Anda di halaman 1dari 7

Kebijakan PT Aneka Inter Kencana

Mengenai
PENANGANAN LIMBAH B3 PERUSAHAAN

No Doc 001/KMPLB3/AIK
Tanggal ’01-Oktober-2019
Rev 0
KEBIJAKAN PENANGANAN LIMBAH B3 PERUSAHAAN
No Doc 001/KMPLB3/AIK
Tanggal ’01-Oktober-2019
Rev 0

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan pemerintah No 18, Tahun 1999 dijelaskan bahwa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan
yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya atau jumlahnya yang secara labgsung maupun tidak langsung dapat
mencemari lingkungan hidup dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.

Kebijakan lingkungan sudah tidak dapat disangkal dan merupakan keharusan yang perlu ditingkatkan oleh industri. Kepedulian industri terhadap lingkungan
haruslah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan kebijakan perusahaan. Dengan semakin mengglobalnya pasar internasional (Era Pasar
Global), maka industri harus dapat mengantisipasi globalisasi pasar internasional tersebut. Salah satu desakan pasar internasional adalah produk yang masuk ke
pasar mereka harus diproduksi dengan proses produksi yang ramah lingkungan (Green Product). Hal ini berarti mulai dari bahan baku, teknologi proses,
produk yang dihasilkan sampai dengan limbah yang dibuang haruslah ramah terhadap lingkungan, dengan menghasilkan Zero To Waste.

Berbagai jenis limbah industri B3 yang tidak memenuhi baku mutu yang dibuang langsung ke lingkungan merupakan sumber pencemaran dan perusakan
lingkungan. Untuk menghindari kerusakan tersebut perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Salah satu komponen
penting agar program tersebut dapat berjalan adalah dengan diberlakukannya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai dasar dalam menjaga
kualitas lingkungan. Dengan diberlakukannya peraturan tersebut maka hak, kewajiban dan kewengangan dalam pengelolaan limbah oleh setiap orang, badan
usaha maupun organisasi kemasyarakatan dijaga dan dilindungi oleh hukum.

Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri. Berkembangnya industri
disamping akan menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi masyarakat juga akan membawa dampak negatif terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Salah satu dampak tersebut adalah dihasilkannya limbah buangan. Berbagai jenis limbah buangan yang tidak memenuhi standar baku mutu limbah merupakan
sumber pencemaran dan perusakan lingkungan yang utama.

Lingkungan yang telah tercemar dan rusak, akan menimbulkan dan meningkatkan biaya eksternalitas yang harus ditanggung oleh masyarakat. Kondisi
demikian rawan sekali terhadap resiko timbulnya konflik sosial, yang pada akhirnya akan mengancam kelestarian dari industri itu sendiri.

Untuk menghindari terjadinya kerusakkan lingkungan tersebut perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan. Salah
satu komponen penting agar pelaksanaan pembangunan sesuai dengan dasar-dasar kebijaksanaan dan berwawasan lingkungan adalah dengan diberlakukannya
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup sebagai landasan dalam pelaksanaan operasional di lapangan. Dengan diberlakukannya peraturan perundang-
undangan tersebut akan dapat memberikan petunjuk operasional dan dapat menghindari terjadinya konflik kepentingan yang berseberangan.

1.2. Tujuan

Tujuan utama dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui berbagai macam teknologi pengolahan Limbah B3 di beberapa jenis industri.

BAB II
ISI
2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Menurut Peraturan Undang-Undang Pemerintah Daerah

Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di
wilayahnya dan bertanggung jawab dalam memelihara kelestariannya. Untuk mengantisipasi berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah merumuskan interpretasi kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menurut U.U tersebut.
Secara umum, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:

Kewenangan Pusat
Kewenangan Propinsi
Kewenangan Kabupaten/Kota.
Kewenangan Pusat terdiri dari kebijakan, tentang :
Perencanaan nasional dan pengenda-lian pembangunan secara makro
Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola lingkungan hidup;
Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang lingkungan hidup
Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
Teknologi tinggi strategi seperti mene-tapkan kebijakan dalam pemanfaatan teknologi strategi tinggi yang menim-bulkan dampak;
Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi antar propinsi dan antar negara;
Standarisasi nasional;
Pelaksanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomen-dasi
laboratorium lingkungan dsb.

Kewenangan Propinsi terdiri dari :


Kewenangan dalam bidang pemerin-tahan yang bersifat lintas Kabupaten / Kota;
Kewenangan dalam bidang tertentu, seperti perencanaan pengendalian pembangunan regional secara makro, penentuan baku mutu lingkungan propinsi, yang
harus sama atau lebih ketat dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis untuk menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang propinsi dan sebagainya.
Kewenangan dekonsentrasi seperti pembinaan AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan di luar kewenangan pusat.
Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri dari:
Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup;
Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup;
Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan;
Konservasi seperti pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi, rehabilitasi lahan dsb.
Penegakan hukum lingkungan hidup;
Pengembangan SDM pengelolaan lingkungan hidup.

2.2 Pengurangan Limbah Industri Dengan Penerapan Clean Technology

Selama ini praktek pengelolaan lingkungan di industri fokus pada pengelolaan (treartment) yang dikenal dengan end of pipe (EOP) dari sisi bisnis pendekatan
ini tidak mendatangkan keuntungan ekonomis karena investasi, operasi, pemeliharaan dan pembuangan (dispocal) yang dikeluarkan bersifat pusat biaya (Cost
Centre). Disamping itu juga menjadi beban karena sulitnya memenuhi atau memelihara konsistensi pemenuhan regulasi (comply with regulation) yang menjadi
pendekatan ini.

Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam pengurangan limbah industri :

Pemilihan jenis teknologi yang digunakan dalam dunia usahan (4R : Reduce, Reuse, Recycling, Recovery)
Mengatasi masalah lingkungan dengan EOP (End Of Pipe) dan CTP (Clean Technology Process). EOP menangani limbah yang terjadi sebagai akibat kegiatan
industri, terutama ditunjukan kepada industri-industri yang ada. CTP, meminimalkan limbah dalam arti mulai dari pemilihan dan penanganan bahan baku,
Disain pabrik dengan prinsip-prinsip 4R, pemilihan teknologi proses yang bersih dan hemat energi serta pengolahan limbah sejak awal sudah harus dipikirkan.

Tabel 2.1. Eksternal dan Internal Katalis dalam Pengurangan Limbah Industri
External
Internal

Adanya peraturan perudang-undangan yang jelas Tingkat kualitas dari barang jadi.
Biaya pajak dan denda. Biaya yang dikeluarkan dalam menghasilkan barang jadi
Intensitas tekanan lingkungan Biaya penurunan limbah
Kejadian atau kecelakaan yang ditimbulkan oleh pabrik. Kesulitan dalam pembuangan limbah
Biaya bahan baku.
Kesulitan dalam memperoleh bahan baku.
Kejadian dan kecelakaan secara internal.
Sumber : Clean Technology (Misra, 1996)

2.3 Misi, Strategi, Program Dan Prinsip-Prinsip Dalam Pengelolaan Limbah B3

Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya


Yang dimaksud dengan limbah B3 disini adalah “setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan /atau beracun yang karena sifat dan /atau
konsentrasinya dan /atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan /atau mencemarkan lingkungan hidup dan /atau
membahayakan.” Dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang langsung ke lingkungan sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga
dampak tersebut akan berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai makanan. Mengingat besarnya resiko yang
ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah berusaha untuk mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.

Misi Pengelolaan Limbah B3


Mengurangi dan mencegah semaksi-mal mungkin ditimbulkannya limbah B3 dan mengolah limbah B3 dengan tepat sehingga tidak menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan terganggunya kesehatan manusia.

Strategi Pengelolaan Limbah B3


Mempromosikan dan mengembangkan teknik minimisasi limbah melalui teknologi bersih, penggunaan kembali, perolehan kembali, dan daur ulang.
Meningkatkan kesadaran masyarakat.
Meningkatkan kerjasama antar instansi, baik di pusat, daerah maupun inter-nasional, dalam pengelolaan limbah B3.
Melaksanakan dan mengembangkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Membangun Pusat-pusat Pengolahan Limbah Industri B3 (PPLI-B3) di wilayah yang padat industri.
Prinsip-prinsip pengelolaan Limbah B3
“POLLUTION PREVENTION PRINCIPLE”
(Upaya meminimasi timbulan limbah).

“POLLUTER PAYS PRINCIPLE”


(Pencemaran harus membayar semua biaya yang diakibatkannya).

“CRADLE TO GRAVE PRINCIPLE”


Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai dibuang/ditimbunnya limbah B3 . Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin
dengan sumbernya.

“NON DESCRIMINATORY PRINCIPLE”


Semua limbah B3 harus diberlakukan sama di dalam pengolahan dan penanganannya.

“SUSTAINABLE DEVELOPMENT”
(Pembangunan berkelanjutan).

2.4 Pengelolaan Limbah Industri B3 Oleh Pemerintah.

Untuk mencapai sasaran dalam pengelolaan limbah perlu di buat dan diterapkan suatu sistem pengelolaan yang baik, terutama pada sektor-sektor kegiatan yang
sangat berpotensi menghasilkan limbah B3. Salah satu sektor kegiatan yang sangat berpotensi menghasilkan limbah B3 adalah sektor industri. Sampai saat ini
sektor industri merupakan salah satu penyumbang bahan pencemar yang terbesar di kota-kota besar di Indonesia yang mengandalkan kegiatan
perekonomiannya dari industri. Untuk menghindari terjadinya pencemaran yang ditimbulkan dari sektor industri, maka diperlukan suatu sistem yang baik
untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan limbah industri, terutama limbah B3-nya.

Pengawasan limbah B3 adalah suatu upaya yang meliputi pemantauan penataan persyaratan serta ketentuan teknis dan administrative oleh penghasil,
pemanfaat, pengumpul, pengolah termasuk penimbun limbah B3. Sedangkan yang dimaksud pemantauan di sini adalah kegiatan pengecekan persyaratan-
persyaratan teknis-administratif oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah termasuk penimbun limbah B3.

Sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/01/1998 tentang Tata
Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di Daerah, maka pengawasan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah B3 dapat
dikelompokkan kedalam tiga kewenangan, yaitu kewenangan Pemerintah Daerah Tingkat II, kewenangan Pemerintah Daerah Tingkaat I dan kewenangan
Bapedal.
2.5 Karakteristik Limbah B3

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dapat diidentifikasi melalui beberapa karakteristiknya

2.6 Teknik Pengolahan Limbah B3

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah B3 menjadi tidak berbahaya atau tidak beracun dan immobilisasi
limbah B3 sebelum ditimbun memungkinkan agar limbah B3 dimanfaatkan kembali[2]. Proses pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi
daya racun limbah B3 dan menghilangkan sifat limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya.

Tabel 2.4. Metode Pengolahan Limbah B3

BPPT menyebutkan, ada beberapa cara teknik pengolahan Limbah B3, diantaranya adalah:

1 Netralisasi.

Netralisasi limbah diperlukan jika kondisi limbah masih diluar range pH baku mutu limbah (BML) yang diperlukan pH (6-8), sebab limbah diluar kondisi
tersebut dapat bersifat racun atau kosorosif. Dalam beberapa hal netralisasi dapat dilakukan dengan cara mencampur limbah yang bersifat asam dengan yang
bersifat basa. Secara umum reaksi netralisasi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Asam + Basa Garam + Air (Kondisi lebih netral)

2 Sedimentasi (pengendapan)

Jika konsentrasi logam berat didalam air limbah cukup tinggi, maka logam tersebut dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan pengendapan. Pengendapan
dapat megubah bentuk logam yang ada kedalam bentuk hidroksidanya.

3 Koagulasi dan Flokulasi.

Koagulasi dan flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan juka kecepatan pengendapan secara alami padatan tersebut lambat atau
tidak efisien. Koagulasi dilakukan dengan menambahkan bahan kimia koagulan kedalam air limbah.

4 Oksidasi – Reduksi

Oksidasi adalah reaksi kimia yang akan meningkatkan bilangan valensi meteri yang bereaksi dengan melepaskan elektron. Reaksi oksidasi selalu diikuti
dengan reaksi reduksi. Reaksi Reduksi adalah reaksi bilangan kimia yang akan menurunkan bilangan valensi materi yang akan bereaksi dengan menerima
elektron dari luar. Reaksi kimia yang melibatkan kedua reaksi tersebut adalah reaksi Redoks.

5 Insenerasi

Insenarasi merupakan sebuah proses pembakaran sampah padat. Alat yang digumakan untuk melaukukan insenerasi adalah insenerator. Inseneeator sering
digunakan untuk mengolah limbah B3 yang memerlukan persyaratan teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat. Insenarator harus dioperasikan pada
kondisi diatas temperatur destruksi bahan yang dibakar.

6 Stabilisasi/solidifikasi

Pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah sifat fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat (aditif) B3
agar pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur yang kekar (Massive). Pada proses ini, limbah B3
harus dapat diikat dan distabilkan sehinga sifat racun dan sifat bahayanya dapat diturunkan sampai ambang batas yang ditentukan.

7 Pengolahan dengan cara penimbunan

Pengolahan dengan cara ini memerlukan lokasi yang luas, jauh dari permukiman penduduk dan aktivitasnya. Lokasi penimbunanan juga tidak boleh
berhubungan dengan faktor-faktor pendukung kehidupan seperti, tempat sumber air atau lokasi serapan air tanah. Lokasi penimbunan yang sudah penuh harus
ditutup dan tidak dapat digunakan sebagai lokasi permukiman.
Pengolahan limbah B3.

2.7 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 di Bengkel

Limbah B3 juga dapat dihasilkan dari berbagai sumber dengan laju timbulan rendah, seperti industri dry clener, bengkel, proses cuci cetak film. Jenis penghasil
limbah semacam ini yang memproduksi limbah lebih kecil dari 1 ton/bulan dikategorikan sebagai peghasil limbah B3 skala kecil. Limbah B3 dari penghasil
berskala kecil dapat menyebabkan terjadinya bahaya besar apabila tidak dikelola dengan benar. Limbah B3 dari penghasil skala kecil biasanya dibuang ke TPA
sampah kota, ke badan air, ke saluran drainase serta ke bukan tempat pengolahan dan pembuangan khusus limbah B3 (Trihadiningrum, 2000). Menurut
Muliartha, dkk (2004), Limbah yang dihasilkan dari usaha perbengkelan juga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air, tanah maupun udara disekitar
apabila tidak dikelola dengan benar. Limbah B3 yang dihasilkan dari usaha bengkel antara lain : limbah padat dan limbah cair. Limbah B3 padat meliputi
limbah logam yang dihasikan dari kegiatan usaha perbengkelan seperti skrup, potongan logam, lap kain yang terkontaminasi oleh pelumas bekas maupun
pelarut bekas. Sedangkan limbah cair meliputi oli bekas, pelarut atau pembersih, H2SO4 dari aki bekas.

Dari permasalahan yang diakibatkan dari limbah B3 bengkel tersebut, di paper ini akan dibahas menganai jumlah timbulan dari masing – masing ktegori
bengkel dan juga pengelolaan yang ada di lapangan mengenai pengelolaan limbah B3 bengkel.

TIMBULAN LIMBAH B3 BENGKEL

Jumlah timbulan digunakan untuk mengetahui seberapa besar volume yang dibutuhkan perhari untuk menampung limbah B3 yang dihasilkan. Jumlah timbulan
rata – rata dikategorikan berdasarkan jumlah pelanggan dari bengkel tersebut

Tabel. 2.5. Jumlah Timbunan Limbah B3 Bengkel Perhari


Sumber : Ia’Natul Mukhlishoh

Jumlah timbulan limbah oli bekas dan botol bekas oli sebanding dengan kategori bengkel, dimana semakin ramai bengkel tersebut maka jumlah timbulan yang
dihasilkan juga akan semakin besar, berbeda dengan limbah aki bekas dan onderdil terkontaminasi oli yang pemakaiannya sangat jarang dan untuk
penggantiannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Dari limbah B3 bengkel tersebut harus dilakukan pengelolaan yang sesuai agar menghindari terjadinya
bahaya yang ditimbulkan dari limbah B3 bengkel tersebut.

PENGELOLAAN LIMBAH B3 BENGKEL

Pewadahan
Pewadahan Pewadahan limbah B3 bengkel yang ada di lapangan masih belum sesuai dengan Keputusan Kepala Bapedal no.1 tahun 1995. Dimana untuk
ketentuan umum kemasan yang digunakan yaitu harus kuat, tahan lama, tidak bocor dan tidak mudah berkarat. Selain itu kemasan yang digunakan harus
tertutup untuk menghindari terjadinya paparan limbah B3 ke udara. Untuk penggunaan wadah yang ada di lapangan dapat dilihat pada gambar.1.

Gambar 2.2 Wadah oli, onderdil terkontaminasi dan botol bekas oli.

Keadaan di lapangan untuk pewadahan hanya dilakukan untuk oli bekas, onderdil terkontaminasi dan botol bekas oli. Sedangkan untuk majun dan aki bekas
tidak ada pewadahan khusus. Hal tersebut sangatlah tidak dianjurkan karena untuk limbah B3 haruslah memiliki wadah khusus yang berguna untuk
mengamankan limbah B3 tersebut dan lingkungan sekitarnya. Selain itu untuk wadah limbah B3 harus dilengkapi dengan symbol dan label yang sesuai dengan
karakteristik limbah B3 tersebut.

Penyimpanan
Untuk penyimpanan limbah B3 yang ada di bengkel masih belum sesuai dengan Kep. Bapedal no.1 tahun 1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah B3. Untuk penyimpanan limbah B3 yang berada di luar bengkel tidak memiliki bangunan khusus penyimpanan, namun
hanya diletakkan begitu saja di luar bengkel. Sehingga hampir semua drum oli bekas maupun tandon yang terletak di luar bengkel bercampur dengan air hujan.

Pengangkutan
Untuk penyimpanan limbah B3 yang ada di bengkel masih belum sesuai dengan Kep. Bapedal no.1 tahun 1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah B3. Untuk penyimpanan limbah B3 yang berada di luar bengkel tidak memiliki bangunan khusus penyimpanan, namun
hanya diletakkan begitu saja di luar bengkel. Sehingga hampir semua drum oli bekas maupun tandon yang terletak di luar bengkel bercampur dengan air hujan.
Analisa Perancangan Pengeloaan Limbah B3 Di Bengkel

Pengelolaan limbah B3 ini berguna untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3
bengkel.

Reduksi
Reduksi dilakukan untuk mengurangi jumlah timbulan limbah B3 bengkel dan mengurangi sifat bahaya dari racun yang dapat dilakukan. Usaha reduksi untuk
limbah B3 bengkel yaitu :

• Menggunakan kembali onderdil – onderdil bekas yang masih dapat digunakan kembali.
• Menerapkan sistem K3 untuk menghindari terjadinya ceceran pelumas atau bahan bakar dari motor sehingga mengurangi penggunaan majun yang
terkontaminasi.
• Menggunakan kembali majun yang masih belum terlalu kotor.
Pewadahan dan Label
Pewadahan yang digunakan untuk limbah B3 bengkel yang sesuai dengan kategori limbah yang ada di bengkel yaitu mudah terbakar dan korosif adalah wadah
yang memenuhi kriteria umum sebagai berikut :
• limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda tidak boleh disimpan dalam satu kemasan untuk menghindari terjadinya pencampuran dari 2 sifat limbah B3
yang berbeda yang dapat mengakibatkan reaksi yang tidak diinginkan.
• Kemasan limbah B3 harus terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3 tersebut, tahan lama, tidak mudah berkarat, dan tidak bocor.
Kemasan harus diganti apabila terdapat kerusakan atau kebocoran pada kemasan.

• Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan pada saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan.

Pengangkutan
Pengangkutan ini dilakukan untuk mengirim limbah B3 bengkel ke pihak pengolah atau pemanfaat. Pada Peraturan Pemerintah no.18 tahun 1999 dijelaskan
bahwa pengangkut bisa dilakukan oleh penghasil limbah, namun untuk limbah B3 bengkel ini sebaiknya dilakukan oleh pihak pengolah atau pemanfaat limbah
B3 bengkel tersebut. Pengangkutan harus disertai dengan manifest yang dimiliki oleh pihak pengangkut. Kendaraan pengangkut yang digunakan harus tahan
lama, kuat dan mampu melindungi limbah B3 yang akan diangkut. Selanjutnya pengangkutan ini akan dibawa ke pihak pemanfaat atau pengolah limbah yang
akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengangkutan limbah B3 adalah rute pengangkutan yang harus memperhatikan peraturan yang berlaku. Apabila
peraturan mengenai trayek tidak ada maka pengangkut limbah B3 sebaiknya memilih jalan arteri yang jauh dari pemukiman guna menghindari terjadinya
bahaya yang tidak diinginkan (Trihadiningrum, 2000).

Dikeluarkan di Perawang , 01 – Oktober – 2019


PT ANEKA INTER KENCANA

( Kusdiyanto Kusni )
Direktur

CSMS: Bab J-1

Anda mungkin juga menyukai