Anda di halaman 1dari 6

Nama : GUSTI PUTU SURYA SAPUTRA

NIM : 041843187

1. Apa perbedaan AMDAL dengan UKL-UPL?

a. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan kajian mengenai dampak


besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah
No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). AMDAL digunakan
untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau
kegiatan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :


1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)

2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi
Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu
direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

b. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
(UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup).
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan
keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan. Proses
dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan
formulir isian yang berisi :

1. Identitas pemrakarsa

2. Rencana Usaha dan/atau kegiatan

3. Dampak Lingkungan yang akan terjadi

4. Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup

5. Tanda tangan dan cap

2. Jelaskan kriteria usaha / kegiatan yang wajib AMDAL!

Berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) PermenLHK No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019


Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
wajib memiliki Amdal terdiri atas:
 pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
 eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan;
 proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
 proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan
buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
 proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;
 introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan jasad renik;
 pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
 kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara;
dan/atau
 penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup.
Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI No. P.38/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki AMDAL dan jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
dilakukan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung

3. Dapatkah pemerintah pusat (Menteri Lingkungan Hidup) menerapkan sanksi administrative


kepada pelaku / penanggungjawab usaha yang melakukan pencemaran lingkungan? Bilamana
hal tersebut terjadi? Jelaskan Dasar hukumnya

Pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“UU PPLH”) adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
telah ditetapkan.

Penegakan hukum lingkungan dari perspektif administrasi diatur dalam Pasal 76 sampai
83 UU Nomor 32 Tahun 2009. Fungsi utama penegakan hukum lingkungan dari perspektif
administrasi adalah fungsi pencegahan dan penanggulangan. Fungsi pencegahan dilakukan
melalui pengawasan. Pengaturan hal-hal yang terkait dengan pengawasan diatur di dalam Pasal
71 hingga Pasal 75 UU Nomor 32 Tahun 2009. Pengawasan dilakukan oleh Menteri, Gubernur,
Bupati atau Walikota sesuai dengan wilayah kewenangannya.

Selanjutnya Gubernur, Bupati atau Walikota dapat memberikan sanksi. Ketentuan


tentang sanksi-sanksi administrasi pengaturannya ada di dalam Pasal 76 hingga 83 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009. Sanksi-sanksi tersebut dijatuhkan secara berurutan sbb:

1. Teguran
Dalam hukum administrasi, teguran sudah merupakan sanksi. Teguran bisa lisan
maupun tertulis. Dalam praktik, teguran yang diberikan oleh pemerintah uumnya bisa
dimaknai sebagai bagian dari pembinaan agar tidak terulang perbuatan pencemaran
dan atau perusakan lingkungan oleh industry Karenna terjadinya pelanggaran ambang
batas, atau tidak diterapkannya ketentuan tentang pengelolaan lingkungan sebagai
mana tercantum dalam dokumen pengelolaan lingkungan
2. Paksaan Pemerintah
Paksaan pemerintah adalah sanksi administrasi yang berupa Tindakan-tindakan konket.
Paksaan pemerintah tersebut berupa :
a) Penghentian sementara kegiatan produksi
b) Pemindahan sarana produksi
c) Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi
d) Pembongkaran
e) Penyitaan
f) Penghentian sementara seluruh kegiatan
g) Tindakan lain untuk menghentikan pelanggaran
3. Pembekuan izin
Pembekuan izin mengandung maksud dilakukan kewenangan pemerintah untuk
membekukan izin yang telah diberikan kepada suatu industry yang terbukti melakukan
pencemaran lingkungan. Dengan dibekukannya izin operasional maka perusahaan
tersebut secara yuridis tidak dapat mengoperasikan perusahaannya.
4. Pencabutan izin
Secara konsep penjatuhan sanksi dilakukan secara berurutan. Maksudnya paksaan
pemerintah tidak bisa dijatuhkan apabila sebelumnya tidak ada teguran. Pembekuan izin
tidak bisa dijatuhkan kalua sebelumnya tidak ada Tindakan paksaan pemerintah.
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 memberikan ruang penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar peradilan. Apakah penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
peradilan dapat diberlakukan terhadap tindak pidana lingkungan? Jelaskan dan berikan dasar
hukumnya!

Apabila terjadi sengketa dibidang lingkungan hidup, proses penyelesaiaanya diatur Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH), dalam Pasal 1 Butir 25 (UUPPLH) mengatur bahwa:

“sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang timbul dari
kegiatan yang berpotensi dan atau telah berdampak pada lingkungan hidup.”

Lebih lanjut dalam Pasal 84 UUPPLH mengatur:

1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di


luar pengadilan.
2. Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara sukarela oleh para
pihak yang bersengketa.
3. Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian
sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau
para pihak yang bersengketa.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian lingkungan hidup bersifat
sukarela dan lebih menenkankan penyelesaian diluar pengadilan, artinya para pihak yang
bersengketa dapat memilih forum penyelesaian sengketa lingkungan hidup apakah melalui
pengadilan atau di luar pengadilan dan proses penyelesaian melalui pengadilan hanya dapat
dilakukan jika proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan (mediasi) telah dilakukan dan
tidak bisa berhasil menyelesaikan permasalahan.

Adapun tujuan dari Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan  sebagaimana diatur dalam pasal 85 UUPPLH, yaitu berupa:

1. Bentuk dan besarnya ganti rugi;


2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau
perusaka; dan/atau
4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup

Upaya yang ditempuh melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat meminta
bantuan pihak lain untuk membantu menyelesaikan permasalahan, misalnya dapat
menggunakan jasa mediator dan/atau arbiter (baik arbiter adhoc atau melalui lembaga
penyelesaian Badan Arbitrase Nasional Indonesai).

Sumber Referensi :

 http://grassuntukmasyarakat.blogspot.com/2015/01/perbedaan-amdan-dengan-ukl-
upl.html
 https://blogmhariyanto.blogspot.com/2019/10/jenis-usaha-wajib-amdal.html
 BMP HKUM4210/2sks/MODUL 1-6
 https://media.neliti.com/media/publications/23544-ID-penyelesaian-sengketa-
lingkungan-hidup-menurut-undang-undang-n0mor-32-tahun-2009.pdf

Anda mungkin juga menyukai