PENJELASAN :
Oleh karena itu, dengan implementasi beleid baru tersebut, penghitungan peredaran bruto
yang dilakukan fiskus tak melulu dihitung berdasarkan omzet, fiskus juga bisa
menghitungnya berdasarkan delapan cara alternatif seperti yang tampak dalam pasal 2
beleid yang diundangkan pada tanggal 13 Februari 2018 lalu.
Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen
Pajak mengatakan, penerbitan PMK tersebut itu memberikan kepastian hukum, terutama
untuk melaksanakan Pasal 14 ayat (5) UU PPh. Pasal 14
Meski demikian, menurut Yoga, metode ini sebenarnya sudah sering digunakan otoritas
pajak dalam pemeriksaan untuk menghitung peredaran bruto bagi WP yang wajib
menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan.
"Kami mengenalnya sebagai metode tidak langsung (karena tidak bersumber dari
pembukuan WP). Dalam hal peredaran bruto kita tetapkan dengan metode tersebut, maka
penghasilan netonya kita hitung dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto," kata
Yoga kepada Bisnis, Rabu (28/2/2018).
Adapun jika diperinci kedelapan alternatif itu berisi penjelasan mengenai metode lain bagi
fiskus untuk menghitung peredaran bruto WP. Metode yang pertama adalah penghitungan
peredaran bruto menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai. Penghitungan
dilakukan berdasarkan data atau informasi mengenai penerimaan tunai dan penerimaan
nontunai dalam suatu tahun pajak.