Anda di halaman 1dari 24

C.

Pencemaran lingkungan hidup kota ternate


Saat ini lingkungan kota ternate sangat di cemari oleh sampat-sampah organik yang di
buang bukan pada tempatnya terutama di terminal, karna banyak yang tak terurus, dan
bahkan di malam hari ada banyak pedagang kaki lima yang berdagang di samping terminal
dstu banyak tercemar dengan sampah-sampah para pedagang yang tidak bertangung jawap
atas lingkungan yang suda mereka kotori/cemari dengan sampah dagangan mereka, tanpa
mempedulikan kesehatan para penduduk yang tingal di tempat sekitar terminal.Lingkungan
hidup ini terdiri dari berbagai macam komponen ada beberapa kompnen terdiri dari
komponen abiotik dan komponen biotik.
Seperti Komponen-komponen sudah di jelaskan di atas ada beberapa komponen tersebut.
Sekarang ini sudah banyak masalah pencemaran lingkungan yang sudah terjadi sekarng ini,
untuk saya hanya sedikit memberikan gambaran mengenai pencemaran lingkungan hidup
yang terjadi sekarang ini.
Berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alami, sehingga
mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu kita berdasarkan data-data dari masyarakat
banyak hal yang perlu di tangani karna lingkungan sekitar kita suda tidak layak di tempati,
karna banyak sampah di sekeliling kota yang sangat bauh, ini lah keluhan-keluhan dari
masarakat, bbagaiman kita dapat menangulangi kasus tersebut karena kita dapat mengambil
banak pelajaran dari kasus-kasus seperti ini.

Masuknya bahan pencemar atau polutan kedalam lingkungan tertentuyang keberadaannya
mengganggu kestabilan lingkungan.

Oleh karena itu kita harus melestarikan linkungan hidup di sekitar kita, jangan hanya
membiarkan lingkungan kita tercemar oleh sampah-sampah organik yang bisa mengundang
penyakit yang berbahaya.

Pelestarian lingkungan hiup
Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha/dan atau kegiatan dilarang
melangar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Setiap rencana usaha
dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar penting terhadap
lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lignkungan hidup. Setiap
penannggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil
usaha dan/atau kegiatan[5]. Setiap pengelolaan hasil limba sampah tersebut dapat
memanfaatkan keuntungan bagi pengusaha.

Amdal (PP No 27 Tahun 1999)

Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan linngkungan hidup
sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya supaya bijak sana dalam
pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejatraan dan mutu hidup, perlu di
jaga keserasian antara berbagai usaha dan/atau kegiatan. Oleh sebab itu, setiap usaha dan/atau
kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu di
analisis sejak awal perencanaan nya sehingga langka pengadilan dampak negatif dan
pengembangan dampak positif dapat di persiapkan sedini mungkin. Analisi mengenai
dampak lingkungan hidup di perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
pelaksanaan rencana usaha dan atau kegiatan yang mempunyai dampak besar yang penting
terhadap lingkungan hidup.
Pengertian analisis dampak lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang di rencanakan pada lingkungan hidup
yang di perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.[6] Apakah yang di maksud dengan dampak besar dan penting itu ? dampak besar
dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasr yang di akibatkan oleh
suatu usaha dan/atau kegiatan sedangkan yang di maksud dengan analisis dampak lingkungan
(Andal) adalah telah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu
rencanausaha dan/atau kegiatan.

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin
meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk
oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang
menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup

akan
menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung
biaya pemulihannya.[1]
Terpeliharanya kualitas fungsi lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung
jawab, keterbukaan, dan peran serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan
berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi
masa mendatang.
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus
dikelola dengan baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik-
pabrik atau indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap
lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian
dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan
terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi
lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan
untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang diterbitkan,
harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan
oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut.
Pengaturan tentang limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya
Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.
Selanjutnya diterbitkan keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi
Basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran
lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia.
Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3,
pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah
Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999.
Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan limbah
B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh
limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah
B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan
tersebut.
Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan pelaku
kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang dilakukan PT. Marimas di Semarang diduga
dikarenakan oleh faktor penataan dan penegakan hukum lingkungan khususnya yang
terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Maka kami akan mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas
penataan dan penegakan hukum lingkungan pereturan perundang-undangan di bidang
pengelolaan limbah B3 di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT. Marimas melanggar ketentuan dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup ?
2. Bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. Marimas sesuai dengan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pelanggaran yang dilakukan PT Marimas terhadap ketentuan dalam UU No. 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun
disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau
tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi lingkungan
hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka serangkain kegiatan
penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan.
Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan,
sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum.
Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli bagaimana
pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan).
Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyrakat.sebaliknya masyarakat
menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum
lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan
dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk
kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya
peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam
penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik
dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan
menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur
kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian
secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.[2]
Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka penanganan
sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan
merupakan bagian dari siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan (policy
planning) tentang lingkungan. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencakup
penataan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum
administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana.
Sebelum kita membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih
dahulu kita harus megtahui definisi dari lingkungan hidup sendiri menurut Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[3]
Selanjutnya kita akan membahas definsi dari pencemaran. Menurut Undang-Undang
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan
hidup yang telah ditetapkan.[4]
Makna dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran
lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di
Semarang.[5] Menurut warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar
pabrik selamat 2 sampai 3 tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran
pembuangan limbah jebol, yang mana mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari
pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari lingkungan, kini warga kesulitan untuk
mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur. Pencemaran tersebut
telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:[6]
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup;
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi,
atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan
dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus
melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh
limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009,
setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan
lingkungan hidup yang dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada
masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang
mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan
tahapan:[7]
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah
yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009
mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:[8]
a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Penegakan Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas
Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat penting
bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan,
berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu
terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air
bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya[9] entah dimulai darimana
dan dimana ujungnya, tak seorangpun mengetahuinya.
Sekali siklus air tersebut terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan berfungsi
sebagaimana diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal
lainnya yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri yang
dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan terjadi pencemaran
lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa Pencemaran
Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar
maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT.
Marimas yang dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan
hidup, apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan
menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan. Oleh
karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT.
Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan
kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang
hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata.[10] Berikut adalah sarana penegakan hukum:
1. Administratif[11]
Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan
perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang
menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan
(RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta
pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan
manfaat konsep Pollution Prevention Pays dalam proses produksinya.
Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang-
undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara
langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian
perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada
perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis
sarana penegakkan hukum administrasi adalah :
a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa;
b. Uang paksa;
c. Penutupan tempat usaha;
d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan;
e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.
2. Kepidanaan[12]
Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan
bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran
lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah
sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan
kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara
kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat
sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah
sanksi administratif dan perdata diterapkan.
3. Keperdataan[13]
Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi
yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk
memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya,
penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau
pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan
beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan
terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan
dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan
biaya pemulihan lingkungan.
Menurut kami, penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap
pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan hukum keperdataan mengingat
sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah di lingkungan masyarakat.
Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk
digunakan sebagai pemulihan lingkungan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih
belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh PT.
Marimas di Semarang yang mengakibatkan tercemarnya air yang berada di lingkungan
sekitar pabrik yang menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang
sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada banyak sekali langkah
penegakan hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan
dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi
yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri seperti kepastian,
kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan pada masyarakat.

2. Saran
Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa
penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi
lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak terbesar
dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika tidak
dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita dan
pengusaha atau pemilik panrik tersebut tidak mengalami dampaknya.









DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan
Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011
Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988

Daftar Undang-Undang
Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)

Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3

Keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989

Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.

Daftar Internet
www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik
minuman), diakses tanggal 29 April 2014



[1]Lihat, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
[2] Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm.
134-135.
[3] Lihat, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[4] Lihat, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkunagan Hidup.

[5] www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman),
diakses tanggal 29 April 2014
[6] Lihat, pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunagan Hidup.

[7] Lihat, pasal 54 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunagan Hidup.

[8] Lihat, Pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunagan Hidup.

[9] Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup,
Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 37.
- See more at: http://widhiyuliawan.blogspot.com/2014/05/makalah-hukum-lingkungan-analisis-
kasus.html#sthash.RpNav3Fk.dpuf


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia sebagai subyek dari pengelola dan pelindung lingkungan pastilah memiliki
kewajiban untuk menjaga serta melindungi lingkungan hidup atau alam sekitarnya. Hal ini
bukanlah tanpa tujuan tetapi dilakukan agar manusia dan pada umumnya mahluk hidup
lainnya itu bisa hidup dengan baik dan layak sehingga bisa mempertahankan hidupnya.
Selain itu pula dengan terjaganya lingkungan hidup maka dengan sendirinya peradaban
manusia juga bisa tetap eksis sampai kapanpun juga. Badan usaha juga memiliki kewajiban
untuk menjaga lingkungan dari keusakan dan ketidakseimbangan melalui apa yang disebut
dengan corporate social responsibility seperti bagaimana cara pengolahan limbah yang baik
serta pembuangannya jangan sampai menyebakan kerusakan pada lingkungan
Tetapi kadangkala apa yang menjadi kewajiban justru dilanggar oleh manusia atau
badan usaha. Seringnya terjadi kerusakan lingkungan merupakan suatu potret betapa
lemahnya dan suramnya tanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang seharusnya dijaga
dan diayomi kelestarianya. Hal inilah yang ternyata dilakukan oleh sebuah badan usaha
berbentuk PT dengan nama PT Surabaya Kertas Tbk yang berkedudukan di Surabaya1.
Badan usaha ini membuang hasil limbahnya ke kali Surabaya sehingga menyebabkan kali
Surabaya telah terkontaminasi logam berat jenis Hg dan Cu dan untuk Hg ternyata telah
melampaui ambang batas yang telah ditentukan oleh gubernur Jatim. Padahal seperti yang
diketahui bahwa kali Surabaya itu airnya merupakan bahan baku air bersih bagi 3.000.000
warga kota Surabaya.
Selama dua tahun ini PT Surabaya Kertas Tbk telah membuang limbahnya ke kali
Surabaya. Hal ini tentu saja menyebabkan keresahan bagi para petani yang juga
menggunakan air sungai ini untuk kegiatan pertanian di kecamatan Drinorejo. Dan hal yang
paling membahayakan adalah ancaman kesehatan bagi warga pengkonsumsi air minum yang

1 http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364
berasal dari air sungai ini. Menurut laporan neraca kualitas lingkungan daerah menyatakan
bahwa iar sungai kali Surabaya mengandung logam-logam berbahaya seperti mercury atau ai
raksa (Hg), cuprum atau tembaga ( Cu ), chromium atau crom ( Cr ), plumbum atau timah
hitam ( Pb ), Zeng atau seng ( zn ) dan nikle ( ni )2.
Padahal saat ini kontaminasi logam Hg di beberapa titik dikarang pilang dan kedurus
mencapai angka 0,0080. untuk Hg menurut SK gub Jatim batas maksimal hanyalah
0,0001mg/L. dengan hadirnya PT Surabaya Kertas Tbk, maka akan semakin meramaikan dan
malah meningkatkan nilai pencemaran logam Hg yang badan usaha ini buang pada dua
sungai yaitu kali Surabaya dan kali Tengah3.
Hal inilah yang membuat penulis tertarik ingin mengangkatnya sebagai sebagai
makalah dan membahasnya dari segi hukumnya sehingga sedikit banyak mampu memberikan
masukan dan penyelesaian masalah lingkungan hidup yaitu pencemaran yang menimpa Kali
Surabaya dan Kali Tengah yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas ini.

1.2 Rumusan Masalah
Mencermati latar belakang permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah PT Surabaya Kertas sesuai fakta berita diatas terbukti melakukan pencemaran
lingkungan ?
2. Bagaimanakah bentuk sanksi secara hukum bagi PT Surabaya Kertas ?
3. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah dalam hal ini pemerintah propinsi Surabaya
dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan oleh PT Surabaya Kertas?

BAB II
PEMBAHASAN


2 ibid
3 ibid
2.1 PT Surabaya Kertas Sesuai Fakta Berita Terbukti Melakukan Pencemaran
Lingkungan
Istilah lingkungan hidup yang dipergunakan dalam makalah ini merupakan
terjemahan dari istilah Environment dalam bahasa Inggris atau I evironement dalam
bahasa Perancis, Umwelt dalam bahasa Jerman, mil lieu dalam bahasa Belanda, Alam
Sekitar dalam bahasa Malaysia, kapaligiran dalam bahasa Tagalog, atau Sin-vat-lom
dalam bahasa Thai4.

Ada beberapa pengertian lingkungan menurut para ahli, antara lain5 :

a. Michael Allaby :
Environment :
1. The physical, chemical and biotic condition surronding and organism.
2. Intern, the interculaluir fluit which bathes body cell intertebrates esp. The
composition of this medium is maintend constant.

b. Seminar segi segi hukum pengelolaan lingkungan hidup.
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk manusia dan tingkah
lakunya yang ada dalam ruang yang kita tempati yang memperngaruhi kelangsungan
kehidupan serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya

c. Prof. Emil Salim
Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang
hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini
bisa sangat luas, namun untuk praktisnya kita batasi ruang lingkungan dengan faktor-
faktor yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor
ekonomi, faktor sosial dan lain.

d. Prof. St. Munadjat Danusaputra, SH.

4 Abdurrahman,Pengantar hukum lingkungan Indonesia. Alumni, Bandung.1986, hal 6
5 Ibid. hal 7
Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan
tingkat perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan
mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusa, dan jasad hidup
lainnya

e. Prof. Otto Soemarwoto
Lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita
tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis ruang itu tidak terbatas
jumlahnya, oleh karena misalnya matahari dan bintang termasuk di dalamnya. Namun
secara praktis kita selalu memberi batas pada ruang lingkungan itu, menurut
kebutuhan kita batas itu dapat ditentukan oleh faktor alam seperti jurang, sungai, atau
laut, faktor ekonomi, faktor politik, atau faktor lain. Tingkah laku manusia juga
merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus diartikan
secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan
ekonomi, sosial dan budaya

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, pengertian Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan
kesejahteraan manusia, serta makhluk hidup lain6.

Istilah pencemaran mulai digunakan di Indonesia pertama kalinya untuk
menerjemahkan istilah asing pollution pada seminar biologi II di Ciawi, Bogor tahun1970.
Sejak itu mulailah istilah ini menyebar dan merata dalam bahasa Indonesia, baik dalam
penggunaan di mass media atau dipergunakan di lembaga-lembaga resmi serta didalam
Rencana Pembangunan Nasional (REPELITA II) dan seterusnya.7

Sementara itu menurut pengertian dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009,
pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

6 Undang undang Republik Indonesia nomor 32 tahu 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup pasal 1 ayat 1
7 Soedjono dirdjosisworo,Upaya teknologi dan penegakan hukum menghadapi pencemaran lingkungan akibat
industry,citra aditya, Bandung. Hal 7
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan8. Selanjutnya pengertia
limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu sisa hasil usaha dan/atau
kegiatan9. Sementara itu pengertian bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya oleh
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 disingkat dengan B3 adalah zat, ebergi, dan/atau
komponen lain yang karna sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain10

Sesuai dengan pengertian pencemaran lingkungan hidup, pembuangan limbah yang
dilakukan oleh PT Surabaya Kertas ke dalam Kali Surabaya dan Kali Tengah merupakan
kegiatan yang mencemari lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari limbah yang dibuang adalah
logam berat yang berjenis Hg (raksa) dan Cu (tembaga)11. Kedua logam berat tersebut sangat
membahayakan apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Masyarakat yang berada di sekitar
Kali Surabaya memanfaatkan kedua sungai tersebut sebagai bahan baku bagi Perusahaan
Daerah Air Minum Surabaya, namun walaupun sudah dioleh oleh PDAM, air yang dihasilkan
tetap mengandung logam berat, mungkin karena sistem pengolahan PDAM yang kurang baik
dalam menetralisir air atau memang bahan baku dari kali di Surabaya sangat buruk. Selain
itu, para petani meresahkan hal tersebut karena limbah dari PT Surabaya Kertas telah
mencemari saluran irigasi lahan pertanian di sekitar Kali Tengah12.
Kerugian lainnya adalah limbah bubur kertas encer menimbulkan perubahan warna air
sepanjang radius 100 m Kali Surabaya. Selain itu karakteristik limbah pabrik kertas yaitu
berwarna kehitaman atau abu-abu keruh, bau yang khas yang mengakibatkan terganggunya
udara di masyarakat sekitar pabrik Kertas Surabaya kandungan padatan terlarut dan padatan
tersuspensi yang tinggi, COD yang tinggi dan tahan terhadap oksidasi biologis. Bukti yang
lainnya yaitu kesehatan pengomsumsi air yang bersumber dari Kali Surabaya menjadi
terancam karena lingkungannya sudah tercemar oleh logam logam berbahaya seperti

8 Undang undang Republik Indonesia nomor 32 tahu 2009 pasal 1 ayat 14

9 Ibid. pasal 1 ayat 20
10 Ibid. pasal 21
11 http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364
12 ibid
Mercury/ air raksa (Hg), Cuprum/ tembaga (Cu), Cromium/ Crom (Cr), Plumbum/timah
hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni). Saat kontaminasi logam Hg dibeberapa tempat
mencapai angka 0,0080, padahal angka yang ditentukan sesuai dengan SK Gub Jatim 413/87
yaitu sebesar 0,001 mg/L, selain itu juga Pabrik kertas juga menghasilkan limbah beracun
seperti :

a. Limbah korosif dari penggunaan asam dan basa kuat dalam proses pembuburan
kertas.
b. Limbah pewarna dan tinta yang mengandung logam berat, warna air limbah yang
hitam tidak mudah terurai secara alami sehingga meninggalkan warna yang persisten
pada badan air penerima dan akan menghambat fotosintesis dan pembersihan alami
Self Purification di sepanjang aliran kali Surabaya dan kali tengah

Bahan kimia dalam air limbah pabrik kertas seperti sulfite, fenol, klorin, metal
merkaptan sangat membahayakan kehidupan biota perairan, dapat mengendap ke dasar
perairan dan mengganggu keseimbangan dan kelestarian kehidupan perairan. Tingginya
kebutuhan oksigen untuk menguraikan limbah pabrik kertas akan menurunkan kadar oksigen
terlarut (DO) dalam air dan dapat menyebabkan kondisi anoksik di perairan sehingga tidak
dapat dihuni lagi oleh biota alami di Kali Surabaya dan Kali Tengah.

Industri kertas juga membutuhkan air dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dapat
mengancam keseimbangan air pada lingkungan sekitarnya karena akan mengurangi jumlah
air yang diperlukan makhluk perairan sungai dan mengubah suhu air. Limbah pabrik kertas
dapat menyebabkan kelainan reproduktif pada plankton dan invertebrate yang menjadi
makanan ikan serta kerang-kerangan.

Sludge pabrik kertas yang dibuang ke Kali Surabaya dan Kali Tengah menimbulkan
pendangkalan sungai dan membunuh tumbuhan air di tepi sungai karena tumbuhan tersebut
tertutupi oleh lapisan bubur kertas13. Limbah sludge tersebut mestinya tidak dibuang ke
sungai bersama air limbah tetapi diendapkan dan dikeringkan untuk kemudian dibuang secara
sanitary land fill atau dibakar agar tidak mencemari air tanah, air dan udara.


13 ibid
Berdasarkan dari data dan fakta diatas, PT Surabaya Kertas (Suker) terbukti telah
mencemari lingkungan di kali Tengah dan kali Surabaya dimana kedua kali tersebut telah
tercemar oleh Mercury/ air raksa (Hg), Cuprum/ tembaga (Cu), Cromium/ Crom (Cr),
Plumbum/timah hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni), dan juga telah mencemari bahan
baku air bagi PDAM Surabaya yang dikonsimusi bagi 3.000.000 penduduk Surabaya.

2.2 Bentuk Penerapan Sanksi bagi PT Surabaya Kertas
Terkait dengan sanksi yang dapat diterapkan dalam kasus pencemaran lingkungan
yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 telah
memberikan solusinnya , berikut adalah uraian secara singkat tentang penerapan sanksi bagi
perseorangan atau badan hukum yang telah melakukan pencemaran lingkungan menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
Ada 3 jenis sanksi yang dapat diterapkan pada badan hokum yang telah terbukti
melakukan pencemaran lingkungan. Sanksi tersebut adalah sanksi administrasi, sanksi pidana
dan sanksi ganti rugi yang terdapat dalam ranah hukum perdata.
Pada pasal 76 sampai dengan pasal 83 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
dijelaskan tentang sanksi Administratif yang dapat diterapkan terhadap PT Surabaya Kertas .
Berikut adalah penjelasan yang lebih mendalam terkait penerapan sanksi administratif bagi
PT Surabaya Kertas.
Bentuk- bentuk sanksi administratif itu dapat berbentuk :
1. Teguran tertulis
2. Paksaan pemerintah
3. Pembekuan izin lingkungan
4. Pencabutan izin lingkungan14
Pada pasal 78 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sanksi administrative sebagaimana
dimaksud dalam pasal 76 tidak membebaskan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan dari

14 Undang-undang no 32 tahun 2009 pasal 76 sampai 83
tanggungjawab pemulihan dan pidana. Dari pasal tersebut badan hukum itu selain dapat
dijerat oleh sanksi administrative dapat pula dijerat dengan sanksi pidana.15
Pada pasal 80 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 telah dijelaskan bentuk-bentuk
paksaan pemerintah yang dapat dijatuhkan kepada badan hukum terkait dengan kegiatan
usaha yang menimbulkan pencemaran lingkungan. Bentuk-bentuk paksaan pemerintah adalah
sebagai berikut :
a. Penghentian sementara kegiatan produksi
b. Pemindahan sarana produksi
c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi
d. Pembongkaran
e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran
f. Penghentian sementara seluruh kegiatan
g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup16
Pada pasal 81 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 setiap penanggungjawab usaha
yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan
pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Hukum pidana yang dikandung oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dapat
dicatat telah mengalami kemajuan yang sangat berarti, jauh lebih berkembang dari lingkup
jangkauan yang dimiliki KUHP, UUPLH 1982, dan UUPLH 1997. Prinsip-prinsip hukum
pidana yang terkandung dalam hukum lingkungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 sebagai berikut :
1. Prinsip pemidanaan secara delik formal maupun materiil
2. Prinsip pemidanaan terhadap idividu
3. Prinsip pemidanaan terhadap korporasi
4. Prinsip pembedaan atas perbuatan kesengajaan dengan kelalaian
5. Prinsip penyidikan dengan tenaga khusus di bidang lingkungan
6. Prinsip pengenaan sanksi pidana secara khusus17

15 ibid
16 ibid
Pola penegakan hukum lingkungan meliputi beberapa proses dan setiap proses akan tetap
mengacu pada ketentuan-ketantuan hukum baik dalam pidana formil maupun materiil.
Seperti diketahui penegakan hukum lingkungan dapat dibagi ke tiga tahapan pokok, yakni :
a. Tindakan pre-emptive
adalah tindakan antisipasi yang bersifat mendeteksi secara lebih awal berbagai faktor
korelasi, kriminogen, yakini faktor-faktor yang memungkinkan kerusakan atau
pencemaran lingkungan. Dengan deteksi atas faktor kriminogen ini dapat dilakukan
pencegahan dan tidak terjadi ancaman faktual terhadap lingkungan.

b. Tindakan preventiv
adalah serangkaian tindakan nyata yang bertujuan mencegah prusakan atau
pencemaran lingkungan.

c. Tindakan represive
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh petugas hukum melalui proses
hukum pidana, karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku telah merusak atau
mencemari lingkungan.18
Proses penegakan hukum pidana meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap penyelidikan
2. Tahap penyidkan
3. Tahap prosekusi
4. Tahap peradilan
5. Tahap eksekusi
Dasar hukum pemidanaan bagi pelaku kejahatan lingkungan terdapat pada pasal 97-120
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Sistem ini memperbaiki sistem yang dipakai
UUPLH 1982 dan UUPLH 1997. Membahas delik materiil tampaknya lebih jelas dan dapat
dipahami jika membahas delik lingkungan yang dianut oleh UUPPLH 200919. Delik

17 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan, pancuran alam, Jakarta. Hal 295
18 Ibid hal 296
19 P joko Subagyo, hukum Lingkungan,rineka cipta, Jakarta. Hal 47
lingkungan dalam UUPPLH 2009 yang terdiri dari 23 pasal. Untuk lebih jelasnya pasal 102
UUPLH 2009 dikutipkan sebagai berikut :
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam pasal 59 ayat 4, dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3
tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan paling banyak
Rp.3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).20
Sesuai dengan pasal ini, seseorang dapat disebut telah melakukan delik lingkungan hidup
ternyata sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1. Barang siapa melakukan perbuatan
2. Dengan sengaja atau lalai
3. Menyebabkan rusak atau tercemarnya lingkungan hidup
4. Menurut undang-undang
Dalam hukum lingkungan terdapat juga ruang mengenai hukm perdata, yakni
mengenai perangkat-perangkat hukum yang mengatur hubungan privat antar warga
masyarakat. Berbagai penegasan mengenai hak-hak keperdataan ditetapkan dalam hukum
lingkungan, misalnya hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk melakukan usaha
atau aktifitas kehidupan, hak untuk mendapat perlindungan lingkungan.21
Salah satu aspek mengenai keperdataan di dalam hukum lingkungan adalah mengenai
pertanggungjawaban ganti rugi (liability). Ganti rugi dalam lingkungan adalah sebagian dari
hal-hal yang berhubungan dengan tanggungjawab mengenai kerusakan lingkungan oleh
perbuatan seseorang (environtmental responsibility). Tanggungjawab lingkungan adalah
merupakan rangkaian kewajiban seseorang atau pihak untuk memikul tanggungjawab kepada
penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat22.
UUPPLH 2009 menentukan environmental responsibility baik masalah ganti rugi
kepada orang-perorangan (privat compensation) maupun biaya pemulihan lingkungan (public
compensation). Dengan demikian sifat environmental liability bisa bersifat privat maupun
publik, dalam arti jika seseorang pencemar telah memenuhi tanggungjawabnya kepada orang-

20 Undang undang no 32 tahun 2009 pasal 102
21 N.T.H siahaan, op.cit hal 270
22 ibid
perorangan, tidak berarti dengan sendirinya sudah selesai dan tidak lagi dalam hal pemulihan
lingkungan atau sebaliknya.
Jikalau kita melihat lagi keterangan-keterangan diatas maka dalam rangka penerapan
sanksi dan bentuk sanksi itu sendiri bagi PT Surabaya kertas adalah terdiri dari
petanggungjawaban secara administrative yakni dari yang paling ringan adalah teguran
tertulis sampai yang paling berat adalah pencabutan ijin usaha. Selain itu pula dalam ranah
hukum pidana, pelaku pencemaran lingkungan dalam hal ini dapat dikenakan sanksi penjara
paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000
(satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000 (tiga milyar rupiah). Dalam hal ini
yang terkena ancaman pidana ini adalah actor intelektual atau penyebab pencemaran atau
penaggung jawab pengolahan limbah pada PT Surabaya Kertas sesuai dengan pasal 102 UU
no 32 tahun 2009. Dan bentuk sanksi yang terakhir adalah sanksi dalam ranah hukum
keperdataan adalah ganti rugi untuk perseorangan yakni korban ( privat compensation ) serta
baya pemulihan lingkungan (environmental responsibility ) yang telah tercemar oleh limbah.

2.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Menanggulangi Pencemaran

Pemerintah daerah adalah salah satu organ pelaksana jalannya kepemerintahan yakni
organ eksekutif yang terdiri dari gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.23 Setelah bergulirnya reformasi 1998 dan
jatuhnya rezim otoriter orde baru maka peran pemerintah daerah amatlah mendapatkan angin
segar dengan berlakunya otonomi, yaitu daerah diberi kebebasan dalam rangka mengelola
serta memanfaatkan potensi-potensi yang ada didaerahnya. Dalam hal ini termasuk pula
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seperti yang termaktub dalam pasal 63 ayat
2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan
Hidup, dirinci beberapa tugas dan wewenang pemerintah daerah propinsi dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu :
a) Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b) Menetapkan dan melaksanakan KLSH ( kajian lingkunhan hidup strategis )
tingkat provinsi.

23 UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat 38. Lihat juga UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada
pasal 1 ayat 3
c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH ( rencana
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ) provinsi.
d) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-PL.
e) Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca
pada tingkat provinsi.
f) Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan.
g) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota.
h) Meakukan pembinaan dan pengawasa terhadap pelaksanaan kebijakan,
peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
i) Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
j) Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup.
k) Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian
perselisihan antar kabupaten/kota serta penyelesaian sengketa.
l) Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
m) Melaksanakan standar pelayanan minimal.
n) Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat
hukum adat, kearifan local, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lngkungan hidup pada tingkat propinsi.
o) Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat propinsi.
p) Mengembangkan dan mensosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup.
q) Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan.
r) Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat propinsi dan
s) Melakukan penegakan hukum lingkungan pada tingkat propinsi24.

Tetapi, bila kita cermati tentang kasus pencemaran limbah oleh PT Surabaya Kertas
yang menyebabkan kandungan logam berat raksa bertambah banyak di kali Surabaya ataupun

24 Undan-Undang no 32 tahun 2009 pasal 63 ayat 2
kali tengah memperlihatkan betapa tidak tanggapnya pemerintah daerah dalam hal ini
pemerintah propinsi Surabaya. Penanganan permasalahn ini seakan-akan masih jauh
panggang daripada api atau masih jauh dari harapan. Malahan pemerintah propinsi Surabaya
yaitu gubernur melalui Bapedal Jatim mengeluarkan surat ijin pembuangan limbah cair atau
IPLC kepada PT Surabaya Kertas.25
Sungguh merupakan hal yang aneh jika kita sekali lagi melihat tugas dan wewenang
pemerintah daerah yang pada pasal 63 ayat 2 khusunya pada butir ke s diterangkan bahwa
pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah propinsi Surabaya berwenang melakukan
penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat propinsi. Tetapi kenyataannya hal itu masih
jauh dari harapan. Pemerintah propinsi serasa lepas tangan dan cenderung melindungi PT
Surabaya Kertas dalam penanganan pencemaran limbah ke kali Surabaya dan Kali tengah
yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas tersebut. dan malah gubernur mengeluarkan surat
ijin pembuangan limbah cair ke badan sungai kali Surabaya padahal kali Surabaya ini
merupakan penyuplai atau bahan baku air Minum bagi 3.000.000 warga kota Surabaya.
Akibatnya, kesehatan warga Surabaya Sendiri akhirnya terancam dengan adanya kandungan
logan berat yang berbentuk mercury atau air raksa yang berbahaya bagi kesehatan manusia
itu sendiri serta biota-biota yang hidup di sepanjang aliran sungai.Sungguh merupakan hal
yang ironi sekali melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi diatas. Pemerintah daerah yang
biasanya berperan tanggap dalam menegakkan hukum lingkungan tetapi malah melindungi
badan usaha yang telah merusak tatanan lingkungan yang melakukan pencemaran limbah ke
badan sungai tanpa adanya tindakan tegas dari pemerintah daerah.







BAB III
PENUTUP

25 http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364

3.1 Kesimpulan
Beranjak dari permasalahan diketengahkan di atas serta sebagai akhir daripada
pembahasan makadapat diberikan beberapa simpulan sebagai berikut:
I. PT Surabaya Kertas Tbk sesuai dengan fakta dan data kasus di atas
terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pencemaran
lingkungan hidup dengan cara membuang limbahnya ke badan kali
Surabaya dan Kali tengah.
II. Pembuangan limbah oleh PT Surabaya Kertas ke badan kali Surabaya
mengancam kesehatan pengkonsumsi air minum 3.000.000 penduduk
kota Surabaya karena mengandung logam-logam berbahaya seperti
Mercury/air raksa (Hg), Cuprum/tembaga (Cu),Cromium/Crom (Cr),
Plumbum/timah hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni).
III. Bentuk-bentuk sanksi secara hukum yang dapat diterapkan kepada PT
Suker adalah berupa sanksi administrative yang dapat berupa teguran
tertulis hingga penabuan izin usaha, pemidanaan seperti yang diatur
dalam pasal 102 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 serta ganti rugi
baik perorangan ( privat compensation ) kepada masyarakat yang
menjadi korban atau pemulihan lingkungan hidup yang tercemar ( public
comsentation ) terhadap lingkungan yang dicemari.
IV. Peran pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Surabaya dalam
rangka penanganan masalah pencemaan limbah PT Suabaya Kertas
kurang berjalan dengan baik bahkan cenderung mengabaikan masalah
lingkungan serta bertendensi juga melindungi PT Surabaya kertas.
Bahkan melalui surat ijin pembuangan limbah cair yang berasal dari
gubernu jatim melalui Bapedal jelas-jelas menerangkan betapa lalainya
pemerintah daerah dalam perlidungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.


3.2 Saran
Menunjang kesimpulan-kesimpulan di atas maka, dapatlah diajukan saran-saran sebagai
berikut:
a) Seyogyanya PT Surabaya Kertas bertanggungjawab secara hukum karena telah
terbukti melakukan pencemaran lingkungan dengn cara membuang limbah ke
badan Kali Surabaya dan Kali Tengah.
b) Untuk setiap badan usaha ataupun perorangan agar lebih memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar
permasalahan pencemaran lingkungan tidak terjadi lagi dan dapat dicegah serta
permasalahan pencemaran lingkunga PT Surabaya Kertas Tidak terjadi lagi
pada masa yang akan datang sehingga bisa tercipta iklim lingkungan yag sehat
dan bersih demi terciptanya kesejahteraan bersama.
c) Untuk pemerintah daerah harus lebih berperan aktif serta tanggap dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang diamanatkan oleh
UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 serta tetap menjaga
profesionalitasnya sebagai pengayom masyarakat dan jangan sampai
mengabaikan kepentingan daripada masyarakat itu sendiri terutama juga
keserasian dan kelesetarian lingkungan hidup karena baik langsung maupun
tidak langsung lingkungan hidup memiliki hubungan yang sangat erat dan
penting dengan manusia dan makhluk hidup lainnya demi tetap bisa
berkembangnya manusia di masa-masa mendatang.









DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Abdurrahman. Pengantar Hukum Lingkungan, Bandung : Alumni, 1986

Dirdjisisworo,Soedjono. Upaya Teknologi dan Penegakan Hukum Menghadapi
Pencemaran Lingkungan Akibat Industri. Bandung : Citra aditya, 1991

Siahaan,NTH. Hukum Lingkungan. Jakarta : Pancuran alam, 2006

Subagyo,P.Joko. Hukum Lingkungan Masalah dan Penaggulangannya. Jakarta :
Rineka cipta: ,2005

Internet:
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364

Undang-undang
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai