Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENELITIAN

TEKNIK LINGKUNGAN
Penilaian Kinerja perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan ( Dikenal Dengan proper,
Area Penilaian Proper Meliputi,)
Dosen: Risna S.T, M.Si

Disusun Oleh:
- Alfandi Alfamurahim (2101062)
- Fajri Akbar Ramadan (2101063)
- Mario AngeloWoti Lorenzo(2101087)
- Leo Agung Yusuf(2101059)

S1 Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Bumi Balikapapan
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan Penelitian
1. Pembuatan Laporan Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi tugas
besar Teknik Lingkungan Prodi Teknik Perminyakan dari dosen
Risna S.T, M.Si.
2. Meneliti tentang Pngolahan Limbah B3 dan Analisis Dampak
Lingkungan beserta studi kasusnya.

B. Landasan Teori
1. Pengolahan Limbah B3
Limbah bahan berbahaya dan beracun merupakan hasil sisa dari suatu kegiatan
proses produksi yang mengandung B3, baik itu dikarenakan sifatnya, konsentrasi atau
jumlahnya yang dapat mencemari lingkungan hidup dan membahayakan kesehatan.
limbah B3 di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan dikarenakan jumlah
industri yang ada semakin banyak. Pembangunan dalam sektor industri tentu
menghasilkan dampak positif yaitu menghasilkan suatu produk yang memiliki banyak
manfaat dan dampak negatif tentu akan menghasilkan limbah (Darsono, 2013 : 245).
Limbah Bahan B3 merupakan limbah yang sangat berbahaya dikarenakan memiliki
sifat atau karakteristik merusak dan berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup,
maka perlu adanya pengelolaan secara tepat untuk mengurangi serta meminimalkan
resiko yang dapat ditimbulkan kedepannya (Watts, 1997).
Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014 limbah B3 adalah sisa suatu kegiatan atau
aktifitas yang dilakukan dan didalamnya terkandung zat atau komponen lain yang
karena karakteristiknya dapat merusak, membahayakan kesehatan serta kelangsungan
makhluk hidup.
Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah, hal ini
bertujuan agar mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan pada lingkungan hidup,
kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengelolaan ini terdiri dari kegiatan
identifikasi limbah B3/penetapan limbah B3, pemberian simbol, pemberian label, dan
penyimpanan.
Penetapan limbah B3 dilakukan untuk mengetahui apakah limbah tersebut
benarbenar masuk dalam kategori limbah B3 atau tidak. Untuk mengetahui hal tersebut
maka dilakukan beberapa tahapan yang harus dilalui.
Penyimpanan ini hanya bersifat sementara dan harus diletakkan pada TPS limbah
B3 yang telah tersedia. Penyimpanan ini dilakukan oleh penghasil limbah B3 dengan
tujuan agar limbah tersebut tidak dibuang sembarangan atau tercecer yang meliputi
pengambilan, pengumpulan dan pengemasan.
Simbol dan label limbah B3 berfungsi untuk menunjukan klasifikasi limbah B3
yang disimpan dalam suatu kemasan baik itu berupa drum atau kotak. Pemasangan
simbol dan label juga berfungsi agar limbah tersebut tidak tercampur dan memudahkan
pada saat peletakan dikarenakan tidak semua jenis limbah B3 yang dapat digabung
menjadi satu tempat, selain itu juga berfungsi memudahkan penanggulangan bahaya
jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan.
Pengangkutan limbah B3 bertujuan untuk mengangkut limbah B3 ke tempat
pengelolaan limbah B3 akhir untuk dilakukan pemanfaatan kembali, pengelolaan
kembali dan penimbunan. Kerjasama dengan pihak 3 yang memiliki ijin untuk
melakukan pengangkutan limbah B3 harus mengikuti ketentuan dan persyaratan yang
terdapat pada PP no 101 tahun 2014.

2. Analisis Dampak Lingkungan


Secara teoritis atau praktis konsep AMDAL sebagai salah satu
instrumenpentingdalamupayamewujudkankelestarianfungsilingkunganhidupdariancam
an dan pencemaran mempunyai nilai esensial, karena diterima sebagaiinstrumen
nasional, sehingga sudah selayaknya menjadi komitmen perusahaan-perusahaanuntuk
mengaktualisasikan dalamaktivitasekonominya.
DalampandanganR.E.Munn,AMDALadalahsebagaialatuntukmemperkirakan,me
nilaidanmengkomunikasikandampaklingkungansuatuproyek,ArmanHakim
memandangAMDALsebagaisuatu alat penting yangsecara aman melindungi
lingkungan hidup (Bethan, 2008 : 276). Sedangkanmenurut Muhammad Zaidun, dalam
konteks mikro, suatu studi AMDAL
padaaspekpraktisoperasionalakanmenghasilkansuatuRencanaPengelolaanLingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Suatu AMDALsekaligus
memposisikan suatu hasil analisis untuk melakukan upaya preventifbagi pencegahan
timbulnya dampak lingkungan karena suatu kegiatan (termasukmasalahpencemaran
lingkungan hidup).
Secara substantif AMDAL memuat beragam upaya yang dikonstruksikanuntuk
mencegah berbagai kemungkinan buruk yang dapat menurunkan
kualitaslingkunganhidup.Melaluirencanapengelolaandanpemantauanlingkunganhidup
yang sistematis, diharapkan upaya pencegahan dampak negatif terhadaplingkungan
hidup tataran praktis pragmatisdapat terwujuddalam kenyataan,(Bethan,2008 : 276).

AMDALdalamperaturanperundang-undangannasionaldiaturdalamUndang-
UndangRepublikIndonesiaNomor32Tahun20099tentangPerlindungandanPengelolaanL
ingkunganHidup(UUPPLH)danPeraturanPemerintahNomor27Tahun1999tentangAnali
sisMengenaiDampakLingkunganHidup(AMDAL),dimanadalampasal1AngkabahwaAn
alisiMengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampakbesardanpentingsuatuusahadan/ataukegiatanyangdirencanakanpadalingkungan
hidup yang diperlukan bagi proeses pengambilan keputusan
tentangpenyelenggaraanusaha dan/atau kegiatan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengolahan Limbah B3
BerdasarkanBadanPusatStatistik(BPS)merilis data terbaru terkait
perkembangan jumlahkendaraan bermotor sampai 2018. Totalnya,
per2018jumlahsemuajeniskendaraanbermotormencapai 146.858.759 unit. Sebanyak
120.101.047unit adalah sepeda motor yang tercatat per 2018.
(bps.go.id,2018).Jumlahtransportasiyangsemakinmeningkatdipicuolehpertumbuhan
populasi dan kendaraan sepeda motor
mendorongjumlahkegiatanusahabengkelyangmelayanijasaperawatandanperbaikank
endaraansepedamotorsemakin meningkat pula. Perkembangan
kegiatanusahabengkelbanyak terjadidikotakotabesar.
Kegiatanusahabengkelmemilikidampakpositifdandampaknegatif.Dampakpositif
nyaadalahmemberikankesejahteraan,sertamemberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat.Sebaliknya, jika tidak di olah dengan baik
makausahatersebutdapetmenyebakankerusakanlingkungan yang di akibatkan salah
satunya limbaholi bekas yang tidak di perlakukan dengan baik.Menurut
(Bawamenewi, 2015), apabila limbah olibekas tumpah akan mempengaruhi air,
tanah danberbahayabagilingkungan.
Berartibanyaknyapenggunaankendaraansepeda motor di Indonesia berpengaruh
terhadapkerusakanlingkungansalahsatunyayaitupencemaran akibat limbah,oli bekas
.Llimbah B3yaitu Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebagaizat, energi, dan/atau
komponen lain yang karenasifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik
secaralangsungmaupuntidaklangsung,dapatmencemarkandan/ataumerusaklingkung
anhidup,dan/
ataumembahayakanlingkunganhidup,kesehatan,sertakelangsunganhidupmanusiada
nmakhlukhiduplain(PeraturanPemerintahNomor101tahun2014tentangPengelolaanL
imbahBahanBerbahayadanBeracun).Berdasarkankriteria limbah yang dikeluarkan
oleh KementrianLingkunganHidup,olibekastermasukkategorilimbahB3.
Sejalandenganperkembangankotadandaerah, volume oli bekas terus meningkat
seiringdengan pertambahan jumlah kendaraan bermotordan mesin-mesin bermotor.
Di daerah pedesaansekalipun, sudah bisa ditemukan bengkel-bengkelkecil, yang
salah satu limbahnya adalah oli
bekas.Dengankatalain,penyebaranolibekassudahsangatluasdarikotabesarsampaikew
ilayahpedesaandiseluruh Indonesia.
Dilainpihakketergantunganterhadapminyakbumipadawaktuyangsamaakanterus
meningkatakibatpertambahanpendudukdankegiatanindustridanpembangunan.Akiba
tdarihalini adalah harga energi yang semakin tinggi
danpasokanminyakyangmenurun.Penelitianinidilakukan untuk merubah limbah b3
yaitu oli bekasmenjadibahanbakarcairialahdenganprosesperlakuan panas. Perlakuan
panas adalah suatumetode yang digunakan untuk merubah sifat fisikbahan baku.
Maka dari itu penulis akan membuatproses pengolahan limbah b3 (oli bekas)
menjadibahan bakar cair dengan perlakuan panas yangkonstan.

B. Analisis Dampak Lingkungan


AMDAL dalam peraturan perundang-undangan nasional diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 20099 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL), dimana dalam pasal 1 Angka
bahwa Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proeses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Dalam ketentuan Pasal 22 Ayat (1) UUPPLH bahwa setiap usaha
dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib memiliki AMDAL. Ayat (2) menyatakan bahwa dampak penting
ditentukan berdasarkan kriteria :
a. Besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha
dan/atau kegiata.
b. Luas wilayah penyebaran dampak.
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung.
d. Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak.
e. Sifat kumulatif dampak.
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
g. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Berdasarkan konsep hukum AMDAL dalam perangkat perangkat


peraturan tersebut, perlu disaadari bahwa AMDAL ini sebagai instrumen
hukum yang memiliki makna penting untuk melindungi lingkungan dari
berbagai kegiatan, khususnya yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang
kegiatannya dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
kelangsungan lingkungan hidup. Dilihat dari perspektif perlindungan
lingkungan hidup, karakteristik AMDAL idealnya dipahami sebagai
peraturan hukum yang berfungsi sebagai instrumen penjaga keseimbangan
dalam kehidupan bernegara, khusunya pada dimensi untuk menjaga
kepentingan masyarakat akan lingkungan hidup yang baik dan sehat dalam
kehidupannya.
Fungsi AMDAL baik sebagai fungsi instrumen pengendalian
lingkungan hidup maupun sebaga “early warning system”. Menjadikan
AMDAL memiliki posisi cukup penting dalam manajemen pengelolaan
lingkungan hidup. Hal ini disebabkan karena : (N.H.T. Siahaan, 1987:252).
1. AMDAL sebagai dasar dalam sistem manajemen lingkungan
“environmental management system”. Untuk kegiatan
pembangunan. Dengan AMDAL berperan sebagai masukan bagi
penyusunan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.
2. AMDAL sebagai instrumen preventif, yakni melakukan kebijakan-
kebijakan pencegahan dini, agar setiap kegiatan tidak menimbulkan
(banyak) korban lingkungan.
3. Sistem AMDAL merupakan masukan dalam perencanaan
pembangunan wilayah.
4. Sistem AMDAL juga sebagai dasar untuk mendapatkan izin
melakukan kegiatan yang berdampak besar dan penting.
Demikian pentingnya keberadaan AMDAL dalam manajemen
pengelolaan lingkungan hidup, sehingga menurut kajian Muhammad
Zaidun, peran AMDAL adalah menempatkan diri pada posisi sentral, yaitu
sebagai pusat pengendalian perencanaan pembangunan pada berbagai
tingkatabn kegiatan pembangunan. Bila dilihat dari perspektif strategi
perencanaan pembangunan, posisi AMDAL merupakan suatu fase
mekanisme yang berperan sebagai alat penyaring atas perencanaan suatu
kegiatan pembangunan agar selaras dengan strategi dan kebijakan
pembangunan nasional yang terpadu.
Emil Salim berpendapat, walaupun AMDAL memberikan kelengkapan
informasi bagi pengambilan keputusan, tetapi baik buruknya suatu rencana
kegiatan itu setelah AMDAL diketahui, adalah terletak ditangan pengambil
keputusan (Emil Salim dalam Bethan, 2008:188). Instansi pemerintah yang
ditugasi mengendalikan dampak lingkungan hidup (di pusat dan daerah)
bertanggungjawab menerbitkan keputusan layak atau tidaknya AMDAL
yang diajukan oleh pemrakarsa kegiatan. Meskipun karakter AMDAL
secara teoritis sangat baik, karena memiliki idelaisme untuk menjaga
lingkungan hidup dari dampak-dampak yang timbul akibat suatu kegiatan,
namun pada prakteknya pelaksanaan AMDAL ini kadang tidak maksimal,
karena terkendala oleh beragam faktor, terutama kondisi internal
perusahaan, seperti kurangnya komitmen dan dukungan di tingkat
manajemen perusahaan dankualita Sumber Daya Manusia (SDM) yang
cukup untuk merealisasikan program-program perusahaan terhadap
kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Menurut Otto Soemarwoto, ada beberapa sebab penting tidak efektifnya
AMDAL yaitu : (Sumarwoto, 2001:72).
1. Pelaksanaan AMDAL yang terlambat, sehingga tidak dapat lagi
mempengaruhi proses perencanaan, tanpa menyebabkan penundaan
peleksanaan program atau proyek dan menaikan biaya proyek.
2. Kurangnya pengertian pada sementara pihak, tentang arti dan
peranan AMDAL, sehingga AMDAL dilaksanakan sekedar untuk
memenuhi peraturan undang-undang atau disalahgunakan untuk
membenarkan suatu proyek.
3. Belum cukup berkembangnya teknik AMDAL untuk dapat
dibuatnya yang relevan dan dengan rekomendasi yang spesifik dan
jelas.
4. Kurangnya keterampilan pada Komisi AMDAL untuk memeriksa
laporan AMDAL.
5. Belum adanya pemantauan yang baik untuk mengetahui apakah
rekomendasi pengendalian AMDAL yang tertera dalam RKL benar-
benar digunakan untuk menyempurnakan perencanaan dan
dilaksanakan dalam implementasi proyek.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hasilpenelitianmenunjukkan,olibekasyangtermasuk sebagai limbah Bahan
Berbahaya danBeracun (B3) ternyata dapat diolah kembali menjadibahan bakar cair
dengan perlakuan panas yangtepat. Setelah dilakukan pengujian tingkatan
padaperancanganalatmempengaruhihasildimana,hasildariprosespengolahanpadake
ranAmenghasilkanprodukyanglebihbersih,lebihjernihdanbisaterbakardenganadany
aperantarasepertikain atau kayu dibandingkan dengan produk
yangdihasilkanpadakeranB.Kenaikantemperaturmemiliki dampak yang besar
terhadap hasil dariproses pengolahan. Setelah dilakukan perlakuanpanas yang
konstan pada variabel 250°C ,300°Cdan 350°C hasil paling baik yaitu pada suhu
350°CdimanavolumeyangdidapatpadakeranAsebanyak 1 liter dan pada keran B
sebanyak 0,2Liter.
HasilujispesifikasisampelAmemilikispesifikasi yang hampir sama dengan
bahan
bakarbiosolardansolar,kecualinilaiviskositas,kadarairdantitiknyala.Dimananilaivis
kositaspadastandarbiosolar dan solar maksimal 4,5 mm 2/s sedangkanpada sampel
A yaitu sebesar 6,3242 mm2/s. Untukkadar air , kadar air yang dimiliki sampel A
sangatjauh melebihi standar biosolar dan solar dimanakadar air pada biosolar dan
solar yaitu di bawah 1%.Untuk titik nyala sampel A lebih mudah
terbakardibandingbiosolardansolarkarenasampelAmemiliki titik nyala yang lebih
rendah dari
biosolardansolaryaitusebesar34,3°Csedangkantitiknyalabiosolardansolaryaitudiata
s60°C.Dengandilakukannya pengolahan limbah oli bekas
makadapatmengatasilimbahBahanBerbahayadanBeracunkhususnyaolibekasyangs
udahtidakterpakai dan dapat di manfaatkan kempali
menjadiprodukbahanbakarcair.

Analisi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) menurut Pasal 1


Angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah kajian mengenai dampak
besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proeses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/ataupun kegiatan.
AMDAL memiliki fingsi sebagai instrumen vital pengendalian dampak
lingkungan hidup secara berkesinambungan. Hasil studi AMDAL berfungsi sebagai
“early warning system”. Fungsi AMDAL baik sebagai instrumen pengendalian
lingkungan hidup maupun sebagai “early warning system”, menjadikan AMDAL
memiliki posisi cukup penting dalam manajemen pengelolaan lingkungan hidup. Hal
ini disebabkan karena :
a. AMDAL sebagai dasar dalam sistem manajemen lingkungan
(envoronmental management system) untuk kegiatan pembangunan.
Dengan AMDAL dapat berperan sebagai masukan bagi penyusunan
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
b. AMDAL sebagai instrumen preventif, yakni melakukan kebijakan-
kebijakan pencegahan dini, agar setiap kegiatan tidak menimbulkan
(banyak korban lingkungan)
c. Sistem AMDAL merupakan masukan dalam perencanaan pembangunan
wilayah.
d. Sistem AMDAL juga sebagai dasar untuk mendapatan izin melakukan
kegiatan yang berdampak besar dan penting.
.
Lampiran

Contoh Studi Kasus Pengolahan Limbah B3


Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam
negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan
(Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan
limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke
sejumlah danau penghasil air bersih. “Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan
oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun
selama ini tak terkontrol.

Salah satu industry berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tak
punya pengolahan limbah adalah McDermot,” ungkap Kepala Bagian Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di
Batam, Senin (17/3). Menurut Zulfakkar, dari 24 kawasan industri, hanya empat yang
memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit pengolahan limbah (UPL) secara
terpadu, yaitu kawasan industri Muka Kuning, Batamindo Investment Cakrwala (BIC).
Selain BIC, yang memiliki Amdal adalah PanbilIdustrial Estate, Semblong Citra Nusa,
dan Kawasan Industri Kabil. “Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang
dikelola Otorita Batam (OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek
lingkungan dan social kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan pertumbuhan
ekonomi menjadi tujuan segalanya.

Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah kawasan industri tanpa
mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar hukum. “Semenjak Pemerintah Kota
(Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau
Batam yang kita bangga-banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya sudah rusak
parah.

Contoh Studi Kasus Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)


Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah
lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang
beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang
belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah
kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak
bisa berbuat apa -apa.

Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami
lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad
Wahyudin, Kepala Sub -Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di
Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto,
Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga
saat ini belum mempunyai Amdal.

Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa
beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali
-kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen
Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa
kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,”
ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin
kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum
menjalankan studi Amdal.

Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli
terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli
terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun
kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada
Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak
pernah menyampaikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan
berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Analisis Dampak Lingkungan

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/galuhjustisi/article/download/5610/4130

Bethan, S. 2008. Penerapan Prinsip Hukm Pelestarian Fungsi Lingkungan


HidupDalamAktivitasIndustriNasionalSebuahUpayaPenyelamatan
LingkunganHidupdanKehidupanAntarGenerasi.Bandung:Alumni.

Rajagukguk E dan Khairandy R. (Editora). 2001. Hukum dan Lingkungan


HidupIndonesia. Jakarta: Pasca Sarjana Fakultas Hukum Program
UniversitasIndonesia.

Siahaan,N.H.T.2008,EkologiPembangunandanHukum TataLingkungan,
Jakarta:Erlangga.

Soemarwoto,O.2001.AnalisisMengenaiDampakLingkungan.Yogyakarta:Gadj
ahMada University Press.

Jurnal Pengolahan Limbah B3

https://zenodo.org/record/4547878#.Yk6sByhBzIV

Bawamenewi, Apri Yeni Asni (2015), “PengelolaanLimbah Minyak


Pelumas(Oli)BekasOlehBengkelSebagaiUpayaPengendalianPencemaran

LingkunganDiKotaYogyakartaBerdasarkanPeraturanDaerahKotaYogyakartaNomo
r1Tahun2012TentangPengelolaanLingkunganHidup”.
JurnalFakultasHukumUniversitasAtmaJayaYogyakarta.

Danarto,Y.C.2010.“PirolisisSerbukKayuDenganKatalisatorZeolit”.Prosiding
seminarnasionalteknikkimia“kejuangan”.Yogyakarta.

Kholidah,Nurul.2014.“PengaruhPerbandinganCampuran Bioetanol Dan Gasoline


TerhadapKarakteristikGasoholDanKinerjaMesinKendaraanBermotor”.,LaporanAk
hirPoliteknikNegeri Sriwijaya.

NabilM.
(2010)."WasteLubricatingOilTreatmentbyAdsorptionProcessUsingDifferentAdsorb
ents".JournalWorldAcademyofScience,EngineeringandTechnology.62.

Anda mungkin juga menyukai