehingga materi dalam paper dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
penilaian yang maksimal dalam mata kuliah Hukum Lingkungan.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat penulis harapkan.

Semarang,6 Mei 2022

Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan adalah hal yang paling penting bagi umat manusia, oleh karena itu
lingkungan harus dilindungi, dilestarikan dan dikelola dengan baik untuk kepentingan
seluruh umat manusia.Pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup tentunya tidak
terbatas pada masyarakat yang berkewajiban dan menjaga lingkungan sekitar, tetapi
terutama kepada pemerintah dan aparat penegak hukum yang harus berperan dalam
perlindungan, pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan. baik itu yang dilakukan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Tidak hanya itu, perihal dalam penegakan
hukum lingkungan pun menjadi hal terpenting yang harus dikedepankan.
Pemerintah dalam upayanya menjaga, melindungi dan mengelola lingkungan hidup,
dengan perjalanannya panjangnya telah melahirkan sebuah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .Hal ini dilakukan
dan dimaksudkan untuk melindungi lingkungan dari yang dilakukan oleh orang atau
sekelompok orang dengan sengaja merusak lingkungan kita, yang akan memiliki implikasi
terhadap kelangsungan hidup manusia, dilihat dari kerusakan ekosistemnya dan/atau
kerusakan iklim.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka lahirlah berbagai macam peraturan tentang
lingkungan, salah satunya adalah aturan tentang dumping limbah B3.Dumping
(pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah
dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi,waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan
tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.1 Pengaturan dumping secara jelas diatur
dalam Pasal 69 ayat huruf a, e, dan f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang berbunyi sebagai berikut :

1
Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
“Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 ”. 2
Dalam Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa unsur-unsur tindak pidana terhadap
pelaku pembuangan limbah B3 adalah unsur setiap orang, unsur melakukan, unsur limbah
dan/atau bahan, unsur ke media lingkungan hidup, unsur tanpa izin.
Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 Peraturan PemerintahNomor 18 Tahun
1989 tentang Pengelolaan Limbah B3 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1989 tentang Pengelolaan
Limbah B3 yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah B3
dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media
lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu”.3
Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1989 tentang Pengelolaan
Limbah B3 menyebutkan bahwa unsur delik terhadap pelaku dumping limbah B3 adalah
unsur setiap orang, unsur melakukan, unsur limbah B3, unsur ke media lingkungan hidup,
unsur tanpa pengolahan.
Jika unsur-unsur ini terpenuhi, maka sangat jelas berdasarkan hukum telah terjadi
tindak pidana lingkungan yaitu pembuangan limbah B3 ke media lingkungan
hidup.Tanggung jawab pidana atas perusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dalam hal
ini pelaku pembuangan pembuangan limbah B3 dibebankan kepada pada orang yang
melakukan tindak pidana tersebut. Apabila industri yang melakukan tindakan pidana ini
maka yang bertanggung jawab adalah direksi atau pengurus lainnya. Pada kenyataannya
masih ada pelaku pembuangan limbah B3 yang melakukan praktik ini, baik yang dilakukan
oleh perorangan maupun oleh perusahaan

2
Pasal 69 ayat huruf a, e, dan f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1989 tentang Pengolahan Limbah B3 jo.Peraturan
Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas PP No.18 Tahun 1989 tentang Pengelolaan
Limbah B3.
Kenyataan kerusakan lingkungan yang terlihat sekarang tentunya sangat
mengkhawatirkan khususnya di khususnya di wilayah Cikarang Selatan, hal itu terbukti
dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung
jawab, seperti halnya pembuangan limbah B3 pada media lingkungan oleh perusahaan
pengelola limbah.Pelaku terbukti melakukan tiga pelanggaran terhadap pemanfaatan izin
perusahaan.Pertama, melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 tanpa izin, kemudian
melakukan penyimpanan di area yang tidak memiliki izin.Lalu, pelanggaran ketiga
melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan tanpa izin.
Kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan tentu saja harus mendapat perhatian
lebih dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta kepolisian untuk mengambil
tindakan tegas terhadap para pelaku pelanggaran pembuangan limbah B3. Tindakan
tersebut dapat berupa sanksi baik melalui penegakan hukum administrasi, hukum perdata
dan hukum pidana. Dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk membawa
permasalahan ini ke dalam paper ini dengan judul “Meninjau Penegakan Hukum Terhadap
Pencemaran Lingkungan Hidup Akibat Limbah B3 Perusahaan Layanan Pengelolaan
Limbah di Kecamatan Cikarang Selatan.”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan fakta di lapangan dan fakta hukum mengenai pelaku pembuangan
limbah B3 yang telah dijelaskan dan dipaparkan dalam latar belakang, maka masalah dapat
dirumuskan dalam bentuk identifikasi masalah sebagai berikut :

C. Tinjauan Pustaka
PEMBAHASAN

Cemari Lingkungan, Pengusaha Limbah di Bekasi Kena Denda

KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menangkap Direktur Utama PT NTS
berinsial NS, setelah perusahaan yang bergerak dalam jasa pengolah limbah B3 itu melanggar
peraturan. Kini, berkas perkara NS telah diserahkan ke Kejaksaan Agung RI dan ia mendekam
di Rumah Tahanan Cipinang. Taufik menjelaskan terdakwa Nelson Siagian merupakan Direktur
Utama PT Nirmala Tipar Sesama (NTS), perusahaan layanan pengelolaan limbah di Jalan
Kalimalang, Kampung Pasir Konci, Desa Pasir Sari, Kecamatan Cikarang Selatan.

Taufik menjelaskan, kasus pencemaran lingkungan ini awalnya ditangani Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup setelah mengungkap temuan pembuangan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak sesuai ketentuan.

Kementerian Lingkungan Hidup, kata dia, kemudian melakukan pratuntutan melalui Kejaksaan
Agung RI atas dugaan pelanggaran terhadap pasal 104 Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Pengusaha limbah di Kabupaten Bekasi harus membayar denda sebesar Rp150 juta lantaran
terbukti melakukan pencemaran lingkungan dengan limbah B3 dan tertangkap basah oleh
penyidik Kementerian Lingkungan Hidup. Selain didenda, pengusaha bernama Nelson Siagian
juga sempat mendapatkan hukuman kurungan.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi Muhammad Taufik Akbar
mengatakan, telah menerima pembayaran uang denda sebesar Rp150 juta dari terdakwa kasus
pencemaran lingkungan hidup atas nama Nelson Siagian. ”Terdakwa divonis percobaan satu
tahun dan apabila denda tidak dibayar maka hukuman menjadi kurungan satu tahun,” ujarnya.
Dan kenakan PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun .

Kasus pencemaran ini awalnya ditangani PPNS Kementerian Lingkungan Hidup setelah
mengungkap temuan pembuangan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak
sesuai ketentuan. Kementerian Lingkungan Hidup melakukan pra tuntutan melalui Kejaksaan
Agung atas dugaan pelanggaran terhadap pasal 104 Undang-Undang Lingkungan Hidup.
”Karena lokasi perusahaan terdakwa ada di sini maka kasus selanjutnya dilimpahkan ke kami
untuk disidangkan,” katanya.

Sebelum dilimpahkan ke Kejari Kabupaten Bekasi, terdakwa sempat ditahan pada awal tahun
lalu. PT NTS yang dipimpinnya terbukti melakukan tiga pelanggaran terhadap pemanfaatan izin
perusahaan.
Pertama, melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 tanpa izin, kemudian melakukan
penyimpanan di area yang tidak memiliki izin.PT NTS juga melakukan pengelolaan limbah B3
berupa minyak pelumas bekas tanpa izin oleh karena itu, kasus ini merupakan tindak lanjut
pengawasan pejabat pengawasan lingkungan hidup ( PPLH) KLHK Dan kenakan PP No. 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Lalu, pelanggaran ketiga melakukan pembuangan limbah ke media lingkungan tanpa izin.
Perusahaan terdakwa membuang (dumping) limbah B3 sludge minyak, minyak kotor, bottom
ash, hingga minyak pelumas bekas yang berdampak pada kontaminasi tanah dari logam berat
seperti arsen, barium, chrom hexavalen, tembaga, timbal, merkuri, seng, serta nikel. Dikenakan
PP No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun .

Terdakwa pada Juli 2020 lalu juga sempat mengajukan gugatan praperadilan, namun ditolak
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan dalil-dalil terdakwa tidak beralasan.

Menurut Taufik, kejahatan pencemaran limbah B3 yang dilakukan terdakwa merupakan


kejahatan sangat serius sebab berpotensi membahayakan kesehatan lingkungan dan
Masyarakat setempat. "Kasus seperti ini menjadi atensi khusus kami, ini merupakan kejahatan
yang sangat serius karena merusak lingkungan dan kesehatan masyarakat dalam jangka
panjang," katanya.

NS harus dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera, kasus ini harus menjadi perhatian bagi
perusahaan jasa pengolah limbah lainnya," tuturnya.

Rasio menambahkan, pengawas dan penyidik KLHK sedang mendalami kepatuhan beberapa
perusahaan jasa pengolah limbah B3. Ia juga mengingatkan perusahaan tidak mengorbankan
lingkungan dan kesehatan masyarakat demi mendapatkan keuntungan sepihak dengan
membiarkan limbah B3.

"Ancaman hukumnya sangat berat. Kasus NS ini harus menjadi pelajaran bagi perusahaan jasa
pengelola limbah dan pasti kami tindak tegas pelaku kejahatan terkait limbah B3 seperti ini,"
pungkasnya.

NS diduga melanggar Pasal 98 ayat (1), Pasal 102 dan Pasal 104 UU nomor 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Atas perbuatannya, NS diancam
pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Saat ini, tersangka NS ditahan di Rutan Cipinang dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Yazid
mengatakan, berkas perkara telah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai