Saat ini lingkungan kota ternate sangat di cemari oleh sampat-sampah organik yang di buang bukan pada tempatnya terutama di terminal, karna banyak yang tak terurus, dan bahkan di malam hari ada banyak pedagang kaki lima yang berdagang di samping terminal dstu banyak tercemar dengan sampah-sampah para pedagang yang tidak bertangung jawap atas lingkungan yang suda mereka kotori/cemari dengan sampah dagangan mereka, tanpa mempedulikan kesehatan para penduduk yang tingal di tempat sekitar terminal.Lingkungan hidup ini terdiri dari berbagai macam komponen ada beberapa kompnen terdiri dari komponen abiotik dan komponen biotik. Seperti Komponen-komponen sudah di jelaskan di atas ada beberapa komponen tersebut. Sekarang ini sudah banyak masalah pencemaran lingkungan yang sudah terjadi sekarng ini, untuk saya hanya sedikit memberikan gambaran mengenai pencemaran lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini. Berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alami, sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu kita berdasarkan data-data dari masyarakat banyak hal yang perlu di tangani karna lingkungan sekitar kita suda tidak layak di tempati, karna banyak sampah di sekeliling kota yang sangat bauh, ini lah keluhan-keluhan dari masarakat, bbagaiman kita dapat menangulangi kasus tersebut karena kita dapat mengambil banak pelajaran dari kasus-kasus seperti ini.
Masuknya bahan pencemar atau polutan kedalam lingkungan tertentuyang keberadaannya mengganggu kestabilan lingkungan.
Oleh karena itu kita harus melestarikan linkungan hidup di sekitar kita, jangan hanya membiarkan lingkungan kita tercemar oleh sampah-sampah organik yang bisa mengundang penyakit yang berbahaya.
Pelestarian lingkungan hiup Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha/dan atau kegiatan dilarang melangar baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lignkungan hidup. Setiap penannggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan[5]. Setiap pengelolaan hasil limba sampah tersebut dapat memanfaatkan keuntungan bagi pengusaha.
Amdal (PP No 27 Tahun 1999)
Bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan linngkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya supaya bijak sana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejatraan dan mutu hidup, perlu di jaga keserasian antara berbagai usaha dan/atau kegiatan. Oleh sebab itu, setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu di analisis sejak awal perencanaan nya sehingga langka pengadilan dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat di persiapkan sedini mungkin. Analisi mengenai dampak lingkungan hidup di perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan atau kegiatan yang mempunyai dampak besar yang penting terhadap lingkungan hidup. Pengertian analisis dampak lingkungan (Amdal) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang di rencanakan pada lingkungan hidup yang di perlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.[6] Apakah yang di maksud dengan dampak besar dan penting itu ? dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasr yang di akibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan sedangkan yang di maksud dengan analisis dampak lingkungan (Andal) adalah telah secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencanausaha dan/atau kegiatan.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Kegiatan pembangunan yang makin meningkat, mengandung resiko, makin meningkatnya resiko makin meningkatnya pencemaran dan perusakan lingkungan, termasuk oleh limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), sehingga struktur dan fungsi ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup
akan menjadi beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.[1] Terpeliharanya kualitas fungsi lingkungan secara berkelanjutan menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran serta masyarakat yang menjadi tumpuan pembangunan berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa mendatang. Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya harus dikelola dengan baik. Makin meningkatnya kegiatan pembangunan, dalam hal ini pabrik- pabrik atau indutri-industri menyebabkan meningkatnya dampak kegiatan tersebut terhadap lingkungan hidup, keadaan ini makin mendorong diperlukannya upaya pengendalian dampaknya, sehingga resiko terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin. Upaya pengendalian dampak terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur segi-segi lingkungan hidup, sebagai perangkat hukum yang bersifat preventif melalui proses perizinan untuk melakukan usaha dan atau kegiatan. Oleh karena itu dalam setiap ijin yang diterbitkan, harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan tersebut. Pengaturan tentang limbah B3 dimulai sejak tahun 1992 dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik. Selanjutnya diterbitkan keputusan presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989 yang mencerminkan kesadaran pemerintah Indonesia tentang adanya pencemaran lingkungan akibat masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Dalam perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai uapaya untuk mewujudkan pengelolaan limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3), sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan limbah B3 dapat lebih baik sehingga tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3. Selain itu diharapkan pula dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industry dan pelaku kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut. Tidak ditaatinya Peraturan Pemerintah Limbah B3 oleh para pelaku indistri dan pelaku kegiatan lainnya dalam hal ini pencemaran yang dilakukan PT. Marimas di Semarang diduga dikarenakan oleh faktor penataan dan penegakan hukum lingkungan khususnya yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka kami akan mengkaji lebih dalam sejauh manakah efektifitas penataan dan penegakan hukum lingkungan pereturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah B3 di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tenang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pencemaran yang dilakukan pabrik PT. Marimas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ? 2. Bagaimanakah penerapan sanksi yang tepat terhadap PT. Marimas sesuai dengan Undang- Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ?
BAB II PEMBAHASAN 1. Pelanggaran yang dilakukan PT Marimas terhadap ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pembangunan disamping memberikan dampak positif berupa kesejahteraan, namun disisi yang lain juga menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan atau tercemarnya lingkungan hidup. Oleh karena itu, apabila terjadi penurunan fungsi lingkungan hidup akibat perusakan dan/atau pencemaran lingkugan hidup, maka serangkain kegiatan penegakan hukum (law enforcement) harus dilakukan. Penegakan hukum mempunyai makna, bagaimana hukum itu harus dilaksanakan, sehingga dalam penegakan hukum tersebut harus diperhatikan unsur-unsur kepastian hukum. Kepastian hukum menghendaki bagaimana hukum dilaksanakan, tanpa perduli bagaimana pahitnya (fiat jutitia et pereat mundus; meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan). Hal ini dimaksudkan agar tercipta ketertiban dalam masyrakat.sebaliknya masyarakat menghendaki adannya manfaat dalam pelaksanaan peraturan atau penegakan hukum lingkungan tersebut. Hukum lingkungan dibuat dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dan memberi manfaat kepada masyarakat. Artinya peraturan tersebut dibuat adalah untuk kepentingan masyarakat, sehingga jangan sampai terjadi bahwa, karena dilaksanakannya peraturan tersebut, masyarakat justru menjadi resah. Unsur ketiga adalah keadilan. Dalam penegakan hukum lingkungan harus diperhatikan, namun demikian hukum tidak identik dengan keadilan, Karena hukum itu sifatnya umum, mengikat semua orang, dan menyamaratakan. Dalam penataan dan penegakan hukum lingkungan, unsur kepastian, unsur kemanfaatan ,dan unsur keadilan harus dikompromikan, ketiganya harus mendapat perhatian secara proporsional. Sehingga lingkungan yang tercemar dapat dipulihkan kembali.[2] Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka penanganan sengketa lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan. Penegakan hukum lingkungan merupakan bagian dari siklus pengaturan (regulatory chain) perencanaan kebijakan (policy planning) tentang lingkungan. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia mencakup penataan dan penindakan (compliance and enforcement) yang meliputi bidang hukum administrasi negara, bidang hukum perdata dan bidang hukum pidana. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang penegakan hukum lingkungan terlebih dahulu kita harus megtahui definisi dari lingkungan hidup sendiri menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.[3] Selanjutnya kita akan membahas definsi dari pencemaran. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.[4] Makna dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Namun dewasa ini masih saja terdapat beberapa pihak yang melakukan pencemaran lingkungan hidup, salah satunya yang dilakukan oleh pabrik PT Marimas di Semarang.[5] Menurut warga, Pabrik PT Marimas telah mencemari aliran sungai disekitar pabrik selamat 2 sampai 3 tahun terakhir. Pencemaran semakin parah karena saluran pembuangan limbah jebol, yang mana mengakibatkan bau menyengat yang berasal dari pembuangan limbah tersebut. Selain mencemari lingkungan, kini warga kesulitan untuk mencari air bersih karena limbah telah bercampur dengan air sumur. Pencemaran tersebut telah melanggar ketentuan dalam Pasal 69 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mana setiap orang dilarang untuk:[6] a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; e. membuang limbah ke media lingkungan hidup; f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup; g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan; h. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar; i. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau j. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.
Dapat disimpulkan bahwa pabrik PT Marimas telah melanggar beberapa ketentuan dalam pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009. Maka pihak dari pabrik PT Marimas harus melakukan penanggulangan dan pemulihan terhadap lingkungan yang sudah tercemar oleh limbah pabrik tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam pasal 53 UU No. 32 Tahun 2009, setiap orang yang melakukan pencemaran lingungan hidup wajib melakukan penanggulangan lingkungan hidup yang dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Apabila tahap penanggulangan lingkungan hidup telah dilaksanakan maka pihak yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup wajib untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup sebagaimana yang diatur dalam pasal 54 UU No. 32 Tahun 2009, dilakukan dengan tahapan:[7] a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup maka dibutuhkanlah pengelolaan limbah yang baik dan benar, pengelolaan limbah diatur dalam pasal 59 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, yang dilakukan dengan:[8] a. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. b. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. c. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. d. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. e. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. f. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. g. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2. Penegakan Hukum Pencemaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai arti dan fungsi sangat penting bagi manusia. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap naik ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infiltrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya[9] entah dimulai darimana dan dimana ujungnya, tak seorangpun mengetahuinya. Sekali siklus air tersebut terganggu ataupun dirusak, sistemnya tidak akan berfungsi sebagaimana diakibatkan oleh adanya limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal lainnya yang membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri yang dibuang ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai dan terjadi pencemaran lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Air merupakan salah satu bentuk lingkungan hidup fisik, dimana jika air ini tercemar maka akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup makhluk hidup. Limbah pabrik PT. Marimas yang dibuang ke sungai jelas merupakan salah satu bentuk pencemaran lingkungan hidup, apalagi dalam kasus tersebut pipa saluran pembuangan limbah ke sungai bocor dan menyebabkan sumur warga sekitar pabrik tercemar dan air tidak dapat digunakan. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan hukum terhadap pencemaran yang dilakukan oleh PT. Marimas tersebut agar terciptanya keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana, dan perdata.[10] Berikut adalah sarana penegakan hukum: 1. Administratif[11] Sarana administrasi dapat bersifat preventif dan bertujuan menegakkan peraturan perundang-undangan lingkungan. Penegakan hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan (RKL), dan sebagainya. Disamping pembinaan berupa petunjuk dan panduan serta pengawasan administratif, kepada pengusaha di bidang industri, hendaknya juga ditanamkan manfaat konsep Pollution Prevention Pays dalam proses produksinya. Penindakan represif oleh penguasa terhadap pelanggaran peraturan perundang- undangan lingkungan administratif pada dasarnya bertujuan untuk mengakhiri secara langsung pelanggaran-pelanggaran tersebut. Sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendalian perbuatan terlarang. Disamping itu, sanksi administratif terutama ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut. Beberapa jenis sarana penegakkan hukum administrasi adalah : a. Paksaan pemerintah atau tindakan paksa; b. Uang paksa; c. Penutupan tempat usaha; d. Penghentian kegiatan mesin perusahaan; e. Pencabutan izin melalui proses teguran, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa. 2. Kepidanaan[12] Tata cara penindakannya tunduk pada undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peranan Penyidik sangat penting, karena berfungsi mengumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terdapat kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Selain itu, pembuktian unsur hubungan kausal merupakan kendala tersendiri mengingat terjadinya pencemaran seringkali secara kumulatif, sehingga untuk membuktikan sumber pencemaran yang bersifat kimiawi sangat sulit. Penindakan atau pengenaan sanksi pidana adalah merupakan upaya terakhir setelah sanksi administratif dan perdata diterapkan. 3. Keperdataan[13] Mengenai hal ini perlu dibedakan antara penerapan hukum perdata oleh instansi yang berwenang melaksanakan kebijaksaan lingkungan dan penerapan hukum perdata untuk memaksakan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan. Misalnya, penguasa dapat menetapkan persyaratan perlindungan lingkungan terhadap penjualan atau pemberian hak membuka tanah atas sebidang tanah. Selain itu, terdapat kemungkinan beracara singkat bagi pihak ketiga yang berkepetingan untuk menggugat kepatuhan terhadap undang-undang dan permohonan agar terhadap larangan atau keharusan dikaitkan dengan uang paksa. Penegakan hukum perdata ini dapat berupa gugatan ganti kerugian dan biaya pemulihan lingkungan. Menurut kami, penegakan hukum yang paling tepat diterapkan terhadap pencemaran limbah oleh PT. Marimas tersebut adalah dengan hukum keperdataan mengingat sudah terjadinya pencemaran lingkungan hidup yang parah di lingkungan masyarakat. Pemerintah bisa mengenakan ganti kerugian terhadap PT. Marimas dan meminta biaya untuk digunakan sebagai pemulihan lingkungan. BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Penataan hukum lingkungan di Indonesia khususnya dalam hal penegakannya masih belum efektif terbukti dengan adanya pembuangan limbah industri yang dilakukan oleh PT. Marimas di Semarang yang mengakibatkan tercemarnya air yang berada di lingkungan sekitar pabrik yang menimbulkan keresahan warga sekitar. Padahal air merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia. Padahal ada banyak sekali langkah penegakan hukum yang dapat dilakukan mulai dari saksi administrative, sanksi keperdataan dan sanski kepidanaan. Sebab dalam menerapkan saksi hukum sebaiknya dijatuhkan sanksi yang tepat serta dapat mencakup komposisi dari fungsi hukum itu sendiri seperti kepastian, kemafaatan, dan keadilan serta tidak menimbulkan kerasahan pada masyarakat.
2. Saran Penerapan sanksi yang tepat dalam kasus ini adalah sanksi keperdataan berupa penggantian kerugian yang nantinya dapat digunakan sebagai alat untuk merehabititasi lingkungan agar dapat kembali seperti semula. Sebab yang mengalami dampak terbesar dalam pencemaran tersebut adalah masyarakat di sekitar pabrik tersebut. Sehingga jika tidak dilakukan pemulihan lingkungan tersebut maka masyarakatlah yang akan menderita dan pengusaha atau pemilik panrik tersebut tidak mengalami dampaknya.
DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011 Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988
Daftar Undang-Undang Undang-Undang No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3)
Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 Tentang Limbah B3
Keputusan Presiden No.61 Tahun 1993 tetang Ratifikasi Konvensi Basel 1989
Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor Limbah Plastik.
Daftar Internet www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014
[1]Lihat, Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup [2] Sudikno, Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 134-135. [3] Lihat, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup. [4] Lihat, Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[5] www.detik.com (sungai dan sumur tercemar limbah, warga semarang geruduk pabrik minuman), diakses tanggal 29 April 2014 [6] Lihat, pasal 69 ayat 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[7] Lihat, pasal 54 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[8] Lihat, Pasal 59 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
[9] Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan : Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Cetakan ketiga, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011, hlm. 37. - See more at: http://widhiyuliawan.blogspot.com/2014/05/makalah-hukum-lingkungan-analisis- kasus.html#sthash.RpNav3Fk.dpuf
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia sebagai subyek dari pengelola dan pelindung lingkungan pastilah memiliki kewajiban untuk menjaga serta melindungi lingkungan hidup atau alam sekitarnya. Hal ini bukanlah tanpa tujuan tetapi dilakukan agar manusia dan pada umumnya mahluk hidup lainnya itu bisa hidup dengan baik dan layak sehingga bisa mempertahankan hidupnya. Selain itu pula dengan terjaganya lingkungan hidup maka dengan sendirinya peradaban manusia juga bisa tetap eksis sampai kapanpun juga. Badan usaha juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan dari keusakan dan ketidakseimbangan melalui apa yang disebut dengan corporate social responsibility seperti bagaimana cara pengolahan limbah yang baik serta pembuangannya jangan sampai menyebakan kerusakan pada lingkungan Tetapi kadangkala apa yang menjadi kewajiban justru dilanggar oleh manusia atau badan usaha. Seringnya terjadi kerusakan lingkungan merupakan suatu potret betapa lemahnya dan suramnya tanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang seharusnya dijaga dan diayomi kelestarianya. Hal inilah yang ternyata dilakukan oleh sebuah badan usaha berbentuk PT dengan nama PT Surabaya Kertas Tbk yang berkedudukan di Surabaya1. Badan usaha ini membuang hasil limbahnya ke kali Surabaya sehingga menyebabkan kali Surabaya telah terkontaminasi logam berat jenis Hg dan Cu dan untuk Hg ternyata telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan oleh gubernur Jatim. Padahal seperti yang diketahui bahwa kali Surabaya itu airnya merupakan bahan baku air bersih bagi 3.000.000 warga kota Surabaya. Selama dua tahun ini PT Surabaya Kertas Tbk telah membuang limbahnya ke kali Surabaya. Hal ini tentu saja menyebabkan keresahan bagi para petani yang juga menggunakan air sungai ini untuk kegiatan pertanian di kecamatan Drinorejo. Dan hal yang paling membahayakan adalah ancaman kesehatan bagi warga pengkonsumsi air minum yang
1 http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364 berasal dari air sungai ini. Menurut laporan neraca kualitas lingkungan daerah menyatakan bahwa iar sungai kali Surabaya mengandung logam-logam berbahaya seperti mercury atau ai raksa (Hg), cuprum atau tembaga ( Cu ), chromium atau crom ( Cr ), plumbum atau timah hitam ( Pb ), Zeng atau seng ( zn ) dan nikle ( ni )2. Padahal saat ini kontaminasi logam Hg di beberapa titik dikarang pilang dan kedurus mencapai angka 0,0080. untuk Hg menurut SK gub Jatim batas maksimal hanyalah 0,0001mg/L. dengan hadirnya PT Surabaya Kertas Tbk, maka akan semakin meramaikan dan malah meningkatkan nilai pencemaran logam Hg yang badan usaha ini buang pada dua sungai yaitu kali Surabaya dan kali Tengah3. Hal inilah yang membuat penulis tertarik ingin mengangkatnya sebagai sebagai makalah dan membahasnya dari segi hukumnya sehingga sedikit banyak mampu memberikan masukan dan penyelesaian masalah lingkungan hidup yaitu pencemaran yang menimpa Kali Surabaya dan Kali Tengah yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas ini.
1.2 Rumusan Masalah Mencermati latar belakang permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut: 1. Apakah PT Surabaya Kertas sesuai fakta berita diatas terbukti melakukan pencemaran lingkungan ? 2. Bagaimanakah bentuk sanksi secara hukum bagi PT Surabaya Kertas ? 3. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah dalam hal ini pemerintah propinsi Surabaya dalam mengatasi masalah pencemaran lingkungan oleh PT Surabaya Kertas?
BAB II PEMBAHASAN
2 ibid 3 ibid 2.1 PT Surabaya Kertas Sesuai Fakta Berita Terbukti Melakukan Pencemaran Lingkungan Istilah lingkungan hidup yang dipergunakan dalam makalah ini merupakan terjemahan dari istilah Environment dalam bahasa Inggris atau I evironement dalam bahasa Perancis, Umwelt dalam bahasa Jerman, mil lieu dalam bahasa Belanda, Alam Sekitar dalam bahasa Malaysia, kapaligiran dalam bahasa Tagalog, atau Sin-vat-lom dalam bahasa Thai4.
Ada beberapa pengertian lingkungan menurut para ahli, antara lain5 :
a. Michael Allaby : Environment : 1. The physical, chemical and biotic condition surronding and organism. 2. Intern, the interculaluir fluit which bathes body cell intertebrates esp. The composition of this medium is maintend constant.
b. Seminar segi segi hukum pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi, termasuk manusia dan tingkah lakunya yang ada dalam ruang yang kita tempati yang memperngaruhi kelangsungan kehidupan serta kesejahteraan manusia dan jasad-jasad hidup lainnya
c. Prof. Emil Salim Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Batas ruang lingkungan menurut pengertian ini bisa sangat luas, namun untuk praktisnya kita batasi ruang lingkungan dengan faktor- faktor yang dapat dijangkau oleh manusia seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan lain.
d. Prof. St. Munadjat Danusaputra, SH.
4 Abdurrahman,Pengantar hukum lingkungan Indonesia. Alumni, Bandung.1986, hal 6 5 Ibid. hal 7 Lingkungan adalah semua benda dan kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkat perbuatannya, yang terdapat dalam ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusa, dan jasad hidup lainnya
e. Prof. Otto Soemarwoto Lingkungan adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Secara teoritis ruang itu tidak terbatas jumlahnya, oleh karena misalnya matahari dan bintang termasuk di dalamnya. Namun secara praktis kita selalu memberi batas pada ruang lingkungan itu, menurut kebutuhan kita batas itu dapat ditentukan oleh faktor alam seperti jurang, sungai, atau laut, faktor ekonomi, faktor politik, atau faktor lain. Tingkah laku manusia juga merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus diartikan secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya
Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, pengertian Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia, serta makhluk hidup lain6.
Istilah pencemaran mulai digunakan di Indonesia pertama kalinya untuk menerjemahkan istilah asing pollution pada seminar biologi II di Ciawi, Bogor tahun1970. Sejak itu mulailah istilah ini menyebar dan merata dalam bahasa Indonesia, baik dalam penggunaan di mass media atau dipergunakan di lembaga-lembaga resmi serta didalam Rencana Pembangunan Nasional (REPELITA II) dan seterusnya.7
Sementara itu menurut pengertian dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009, pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
6 Undang undang Republik Indonesia nomor 32 tahu 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pasal 1 ayat 1 7 Soedjono dirdjosisworo,Upaya teknologi dan penegakan hukum menghadapi pencemaran lingkungan akibat industry,citra aditya, Bandung. Hal 7 melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan8. Selanjutnya pengertia limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu sisa hasil usaha dan/atau kegiatan9. Sementara itu pengertian bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 disingkat dengan B3 adalah zat, ebergi, dan/atau komponen lain yang karna sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain10
Sesuai dengan pengertian pencemaran lingkungan hidup, pembuangan limbah yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas ke dalam Kali Surabaya dan Kali Tengah merupakan kegiatan yang mencemari lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari limbah yang dibuang adalah logam berat yang berjenis Hg (raksa) dan Cu (tembaga)11. Kedua logam berat tersebut sangat membahayakan apabila masuk ke dalam tubuh manusia. Masyarakat yang berada di sekitar Kali Surabaya memanfaatkan kedua sungai tersebut sebagai bahan baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum Surabaya, namun walaupun sudah dioleh oleh PDAM, air yang dihasilkan tetap mengandung logam berat, mungkin karena sistem pengolahan PDAM yang kurang baik dalam menetralisir air atau memang bahan baku dari kali di Surabaya sangat buruk. Selain itu, para petani meresahkan hal tersebut karena limbah dari PT Surabaya Kertas telah mencemari saluran irigasi lahan pertanian di sekitar Kali Tengah12. Kerugian lainnya adalah limbah bubur kertas encer menimbulkan perubahan warna air sepanjang radius 100 m Kali Surabaya. Selain itu karakteristik limbah pabrik kertas yaitu berwarna kehitaman atau abu-abu keruh, bau yang khas yang mengakibatkan terganggunya udara di masyarakat sekitar pabrik Kertas Surabaya kandungan padatan terlarut dan padatan tersuspensi yang tinggi, COD yang tinggi dan tahan terhadap oksidasi biologis. Bukti yang lainnya yaitu kesehatan pengomsumsi air yang bersumber dari Kali Surabaya menjadi terancam karena lingkungannya sudah tercemar oleh logam logam berbahaya seperti
8 Undang undang Republik Indonesia nomor 32 tahu 2009 pasal 1 ayat 14
9 Ibid. pasal 1 ayat 20 10 Ibid. pasal 21 11 http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1364 12 ibid Mercury/ air raksa (Hg), Cuprum/ tembaga (Cu), Cromium/ Crom (Cr), Plumbum/timah hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni). Saat kontaminasi logam Hg dibeberapa tempat mencapai angka 0,0080, padahal angka yang ditentukan sesuai dengan SK Gub Jatim 413/87 yaitu sebesar 0,001 mg/L, selain itu juga Pabrik kertas juga menghasilkan limbah beracun seperti :
a. Limbah korosif dari penggunaan asam dan basa kuat dalam proses pembuburan kertas. b. Limbah pewarna dan tinta yang mengandung logam berat, warna air limbah yang hitam tidak mudah terurai secara alami sehingga meninggalkan warna yang persisten pada badan air penerima dan akan menghambat fotosintesis dan pembersihan alami Self Purification di sepanjang aliran kali Surabaya dan kali tengah
Bahan kimia dalam air limbah pabrik kertas seperti sulfite, fenol, klorin, metal merkaptan sangat membahayakan kehidupan biota perairan, dapat mengendap ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan dan kelestarian kehidupan perairan. Tingginya kebutuhan oksigen untuk menguraikan limbah pabrik kertas akan menurunkan kadar oksigen terlarut (DO) dalam air dan dapat menyebabkan kondisi anoksik di perairan sehingga tidak dapat dihuni lagi oleh biota alami di Kali Surabaya dan Kali Tengah.
Industri kertas juga membutuhkan air dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dapat mengancam keseimbangan air pada lingkungan sekitarnya karena akan mengurangi jumlah air yang diperlukan makhluk perairan sungai dan mengubah suhu air. Limbah pabrik kertas dapat menyebabkan kelainan reproduktif pada plankton dan invertebrate yang menjadi makanan ikan serta kerang-kerangan.
Sludge pabrik kertas yang dibuang ke Kali Surabaya dan Kali Tengah menimbulkan pendangkalan sungai dan membunuh tumbuhan air di tepi sungai karena tumbuhan tersebut tertutupi oleh lapisan bubur kertas13. Limbah sludge tersebut mestinya tidak dibuang ke sungai bersama air limbah tetapi diendapkan dan dikeringkan untuk kemudian dibuang secara sanitary land fill atau dibakar agar tidak mencemari air tanah, air dan udara.
13 ibid Berdasarkan dari data dan fakta diatas, PT Surabaya Kertas (Suker) terbukti telah mencemari lingkungan di kali Tengah dan kali Surabaya dimana kedua kali tersebut telah tercemar oleh Mercury/ air raksa (Hg), Cuprum/ tembaga (Cu), Cromium/ Crom (Cr), Plumbum/timah hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni), dan juga telah mencemari bahan baku air bagi PDAM Surabaya yang dikonsimusi bagi 3.000.000 penduduk Surabaya.
2.2 Bentuk Penerapan Sanksi bagi PT Surabaya Kertas Terkait dengan sanksi yang dapat diterapkan dalam kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 telah memberikan solusinnya , berikut adalah uraian secara singkat tentang penerapan sanksi bagi perseorangan atau badan hukum yang telah melakukan pencemaran lingkungan menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Ada 3 jenis sanksi yang dapat diterapkan pada badan hokum yang telah terbukti melakukan pencemaran lingkungan. Sanksi tersebut adalah sanksi administrasi, sanksi pidana dan sanksi ganti rugi yang terdapat dalam ranah hukum perdata. Pada pasal 76 sampai dengan pasal 83 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dijelaskan tentang sanksi Administratif yang dapat diterapkan terhadap PT Surabaya Kertas . Berikut adalah penjelasan yang lebih mendalam terkait penerapan sanksi administratif bagi PT Surabaya Kertas. Bentuk- bentuk sanksi administratif itu dapat berbentuk : 1. Teguran tertulis 2. Paksaan pemerintah 3. Pembekuan izin lingkungan 4. Pencabutan izin lingkungan14 Pada pasal 78 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sanksi administrative sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 tidak membebaskan penanggungjawab usaha dan atau kegiatan dari
14 Undang-undang no 32 tahun 2009 pasal 76 sampai 83 tanggungjawab pemulihan dan pidana. Dari pasal tersebut badan hukum itu selain dapat dijerat oleh sanksi administrative dapat pula dijerat dengan sanksi pidana.15 Pada pasal 80 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 telah dijelaskan bentuk-bentuk paksaan pemerintah yang dapat dijatuhkan kepada badan hukum terkait dengan kegiatan usaha yang menimbulkan pencemaran lingkungan. Bentuk-bentuk paksaan pemerintah adalah sebagai berikut : a. Penghentian sementara kegiatan produksi b. Pemindahan sarana produksi c. Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi d. Pembongkaran e. Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran f. Penghentian sementara seluruh kegiatan g. Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup16 Pada pasal 81 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 setiap penanggungjawab usaha yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah. Hukum pidana yang dikandung oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dapat dicatat telah mengalami kemajuan yang sangat berarti, jauh lebih berkembang dari lingkup jangkauan yang dimiliki KUHP, UUPLH 1982, dan UUPLH 1997. Prinsip-prinsip hukum pidana yang terkandung dalam hukum lingkungan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai berikut : 1. Prinsip pemidanaan secara delik formal maupun materiil 2. Prinsip pemidanaan terhadap idividu 3. Prinsip pemidanaan terhadap korporasi 4. Prinsip pembedaan atas perbuatan kesengajaan dengan kelalaian 5. Prinsip penyidikan dengan tenaga khusus di bidang lingkungan 6. Prinsip pengenaan sanksi pidana secara khusus17
15 ibid 16 ibid Pola penegakan hukum lingkungan meliputi beberapa proses dan setiap proses akan tetap mengacu pada ketentuan-ketantuan hukum baik dalam pidana formil maupun materiil. Seperti diketahui penegakan hukum lingkungan dapat dibagi ke tiga tahapan pokok, yakni : a. Tindakan pre-emptive adalah tindakan antisipasi yang bersifat mendeteksi secara lebih awal berbagai faktor korelasi, kriminogen, yakini faktor-faktor yang memungkinkan kerusakan atau pencemaran lingkungan. Dengan deteksi atas faktor kriminogen ini dapat dilakukan pencegahan dan tidak terjadi ancaman faktual terhadap lingkungan.
b. Tindakan preventiv adalah serangkaian tindakan nyata yang bertujuan mencegah prusakan atau pencemaran lingkungan.
c. Tindakan represive adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh petugas hukum melalui proses hukum pidana, karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku telah merusak atau mencemari lingkungan.18 Proses penegakan hukum pidana meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Tahap penyelidikan 2. Tahap penyidkan 3. Tahap prosekusi 4. Tahap peradilan 5. Tahap eksekusi Dasar hukum pemidanaan bagi pelaku kejahatan lingkungan terdapat pada pasal 97-120 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009. Sistem ini memperbaiki sistem yang dipakai UUPLH 1982 dan UUPLH 1997. Membahas delik materiil tampaknya lebih jelas dan dapat dipahami jika membahas delik lingkungan yang dianut oleh UUPPLH 200919. Delik
17 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan, pancuran alam, Jakarta. Hal 295 18 Ibid hal 296 19 P joko Subagyo, hukum Lingkungan,rineka cipta, Jakarta. Hal 47 lingkungan dalam UUPPLH 2009 yang terdiri dari 23 pasal. Untuk lebih jelasnya pasal 102 UUPLH 2009 dikutipkan sebagai berikut : Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat 4, dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).20 Sesuai dengan pasal ini, seseorang dapat disebut telah melakukan delik lingkungan hidup ternyata sudah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Barang siapa melakukan perbuatan 2. Dengan sengaja atau lalai 3. Menyebabkan rusak atau tercemarnya lingkungan hidup 4. Menurut undang-undang Dalam hukum lingkungan terdapat juga ruang mengenai hukm perdata, yakni mengenai perangkat-perangkat hukum yang mengatur hubungan privat antar warga masyarakat. Berbagai penegasan mengenai hak-hak keperdataan ditetapkan dalam hukum lingkungan, misalnya hak atas lingkungan yang baik dan sehat, hak untuk melakukan usaha atau aktifitas kehidupan, hak untuk mendapat perlindungan lingkungan.21 Salah satu aspek mengenai keperdataan di dalam hukum lingkungan adalah mengenai pertanggungjawaban ganti rugi (liability). Ganti rugi dalam lingkungan adalah sebagian dari hal-hal yang berhubungan dengan tanggungjawab mengenai kerusakan lingkungan oleh perbuatan seseorang (environtmental responsibility). Tanggungjawab lingkungan adalah merupakan rangkaian kewajiban seseorang atau pihak untuk memikul tanggungjawab kepada penderita yang telah dilanggar haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat22. UUPPLH 2009 menentukan environmental responsibility baik masalah ganti rugi kepada orang-perorangan (privat compensation) maupun biaya pemulihan lingkungan (public compensation). Dengan demikian sifat environmental liability bisa bersifat privat maupun publik, dalam arti jika seseorang pencemar telah memenuhi tanggungjawabnya kepada orang-
20 Undang undang no 32 tahun 2009 pasal 102 21 N.T.H siahaan, op.cit hal 270 22 ibid perorangan, tidak berarti dengan sendirinya sudah selesai dan tidak lagi dalam hal pemulihan lingkungan atau sebaliknya. Jikalau kita melihat lagi keterangan-keterangan diatas maka dalam rangka penerapan sanksi dan bentuk sanksi itu sendiri bagi PT Surabaya kertas adalah terdiri dari petanggungjawaban secara administrative yakni dari yang paling ringan adalah teguran tertulis sampai yang paling berat adalah pencabutan ijin usaha. Selain itu pula dalam ranah hukum pidana, pelaku pencemaran lingkungan dalam hal ini dapat dikenakan sanksi penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000 (tiga milyar rupiah). Dalam hal ini yang terkena ancaman pidana ini adalah actor intelektual atau penyebab pencemaran atau penaggung jawab pengolahan limbah pada PT Surabaya Kertas sesuai dengan pasal 102 UU no 32 tahun 2009. Dan bentuk sanksi yang terakhir adalah sanksi dalam ranah hukum keperdataan adalah ganti rugi untuk perseorangan yakni korban ( privat compensation ) serta baya pemulihan lingkungan (environmental responsibility ) yang telah tercemar oleh limbah.
2.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Menanggulangi Pencemaran
Pemerintah daerah adalah salah satu organ pelaksana jalannya kepemerintahan yakni organ eksekutif yang terdiri dari gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.23 Setelah bergulirnya reformasi 1998 dan jatuhnya rezim otoriter orde baru maka peran pemerintah daerah amatlah mendapatkan angin segar dengan berlakunya otonomi, yaitu daerah diberi kebebasan dalam rangka mengelola serta memanfaatkan potensi-potensi yang ada didaerahnya. Dalam hal ini termasuk pula perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Seperti yang termaktub dalam pasal 63 ayat 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup, dirinci beberapa tugas dan wewenang pemerintah daerah propinsi dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu : a) Menetapkan kebijakan tingkat provinsi. b) Menetapkan dan melaksanakan KLSH ( kajian lingkunhan hidup strategis ) tingkat provinsi.
23 UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat 38. Lihat juga UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 1 ayat 3 c) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH ( rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ) provinsi. d) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-PL. e) Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi. f) Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan. g) Mengkoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota. h) Meakukan pembinaan dan pengawasa terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota. i) Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. j) Mengembangkan dan menerapkan instrument lingkungan hidup. k) Mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antar kabupaten/kota serta penyelesaian sengketa. l) Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. m) Melaksanakan standar pelayanan minimal. n) Menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan local, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lngkungan hidup pada tingkat propinsi. o) Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat propinsi. p) Mengembangkan dan mensosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup. q) Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan. r) Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat propinsi dan s) Melakukan penegakan hukum lingkungan pada tingkat propinsi24.
Tetapi, bila kita cermati tentang kasus pencemaran limbah oleh PT Surabaya Kertas yang menyebabkan kandungan logam berat raksa bertambah banyak di kali Surabaya ataupun
24 Undan-Undang no 32 tahun 2009 pasal 63 ayat 2 kali tengah memperlihatkan betapa tidak tanggapnya pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah propinsi Surabaya. Penanganan permasalahn ini seakan-akan masih jauh panggang daripada api atau masih jauh dari harapan. Malahan pemerintah propinsi Surabaya yaitu gubernur melalui Bapedal Jatim mengeluarkan surat ijin pembuangan limbah cair atau IPLC kepada PT Surabaya Kertas.25 Sungguh merupakan hal yang aneh jika kita sekali lagi melihat tugas dan wewenang pemerintah daerah yang pada pasal 63 ayat 2 khusunya pada butir ke s diterangkan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah propinsi Surabaya berwenang melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat propinsi. Tetapi kenyataannya hal itu masih jauh dari harapan. Pemerintah propinsi serasa lepas tangan dan cenderung melindungi PT Surabaya Kertas dalam penanganan pencemaran limbah ke kali Surabaya dan Kali tengah yang dilakukan oleh PT Surabaya Kertas tersebut. dan malah gubernur mengeluarkan surat ijin pembuangan limbah cair ke badan sungai kali Surabaya padahal kali Surabaya ini merupakan penyuplai atau bahan baku air Minum bagi 3.000.000 warga kota Surabaya. Akibatnya, kesehatan warga Surabaya Sendiri akhirnya terancam dengan adanya kandungan logan berat yang berbentuk mercury atau air raksa yang berbahaya bagi kesehatan manusia itu sendiri serta biota-biota yang hidup di sepanjang aliran sungai.Sungguh merupakan hal yang ironi sekali melihat kenyataan-kenyataan yang terjadi diatas. Pemerintah daerah yang biasanya berperan tanggap dalam menegakkan hukum lingkungan tetapi malah melindungi badan usaha yang telah merusak tatanan lingkungan yang melakukan pencemaran limbah ke badan sungai tanpa adanya tindakan tegas dari pemerintah daerah.
3.1 Kesimpulan Beranjak dari permasalahan diketengahkan di atas serta sebagai akhir daripada pembahasan makadapat diberikan beberapa simpulan sebagai berikut: I. PT Surabaya Kertas Tbk sesuai dengan fakta dan data kasus di atas terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pencemaran lingkungan hidup dengan cara membuang limbahnya ke badan kali Surabaya dan Kali tengah. II. Pembuangan limbah oleh PT Surabaya Kertas ke badan kali Surabaya mengancam kesehatan pengkonsumsi air minum 3.000.000 penduduk kota Surabaya karena mengandung logam-logam berbahaya seperti Mercury/air raksa (Hg), Cuprum/tembaga (Cu),Cromium/Crom (Cr), Plumbum/timah hitam (Pb), Zeng/Seng (Zn) dan Nikel (Ni). III. Bentuk-bentuk sanksi secara hukum yang dapat diterapkan kepada PT Suker adalah berupa sanksi administrative yang dapat berupa teguran tertulis hingga penabuan izin usaha, pemidanaan seperti yang diatur dalam pasal 102 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 serta ganti rugi baik perorangan ( privat compensation ) kepada masyarakat yang menjadi korban atau pemulihan lingkungan hidup yang tercemar ( public comsentation ) terhadap lingkungan yang dicemari. IV. Peran pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah Surabaya dalam rangka penanganan masalah pencemaan limbah PT Suabaya Kertas kurang berjalan dengan baik bahkan cenderung mengabaikan masalah lingkungan serta bertendensi juga melindungi PT Surabaya kertas. Bahkan melalui surat ijin pembuangan limbah cair yang berasal dari gubernu jatim melalui Bapedal jelas-jelas menerangkan betapa lalainya pemerintah daerah dalam perlidungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
3.2 Saran Menunjang kesimpulan-kesimpulan di atas maka, dapatlah diajukan saran-saran sebagai berikut: a) Seyogyanya PT Surabaya Kertas bertanggungjawab secara hukum karena telah terbukti melakukan pencemaran lingkungan dengn cara membuang limbah ke badan Kali Surabaya dan Kali Tengah. b) Untuk setiap badan usaha ataupun perorangan agar lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar permasalahan pencemaran lingkungan tidak terjadi lagi dan dapat dicegah serta permasalahan pencemaran lingkunga PT Surabaya Kertas Tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang sehingga bisa tercipta iklim lingkungan yag sehat dan bersih demi terciptanya kesejahteraan bersama. c) Untuk pemerintah daerah harus lebih berperan aktif serta tanggap dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 serta tetap menjaga profesionalitasnya sebagai pengayom masyarakat dan jangan sampai mengabaikan kepentingan daripada masyarakat itu sendiri terutama juga keserasian dan kelesetarian lingkungan hidup karena baik langsung maupun tidak langsung lingkungan hidup memiliki hubungan yang sangat erat dan penting dengan manusia dan makhluk hidup lainnya demi tetap bisa berkembangnya manusia di masa-masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurrahman. Pengantar Hukum Lingkungan, Bandung : Alumni, 1986
Dirdjisisworo,Soedjono. Upaya Teknologi dan Penegakan Hukum Menghadapi Pencemaran Lingkungan Akibat Industri. Bandung : Citra aditya, 1991
Siahaan,NTH. Hukum Lingkungan. Jakarta : Pancuran alam, 2006
Subagyo,P.Joko. Hukum Lingkungan Masalah dan Penaggulangannya. Jakarta : Rineka cipta: ,2005
Undang-undang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah