Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENCEMARAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)

Disusun Oleh:
Rivaldo J.L Totononu
22815009

PASCASARJANA
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2023
A. PENDAHULUAN

Pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya pada pembangunan


gedung perkantoran, perumahan atau kawasan industri namun di dalam industri
atau pelaku kegiatan usaha harus memiliki konsep wawasan lingkungan salah satu
contohnya adalah pengelolaan hasil kegiatan usaha atau yang dikenal dengan
limbah. Limbah hasil industri dapat berbahaya terhadap lingkungan apabila tidak
dilakukan pengolahan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Di beberapa industri bahan beracun berbahaya merupakan
salah satu bahan utama dalam proses produksi, tidak dapat dipungkiri bahwa
ketersediaan bahan beracun berbahaya di dalam negeri merupakan hal yang
amat penting dan bahkan mutlak. Oleh karena itu, pelaku pembuangan limbah
bahan berbahaya dan beracun yang tidak sesuai dengan Undang-Undang harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kegiatan produksi di setiap industri
yang makin meningkat, mengandung risiko makin meningkatnya pencemaran dan
perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
untuk selanjutnya di sebut B3, sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang
menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah
harus menanggung biaya pemulihannya. Oleh karena itu, lingkungan hidup harus
dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi dan
seimbang untuk menunjang pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup
bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa depan.

Menyadari hal tersebut, limbah B3 harus dikelola dengan baik. Makin


meningkatnya kegiatan industri, menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan
tersebut terhadap lingkungan hidup. keadaan ini mendorong makin
diperlukannya upaya pengendalian dampaknya, sehingga risiko terhadap
lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin. Upaya mengendalikan dampak
terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan terhadap ditaatinya
ketentuan peraturan perundangundangan yang mengatur segi-segi lingkungan
hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan
untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap izin yang
diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus
dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
tersebut. Dalam upayanya menjaga, melindungi serta mengelola lingkungan
hidup, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Pasal 6 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, menyebutkan bahwa Kepolisian
mempunyai peran aktif selaku penyidik dalam proses penyelesaian tindak pidana
lingkungan hidup. Walaupun asas subsidiaritas, penyelesaian pidana ditempatkan
pada posisi apabila sanksi bidang lain tidak berjalan serta kesalahan pelaku relatif
besar dan atau akibat perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat.
Kepolisian sebagai aparat penegak hukum yang diberikan wewenang melakukan
penyelidikan dan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan harus
mampu memahami berbagai permasalahan yang terkandung dalam UU PPLH,
Dan, sebelum melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap
perkara menyangkut perusakan atau pencemaran lingkungan hidup.

B. PEMBAHASAN

Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan Lingkungan Hidup


diantaranya terdapat dalam Pasal 11-17 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982.
Dalam Pasal tersebut penulis memahami bahwa bertapa pentingnya menjaga
lingkungan dari hal-hal yang merusak, mencemari bahkan sampai pada bahaya
bahan beracun (B3) terhadap sumber daya alam baik hayati maupun non hayati.
Hal tersebut selain pengaturan lingkungan itu sendiri juga perlunya instrument
atau ketentuan-ketentuan lain berupa ketentuan konservasi sumber daya alam
sesuai Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984, ketentuan perlindungan
sumber daya buatan ditetapkan dengan Undang- Undang (Pasal 13). Dari
ketentuan-ketentuan yang diutarakan/dikemukaknan di atas juga terkait dengan
baku mutu lingkungan (BML). Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan anlisisa, mengenai
dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan tentang pencegahan dan penanggulangan perusahan dan pencemaran
lingkunganhidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan
atau secara sektoral ditetapkan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Pemerintah memiliki peran dalam mempromosikan tata pemerintahan yang baik ,
Dalam hal tersebut di atashubungannya dengan hukum perlindungan atas sumber
daya alam nonhayati yang melipiuti hukum perlindungan atas tanah, dalam rangka
pelestarian sumber daya manusia, tanah dan air kaitannya dengan pelaksanaan
Pasal 15 Undang- Undang Pokok Agraria, hukum perlindungan atas air, karena air
beserta sumber- sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya seperti yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 dan 4. Pasal tersebut
dapat dipahami memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengelola serta
mengembangkan manfaatan air dan atau sumber sumber air agar tidak tercenmar.
Menyusun dan mengatur perencanaan teknis pengaturan, menentukan dan
mengatur perbuatan-perbuatan orang dan badan hukum dalam persoalan air dan
atau sumber- sumber air, menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat Adat
setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.

Pengeloaan limbah di tetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19


Tahun 1994 Yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1995
dan diperbaharui kembali dengan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No.
74 Tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B-
3.Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
limbah B-3 adalah suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun yang karena sifat dan konsentrasinya dalam jumlahnya
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau
merusak lingkungna hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.Tujuan pengelolaan
limbah B-3 adalah untuk mencegah, menanggulani pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup yang diakibtaknya oleh limbah B-3 serta pemulihan kualitas
lingkungan yang sudah tercemar sehingga tidak sesuai fungsinya kembali. Sesuai
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, Peraturan lainnya yang terkait dan
analisa sementara bahwa mayoritas industri dan kerajinan masyarakat lainnya
belum (tidak) menyadari bahwa limbah tersebut dalam kategori limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3), sehingga pihak industri dan atau kegiatan lainnya
oleh masyarakat akhirnya di buang begitu saja kesistem perairan dan atau tempat
lainnya di wilayah darat tanpa adanya proses pengelolaan, yang pada prinsipnya
pengelolaan penangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) begitu juga
ditimbun, dibakar atau dibuang kelingkungan, karena mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang dapat membahayakan manusia dan mahluk
lainnya, limbah bahan berbahaya dan bercun yang umumnya diterapkan oleh
hukum. Beberapa metode penanganan bahan beracun (B3) antara lain :

1. Metode pengelolahan secara kimua, fisika, dan biologi


2. Metode pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun
3. Sumur dalam/sumur injeksi (deep well inkjection).

Kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecah lapisan


batuan akibat gempa dan lain-lain sehingga limbah merembes kelapisan tanah,
dan semua secara umum terjadi terhadap pengelolahan limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) dan ini dilakukan pengawasannya oleh pemerintah dalam hal ini
instansi yang terkait dengan lingkungan hidup, pemerintah dan masyarakat untuk
upaya mengurangi tersebarnya bahan berbahaya dan beracun (B3).

C. KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
Upaya pengelolaan pencemaran bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah
perairan perbatasan khususnya di Kepulauan Riau harus dilakukan secara
sistematis, terpadu, melibatkan instansi yang terkait (pemangku kepentingan) dan
masyarakat, agar wilayah perairan tersebut dapat mengurangi pencemaran dari
bahan berbahaya dan beracun (B3) dan menjadikan lingkungan ini berfungsi
dengan baik, terutama memberi manfaat bagi masyarakat dan nelayan yang
khususnya yang berdomisili diwilayah tersebut yang mana sebahagian
pencahariannya ada dilaut. Hambatan pencemaran limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) di wilayah perairan perbatasan Negara di Kepulauan Riau antara lain
adalah letak geografisnya (laut) lebih luas dibanding daratannya, dimana wilayah
lalulintas kapal termasuk kapal asing yang segaja atau tidak sengaja menyebabkan
kegiatannya terjadi pencemaran bahan berbahaya dan bercun (B3) begitu juga
kegiatan nelayan termasuk nelayan asing yang melakukan penangkapan ikan
secara melawan hukum, dan masih adanya ditemukan perusahaan termasuk
perusahaan asing yang belum sepenuhnya mengikuti tata aturan lingkungan hidup.

2. SARAN

Diharapkan para penegak hukum yang terkait, disarankan rutin melakukan


penjagaan dan pengawasanwilayah perairan secara efektif ditambah keikut sertaan
masyarakat menjaga keindahan laut agar tidak tercemar bahan berbahaya dan
beracun (B3) yang dapat merusak lingkungan hidup itu sendiri danmakhluk hidup
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai