Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN

KERJA PRAKTIK

SISTEM PENGELOLAAN
LIMBAH PADAT BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
PT.PETROKIMIA GRESIK

DISUSUN OLEH
TRISNA AFRIADI M.
21080112110026

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek yang berjudul
“Sistem Pengelolaan Limbah Padat Bahan Berbahaya dan Beracun PT. Petrokimia
Gresik” Selama penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan bimbingan, arahan,
dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini izinkan penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Syafrudin, CES, MT selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Universitas Diponegoro.
2. Pertiwi Andarani, ST, M.Eng selaku koordinator Kerja Praktek.
3. Ir.irawan wisnu wardana selaku dosen pembimbing Kerja Praktek.
4. Mas Bagus selaku pembimbing lapangan Kerja Praktek di PT. Petrokimia
Gresik
5. Mba vero, Mba anin, Mba mery, Pak Bambang seluruh karyawan LK3
petrokimia. Terimakasih atas penerimaan, ilmu, cerita dan motivasi dalam
proses pelaksanaan kerja praktek dan proses penyusunan laporan.
6. Papa, Mama, kak ayu, dan kak rini serta keluarga besar atas doa,
dukungan, dan semangat yang diberikan.
7. Wafa, windi, yosep terimakasih untuk kebersamaan dan motivasi selama
kerja praktek di Gresik.
8. Teman-teman angkatan 2012 atas semua bantuan dan kerjasamanya.
Dalam laporan ini, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
berbagai kekurangan. Penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak berupa
saran dan kritik yang membangun dalam usaha perbaikan di masa mendatang.

Gresik,Maret 2016
Trisna Afriadi M.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan zaman yang semakin cepat menyebabkan kebutuhan


masyarakat juga meningkat dengan cepat. Hal tersebut menuntut berbagai pihak
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, salah satunya adalah industri.
Saat ini industri berkembang dengan sangat cepat, saling berlomba-lomba untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di samping saling bersaing dalam hal kualitas
maupun kuantitas. Aktivitas industri tentunya akan menimbulkan dampak negatif
yang salah satunya adalah limbah yang dihasilkan. Limbah yang dihasilkan oleh
suatu industri harus dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan
sekitar.
Seperti perusahaan kimia lainnya, proses produksi pada PT. Petrokimia
Gresik ini juga menghasilkan buangan atau limbah baik berupa limbah cair, gas,
padat maupun limbah B-3. Hasil akhir dari upaya pengelolaan yang dilakukan
adalah supaya semua jenis buangan memenuhi standar dan perundang-undangan
yang berlaku. PT. Petrokimia Gresik menghasilkan limbah B3 seperti oli bekas ,
grease bekas , katalis bekas , minyak trafo bekas , accu bekas , drum-drum bekas ,
limbah laboraturium ( mengandung B3 ) majun , sebuk gergaji , kapur , fly ash
dan bottom ash .
PT. Petrokimia tidak melakukan pengolahan terhadap limbah B3 yang
dihasilkan tetapi PT. Petrokimia Gresik pengelolaan limbah B3 . Pengelolahan
limbah B3 yang dilakukan PT.Petrokimia Gresik. Hal inilah yang menjadi daya
tarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai proses monitoring pengolahan
limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. PETROKIMIA GRESIK.
Dalam menangani limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) diperlukan
pembelajaran yang khusus yang bisa diperoleh diluar aktivitas perkuliahan. Untuk
itu diperlukan kerja sama dengan dunia industri dalam menyediakan sarana

I-1
I-2

pembelajaran. Salah satu upaya perwujudannya yaitu pelaksanaan program Kerja


Praktek mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro
pada PT PETROKIMIA GRESIK.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sehubungan dengan identifikasi dan batasan masalah yang telah


dikemukakan, maka penulis merumuskan masalah:
1. Apa saja sumber limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan
oleh proses produksi di PT PETROKIMIA GRESIK?
2. Bagaimana teknis operasional pelaksanaan pengelolaan limbah padat B3 yang
telah dilaksanakan di PT PT PETROKIMIA GRESIK?
3. Bagaimana perbandingan teknis operasional pelaksanaan pengelolaan limbah
padat B3 dengan peraturan yang berlaku?

1.3 TUJUAN KEGIATAN KERJA PRAKTEK


Tujuan dari kerja praktek ini adalah agar mahasiswa:
1. Mengidentifikasi sumber limbah padat B3 dari proses produksi PT
PETROKIMIA GRESIK.
2. Mengidentifikasi teknis operasional pelaksanaan pengelolaan limbah padat B3
yang telah dilaksanakan di PT PETROKIMIA GRESIK.
3. Membandingkan teknis operasional pelaksanaan pengelolaan limbah padat
B3 di PT PETROKIMIA GRESIKdengan peraturan yang berlaku.

1.4 MANFAAT KEGIATAN KERJA PRAKTEK

Manfaat dari pelaksanaan kegiatan kerja praktek antara lain :


1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sistem pengelolaan limbah
padat B3 di PT PETROKIMIA GRESIKdan penanganan limbah padat secara
umum
I-3

2. Memberikan informasi evaluasi dan perbaikan mengenai pengelolaan limbah


padat B3 hasil produksi di PT PETROKIMIA GRESIK.

1.5 PEMBATASAN MASALAH

Batasan masalah pada kerja praktek ini yang berkaitan dengan pengelolaan
limbah padat B3 antara lain:
1. Kebijakan dan peraturan pengelolaan limbah padat bahan berbahaya dan
beracun (B3) di PT PETROKIMIA GRESIK.
2. Aspek teknis operasional, organisasi, dan legalitas pada pengelolaan limbah
padat B3 yang mencakup reduksi limbah, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan.
Aspek lain yang terkait pengelolaan limbah B3 yaitu pengolahan dan penimbunan
serta pembiayaan limbah B3 tidak akan dibahas pada laporan kerja praktek.

1.6 Lokasi Kerja Praktek


PT PETROKIMIA GRESIK Jl. Jenderal Ahmad Yani - Gresik 61119

.
1.7 Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan selama 30 hari kerja, terhitung mulai 1 Maret
2016 – 31 Maret 2016.
II-1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Limbah B3


Pada dasarnya, pengelolaan limbah B3 di Indonesia mengacu pada prinsip-
prinsip dan pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara spesifik,
pengelolaan limbah B3 telah diatur lebih lanjut dalam:
 Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Tata Cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpilan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
 Keputusan Kepala Bapedal Nomor 2 Tahun 1995 Tentang Dokumen
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
 Keputusan Kepala Bapedal Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Simbol dan
Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
 Keputusan Kepala Bapedal Nomor 255 Tahun 1996 Tentang Tata Cara
dan Persyaratan Penyimpanan dan Pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
 Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999
 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 725 Tahun 2004
Tentang Pengangkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009
Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009
Tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat
II-2

Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah


Daerah
 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
 Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah No. 85 Tahun 1999

Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengelolaan limbah B3, hal


substansial pertama yang mutlak dibutuhkan adalah pengertian dari B3, limbah
B3, dan pengelolaan limbah B3. B3, yang merupakan bahan berbahaya dan
beracun, berbeda dengan limbah B3.
Menurut PP 101/2014, B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia
dan makhluk hidup lain. Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan dan limbah
B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terlihat perbedaan antara B3 dan
limbah B3. Jika B3 adalah bahan yang mengandung sifat berbahaya dan beracun
yang akan digunakan untuk suatu kegiatan, maka limbah B3 adalah sisa dari suatu
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Pengelolaan B3 dan
pengelolaan limbah B3 pun akan berbeda. Dalam laporan ini ruang lingkup yang
digunakan terbatas pada pengelolaan limbah B3.
Menurut PP 101/2014, pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang
meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan. Pengurangan limbah B3 adalah kegiatan untuk
mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari limbah
B3 sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Penyimpanan limbah
II-3

B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil limbah


B3 dengan maksud menyimpan sementara limbah B3 yang dihasilkannya.
Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari
penghasil limbah B3 sebelum diserahkan kepada pemanfaat limbah B3, pengolah
limbah B3, dan/atau penimbun limbah B3.
Masih menurut PP 101/2014, Pemanfaatan Limbah B3 adalah kegiatan
penggunaan kembali, daur ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan
untuk mengubah limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai
substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang aman bagi
kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pengolahan limbah B3 adalah proses
untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun.
Penimbunan limbah B3 adalah kegiatan menempatkan limbah B3 pada fasilitas
penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
Dalam PP 101/2014 juga diatur bahwa setiap orang atau badan usaha yang
menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Pengelolaan
limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan
pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya
kembali.

2.2. Sumber Limbah B3


Industri atau pabrik kimia merupakan sumber besar penghasil imbah B3.
Produsen utama industri adalah produk dari bahan secara alami, dapat dianggap
sebagai sumber dominan. Hampir semua operasi pabrik menghasilkan residual
karena tidak ada proses produksi dapat mengubah semua bahan masukan ke
produk atau jasa. Tergantung pada ekonomi dan faktor-faktor lain, seperti ‘by-
products’ dan ’non-product output’ (LaGrega, 2001)

Limbah pabrik dapat berasal dari :


 Bahan yang tidak habis digunakan
II-4

Bahan masukan yang telah digunakan tidak bisa lagi pada proses produksi
tanpa proses ulang (LaGrega, 2001).
 Produk itu sendiri
Bahan yang dihasilkan dalam proses spesifik pembuatan produk dan tidak
digunakan tanpa pengolahan lebih lanjut (LaGrega, 2001).
 Pengolahan
Lumpur dari pengolahan limbah cair, pengendalian emisi udara, atau bahkan
dari pengolahan limbah berbahaya lainnya (LaGrega, 2001).
 Produk kimia komersial
Produk yang sebenarnya yang menjadi limbah dari berbagai alasan :
1. Pembersihan peralatan pada proses, kadang-kadang dengan pembersih
kimia, seperti alkali, yang membahayakannya sendiri
2. Kegagalan untuk memenuhi spesifikasi pabrik karena startups
produksi dan shutdowns, kerusakan, atau faktor-faktor lain
3. Tumpahan yang disengaja atau kebocoran bahan baku atau produk
4. Residu dari wadah yang digunakan untuk bahan baku atau produk

2.3. Identifikasi Limbah B3


Dalam PP 101/2014 dinyatakan bahwa limbah B3 dapat diidentifikasi
menurut sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau uji toksikologi.
Mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 dilakukan melalui tahapan yang dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
1) Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Sumber tidak spesifik adalah sumber limbah yang menghasilkan limbah yang
pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari
kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak,
pengemasan. Terdapat 43 jenis limbah yang termasuk kelompok ini.
2) Limbah B3 dari sumber spesifik
Sumber spesifik adalah limbah sisa proses suatu industri atau kegiatan yang
secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Sumber limbah
ini terbagi dalam 51 jenis kegiatan yang termasuk kelompok penghasil
II-5

limbah B3, salah satunya adalah kegiatan pertambangan.


3) Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Selain yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan, kelompok limbah
jenis ini juga merupakan kelompok limbah yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi. Terdapat 178 jenis bahan kimia yang termasuk kelompok limbah B3 ini.

2.4. Karakteristik Limbah B3


Jika suatu limbah tidak termasuk ke dalam ketiga jenis limbah B3 menurut
sumbernya seperti di atas, maka identifikasi dilanjutkan dengan melakukan
Langkah 2, yaitu uji karakteristik limbah B3.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
16 Tahun 2005 Tentang Izin Penyimpanan Sementara Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun kepada PT Petrokimia Gresik Tbk., uji karakteristik limbah B3 yang
dihasilkan sekurang-kurangnya satu kali dalam waktu 90 hari, apabila terjadi
perubahan kegiatan sehingga menyebabkan berubahnya karakteristik limbah B3
yang dihasilkan, maka wajib dilakukan uji karakteristik terhadap setiap jenis
limbah B3 yang dihasilkan.

Adapun karakterisitk limbah B3 menurut berbagai sumber dapat dilihat


pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik Limbah B3
PP No. 101 Tahun 2014 KIRK H Ray LaGrega
Mudah meledak Mudah menyala Korosif
Mudah menyala Korosif Mudah menyala
Reaktif Reaktif Reaktif
Beracun Toksik Toksik
Infeksius
Korosif

Adapun karakteristik limbah B3 yang berlaku di Indonesia adalah menurut


II-6

PP 101 Tahun 2014, sebagai berikut:


1. Mudah meledak
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar
(25oC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika
dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat
merusak lingkungan sekitarnya.
2. Mudah terbakar
Limbah mudah terbakar adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu
sifat:
 Berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24%-volume,
dan/atau pada titik nyala ≤ 60oC (140oF), akan menyala apabila terjadi
kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan
760 mmHg.
 Bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standar dengan
mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan
uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat
menyebabkan kebakaran terus menerus.
 Merupakan limbah yang bertekanan mudah terbakar.
 Merupakan limbah pengoksidasi.

3. Bersifat reaktif
Limbah yang bersifat reaktif pada air adalah limbah dengan salah satu sifat:
 Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan
perubahan tanpa peledakan.
 Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air.
 Limbah yang bila bercampur dengan air (termasuk uap air) menimbulkan
ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
 Limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang pada pH antara 2 dan 12,5
dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
II-7

 Limbah yang dengan mudah dapat meledak atau bereaksi pada temperatur
dan tekanan standar.
 Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam temperatur
tinggi.

4. Beracun
Limbah yang beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat
racun bagi manusia dan lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau
sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit, dan
mulut. Indikator sifat racun yang digunakan adalah TCLP (Toxicity
Characteristics Leaching Procedure), yang merupakan batas ambang yang
digunakan untuk indikasi B3.

5. Menyebabkan infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi yaitu bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari
laboratorium, atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat
menular.

6. Bersifat korosif
 Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
 Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE-1020
dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur
pengujian 55oC
 Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 bersifat asam, dan/atau pH ≥ 12,5 untuk B3
 bersifat basa
Jika suatu limbah tidak termasuk ke dalam ketiga jenis limbah B3 menurut
sumbernya seperti di atas, maka identifikasi dilanjutkan dengan melakukan uji
karakteristik limbah B3. Limbah dinyatakan sebagai limbah B3 apabila setelah
pengujian memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik limbah B3 antara lain
mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, infeksius, korosif, dan beracun. Alur
II-8

identifikasi limbah B3 dapat dilihat dalam Gambar 2.1.

LIMBAH

PP No. 101 tahun 2014 Jo PP No. 18


Tahun 1999 YA
Limbah B3
(Lampiran I: Daftar Limbah B3)

TIDAK

Uji karakteristik limbah B3 terdiri dari


mudah meledak, mudah menyala, reaktif, YA
Limbah B3
infeksius, korosif, beracun.
(Lampiran II: Parameter Uji Karakteristik
Limbah B3)

TIDAK
YA
Uji Toksikologi (uji TCLP, Limbah B3
LD50, dan Sub-kronis)

Limbah Non B3

Gambar 2.1. Skema identifikasi limbah B3


(Sumber: PP No. 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3, 2014)

Apabila kedua langkah identifikasi limbah sudah dilakukan namun limbah


masih tidak memenuhi ketentuan limbah B3, maka dilakukan uji
toksikologi/toksisitas. Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan/atau
kronis. Di Indonesia, bila batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih
tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Terdapat dua
tahapan dalam uji toksisitas, yaitu uji toksisitas untuk menentukan sifat akut
limbah (LD50) dan uji toksisitas untuk menentukan sifat kronis dari limbah.

2.5. Pengelolaan Limbah B3 secara Umum


Secara umum, berdasarkan PP 101/2014, pelaku pengelolaan limbah B3
II-9

mencakup penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan


penimbun. Adapun kegiatan pengelolaan, yang diatur dan dijelaskan dalam PP
yang sama, terdiri atas reduksi, pengemasan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3.
Rangkaian tersebut merupakan mata rantai yang berurutan dalam
pengelolaan B3. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan
pengaturan. Oleh karena itu, PP tersebut juga mengatur masalah perizinan bagi
mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional tersebut. Badan yang mempunyai
kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia adalah
Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini tertuang dalam PP tersebut bahwa setiap
badan usaha yang melakukan kegiatan:
 Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau
penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi
yang bertanggung jawab.
 Pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari menteri
perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab.
 Pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin
pemanfaatan dari instansi yang berwenang memberikan izin pemanfaatan
setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab.
Pengelolaan limbah B3 merupakan bagian dari manajemen limbah. Dalam
prosesnya, harus diperhatikan setiap bagiannya mulai dari proses produksi, jenis
bahan baku yang digunakan, penghasil limbah, minimasi limbah, pengemasan,
pengolahan, hingga penimbunan limbah. Konsep yang digunakan dalam
manajemen limbah B3 adalah Cradle-to-Grave (Gambar 2.2), dimana dilakukan
kontrol aktif terhadap limbah dari awal mula terbentuk. Pengurangan jumlah dan
sifat bahaya limbah menjadi prioritas dalam konsep ini, agar jumlah limbah B3
yang ditimbun dapat diminimasi.
II-10

Gambar 2.2. Konsep Cradle-to-Grave Manajemen Limbah B3


(Sumber: RCRA Subtitle C – Chapter III, Managing Hazardous Waste)
II-11

2.5.1. Teknik Minimasi Limbah


Pada dasarnya ketentuan mengenai minimasi limbah B3 tidak diatur secara
pasti dalam berbagai peraturan. Langkah-langkah umum dalam teknik minimasi
limbah B3 telah dibuat oleh US EPA yang kemudian dijadikan pedoman dasar
untuk mengurangi penghasilan limbah. Berikut ini adalah skema teknik minimasi
limbah dari US EPA (Gambar 2.3).
Teknik Minimasi Limbah

Pengurangan Recycling
dari Sumber (on-site dan off-site)

Perubahan produk : Kontrol Use dan Reuse : Reklamasi :


- Substansi produk Sumber - Mengembalikan - Proses untuk
- Pembatasan produk ke proses awal Resource
- Perubahan - Substitusi bahan Recovery
komposisi produk mentah untuk - Proses dengan
proses lainnya byproduct

Perubahan material : Perubahan teknologi : Praktik Good Operating :


- Purifikasi - Perubahan proses - Perhitungan prosedur
- Substitusi - Perubahan peralatan, - Pencegahan kerugian
perpipaan, layout - Praktik Manajemen
- Penambahan - Segregasi Limbah
automasi - Penanganan material yang baik
- Perubahan kontrol - Penjadwalan produksi

Gambar 2.3. Teknik Minimasi Limbah


(Sumber: US EPA, dalam LaGrega, 2001)

2.5.2. Pengemasan Limbah B3


Dalam peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, Pasal 19 ayat (1)
menyebutkan Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan
yang :
II-12

1) Terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai dengan


karakteristik Limbah B3 yang akan disimpan;
2) Mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
3) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat
dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau pengangkutan; dan
4) Berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak

Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian Pengemasan Limbah B3 diatur


dalam peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009
Tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah di bawah ini :
1) Pra pengemasan
a) Mengetahui karakteristik limbah padat dapat dilakukan melalui
pengujian laboratorium
b) Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan kecocokannya
terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemas

2) Persyaratan Umum Pengemasan


a) Kemasan limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas
dari pengkaratan serta kebocoran;
b) Bentuk ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan
karakteristik limbah B3 yang akan dikemas dengan mempertimbangkan
segi keamanan dan kemudahan penangannnya
c) Kemasan dapat terbuat dari bak container atau tangki berbentuk silinder
vertikal maupun horizontal atau drum yang terbuat dari bahan logam,
drum yang terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan
logam dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tidak bereaksi
dengan limbah B3 yang disimpan
d) Limbah B3 yang tidak sesuai karakteristiknya tidak boleh disimpan
secara bersama-sama dalam satu kemasan
II-13

e) Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan, jumlah


pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan
gas atau terjadinya kenaikan tekanan
f) Jika kemasan limbah B3 sudah dalam kondisi yang tidak layak
(misalnya terjadi pengkaratan atau terjadi kerusakan permanen) atau
jika mulai bocor, limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam
kemasan lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3
g) Terhadap kemasan yang telah berisi lombah harus diberi penandaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disimoan dengan memenuhi
ketentuan tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan dan
pengumpulan limbah B3 :
1) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus sesuai
dengan karakteristik limbah yang dikemas
2) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus
mempunyai ukuran minimal adalah 10 cm x 10 cm atau lebih
besar
3) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus terbuat
dari bahan yang tahan terhadap goresan atau bahan kimia yang
mungkin mengenainya dan harus melekat kuat pada
permukaan kemasan
4) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah B3 harus
dipasang pada sisi-sisi kemasan yang tidak terhalang oleh
kemasan lain dan mudah terlihat
5) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah b3 tidak boleh
terlepas, atau dilepas dan diganti dengan simbol lain sebelum
kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa-sisa limbah
B3
6) Simbol yang dipasang pada kemasan limbah B3 yang
kemasannya telah dibersihkan dan akan dipergunakan kembali
untuk pengemasan limbah B3 harus diberi label “KOSONG”
II-14

7) Label harus dipasang pada kemasan limbah B3 yang berfungsi


untuk memberikan informasi dasar mengenai kualitatif dan
kuantitatif dari suatu limbah B3 yang dikemas
h) Limbah B3 yang berupa padatan dapat disimpan di dalan kemasan
jumbo bag, drum, karung atau disimpan tanpa kemasan (curah);
i) Setiap kemasan wajib diberikan simbol dan label sesuai dengan
karakteristik limbah yang disimpan;
j) Setiap limbah B3 yang disimpan dalam kemasan kasung, jumbo bag
atau drum dialasi dengan palet

Gambar 2.4. Kemasan Limbah B3 Cair (A) dan Sludge (B)


(Sumber: Damanhuri, 2010)

2.5.3. Pelabelan
Penerapan pelabelan yang diterapkan di Indonesia mengacu pada
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol
dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menggantikan peraturan
sebelumnya yaitu Keputusan Bapedal No. 05/Bapedal/09/1995.
Penandaan terhadap limbah B3 juga penting untuk penelusuran dan
penentuan pengelolaan limbah B3. Tanda yang digunakan ada 2 jenis yaitu simbol
limbah B3 dan label limbah B3.

 Simbol limbah B3
Simbol limbah B3 berbentuk belah ketupat. Simbol limbah B3 yang
dipasang pada kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan
II-15

simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat


penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm x 25 cm, sebanding
dengan ukuran boks pengangkut yang ditandai sehingga tulisan pada simbol
limbah B3 dapat terlihat jelas dari jarak 20 m.
Simbol limbah B3 dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan/atau
bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya bahan plastik,
kertas, atau plat logam dan harus melekat kuat pada kemasan. Warna simbol
limbah B3 untuk dipasang pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus dengan
cat yang dapat berpendar (flourenscence).

Gambar 2.5. Bentuk Dasar Simbol Limbah B3


(Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

Setiap simbol limbah B3 adalah satu gambar tertentu untuk menandakan


karakteristik limbah B3 dalam suatu pengemasan, penyimpanan, pengumpulan
atau pengangkutan. Terdapat 9 jenis simbol limbah B3 untuk penandaan
karakteristik limbah B3 yaitu:

Tabel 2.2. Simbol Limbah B3 Berdasarkan


Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013
No Simbol Keterangan

1 Mudah Meledak
II-16

2 Cairan Mudah Menyala

3 Padatan Mudah Menyala

4 Reaktif

5 Beracun

6 Korosif

7 Infeksius
II-17

Bahaya Terhadap
8
Lingkungan

(Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

 Label limbah B3
Label limbah B3 merupakan penandaan pelengkap yang berfungsi
memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu
limbah B3 yang dikemas. Terdapat 3 jenis label limbah B3 yang berkaitan dengan
sistem pengemasan limbah B3 yaitu:
1. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3
Label limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul
limbah B3, identitas limbah B3, serta kuantifikasi limbah B3 dalam kemasan
limbah B3. Label berukuran paling rendah 15 cm x 20 cm, dengan warna dasar
kuning serta garis tepi berwarna hitam.

Gambar 2.6. Label Limbah B3


(Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

2. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong


Bentuk dasar label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3
kosong sama dengan bentuk dasar simbol limbah B3. Label limbah B3 yang
dipasang pada wadah dan/atau kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10
II-18

cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan KOSONG berwarna hitam di


tengahnya.

Gambar 2.7. Simbol Kemasan Kosong Limbah B3


(Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

3. Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan


Label berukuran paling rendah 7 cm x 15 cm dengan warna dasar putih
dan terdapat gambar yang terdiri dari 2 buah anak panah mengarah ke atas yang
berdiri sejajar.

Gambar 2.8. Simbol Penandaan Posisi Tutup Wadah


dan/atau Kemasan Limbah B3
(Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

2.5.4. Penyimpanan
Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 berisi tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Menurut peraturan ini, “Penyimpanan
Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah B3 yang dilakukan oleh
Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah B3 yang
dihasilkannya”.
Lebih lanjut mengenai penyimpanan diatur dalam Bab IV pasal 12 sampai
II-19

dengan pasal 18. Kegiatan penyimpanan limbah B3 wajib memiliki izin operasi
yaitu izin penyimpanan limbah B3 dari kepala instansi yang bertanggung jawab,
dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup; dan mengajukan
permohonan secara tertulis kepada bupati/wali kota dengan melampirkan
persyaratan izin meliputi:
 Identitas pemohon;
 Akta pendirian badan usaha;
 Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan disimpan;
 Dokumen yang menjelaskan tentang tempat Penyimpanan Limbah B3;
 Dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan Limbah B3; dan
 Dokumen lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Masih menurut peraturan yang sama, penghasil limbah B3 dapat


menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya paling lama ditentukan sesuai dengan
kategori limbah tersebut sebagai berikut:
 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3
yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;
 180 (seratus delapan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah
B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk
Limbah B3 kategori 1;
 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk
Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per
hari untuk limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber
spesifik umum; atau
 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk
limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Selain itu, penghasil
limbah juga harus menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan
limbah B3.

Berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No. 01 Tahun 1995 kegiatan


penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke
II-20

lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat


dihindarkan. Berikut persyaratan penyimpanan limbah B3 yang diatur dalam
keputusan ini:
a) Penyimpanan Kemasan Limbah B3
Penyimpanan kemasan, menurut Lampiran pada Keputusan Bapedal
No.01/Bapedal/09/1995, dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh
terhadap setiap kemasan. Dengan demikian, jika terdapat kerusakan kecelakaan
dapat segera ditangani. Lebar gang antar blok minimal 60 cm seperti Gambar 2.9
dibuat untuk memudahkan petugas melaluinya, sedang lebar gang untuk lalu
lintas kendaraan pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan
pengoperasiannya.

Gambar 2.9. Pola penyimpanan dengan jarak minimum antar blok


(Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)

Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan


tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka
tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap
palet mengalasi 4 drum seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.9. Jika
tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus
dipergunakan rak. Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan
terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari
1 meter. Tata cara penumpukan kemasan seperti demikian juga diatur dalam
Keputusan Kepala Bapedal No. 255 Tahun 1996.
II-21

Gambar 2.10. Penyimpanan dengan rak


(Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)

Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan


tangki seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.10. Berikut ini adalah
ketentuannya:
 Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran
pembuangan yang menuju bak penampung.
 Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal
110% dan kapasitas maksimal volume tangki.
 Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di
daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain.
 Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan
secara langsung.

Gambar 2.11. Tempat penyimpanan limbah B3 cair dalam jumlah besar


(Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)
II-22

Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus


disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian
penyimpanan yang sama. Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak
ada kemungkinan bagi limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan
tercampur/masuk ke dalam bak penampungan bagian penyimpanan lain.
Berdasarkan Kep Bapedal No 01 Tahun 1995, persyaratan bangunan
penyimpanan kemasan limbah B3 adalah:
 Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan.
 Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
 Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk
mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta
memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung atau
binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan yang dapat dilihat pada
Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan limbah B3


(Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)

 Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk


operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu,
maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan
dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan.
 Dilengkapi dengan sistem penangkal petir.
II-23

 Pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai


dengan tata cara yang berlaku.
 Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan
tidak retak. Lantai bagian dalam dibuat melandai turun kearah bak
penampungan dengan kemiringan maksimum 1%. Pada bagian luar
bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan dapat
mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan.

Gambar 2.13. Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3


(Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)

Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1


karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan:
 Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap
bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik
limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok.
 Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau
tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya
tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya.
 Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak
penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai.
 Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas
maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke
dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah
II-24

disediakan.
 Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam
kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas
pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan
peralatan dan perlengkapan, pintu darurat, alarm.

Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3 yang baik yang telah


mempertimbangkan karakteristik dan fase dari limbah dapat dilihat pada Gambar
2.13. Adapun lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong harus
merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan
sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir, serta jarak minimum antara
lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.

b) Persyaratan Khusus Bangunan Penyimpanan Limbah B3 Persyaratan


bangunan penyimpanan limbah B3 mudah terbakar.
 Jika bangunan berdampingan dengan gudang lain maka harus dibuat tembok
pemisah tahan api yang dilengkapi dengan pintu darurat. Tembok pemisah
dapat berupa tembok beton bertulang tebal minimum 15 cm; tembok bata
merah tebal minimum 23 cm; blok-blok (tidak berongga) tak bertulang, tebal
minimum 30 cm. Jika bangunan dibuat terpisah dengan bangunan lain, maka
jarak minimum dengan bangunan lain adalah 20 meter.
 Struktur pendukung atap terdiri dari bahan yang tidak mudah menyala.
Konstruksi atap dibuat ringan, dan mudah hancur bila ada kebakaran,
sehingga asap dan panas akan mudah keluar.
 Penerangan, jika menggunakan lampu, harus menggunakan instalasi yang
tidak menyebabkan ledakan/percikan listrik (explotion proof).
 Faktor-faktor lain yang harus dipenuh sistem pendeteksi dan pemadam
kebakaran; persediaan air untuk pemadam api; hidran pemadam api dan
perlindungan terhadap hidran.

Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3 mudah meledak:


 Konstruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat tahan
II-25

ledakan dan kedap air. Konstruksi lantai dan dinding dibuat lebih kuat dari
konstruksi atap, sehingga bila terjadi ledakan yang sangat kuat akan
mengarah ke atas (tidak ke samping).
 Suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi normal.
 Desain bangunan sedemikian rupa sehingga cahaya matahari tidak langsung
masuk ke ruang gudang.

Rancang bangun khusus untuk penyimpan limbah B3 reaktif, korosif dan beracun:
 Konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan
pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat.
 Konstruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan api.

Persyaratan bangunan untuk penempatan tangki


 Tangki penyimpanan limbah B3 harus terletak di luar bangunan tempat
penyimpanan limbah B3;
 Bangunan penyimpanan tangki merupakan konstruksi tanpa dinding yang
memiliki atap pelindung dan memiliki lantai yang kedap air;
 Tangki dan daerah tanggul serta bak penampungannya harus terlindung dari
penyinaran matahari secara langsung serta terhindar dari masuknya air hujan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.

c) Persyaratan Lokasi Tempat untuk Tempat Penyimpanan Limbah B3


Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan
tempat penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki
harus:
 Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui
pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir;
 Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.
II-26

2.5.5. Pengangkutan
Berdasarkan PP 18/1995, pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan alat
angkut khusus yang memenuhi persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Transportasi
bahan berbahaya yang bervolume besar (bulky) dapat dilakukan melalui segala
jenis angkutan, seperti melalui darat, kereta api, atau laut. Alat angkut yang
digunakan harus sesuai dengan peraturan tentang angkutan yang ada, yaitu:
perkereta-apian (UU 13/1992), angkutan darat (UU 14/1992), penerbangan (UU
15/1992), dan pelayaran (UU 21/1992). Setiap kegiatan pengangkutan harus
memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian
Perhubungan.
Setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib disertai
dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 dan
dokumen limbah B3 kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau
penimbun limbah B3 yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3. Penghasil limbah
pun dapat bertindak sebagai pengangkut limbah, dengan aturan-aturan yang
berlaku bagi pengangkut limbah B3. Cargo tank merupakan sarana yang biasa
digunakan di darat, dan biasanya terbuat dari baja, campuran alumunium, atau
dari bahan lain seperti titanium, nikel, atau stainless steel.

2.5.6. Pengolahan
Kegiatan pengolahan limbah B3 memiliki ketentuan yang juga diatur
dalam PP 18/1999. Pengolahan limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan
usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. Pengolahan limbah B3
dapat menyimpan limbah B3 yang akan diolah dan limbah B3 yang dihasilkannya
paling lama 90 hari. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal,
stabilisasi dan solidifikasi, secara fisika, kimia, biologi dan/atau cara lainnya
sesuai dengan perkembangan teknologi.
II-27

2.5.7. Pemanfaatan
Dalam PP 18/1999 dijelaskan bahwa pemanfaat limbah B3 dilakukan oleh
penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
Setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dan apabila limbah B3 tersebut
masih dapat dimanfaatkan, maka penghasil dapat memanfaatkannya sendiri.
Pemanfaatan limbah B3 meliputi perolahan kembali (recovery), penggunaan
kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Pemanfaatan limbah B3 bertujuan
untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan
harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin operasi, yaitu izin
pemanfaatan limbah B3, dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal
ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Pemanfaat limbah B3 dapat
menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan paling lama 90 (sembilan puluh)
hari. Pemanfaat limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mencakup
sumber limbah B3 yang dimanfaatkan serta jenis, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang dikumpulkan, dimanfaatkan, dan produk yang dihasilkan. Badan yang
memiliki kegiatan pemanfaatan sebagai kegiatan yang terintegrasi dengan
kegiatan utamanya wajib membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup.

2.6. Limbah Industri Besi dan Baja


Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999, limbah industri
besi dan baja termasuk limbah B3. Sumber pencemaran dari kegiatan ini adalah
proses peleburan besi/baja, proses casting besi dan baja, proses besi/baja dan
IPAL yang mengolah effluent. Limbah B3 yng dihasilkan oleh industri ini berupa
ash, slag dari furnace, sludge dari IPAL, dan debu. Bahan pencemar utama yang
terkandung dalam limbah tersebut adalah logam berat (seperti As, Cr, Pb, Ni,
Cd, Th dan Zn), bahan organik dan sianida.
Saat ini yang sering dipermasalahkan oleh industri besi/baja adalah
limbah slag yang mereka hasilkan termasuk limbah B3. Padahal jika slag tersebut
telah dikelola dengan baik maka akan aman terhadap lingkungan. Keterbatasan
II-28

izin yang dimiliki oleh suatu industri terhadap limbah B3 ini mengakibatkan
kurangnya pemanfaatan slag di Indonesia.
Selain slag, lindustri besi dan baja juga menghasilkan limbah lain seperti:
- Spill
Spill adalah baja cair yang tercecer di lantai kerja pada saat proses
peleburan.
- Skull
Skull adalah baja yang melekat pada dinding dan bibir ladle
- Hob
Hob adalah sisa baja dari ladle yang ditampung dalam pot
- Tundish
Tundish adalah sisa baja yang terperangkap dan menempel pada saat
proses casting
BAB III
METODOLOGI KERJA PRAKTIK

3.1. Tujuan Operasional dan Data yang Dibutuhkan


Tujuan operasional ini ialah memaparkan data-data yang dibutuhkan
sehingga dapat dijadikan panduan untuk menyusun laporan kerja Praktik.
Tujuan operasional dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Tujuan Operasional
No. Tujuan Operasional Data yang Dibutuhkan
Mengidentifikasi sumber limbah padat B3 dari proses
produksi PT. Petrokimia Gresik.
1. Sumber-sumber
1. Mengetahui Identifikasi penghasil limbah padat

Sumber B3
2. Jenis limbah padat B3
yang dihasilkan
Mengetahui teknis operasional pelaksanaan pengelolaan
limbah padat B3 yang telah dilaksanakan di PT. Petrokimia
Gresik
a. Mengetahui Proses 1. Proses Produksi PT.
Produksi PT. Petrokimia Petrokimia Gresik Tbk.
2.
Gresik. 2. Proses pengelolaan
limbah B3
3. Tahapan-tahapan
b. Mengetahui teknis pengelolaan limbah
operasional padat B3 dari awal
sampai akhir
Membandingkan teknis operasional pelaksanaan
3. pengelolaan limbah padat B3 di PT. Petrokimia Gresik
dengan peraturan yang berlaku.

V-1
IV-2

Mengetahui peraturan terkait 1. Undang-undang terkait


2. PT. Petrokimia Gresik
peraturan daerah dan
pemerintah yang terkait
Sumber : Analisis Penulis, 2015

3.2. Tahapan Pelaksanaan Kerja Praktik


3.2.1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ini, dilakukan pengurusan administrasi dari progran
studi hingga memperoleh persetujuan pelaksanaan kerja praktik yaitu di PT
Petrokimia Gresik . Pada tahap ini juga mulai dilakukan studi literatur dan
peraturan yang berlaku tentang pengelolaan limbah B3.

3.2.2. Tahap Pelaksanaan


Pada tahap ini dilakukan pengamatan lapangan dan pengumpulan data-data
yang diperlukan. Pelaksanaan kerja praktik dilakukan selama 30 hari kerja dan
dilaksanakan di area PT Petrokimia Gresik . Data yang dikumpulkan dibedakan
menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang
diperoleh langsung dari hasil pengamatan ataupun wawancara di lapangan.
Sumber dari data primer adalah karyawan di bagian LK3, pihak pengelola gudang
penyimpanan limbah B3, dan pihak lainnya yang terkait dengan pengelolaan
limbah B3 di PT Petrokimia Gresik . Sedangkan data sekunder adalah data yang
didapat dalam bentuk tabulasi, dokumen, atau gambar terkait pengelolaan limbah
B3 di Petrokimia Gresik . Data sekunder diperoleh dengan meminta langsung ke
bagian LK3, pihak pengelola gudang limbah B3, atau pihak lainnya yang terkait
dengan pengelolaan limbah B3.

3.2.3. Tahap Penyusunan Laporan


Pada tahap penyusunan laporan, dilakukan pengolahan data yang telah
dikumpulkan selama pengamatan pada kegiatan kerja praktik di PT Petrokimia
Gresik . Data-data yang telah didapatkan disajikan dalam bentuk deskriptif
ataupun tabulasi kemudian disusun dalam laporan. Penyusunan laporan sesuai
IV-3

dengan aturan penulisan laporan kerja praktik Program Studi Teknik Lingkungan
Universitas Diponegoro.
Diagram tahap pelaksanaan kerja praktik disajikan dalam diagram berikut
ini (Gambar 3.1).

Mulai

Penentuan tema dan lokasi kerja Praktik

Pengurusan administrasi dengan Studi literature dan peraturan yang


program studi dan PT Petrokimia berlaku terkait pengelolaan limbah B3
Gresik di industri baja

Pelaksanaan kerja Praktik selama 30 hari kerja


dan mengumpulkan data terkait

Data primer: Data sekunder:


- Kegiatan pengurangan, - Neraca massa limbah B3
penyimpanan, pemanfaatan dan - Sumber limbah B3
pengangkutan limbah B3 - Jenis limbah B3
- Fasilitas yang digunakan dalam - Karakteristik limbah B3
pengelolaan limbah B3 - Izin dari pemerintah terkait
- Dokumentasi fasilitas dan pengelolaan limbah B3
gudang penyimpanan limbah - Desain dan gambar fasilitas
B3 pengelolaan limbah B3 serta
- Operasi rutin pengelolaan gudang penyimpanan limbah
limbah B3 B3
- Pemeliharaan fasilitas dan
gudang penyimpanan limbah
B3

Penyusunan laporan kerja Praktik; analisa


dan kesimpulan

Penentuan tema dan lokasi kerja


Praktik

Selesai
IV-4

Gambar 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Kerja Praktik


(Sumber: Analisa Penulis, 2015)

3.3. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
data dalam kegiatan Kerja Praktik di PT Petrokimia Gresik adalah:
1. Pengamatan langsung terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3.
Pengamatan dilakukan di setiap tempat dimana kegiatan pengelolaan
limbah B3 dilakukan.
2. Wawancara langsung kepada karyawan LK3, karyawan bagian
pengelolaan limbah B3 dan gudang penyimpanan limbah B3
3. Studi literatur atau manual operation atau e-book pengelolaan limbah B3
di PT Petrokimia Gresik .

Adapun data-data yang dibutuhkan dalam kegiatan kerja praktik ini


disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Data Primer
Metode Pengambilan
No. Data Primer
Data
Sumber-sumber penghasil limbah
1 padat bahan berbahaya dan Observasi Lapangan
beracun.
Macam-macam limbah B3 yang
2 dihasilkan oleh kegiatan Dokumentasi
perusahaan.
Pengelolaan Limbah B3 dari awal Wawancara dan
3
sampai akhir Observasi Lapangan
Sumber : Analisis Penulis, 2015
Tabel 3.3 Data Sekunder
Metode
No. Data Sekunder
Pengambilan Data
1 Jenis dan macam limbah padat B3 serta Studi Literature
IV-5

pengelolaannya.
Undang-undang dan peraturan pemerintah
baik pusat maupun daerah yang berkaitan
2 Wawancara
dengan Limbah B3 dan baku mutu serta
pengelolaannya.
Gambaran umum dan sejarah singkat PT.
Mencatat atau
3 Petrokimia Gresik Tbk Struktur organisasi
Menyalin data
perusahan
Sumber : Analisis Penulis, 2016
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Singkat Perusahaan


PT. Petrokimia Gresik adalah salah satu Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha produksi pupuk,
bahan-bahan kimia dan produksi jasa lainnya. Nama Petrokimia itu sendiri
berasal dari kata ‘Petroleum Chemical’ dan kemudian disingkat menjadi
‘Petrochemical’ yaitu bahan-bahan kimia yang terbuat dari minyak bumi
dan gas. Karena bahan baku pertama yang digunakan untuk pembuatan
pupuk di PT. Petrokimia Gresik berasal dari minyak bumi, maka nama
Petrokimia dipakai sebagai nama perusahaan.
Pemerintah telah merancang keberadaannya sejak tahun 1965
melalui Biro Perancangan Negara (BPN). Pada mulanya, pabrik pupuk
yang hendak dibangun di Jawa Timur ini disebut Projek Petrokimia
Surabaja yang dibentuk berdasarkan ketetapan MPRS No. II tahun 1960
yang dicantumkan sebagai proyek prioritas dalam Pola Pembangunan
Nasional Semesta Berencana Tahap I (1961-1969). Pembangunan proyek
ini berdasarkan instruksi Presiden No. 1/Instr/1963 dan dinyatakan sebagai
proyek vital sesuai dengan Surat Keputusan Presiden No. 225 Tahun 1963.
Dipilihnya daerah Gresik sebagai lokasi pabrik pupuk merupakan
hasil studi kelayakan pada tahun 1962 oleh Badan Persiapan Proyek-
Proyek Industri (BP3I) yang dikoordinir Departemen Perindustrian Dasar
dan Pertambangan. Pada saat itu, Gresik dinilai ideal dengan pertimbangan
sebagai berikut :
a. Cukup tersedianya lahan yang kurang produktif.
b. Cukup tersedianya sumber air dan aliran Sungai Brantas dan Sungai
Bengawan Solo.
c. Berdekatan dengan daerah konsumen pupuk terbesar, yaitu perkebunan
dan petani tebu.

V-1
IV-2

d. Dekat dengan pelabuhan sehingga memudahkan untuk mengangkut


peralatan pabrik selama masa konstruksi, pengadaan bahan baku,
maupun pendistribusian hasil produksi melalui angkutan laut.
e. Dekat dengan Surabaya yang memiliki kelengkapan yang memadai,
antara lain tersedianya tenaga-tenaga terampil.
Kontrak pembangunan proyek yang menggunakan fasilitas kredit
dari Pemerintah Italia ini berlaku mulai Desember 1964 dan sebagai
pelaksananya Considit SpA yaitu kontraktor dari Italia. Pembangunan
fisiknya dimulai pada awal tahun 1966 dengan berbagai hambatan yang
dialami terutama masalah kesulitan pembiayaan sehingga menyebabkan
pembangunan proyek tertunda. Kemudian pembangunan proyek dimulai
kembali pada Maret 1970. Pabrik yang memproduksi pupuk ZA
berkapasitas 150.000 ton/tahun dan produksi Urea sebanyak 62.600
ton/tahun ini kemudian diresmikan penggunaannya pada tanggal 10 Juli
1972 oleh Presiden Republik Indonesia yang kemudian tanggal dan bulan
tersebut diabadikan sebagai hari jadi PT. Petrokimia Gresik.
Kontrak pembangunannya ditandatangani pada tanggal 10 Agustus
1964, dan mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Proyek ini
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Juli 1972,
yang kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi PT.
Petrokimia Gresik.
Perubahan status perusahaan :
1. Perusahaan Umum (Perum): PP No. 55/1971
2. Persero: PP No. 35/1974 jo PP No. 14/1975
3. Anggota Holding PT. Pusri: PP No. 28/1997
PT. Petrokimia Gresik saat ini menempati lahan komplek seluas
450 Ha. Area tanah yang ditempati berada di 3 kecamatan yang meliputi
10 desa, yaitu:
 Kecamatan Gresik, meliputi : Ngipik, Karangturi, Sukorame,
Tlogopojok.
 Kecamtan Kebomas, meliputi : Kebomas, Tlogopatut, Randu Agung.
IV-3

 Kecamatan Manyar, meliputi : Rumo Meduran, Tepen, Pojok Pesisir.

Gambar 2.1 Peta Batas Administrasi PT. Petrokimia Gresik


Dalam rangka memenangkan persaingan usaha pada era
globalisasi, PT. Petrokimia Gresik melakukan langkah-langkah
penyempurnaan yang dilakukan secara berkesinambungan baik untuk
internal maupun eksternal yang mengarah pada pengembangan usaha dan
tuntutan pasar. Salah satu langkah konkrit yang dilakukan adalah
mendapatkan sertifikat ISO 9002 dan ISO 14001 dan berhasilnya
pengembangan pupuk majemuk Phonska.

4.2 Visi , Misi dan Budaya Perusahaan


4.2.1 Visi
Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya
saing tinggi dan produknya paling diminati konsumen.
IV-4

4.2.2 Misi
 Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya
program swasembada pangan.
 Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran
kegiatan operasional dan pengembangan usaha perusahaan.
 Mengembangkan potensi usaha untuk mendukung industri
kimia nasional dan berperan aktif dalam community
development.
4.2.3 Budaya Perusahaan
 Mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja serta
pelestarian lingkungan hidup dalam setiap kegiatan
operasional.
 Memanfaatkan profesionalisme untuk peningkatan kepuasan
pelanggan.
 Meningkatkan inovasi untuk memenangkan bisnis
 Mengutamakan integritas di atas segala hal.
 Berupaya membangun semangat kelompok yang sinergistik.

4.3 Logo Perusahaan


PT. Petrokimia Gresik memiliki lambang / logo, yaitu : Seekor
kerbau berwarna kuning emas dan daun berwarna hijau berujung lima
dengan huruf PG berwarna putih yang terletak di tengah‐tengahnya.

Gambar 2.2 Lambang PT. Petrokimia Gresik


IV-5

Masing‐masing bagian dari lambang tersebut mengandung arti sebagai


berikut:
1. Kerbau berwarna kuning emas
 Dalam bahasa daerah (Jawa) adalah Kebomas, sebagai penghargaan
kepada daerah di mana PT. Petrokimia Gresik berdomisili, yaitu di
wilayah kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. PT. Petrokimia
Gresik saat ini mempunyai areal seluas 450 hektar yang terletak di
kecamatan Gresik, Manyar dan Kebomas.
 Warna emas sebagai lambang keagungan.
 Kerbau merupakan sahabat petani, yang dipergunakan oleh petani
untuk mengolah sawah
2. Kelopak daun hijau berujung lima
 Daun berujung lima melambangkan kelima sila dari Pancasila
 Warna hijau sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan
3. Huruf PG berwarna putih
 PG singkatan dari Petrokimia Gresik
 Warna putih sebagai lambang bersih dan suci
Jadi, keseluruhan dari Logo tersebut mempunyai arti ”Dengan hati
yang bersih dan suci berdasarkan lima sila dari Pancasila, PT. Petrokimia
Gresik berusaha mencapai masyarakat yang adil dan makmur untuk
menuju keagungan bangsa”.

4.4 Anak Perusahaan Dan Perusahaan Patungan


4.4.1 Subsidiary Companies
1. PT. PETROSIDA GRESIK
a. Bisnis Utama :
Merupakan Industri pestisida aktif , pembuatan pestisida dan
pupuk cair
b. Saham PT. Petrokimia Gresik : 99,99%
2. PT. PETROSIDA GRESIK
IV-6

a. Bisnis Utama :
Merupakan Industri pembuatan pestisida (Insektisida,
Herbisida, Fungisida)
b. Saham PT. Petrokimia Gresik : 60%
4.4.2 Perusahaan Patungan (Joint Ventures
1. PT. KAWASAN INDUSTRI GRESIK (KIG)
Bisnis Utama :
Menyiapkan lahan, sarana, prasarana dan berbagai fasilitas yang
diperlukan untuk menunjang kegiatan aneka industri, termasuk di
dalamnya Kawasan Berikat (Export Processing Zone).
Saham PT. Petrokimia Gresik : 35%
2. PT. PETRONIKA
Bisnis Utama :
Produsen bahan platicizer Diocthyl Phthalate (DOP)
Saham PT. Petrokimia Gresik : 20%
3. PT. PETROCENTRAL
Bisnis Utama :
Produsen Sodium Tripoly Phosphate (STPP)
Saham PT. Petrokimia Gresik : 9,8%
4. PT. PETROWIDADA
Bisnis Utama :
Produsen Phtalic Anhydride (PA) dan Maleic Anhydride (MA)
Saham PT. Petrokimia Gresik : 1,47%
5. PT. PETRO JORDAN ABADI
Bisnis Utama :
Produsen Asam Fosfat (Phosphoric Acid)
Saham PT. Petrokimia Gresik : 50%
6. PT. PADI ENERGI NUSANTARA
Bisnis Utama :
Bergerak dalam bidang industri pertanian khususnya industri beras.
Saham PT. Petrokimia Gresik : 13,79%
IV-7

7. PT. BUMI HIJAU LESTARI II


Bisnis Utama :
Bergerak dalam bidang agrobisnis dan agroindustri perkebunan /
kehutanan dengan tujuan untuk melestarikan lingkungan, tanah,
dan air.
Saham PT. Petrokimia Gresik : 8,17 %
4.5 Fasilitas Infrastruktur
PT. Petrokimia Gresik juga mempunyai beberapa unit-unit
prasarana pendukung untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan,
antara lain:
1. Dermaga Khusus
a. Kapasitas bongkar muat 3.000.000 ton/tahun.
b. Kapasitas sandar 8 kapal sekaligus, yaitu:
- 3 kapal bobot 40.000 - 60.000 DWT pada sisi laut
- 5 kapal bobot 10.000 DWT pada sisi darat
c. Fasilitas bongkar muat, antara lain:
- Continous Ship Unloader (CSU) dengan kapasitas curah 1.000
ton/jam.
- Multiple Loading Crane dengan kapasitas muat curah 120
ton/jam atau 2.000 kantong/jam (kantong 50 kg).
- Cangaroo Crane dengan kapasitas bongkar curah 350 ton/jam.
- Belt Conveyor sepanjang 22 km dengan kapasitas angkut curah
1.000 ton/jam atau 120 ton/jam untuk kantong.
- Fasilitas pompa dan pipa dengan kapasitas 60 ton/jam untuk
produk cair.
2. Unit Pembangkit Tenaga Listrik, meliputi:
a. Gas Turbin Generator yang terdapat pada unit produksi pupuk
Nitrogen yang mampu menghasilkan daya 33 MW.
b. Steam Turbin Generator yang terdapat pada unit produksi Asam
Phospat.
IV-8

c. Selain dari kedua pembangkit tersebut diatas juga menggunakan


energi listrik dari
PLN sebesar 15 MW untuk kebutuhan pabrik pupuk SP-36 dan
fasilitas lain.
3. Sarana Penyediaan Air Bersih
a. Unit Penjernihan Air I
- lokasi : Gunungsari Surabaya
- bahan baku : air sungai Brantas
- ukuran pipa : 14 inchi sepanjang 22 km
- kapasitas : 720 m3/jam
b. Unit Penjernihan Air II
- lokasi : Babat Lamongan
- bahan baku : air sungai Bengawan Solo
- ukuran pipa : 28 inchi sepanjang 60 km
- kapasitas : 2500 m3/jam

4.6 Unit Produksi


Pada saat ini, PT. Petrokimia Gresik terbagi dalam tiga unit
produksi, yaitu Departemen Produksi I (Pabrik Pupuk Nitrogen),
Departemen Produksi II (Pabrik Pupuk Phospat), dan Departemen
Produksi III (Pabrik Asam Phospat).

4.6.1. Departemen Produksi I – Pabrik Pupuk Nitrogen


Produk utama Departemen Produksi I antara lain:
1. Pabrik Pupuk ZA I
Mulai beroperasi pada tahun 1972. Kapasitas produksi sebesar 200.000
ton/tahun. Bahan baku berupa gas amoniak dan asam sulfat.
IV-9

2. Pabrik Pupuk ZA III


Mulai beroperasi pada tahun 1986. Kapasitas produksi sebesar 200.000
ton/tahun. Bahan baku berupa gas amoniak dan asam sulfat.
Spesifikasi ZA (SNI 02-
1760-2005)

Nitrogen : 20,8% min

Belerang : 23,8% maks

Asam Bebas : 0,1% maks

Kadar Air : 1,0% maks

Gambar 2.3 Kemasan Pupuk ZA III

Berikut adalah kualitas produk dari pabrik ZA I dan III – (NH4)2SO4


Kapasitas Produksi : 400.000 ton/taahun
Bahan Baku : NH3 dan H2SO4
Bentuk atau Sifat : Padatan tidak higroskopis, mudah larut dalam air
Kegunaan produk ini adalah sebagai sumber unsur hara nitrogen
dan belerang bagi tanaman, serta bahan baku pembuatan Herbisida dan
Lysine-HCl.

3. Pabrik Pupuk Urea


Mulai beroperasi pada tahun 1994. Kapasitas produksi sebesar 462.000
ton/tahun. Bahan baku berupa amoniak cair dan gas karbon dioksida.
Spesifikasi Urea (SNI 02-2801-1998)

Nitrogen : 46% min

Biuret : 1% maks

Kadar Air : 0,5% maks

Bentuk : Kristal

Gambar 2.4 Kemasan Pupuk Urea


IV-10

Berikut adalah kualitas produk dari pabrik Urea (NH2CONH2) :


Kapasitas : 460.000 ton/tahun
Bahan Baku : NH3 dan CO2
Bentuk atau Sifat : Padatan higroskopis, mudah larut dalam air
Selain produk utama diatas, juga menghasilkan bahan baku dan
produk samping untuk dijual, antara lain:
1. Amoniak dengan kapasitas produksi sebesar 455.000 ton/tahun yang
digunakan untuk pembuatan pupuk ZAI/III, urea, dan Phonska.
2. CO2 cair dengan kapasitas produksi sebesar 10.000 ton/tahun.
3. CO2 padat (dry ice) dengan kapasitas produksi sebesar 4.000
ton/tahun.
4. Gas Nitrogen dengan kapasitas produksi sebesar 500.000 NCM/tahun.
5. Nitrogen cair dengan kapasitas produksi sebesar 250.000 ton/tahun.
6. Gas Oksigen dengan kapasias produksi sebesar 600.000 NCM/tahun.
7. Oksigen cair dengan kapasitas produksi sebesar 3300 ton/tahun

4.6.2. Departemen Produksi II – Pabrik Pupuk Phospat


Departemen Produksi II terdiri dari 3 pabrik pupuk phospat, antara lain:
1. Pabrik Pupuk SP-36
Kapasitas : 1.000.000 ton/tahun
Bahan Baku : Batuan Fosfat, H3PO4, dan H2SO4
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat bagi tanaman
No SNI SP-36 : (SNI 02-3769-2005)
Komposisi Produk ini adalah
P2O5 total : 36% min
P2O5 Cs : 34% min
P2O5 Ws : 30% min
Sulfur : 5.0% min
FA : 6.0% maks
H2O : 5.0% maks
IV-11

Gambar 2.5 Kemasan Pupuk SP-36

2. Pabrik Pupuk Superphos (SP-18)


Kapasitas : 1.000.000 ton/tahun
Bahan Baku : Batuan Fosfat, H3PO4, Clay dan H2SO4
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat bagi tanaman
Komposisi Produk ini adalah
P2O5 CS : 18% min
P2O5 WS : 14% min
Sulfur : 5.0% min
FA : 6.0% maks
H2O : 8.0% maks
3. Pabrik Pupuk Phonska
Kapasitas : 300.000 ton/tahun
Bahan Baku : H3PO4, NH3 dan KCl
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat,Nitrogen, Kalium dan
Belerang bagi tanaman
No SNI : (SNI 02-2803-2000)
Komposisi Produk ini adalah
N total : 15%
P2O5 Cs : 15%
K2O : 15%
Sulfur (S) : 10%
Air : 2% maks
Gambar 2.6 Kemasan Pupuk PHONSKA
4. Pabrik Pupuk NPK Kebomas
IV-12

Kapasitas : 300.000 ton/tahun


Bahan Baku : Tergantung formula N-P-K + (Mg/Zn/Cu/Be/Fe)
Bentuk/Sifat : Padatan bersifat higroskopis, mudah larut dalam
air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat, Nitrogen, Kalium,
Magnesium, Copper, Besi, dan Zink bagi tanaman
No SNI : NPK padat (SNI 02-2803-2000
Komposisi Produk ini adalah
N total % : 6% min
P2O5 Cs : 6% min
K2O : 6% min
N+P+K : 30% min
Air : 1.0% maks

Gambar 2.7 Kemasan Pupuk NPK Kebomas


5. Pabrik Pupuk TSP (Triple Super Phosphate)
Kapasitas : Tergantung Pemesanan
Bahan Baku : Batuan Fosfat, H3PO4, dan H2SO4
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat bagi tanaman
No SNI : SNI 02-0086-2005
Komposisi Produk ini adalah
P2O5 tot : 46% min
P2O5 ws : 40% min
FA : 4% maks
Air : 4% maks
IV-13

6. Pabrik DAP (Diammonium Phosphate)


Kapasitas : Tergantung Pemesanan
Bahan Baku : H3PO4 dan NH3
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Fosfat dan Nitrogen bagi
tanaman
No SNI : SNI 02-2858-2005

Komposisi Produk ini adalah


N total : 18%
P2O5 : 46%
Air : 1% maks

Gambar 2.8 Kemasan Pupuk DAP


7. Pabrik Pupuk ZK (Kalium Sulfat)
Kapasitas : 10.000 ton/tahun
Bahan Baku : H2SO4, dan KCl
Bentuk/Sifat : Padatan tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Kegunaan : Sumber unsur hara Kalium dan Belerang bagi
tanaman
No SNI : SNI 02-2809-2005

Komposisi Produk ini adalah


Kalium (K2O ) : 50 %
Sulfur : 17 %
Chlorida sbg Cl : 2.5 % maks
Air : 1.0 % maks
IV-14

Gambar 2.9 Kemasan Pupuk ZK


8. Pabrik HCl
Kapasitas :-
Bahan Baku : H2SO4, dan KCl
Bentuk/Sifat : Cairan yang sangat korosif
No SNI : SNI 06-2557-1992 Type 2
Komposisi Produk ini adalah
Klorida sebagai HCl : 31% min
Sisa Pemijaran : 0.2% maks
Besi sebagai Fe2O3 : 0.02% maks
9. Pabrik Pupuk Petroganik
Kapasitas : 3.000 ton/tahun
Bentuk/Sifat : Granul tidak bersifat higroskopis, mudah larut
dalam air
Spesifikasi Petroganik :
C Organik : 12.5%
C/N Ratio : 1-25%
Air : 4-12%

Gambar 2.10 Kemasan Pupuk Petroganik


Pupuk ini berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah pertanian
akibat penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan serta sumbr unsur
hara Karbon organik dan Nitrogen bagi tanaman.

10. Pabrik Pupuk Petrobio


IV-15

Formula pupuk hayati yang mengandung mikroba tanah yang


unggul dan efektif dalam meningkatkan /mengembalikan kesuburan
tanah secara alami/ biologi

Gambar 2.11 Kemasan Pupuk Petrobio

Berbahan aktif mikro organisme yang dapat melarutkan P yang terikat


oleh partikel tanah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman,
sekaligus menambat N dari udara untuk dimanfaatkan oleh tanaman.
4.6.3. Departemen Produksi III – Pabrik Asam Phospat
Beroperasi sejak tahun 1984, terdiri dari 4 pabrik, antara lain:
1. Pabrik Asam Phospat
Kapasitas produksi sebesar 172.450 ton/tahun dimana produknya
digunakan untuk pembuatan pupuk TSP/SP-36. Dihasilkan produk
samping berupa gypsum yang digunakan untuk bahan baku unit cemen
retarder serta pupuk ZA II dan produk samping berupa asam
fluosilikat (H2SiF6) yang digunakan untuk bahan baku unit Alumunium
Flourida.

2. Pabrik Asam Sulfat


Kapasitas produksi sebesar 520.400 ton/tahun dan digunakan sebagai
bahan baku unit Asam Phospat dan unit Pupuk Phospat.
3. Pabrik ZA II
IV-16

Mulai beroperasi pada tahun 1984. Kapasitas produksi sebesar 250.000


ton/tahun. Bahan baku berupa gypsum dan amoniak cair, dimana
gypsum diperoleh dari hasil samping proses pembuatan asam phospat.
4. Pabrik Cement Retarder
Kapasitas produksi sebesar 478.000 ton/tahun yang digunakan dalam
industri semen sebagai bahan penolong untuk mengatur waktu
pengeringan.
5. Pabrik Alumunium Flourida
Kapasitas produksi sebesar 12.600 ton/tahun yang diperlukan sebagai
bahan penurun titik lebur pada industri peleburan bijih alumunium
serta dihasilkan hasil samping berupa silica (SiO2) untuk bahan kimia
tambahan unit Asam Phospat.

4.7 Kapasitas Produksi


Tabel 2.1 Kapasaitas Produksi PT. Petrokimia Gresik

Tahun
Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun
Beroperasi

Pupuk Urea 1 460.000 ton 1994

1979, 1983,
Pupuk Fosfat 1 1.000.000 ton
2009

1972, 1984,
Pupuk ZA 3 650.000 ton
1986

Pupuk NPK :

-Phonska I 1 460.000 ton 2000


- Phonska II & III 2 1.280.000 ton 2005, 2009
- Phonska IV 1 600.000 ton 2011
- NPK I 1 100.000 ton 2005
- NPK II 1 100.000 ton 2008
- NPK III & IV 2 200.000 ton 2009
IV-17

- NPK Blending 1 60.000 ton 2005

Pupuk ZK (K2SO4) 1 10.000 ton 2005

Pupuk Petroganik 1 10.000 ton(*) 2005

JUMLAH 16 4.430.000 ton

Tahun
Non Pupuk Pabrik Kapasitas/Tahun
Beroperasi

Lanjutan tabel 2.3


1 445.000 ton 1994
Amoniak

Asam Sulfat (98% H2SO4) 1 550.000 ton 1985

Asam Fosfat (100% P2O5) 1 200.000 ton 1985

Cement Retarder 1 440.000 ton 1985

Aluminium Fluorida 1 12.600 ton 1985

JUMLAH 5 1.647.600 ton

Total pabrik/kapasitas 21 6.077.600 ton

Kapasitas satu pabrik Petroganik di PT. Petrokimia Gresik


PT. Petrokimia Gresik juga mengembangkan pabrik Petroganik di
(*)
daerah-daerah baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa yang
=
bekerja sama dengan investor setempat
Selain menghasilkan dan memasarkan produk pupuk dan non
pupuk, PT. Petrokimia Gresik juga menawarkan berbagai bentuk jasa &
pelayanan, antara lain meliputi : jasa pelabuhan, keahlian, fabrikasi,
IV-18

penelitian laboratorium, konstruksi & rancang bangun, pendidikan &


latihan, dan lain-lain.

4.8 Ketenagakerjaan

Tabel 2.2 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan (posisi akhir Juli 2013)

PENDIDIKAN JUMLAH

Pasca Sarjana 111

Sarjana 540

Sarjana Muda 72

SLTA 2.431

SLTP 181

SD 0

Total 3.335

Tabel 2.3 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Posisi Akhir Juli 2013)

PENDIDIKAN JUMLAH

Pasca Sarjana 111

Sarjana 540

Sarjana Muda 72
IV-19

SLTA 2.431

SLTP 181

SD 0

Total 3.335

Tabel 2.4 Jumlah SDM Berdasarkan Jenjang Jabatan (Posisi Akhir Juli 2013)

JABATAN JUMLAH

Direksi 5

Eselon I 26

Eselon II 74

Eselon III 201

Eselon IV 628

Eselon V 1.108

Pelaksana 1.248

Bulanan Percobaan 45

Total 3.335

Tabel 2.5 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Posisi Akhir


Desember 3 Tahun Terakhir)

PENDIDIKAN 2012 2011 2010

Pasca Sarjana 106 106 106


IV-20

Sarjana 513 472 470

Sarjana Muda 78 86 90

SLTA 2.448 2.552 2.466

SLTP 183 201 212

SD 1 4 8

Total 3.329 3.421 3.252

Tabel 4.6 Jumlah SDM Berdasarkan Jenjang Jabatan (Posisi Akhir Desember 3
Tahun Terakhir)

JABATAN 2012 2011 2010

Direksi 5 5 5

Eselon I 26 31 24

Eselon II 66 68 72

Eselon III 216 204 195

Eselon IV 604 572 489

Eselon V 1.136 1.070 1.012

Pelaksana 1.276 1.470 1.501


IV-21

Bulanan Percobaan 0 1 54

Total 3.329 3.421 3.352

4.9 Fasilitas Penunjang Karyawan


Untuk menunjang kinerja karyawan, perusahaan
menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh
karyawan / karyawati beserta keluarganya. Sebagian dari fasilitas
ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar perusahaan.

Fasilitas-fasilitas tersebut meliputi :


 Kerohanian, Pendidikan, Sosial & Kesehatan
Pembinaan kerohanian dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan oleh masing-masing Sie Bina Rohani yang berada di
bawah koordinasi Serikat karyawan petrokimia Gresik (SKPG)
 Bimbingan Haji
 Masjid Nurul Jannah
 Taman Pendidikan Al Qur'an
 Taman kanak-kanak dan play grup (TK PIKPG)
 Sekolah Dasar
 Tempat Penitipan Anak (TPA PIKPG)
 Panti Asuhan Nurul Jannah
 Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT Nurul Jannah)
 Rumah Sakit (Petro Graha Medika)

 Fasilitas / Pembinaan Olah Raga & Kesenian


Kompleks Sarana Olah Raga Tri Dharma (terdiri dari stadion,
lapangan tenis, gedung olah raga / serbaguna, fitness center,
jogging track, driving area, lapangan bola), kolam renang, lapangan
IV-22

golf 9 holes, kolam pancing, dan fasilitas olah raga lainnya.


Pembinaan cabang olah raga baik yang diarahkan untuk prestasi
maupun untuk pemeliharaan kesehatan dan olah raga untuk
rekreasi dikoordinir oleh Bidang Olah Raga SKPG. Sedangkan
untuk kesenian dikoordinir oleh Bidang sosial Budaya SKPG.
 Cabang-cabang olah raga dan kesenian tersebut antara lain
:
Atletik, bola voli (Grespho), bulu tangkis, bowling, bridge,
catur, futsal, fitness/binaraga, golf, karate, memancing, PMCC
(Petrokimia Motor & Camping Club), PCC (Petrokimia Cycling
Club), PORPI, senam prestasi, senam aerobic, senam asma &
jantung sehat, sepak bola / sekolah bina bola, silat (Perisai Diri
& LBD Sinar Putih), tenis lapangan, tenis meja, renang &
selam, PEPHOC (Petrokimia Gresik Photo Club), kesenian reog,
hadrah, karawitan, campur sari, keroncong, grup band
karyawan, sanggar seni, serta paguyuban flora & fauna

 Koperasi Karyawan Keluarga Besar Petrokimia Gresik


(K3PG)
Berdiri sejak tahun 1984. Selain untuk anggota, beberapa unit
usaha yang dikelola juga melayani umum, seperti unit toko, SPBU,
Apotik, toko bahan bangunan, toko olah raga (K-sport), bengkel &
unit bengkel & suku cadang, dan air minum kemasan (air K). Unit
usaha lainnya adalah : kantin, usaha patungan dan unit simpan
pinjam.

 Penyediaan Perumahan Karyawan


Selain penyediaan perumahan dinas pejabat, PT. Petrokimia Gresik
juga menyediakan perumahan bagi karyawan / karyawati dengan
fasilitas kredit yang dikelola oleh Yayasan Petrokimia Gresik.
Sampai dengan akhir tahun 2007, perumahan yang disediakan oleh
Yayasan Petrokimia Gresik sudah mencapai 3.384 rumah, dan
IV-23

berlokasi di Desa Pongangan, Desa Suci, Desa Sukomulyo dan


Desa Krembangan kabupaten Gresik

4.10 Safety, Health & Environment (SHE)

4.10.1 Kebijakan Sistem Manajemen PT. Petrokimia Gresik


 PT. petrokimia Gresik bertekad menjadi produsen pupuk dan produk
kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya diminati oleh
konsumen
 Penyediaan produk pupuk, produk kimia dan jasa yang berkualitas
sesuai permintaan pelanggan dilakukan melalui proses produksi dengan
menerapkan sistem manajemen yang menjamin mutu, pencegahan
pencemaran dan berbudaya Keselematan & Kesehatan Kerja (K3) serta
penyempurnaan secara bertahap dan berkesinambungan. Untuk
mendukung tekad tersebut, manajemen berupaya memenuhi standard
mutu yang ditetapkan, peraturan lingkungan, ketentuan dan norma-
norma K3 serta peraturan /perundangan terkait lainnya.
 Seluruh karyawan bertanggung jawab dan mengambil peran dalam
upaya meningkatkan ketrampilan untuk mengembangkan produk dan
jasa yang berkualitas, pentaatan terhadap peraturan lingkungan dan
ketentuan K3 serta menjunjung tinggi integritas.

2.10.2 Maksud Dan Tujuan Pengelolaan Lingkungan


 Lingkungan Yang Baik
Mewujudkan lingkungan yang serasi dan baik di Kompleks Industri
Petrokimia Gresik dan sekitar perusahaan, sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku.
 Pembina Lingkungan
Mewujudkan perusahaan sebagai pembina dan pendukung dalam
mewujudkan lingkungan yang baik.

4.10.2 Pola Pengelolaan Lingkungan


IV-24

4.10.3 Pendekatan Teksosi


 Teknologi
Memanfaatkan teknologi guna pencegahan dan, pengendalian potensi
pencemaran dan pemulihan lingkungan
 Sosial Ekonomi
Ikut berperan serta dalam pengembangan wilayah.
 Institusional
Pengembangan koordinasi dan kerjasama, baik intern maupun ekstern,
dalam upaya pengelolaan lingkungan, mengingat bahwa penyelesaian
masalah lingkungan memerlukan keterkaitan dengan berbagai pihak
(masyarakat dan pemerintah).

4.10.3.2 Strategi
Strategi yang diterapkan untuk mencapai maksud dan tujuan adalah:
 Pemilihan design/teknologi yang ramah lingkungan.
 Mengoperasikan unit-unti produksi secara oPT.imal dengan efisiensi
tinggi, dengan memperhatikan Mutu, Lingkungan dan Keselamatan
Kerja
 Mengoperasikan unit-unit pengendali dan pengolah limbah, serta
melakukan pemantauan rutin sebagai sarana pengendalian.
 Melakukan upaya meminimalisasi buangan/limbah dengan melakukan :
- Source Reduction (material Substitution, Process Change &
Equipment Modification)
- On Site and Off Site Using (Recycle, Reuse & Recovery)
 Selalu mengupdate & mengevaluasi peraturan yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan.
 Melakukan penataan ruang sesuai kebutuhan dan berupaya
meningkatkan daya dukung lingkungan.
 Membina kepekaan, kesadaran dan kepedulian lingkungan
 Mengembangkan kerjasama dengan instansi terkait.
 Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001.
IV-25

4.10.3.3 Organisasi
Dibentuk Biro Lingkungan sebagai unti kerja yang secara khusus
menangani permasalahan lingkungan sejak tahun 1990.
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Sumber Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

PT. Petrokimia Gresik adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara di
lingkungan Departemen Perindustrian yang bergerak dalam bidang produksi
pupuk, bahan-bahan kimia, jasa engineering dan jasa lainnya, menghasilkan
produk yang berguna dan mempunyai nilai jual, juga menghasilkan limbah.
Limbah dihasilkan dari berbagai kegiatan industri sebagaimana digambarakan
pada bagan di bawah ini .

PROSES PRODUKSI
BAHAN BAKU PRODUK

Bocoran
Bocoran Bocoran
Of spec
Of spec Of spec
Expired
Hasil samping Expired
Kontaminan
Cleaning
Impurities
Maintenancey

“Limbah (cair, padat, dan gas) yang harus diolah


Gambar 5.1 Bagan sumber limbah PT.Petrokimia Gresik

V-1
V-2

PT. Petrokimia Gresik mempunyai jenis limbah yang beragam baik


Limbah Gas , Limbah cair Maupun Limbah padat yang masing- masing terbagi
menjadi Limbah B3 dan Limbah Non-B3. Proses pengolahan yang dilakukan pada
limbah yang dihasilkan oleh PT Petrokimi Gresik.

1. EMISI
Setiap pabrik yang ada telah dilengkapi dengan sarana pengolah limbah gas /
debu sesuia dengan teknologi terbaru saat konstruksi pabrik.
Dengan fasilitas :
a. Gas Scrubber / dust collector
b. Electrostatic Precipitator (EP)
c. Cyclonic Separator / Bag Filter

2. BUANGAN CAIR
Masing-masing unit pabrik telah dilengkapi fasilitas pengolahan buangan cair
dan juga dilengkapi dengan fasilitas akhir sebelum dibuang ke laut.
Dengan fasilitas :
a. Chemical Treatment : Effluent Treatment, Neutalizer, Equalizer
b. Recycle baik lokal maupun dari buangan akhir.

3. BUANGAN PADAT
a. Recycle & reuse untuk proses produksi internal
b. Treatment untuk meningkatkan value sehingga mempunyai nilai jual
c. Ditampung sementara di disposal area
4. BUANGAN LIMBAH
buangan limbah B3 terbagi dua yaitu :
a Limbah B3
b Limbah Non-B3
V-3

5.2 Proses Identifikasi Limbah B3

Limbah PT Petrokimia Gresik secara karakteristik digolongkan menjadi


dua yaitu limbah B3 dan limbah non B3. Limbah tergolong dalam limbah B3
apabila memiliki salah satu karakteristik sifat sebagai berikut : mudah meledak,
pengoksidasi, sangat mudah sekali menyala, sangat mudah menyala, mudah
menyala, amat sangat beracun, sangat beracun, beracun, berbahaya, korosif,
bersifat iritasi, berbahaya bagi lingkungan, karsinogenik, teratogenik, mutagenik.
Suatu limbah dikatakan termasuk limbah B3 perlu dilakukan identifikasi terlebih
dahulu. Limbah B3 PT Petrokimia Gresik merupakan limbah B3 dari sumber
spesifik, yang mana telah ditetapkan dalam Lampiran 1 PP No.18 Tahun 1999
lengkap dengan kode limbahnya. Proses identifikasi limbah B3 yang dilakukan
oleh PT Petrokimia Gresik, meliputi:
1) Identifikasi Limbah Berdasarkan Peraturan
Kegiatan awal untuk mengidentifikasi limbah PT Petrokimia Gresik
dikatakan sebagai limbah B3 dapat dilakukan dengan mencocokannya dalam
salah satu daftar peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999 mengenai Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun, kode limbah untuk jenis industri/kegiatan pupuk adalah D201
dengan kode kegiatan 2412. Sumber pencemarnya berasal dari proses produksi
amonia, urea dan/atau asam fosfat dan dari IPAL yang mengolah efluen dari
proses produksi tersebut. Asal/uraian limbahnya berupa katalis bekas, sludge
proses produksi, limbah laboratorium, sludge dari IPAL, dan karbon aktif bekas.
2) Identifikasi limbah Berdasarkan MSDS (Material Safety Data Sheet)
Berdasarkan Lembar Keselamatan Bahan atau MSDS, pengidentifikasian
limbah B3 dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi bahan yang digunakan
untuk kegiatan proses produksi dalam suatu perusahaan. Bahan baku kategori B3
untuk produksi yang telah memiliki MSDS akan lebih mudah dalam
penanganannya. Pada MSDS telah diketahui nama bahan, karakteristik bahan,
sifat fisika-kimianya, komposisi bahan, stabilitas bahan, metode penyimpanan dan
V-4

bahaya-bahay`a yang mungkin dapat ditimbulkan sehingga dapat dilakukan


antisipasi dengan tindakan tanggap darurat terhadap bahaya tersebut.
3) Uji TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure)
Guna mengetahui suatu limbah industri beracun, perlu dilakukan uji TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Procedure) yang merupakan uji pelindian dan
digunakan selain sebagai penentuan salah satu sifat “berbahaya (beracun)” suatu
limbah juga dapat diterapkan dalam mengevaluasi produk pretreatment limbah
sebelum di landfill (di timbun dalam tanah) yaitu dalam proses stabilisasi/
solidifikasi (S/S). Dalam kaitannya dengan baku mutu yang akan diterapkan,
maka uji TCLP ini merupakan pendekatan dalam upaya pengendalian terhadap
pembuangan limbah berbahaya. Adapun sasaran uji TCLP ini adalah membatasi
adanya lindi (leaching) berbahaya yang dihasilkan dari penimbunan (landfilling)
setelah limbah di stabilisasi/ solidifikasi.
4) Tes toksikologi
Tes toksikologi yang dilakukan biasanya adalah LD 50 (Lethal Dose
Fifty), yaitu dapat menyebabkab kematian 50% populasi makhluk hidup yang
diuji cobakan.

Hasil identifikasi dan pengelola limbah B3 di PT Petrokimia Gresik dapat


dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1 Identifikasi dan Pengelola Limbah B3 PT.Petrokimia Gresik


Limbah B3 yang
Karakteristik Limbah Sumber Limbah
TPS dihasilkan PT. Pengelola
B3 B3
Petrokimia Gresik
PT. WGI
Toksik / Mudah (Wiraswasta
Oli Bekas
TPS terbakar Departemen Gemilang
1 Pemeliharaan I Indonesia)

Grease Bekas Toksik / Mudah PT. WGI


V-5

terbakar (wiraswasta
gemilang
indonesia)
PT. Guna
Majun Mudah Terbakar
Purnama
PT. Guna
Serbuk Gergaji Bekas Mudah Terbakar
Purnama
PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Drum Bekas
terbakar gemilang
indonesia)
PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Oli Bekas
terbakar gemilang
indonesia)
PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Grease Bekas
terbakar gemilang
TPS Departemen indonesia)
2 Pemeliharaan II PT. Guna
Majun Mudah Terbakar
Purnama
PT. Guna
Serbuk Gergaji Bekas Mudah Terbakar
Purnama
PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Drum Bekas
terbakar gemilang
indonesia)
Departemen PT. WGI
TPS Toksik / Mudah
Oli Bekas Pemeliharaan (wiraswasta
3 terbakar
III gemilang
V-6

indonesia)

PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Grease Bekas
terbakar gemilang
indonesia)
PT. Guna
Majun Mudah Terbakar
Purnama
PT. Guna
Serbuk Gergaji Bekas Mudah Terbakar
Purnama
PT. WGI
Toksik / Mudah (wiraswasta
Drum Bekas
terbakar gemilang
indonesia)

Katalis Bekas Toksik Pabrik I dan III PT. guna purnama

Dep.Har 1 2
3,bag. alat berat
Accu Bekas Toksik / Reaktif PT. muhtomas
TPS dan bag.

4 transport
Dep.Har I , II , PT. Guna
Majun Mudah Terbakar
III Purnama
Dep.Har I , II , PT. Guna
Serbuk Gergaji Bekas Mudah Terbakar
III Purnama
Dep.Har I , II ,
Minyak Trafo PCB Toksik / Karsinogenik PT. Sinerga
III
lab. Pabrik I , II PT. Pasadena
Limbah Laboraturium Toksik / Infeksius
, III metrik indonesia
PT. WGI
Toksik / Mudah Dep.Har I , II ,
Drum Bekas (wiraswasta
terbakar III
gemilang
V-7

indonesia)

TPS UBB (Utilitas


Bottom Ash Toksik PT. WIKA beton
5 Batu Bara)
TPS UBB (Utilitas
Fly Ash Toksik PT. WIKA beton
6 Batu Bara)
Sumber : Dokumentasi PT. Petrokimia Gresik

5.3 Pengelolaan limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

Sistem pengelolaan limbah di PT. Petrokimia Gresik mengacu pada


peraturan nasional Indonesia yang telah diatur oleh pihak Kementrian Lingkungan
Hidup, termasuk dalam upaya penanganan limbah B3 sesuai kebijakan yang
tertuang dalam peraturan Pemerintah No.18 tahun 1999 jo. Peraturan Pemerintah
85 tahun 1999.
PT Petrokimia Gresik tidak mempunyai ijin untuk mengolah limbah B3,
sehingga kegiatan pengelolaan limbah B3 hanya pada penyimpanan sementara.
Limbah B3 diserahkan kepada pihak pengolah dan pemanfaat, untuk yang
memiliki nilai jual dijual ke Departemen PPNPJ (Penilaian Produk Non Pupuk
dan Jasa), serta ada yang di ekspor.
Pengelolaan limbah B3 PT Petrokimia Gresik ini dimulai dari
pengumpulan limbah yang dihasilkan oleh tiap-tiap unit kerja yang masing-
masing mempunyai kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah B3 dengan
upaya reduksi dan pemanfaatan kembali limbah menjadi bahan yang bermanfaat.
Segala kegiatan yang berhubungan dengan limbah B3 dilaporkan pada
Departemen Lingkungan dan K3. Sementara unit kerja yang bertanggung jawab
terhadap limbah B3 diwajibkan melakukan penyimpanan limbah B3 di tempat
yang sesuai dengan criteria pengemasan dan penyimpanan limbah B3. Berikut
adalah alur proses pengelolaan limbah B3 di PT Petrokimia Gresik.

Gambar 5.2 Block Diagram Pengelolahan Limbah B3 PT.Petrokimia Gresik


V-8

*) Khusus untuk limbah B3 yang berasal dari Aktiva tetap, antara lain : Tube
reformer dan Trafo yang terkontaminasi minyak PCb di kelola sesuaiketentuan
PR-02-0055 ( Prosedur Prngrlolaan Barang Tidak Terpakai )
Unit-unit produksi dari sebuah industri selain menghasilkan produk yang
bermanfaat juga pasti akan menghasilkan buangan. Jika ditinjau dari hasil
produksi berupa pupuk yang berbahan dasar zat-zat kimia, seperti nitrogen,
V-9

phospat, amoniak, urea dan bahan-bahan organik lainnya tentu saja akan
menghasilkan limbah yang sifatnya tidak jauh dari bahan dasarnya. Namun tidak
semua limbah yang dihasilkan termasuk dalam kategori limbah B3.Limbah B3
yang dihasilkan oleh PT Petrokimia Gresik adalah sebagai berikut :

1. Minyak Pelumas dan Minyak Trafo Bekas ( PCB )


Minyak pelumas adalah cairan kental berfungsi sebagai pelican,
pelindung dan pembersih bagi bagian dalam mesin. Pelumas atau oli
mengandung lapisan-lapisan haksus yang berfungsi mencegah terjadinya
benturan antar logam dengan logam komponen mesin, mencegah goresan, dan
keausan pada mesin. Kekentalan atau viskositas oli berkaitan dengan sejauh
mana oli berfungsi sebagai pelumas sekaligus pelindung benturan antar
permukaan logam. Jika oli semakin kental maka lapisan yang timbul akan
menjadi lebih kental. Lapisan halus pada oli kental akan memberi kemampuan
ekstra untuk membersihkan permukaan logam. Sehingga semakin kental oli,
semakin berbahaya pula limbah yang dihasilkan. Pada suhu tinggi, oli akan
mudah mengalir dengan cepat, sementara pada suhu rendah viskositasnya
semakin besar sehingga akan sulit mengalir.
Oli bekas terkandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat
asam dan korosif, deposit dan logam berat. Berikut beberapa kontaminan yang
terdapat pada oli atau pelumas bekas :
a. Kontaminan akibat keausan elemen. Elemen yang dimaksud terdiri
atas tembaga, besi, kromium, aluminium, timah, molybdenum,
silicon, nikel atau magnesium
b. Kotoran atau jelaga
c. Bahan bakar
d. Zat anti beku (ethylene glycol)
e. Produk-produk nitrasi

Minyak trafo yang mengadung PCB (polychlorine biphenyl) merupakan


polimer sintetik yang dapat menimbulkan kematian jaringan dan kanker pada
V-10

manusia (karsinogenik). Pengelolaan limbah minyak pelumas bekas dan


minyak PCB pada PT Petrokimia Gresik hanya dikemas dan disimpan
sementara di TPS karena PT Petrokimia Gresik tidak mempunyai izin untuk
melakukan pengolahan. Pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada pihak
ketiga yang sudah memiliki izin pengelolaan dari KLH.

2. Katalis Bekas
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi kimia pada
suhu tertentu tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri.
Katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Unit produksi di PT Petrokimia Gresik membutuhkan katalis pada
proses produksi I dan III. Jenis katalis di unit produksi I antara lain adalah
CoMo (Cobalt Molibdenum) yang berfungsi membantu reaksi sulfur dari gas
alam dan gas H2 sehingga menjadi H2S (Hidrogen Sulfida). Katalis ZnO (Zinc
Oxide) berfungsi sebagai absorben terhadap kandungan sulfur dalam bentuk
H2S. Katalis Ni (Nikel) berfungsi membantu proses steam reforming gas alam
menjadi gas H2 dan CO2. Katalis Fe2O3 (Oksida besi) berfungsi membantu
reaksi CO2 dan steam menjadi gas H2 dan CO2. Katalis NiO (Nikel oksida)
berfungsi membantu reaksi sisa gas CO dan CO2 dengan gas H2 menghasilkan
CH4 dan H2O, katalis Fe mempunyai fungsi untuk membantu reaksi gas H2 dan
N2 menjadi amoniak. Katalis Al2O3 (Alumina ball) mempunyai fungsi sebagai
supporting katalis (tatakan bagi katalis) dip roses secondary reformer.
Jenis katalis yang di gunakan pada unit produksi III adalah V2O5
(Vanadium Pentaoksida) berfungsi untuk mengikat SO2 menjadi SO3.
Katalis yang sudah lama digunakan akan digantikan dengan katalis
yang baru setiap periode penggantian. Penggantian katalis tidak selalu
menghabiskan jumlah yang sama, mengingat katalis-katalis tersebut berbentuk
padatan (granular/tablet/silinder/lempengan) maka hanya katalis yang rusak
saja yang diganti dan dibuang, sementara sisanya yang masih dapat berfungsi
dengan baik tetap digunakan kembali.
V-11

Pengelolaan limbah katalis bekas PT Petrokimia Gresik hanya


dilakukan pengumpulan dan penyimpanan sementara. Katalis yang memiliki
nilai jual dijual kepada perusahaan yang mampu mengolah ataupun
memanfaatkan kembali katalis bekas tersebut. Biasanya PT Petrokimia Gresik
mengadakan tender guna mendapatkan perusahaan yang layak dengan harga
beli yang tinggi. Selanjutnya untuk katalis yang tidak bernilai jual akan
diserahkan kepada pengolah akhir limbah B3 yang memiliki izin resmi.

3. Accu Bekas
Accu bekas atau dapat dibaca aki bekas dikenal dengan istilah
secondary lead acid battery tergolong limbah B3. Biasanya aki bekas
dimanfaatkan kembali atau diproses kembali (recycle) untuk diambil timahnya,
kandungan timah untuk aki bekas sebanyak ±65% dari berat netto aki bekas
bila diproses dengan menggunakan rotary furnace, dan hanya didapat 55%
apabila diproses dengan menggunakan metode tradisional. Timah hitam yang
didapat dari proses pembakaran biasanya tidak murni 99,99% tetapi fluktuatif
dikisaran 90% hingga 97% karena terdapat kandungan Sb, Sn, Se, dan As.
Pengelolaan aki bekas bekas PT Petrokimia Gresik dilakukan pengumpulan
dan penyimpanan sementara, kemudian dijual kepada perusahaan yang
mampu mengolah ataupun memanfaatkan kembali aki bekas tersebut.

4. Drum-drum Bekas
Drum bekas tersebut berasal dari drum bekas kemasan minyak trafo
PCB atau kemasan pelumas, drum tersebut dapat digolongkan dalam limbah
berbahaya karena terdapat kandungan minyak trafo PCB atau kemasan
pelumas yang bersifat toksik dan mudah terbakar. Drum bekas ini disimpan di
TPS LB3 untuk digunakan lagi sebagai kemasan dan kemudian diserahkan
kepada YPG untuk dikelola, lalu di ambil langsung oleh pihak pemanfaat atau
pengelola.

5. Limbah B3 Laboratorium
V-12

Limbah laboratorium adalah hasil sisa dari analisa laboratorium yang


sudah tidak digunakan kembali. PT Petrokimia Gresik menghasilkan limbah
laboratorium hanya dalam jumlah yang sedikit. Beberapa jenis kandungan
limbah yang dihasilkan laboratorium diantaranya Th(NO3)4 (Torium Nitrat),
Ag (perak), Hg (merkuri), CH3OH (methanol), P2O5 (phospat), NH3 (amoniak).
Pengelola limbah B3 laboratorium di PT Petrokimia Gresik, langsung dikirim
ke pihak yang memiliki izin untuk mengolah limbah B3.

6. Majun dan Serbuk Gergaji


Majun dan serbuk gergaji digunakan sebagai alat pembersih ceceran
bahan kimia dan tumpahan-tumpahan bahan bakar yang berbahaya. Ceceran
bahan kimia dapat mengandung campuran bermacam-macam bahan yang
memiliki karakteristik masing-masing. Khusus untuk kain majun dan serbuk
gergaji PT Petrokimia Gresik sesuai dengan PP 18/1999 tentang pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg per hari, penghasil limbah B3
dapat menyimpan limbah B3 lebih dari 90 hari, dengan ketentuan memiliki
tempat penyimpanan limbah B3 yang memenuhi syarat.

7. Kapur
Kapur digunakan sebagai bahan penetral pH pada proses pengolahan
limbah cair pada primary treatment. Pada lampiran PP No. 18 tahun 1999
daftar bahan berbahaya dan beracun, kapur tidak tergolong sebagai limbah
bahan berbahaya, tetapi oleh KLH hasil samping PT Petrokimia Gresik
tersebut tergolong sebagai limbah B3 karena jumlah yang melebihi kapasitas
pemanfaatan kembali. Limbah dapat dikategorikan sebagai bahan berbahaya
dan beracun dikarenakan jumlahnya yang berlebihan dan dapat berpotensi
membahayakan lingkungan hidup.
Pada ketentuan umum PP No. 18 tahun 1999 tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan/atau beracun disingkat LB3, adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun
karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
V-13

maupun tidak langsung, dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,


kelangsungan hidup manusia serta ,makhluk hidup lain.
Kapur yang dihasilkan PT Petrokimia Gresik digunakan sebagai bahan
baku produk lain yaitu sebagai kapur pertanian, selain itu juga ada yang dijual
kepihak pemanfaatan kapur sebagai bahan baku semen.

8. Fly Ash dan Bottom Ash


Fly ash dan bottom ash adalah hasil samping dari plant pembangkit
listrik batu bara yang dimiliki oleh PT. Petrokimia Gresik, yang berupa limbah
padat dalam bentuk abu. Jumlah abu batu bara yang dihasilkan mencapai 500-
1000 ton perhari.

5.4 Pengemasan dan Pemasangan Simbol dan Label

Pengemasan limbah B3 dilakukan agar tiap jenis limbah sebelum disimpan


telah ditandai dengan sistem labeling yang sesuai dengan jenis dan karakteristik
limbah. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah
yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah
B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus
dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya.
Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana
kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu
menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan.
Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki
persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis
tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas
pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang
memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan.
Pengemasan yang baik dan tepat juga akan mempermudah pengawasan oleh
petugas yang bertanggung jawab.
V-14

PT Petrokimia Gresik, standar pengemasan dan pelabelan limbah B3


disesuaikan dengan standar pengemasan dan pelabelan di Indonesia yang telah di
tetapkan dalam perundang-undangan yaitu Kep-01/Bapedal/09/1999 tentang tata
cara teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun,
serta Kep-05/Bapedal/09/1999 tentang symbol dan label limbah bahan baerbahaya
dan beracun.
Berikut adlah perbandingan pelaksanaan pengemasan limbah B3 PT
Petrokimia Gresik dengan sistem regulasi yang dijadikan sebagai pedoman dasar
sistem pengelolaan limbah B3.
Tabel 5.2 Kesesuaian Pelaksanaan Pengemasan Limbah B3 di PT
Petrokimia Gresik dengan Peraturan yang Berlaku

Pelaksanaan di
No Parameter Kep-01/Bapedal/09/1995 Keterangan
PT.Petrokimia Gresik

Kuat , Tidak Bocor , Tidak Kuat , sangat sedikit

kebocoran ( pada bag


1 Kemasan Korosif ,dan Memiliki sesuai
) tidak korosif
Penutup
memiliki penutup

Bahan Plastik ( HEDP , PVC

Jenis dan , PP ) atau Logam ( Teflon , Logam dan Plastik sesuai

2 ukuran Baja , Karbon )

kemasan Drum/ Tong Volume 50 , 100


drum dan bag sesuai
, 200 Liter
V-15

Dalam satu kemasan hanya


satu kemasan berisi
3 Karakteristik sesuai
berisi limbah yang sama limbah yang sama

Setiap Limbah yang keluar /

Ada pencatatan
4 Dokumentasi masuk harus dicatat dengan sesuai
limbah
baik dan benar

Pemberian
Setiap kemasan limbah B3
Ada simbol dan label
5 Simbol dan sesuai
harus diberi simbol dan label pada setiap kemasan
Label

Sumber : TPS Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

Dari tabel hasil pengamatan pelaksanaan pengemasan limbah B3 PT


Petrokimia Gresik dapat diketahui bahwa acuan dalam pengelolaan limbah B3
berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku, sehingga dalam pelaksanaannya
sudah sesuai.

Tabel 5. 3 Pemberian Simbol dan Label pada Limbah B3 yang telah di


kemas

Limbah B3 yang dihasilkan


Simbol Label
PT. Petrokimia Gresik
V-16

Oli Bekas

Grease Bekas

Majun/Serbuk Gergaji

Bekas

Drum Bekas Tidak Ada

Katalis Bekas

Fly Ash
V-17

Bottom Ash Tidak Ada

Sumber : TPS Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

5.5 Penyimpanan Limbah B3

PT. Petrokimia Gresik telah melakukan proses produksi yang


menghasilkan limbah baik limbah B3 maupun limbah Non B3 . Limbah yang
dihasilkan oleh PT.Petrokimia Gresik telah di kemas di dalam drum atau bag yang
berbeda – beda sesuai jenis limbahnya. Setelah kita melakukan pewadahan atau
pengemasan kita perlu menyimpan Limbah B3 yang telah di kemas ke dalam
bangunan penyimpanan ( TPS B3 ) . Dalam menyimpan Limbah B3 PT.
Petrokimia Gresik harus mematuhi beberapa perundang – undangan serta
peraturan pemerintah serta peraturan Kementrian Lingkungn Hidup . Diantaranya
perundangan yang membahas tentang bangunan penyimpanan sementara atau TPS
B3 yang harus memenuhi syarat – syarat tertentu. Tempat penyimpanan ( TPS )
ini di bangun untuk menahan dan menampung limbah sementara waktu sebelum
dikelola oleh pihak ke 3 yang memanfaatkan limbah tersebut.

Penyimpanan sementara atau TPS di pabrik – pabrik PT. Petrokimia


Gresik mempunyai beberapa ketentuan khusus seperti pada PP No. 19 Tahun
1994 . Berikut ini adalah penilaian kesesuaian tempat – tempat penyimpanan
sementara ( TPS- TPS ) yang ada di PT. Petrokimia Gresik dengan PP No.19
tahun 1994 .
V-18

Tabel 5.4 :Standart Bangunan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3


PT. Petrokimia Gresik

Kualitas

No. Persyaratan Tidak


Baik Cukup Kurang
Terpantau

Bahan konstruksi sesuai

1 dengan jenis dan karakteristik v

limbah yang akan di simpan

Lantai kuat, tidak

2 bergelombang, kedap air, tidak v

retak, dan melandai turun

3 Terdapat bak penampung v

Terdapat tanggul yang

4 mengelilingi setiap bagian v

ruang TPS

Terlindungi dari masuknya air

5 hujan secara langsung atau v

tidak langsung

Dilengkapi dengan penangkal


6 v
petir

7 Ventilasi yang cukup v

8 Memungkinkan tidak dimasuki v


V-19

burung atau binatang kecil

lainnya

9 Tanpa plafon v

Ada ruang kurang lebih 1 m

lebarnya atara dinding


10 v
bangunan dan bak

penyimpanan

11 Penerangan cukup v

Penerangan minimal 1 m di
12 v
atas kemasan

Terdapat identitas dan simbol

13 limbah sesuai karakteristiknya v

di luar bangunan

Terdapat sistem pemadam

14 kebakaran, peralatan B3 dan v

dokumen-dokumen limbah B3

Sumber : TPS Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

Berdasarkan tabel di atas , dapat diketahui bahwa terdapat beberapa unsure


bangunan TPS uang belum terpenuhi karena alasan – alasan khusus yaitu terdapat
celah pada teralis besi TPS yang memungkinkan burung – burung masuk kedalam
dan tidak adanya penangkal petir.
V-20

Ada beberapa alasan mengapa TPS hanya diberi teralis besi dan tidak ada
penangkal petir. Pada TPS 1 , 2 , 3 dan 4 diberi teralis besi yang memungkinkan
burung – burung masuk ke dalam TPS karena pada TPS 1 samapai denganTPS 4
tidak ada limbah B3 yang dapat dibawa oleh burung seperti Limbah B3 berbentuk
granule atau butiran yang dapat dengan mudah dipindahkan oleh burung atau
hewan semacamnya.

Penangkal petir untuk beberapa TPS belum cenderung tidak diperlukan


karena gedung TPS rendah kecuali pada gedung TPS 5 yang cukup tinggi tetapi
gedung TPS 5 adalah gedung gabungan yang dilengkapi oleh penangkal petir
apabila digambarkan dalam denah seperti di bawah ini

TPS
5

Penangkal Petir
Gambar 5.3 Lokasi Pengangkal Petir Pada TPS 5

PT. Petrokimia Gresik memilki 6 buah TPS , dimana masing - masing TPS
tersebut digunakan sebagai tempat penyimpanan limbah B3 yang berbeda – beda
sesuai karakteristiknya , sehingga bangunanya di sesuaikan dengan muatan TPS
tersebut. seperti pada tabel di bawah ini tentang TPS 1 – 6
V-21

Tabel 5.5 Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 milik PT. Petrokimia


Gresik

Nama
Luas Limbah B3 yang di simpan Lokasi Gambar
TPS

Oli Bekas

7mx8 Grease Bekas 07° 09 ' 13,4 " LS


TPS 1
m Majun/Serbuk Gergaji Bekas 112° 38' 22,8" BT

Drum Bekas

Oli Bekas

6 m x 16 Grease Bekas 07° 08 ' 48,6 " LS


TPS 2
m Majun/Serbuk Gergaji Bekas 112° 38' 45,9" BT

Drum Bekas

Oli Bekas

6 m x 17 Grease Bekas 07° 08 ' 40,0 " LS


TPS 3
m Majun/Serbuk Gergaji Bekas 112° 38' 27,5" BT

Drum Bekas

Katalis Bekas

Accu Bekas
7 m x 17 07° 09 ' 05,3 " LS
TPS 4 Majun/Serbuk Gergaji Bekas
m 112° 38' 27,5" BT
Minyak Trafo PCB

Limbah Laboraturium
V-22

Drum Bekas

10 m x 07° 08 ' 30,5 " LS


TPS 5 Bottom Ash
18 m 112° 38' 35,1 BT

2 m x 7,2
07° 08 ' 26,9 " LS
TPS 6 mx Fly Ash
112° 38' 39,4" BT
7,2 m

Sumber : TPS Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik

PT. Petrokimia Gresik mempunyai 6 macam TPS yang berbeda – beda ,


maka perlu di beri labeling pada bagian luar TPS yang berisi symbol limbah B3
di dalam tersebut serta identitas TPS . Bangunan TPS menggunakan atap tanpa
Plafon untuk menghindari adanya akumulasi gas – gas B3 di ruang penyimpanan .
Lantai bangunan di buat kedap air , tidak bergelombang kuat dan tidak
mudah rusak. Lantai bagian dalam , dibuat melandai kearah penampungan yang
maksimal dengan slope 1% . TPS dilengkapi dengan bak penampungan untuk
menampung ceceran limbah B3 agar tidak tercecer ketempat lain yang
berdasarkan sifatnya dapat membahayakan bila tercampur satu sama lain .

Menurut Kep-01/Bapedal/09/1995 tentang cara pengumpulan ,


pengemasan dan penyimpanan limbah B3 , yang mengatakan bahwa waktu untuk
menyimpan Limbah B3 adalah 90 hari sebelum di kirim untuk diolah maupun
dimanfaatkan oleh pihak ke 3 . Limbah B3 menurut Kep-01/Bapedal/09/1995
yang jumlahnya sedikit dapat di simpan lebih dari 90 hari oleh penghasil Limbah.

5.6 Pengangkutan

Pengangkutan limbah B3 berbeda dengan pengangkutan biasanya , pengangkutan


Limbah B3 perlu menyertakan dokumen Limbah B3 . Pengangkut Limbah B3
V-23

harus menyerahkan dokumen Limbah B3 kepada pengumpul atau pemanfaat atau


pengola atau penimbun yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3 . Pengangkutan
perlu melengkapi muatan Limbah B3 dengan dokumen agar saat ada kejadian
yang tidak di inginkan seperti kecelakan yang menyebabkan limbah B3 tertumpah
, dapat segera dilakukan tindak pengamanan tanpa harus mengidentifikasi kembali
limbah B3 tersebut agar tidak merugikan masyarakat sekitar tumpahan.
Usaha pengankutan limbah B3 membutuhkan izin dari Menteri Lingkungan
Hidup . Alat angkut yangdigunakan harus sesuai dengan peraturan tentang
pengangkutan yang ada ,yaitu :
 Perkereta apian  UU 13/1992
 Angkutan darat  UU 14/1992
 Penerbangan  UU 15/1992
 dan Pelayaran  UU 21/1992

Pengangkut limbah tidak selalu penghasil limbah , tetapi ada juga penghasil
limbah yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah dengan aturan – aturan
yang berlaku unruk pengangkutan limbah B3. Selama perjalanan Limbah B3
harus mempunyai dokumen yang berasal dari penghasil limbah dimana dokumen
tersebut menjelaskan tentang karakteristik limbah tersebut yang selanjutnya akan
diserahkan pada pengolah limbah .
Menurut Kep-02/Bapedal/09/1995 , setiap pengangkutan limbah B3 harus disertai
dengan dokumen resmi . dokumen ini merupakan legalitas dari pengolahan
limbah B3 dan sarana pengawasan perpindahan dan penyebaran limbah B3 . PT.
Petrokimia Gresik juga melakukan pencatatan Limbah untuk setiap TPS dari
jumlah , waktu masuk , dan lainya . Dokumen Pengolahan Limbah B3 di
PT.Petrokimia gresik antara lain : PR-02-0056 tentang pengelolaan limbah B3

 Buku pedoman pengamanan B3


V-24

Lembar 2 Penghasil Limbah


Walikota /Bupati BAPEDAL
( lembar 3 )

Pengangkut Limbah
( Lembar 1 )

Lembar 5
Lembar 6 Pengolah Limbah kopi
( Lembar 4 )

Gambar 5.4 Skema Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 beserta dokumen –


dokumenya

Sarana pengangkutan yang di gunakan biasanya truck silindris .


Pengangkut mempunyai tanggung jawab terhadap persebaran dan kecelakaan saat
proses penggangkutan limbah B3 . Pengangkutan Limbah B3 di PT.Petrokimia
Gresik meliputi pengangkutan dari unit – unit penghasil ke tempat penyimpanan
atau TPS B3 milik PT. Petrokimia Gresik. Untuk pengangkutan dahulu
mengunakan truck milik sendiri dan sekaran PT.Petrokimia Gresik Mengunakan
truck sewaan.

5.7 Pengolahan Limbah B3

Pengolahan Limbah B3 tidak dilakukan oleh PT.Petrokimi Gresik karena


PT.Petrokimia tidak mempunyai ijin untuk pengolahan Limbah B3sehingga
proses pengolahanya hanya terbatas pada penyimpanan sementara di TPS – TPS
milik PT.Petrokimia Gresik . Untuk proses pengolahan dan pembuanganya
V-25

diserahkan kepada YPG yang bekerja sama dengan jasa transporter untuk dikirim
kepada pihak ke 3.

PT.Petrokimia Gresik memilih perusahaan pengolahan dan pemanfaatan


untuk bekerja sama dalam pengolahan limbah B3 .Pemilihan perusahaan
didasarkan pada izin dari KLH dan sesuai dengan persyaratan dalam Kep-
03/Bapedal/09/1996 . PT. Petrokimia gresik mengadakan tender untuk memilih
perusahaan yang akan di ajak bekerjasama baik dalam pengelolahan Limbah B3
nya.

5.8 Konsep Minimasi Limbah PT. Petrokimia Gresik

Teknik minimasi limbah di PT.Petrokimia Gresik atau pencegahan


pencemaran yang di implementasikan dengan berbagai cara termasuk perubahan
proses yang mencegah timbulnya limbah telah dilaksanakan oleh PT.Petrokimia
Gresik . Pengendalian pencemaran yang dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik
secara umum mengikuti pola pendekatan pengelolaan lingkungan yaitu dengan
pendekata “ TEKSOSIS “ yang meliputi :
 Pendekatan Teknologi
Memanfaatkan teknologi mutakhir guna mencegah dan pengendalian
potensi pencemaran ,dikaitkan dengan peningkatan effisiensi dan daur
ulang
 Pendekatan social ekonomi
Ikut berperan serta dalam pengembangn wilayah
 Pendekatan Institusional
Pengembangan koordinasi dan kerjasama , baik intern maupun ekstern
dalam upaya pengelolaan lingkungan karena masalah lingkungan
berkaitan dengan berbagai pihak.
PT.Petrokimia Gresik mempunyai strategi untuk meningkatkan effisiensi
dan mengurangi jumlah limbah B3 mulai dari sumber . Contoh aplikasi reduksi
V-26

limbah B3 yang dilakukan PT.Petrokimia Gresik dalam meminimalisasi limbah


B3 sebagai berikut :
 Mensubtitusikan katalis atau bahan dasar dengan bahan yang lebih
ramah lingkungan sehingga dapat membantu menghasilkan limbah lebih
sedikit terutama limbah B3 ( minyak Trafo PCB diganti dengan minyak
Non-Trafo PCB )
 Mengembangkan Teknologi modern dalam menghasilkan produk
sehingga dapat mengurangi jumlah limbah B3 yang dihasilkan

Berikut ini adalah Bagan Konsep Reduksi Limbah B3 PT. Petrokimia


Gresik

Reduksi dari Sumber ( Bahan


Baku )

ON site / OFF site


( Recycle , Reuse , Recovery )

Pengolahan Limbah

Pembuangan Akhir

Gambar 5.5 Konsep reduksi limbah B3 PT.Petrokimia Gresik


Sedangkan Untuk B3 sendiri , minimasi limbah dilakukan dengan system
3R yaitu recycle , Reuse , dan Recovery :
 Recycle
Merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang
melalui pengolahan fisik atau kimia baik untuk menghasilkan produk
V-27

yang sama atau berlainan . Daur ulang dapat dilakukan di dalam


maupun diluar pabrik.
di PT. Petrokimia Gresik , misalnya sludge , limbah yang berasal dari
pengolahan IPAL dapat ditambahakan pada proses pembuatan pupuk
SP-36 agar mendapat kandungan P2O5 yang lebih tinggi.
 Reuse
Adalah upaya penggunaan kembali limbah untuk digunakan kembali
lagi tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk .
Reuse dapat dilakukan di dalam maupun diluar pabrik.
 Recovery
Merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan jalan memproses
untuk memperoleh kembali materi / energy yang terkandung di
dalamnya .

Pelaksanaan pengawasan pengolahan limbah B3 PT.Petrokimia


Gresik dilakukan oleh 2 pihak yaitu intern perusahaan yang dilakukan
oleh departemen Lingkungan & K3 serta pihak pemerintah yaitu
Kementrian Lingkungan Hidup.

Intern Instansi
Perusahaan : Pemerintahan :
Dept. Lingkungan Kementrian
& K3 Lingkungan Hidup

Kegiatan
Pengolahan
Limbah B3

Gambar 5.6 Pengawasan pengelolaan limbah B3 PT.Petrokimia Gresik


V-28

Pengawasan Intern yang dilakukan oleh Dept. Lingkungan dan K3


PT.Petrokimia Gresik yang membawahi bagian Pengolahan Limbah B3 yang
ditunjuk untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengawasan
terhadap pelaksanaan pengelolaan limbah serta dampak yang timbul dari kegiatan
tersebut sesuai peraturan yang berlaku di Indonesia . Pengawasan pengelolaan
limbah B3 di atur dalam PP No. 74 tahun 2001 dan PP No. 18 tahun 1999 yang
direvisi menjadi PP No. 85 tahun 199 yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan
Hidup yang pelaksanaanya diserahkan kepada intalsi yang bertanggung jawab.
Pemantauan merupakan suatu upaya pengawasan . Pemantauan yang
dilakukan adalah pemantauan terhadap penataan persyaratan serta ketentuan
teknis dan administatif terhadap upaya pengelolahan limbah B3 PT.Petrokimia
Gresik. secara umum kegiatan pengelolaan limbah B3 bila dilihat dari teknis
operasional dan kualaitasnya apabila dibandingkan dengan regulasi yang ada serta
effisiensi langkap pengelolahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.6 Teknis operasional Pengelolaan Limbah B3 PT.Petrokimia Gresik

Kualitas
No. Parameter
Baik Cukup Kurang
1 Inventarisasi dan identifikasi
2 Reduksi limbah
Pengemasan dan
3 pengumpulan di area
produksi
4 Penyimpanan sementara
V-29

5 Pelabelan dan simbol


6 Pengangkutan
7 Pemanfaatan
8 Pengawasan

Apabila terjadi kecelakaan saat penyimpanan atau pengangkutan


memerlukan penangulangan yang terdapat pada PP 74 tahun 2001 pasal 24 . Bila
terjadi kecelakaan , maka kondisi awalnya adalah berstatus keadaan darurat (
emergency ).

Langkah darurat yang harus dilakukan menurut PP No. 74 tahun 2001


pasal 25 adalah :
 Mengamankan ( mengisolasi ) tempat terjadinya kecelakaan
 Mananggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur standar
penanggulangan kecelakaan
 Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat tersebut pada aparat
atau kabupaten / kota setempat
 member informasi , bantuan dan melakukan evakuasi masyarakat
sekitar lokasi kejadian .

Rantai akhir dalam system ini adalah pengolahan dan disposal limbah .
pada umumnya pengolahan limbah bersasaran untuk merubah karakteristik dan
komposisi limbah agar tidak berbahaya bagi lingkungan lagi. Proses tersebut
mengunakan teknologi yang sesuai baik secara fisika , kimia maupun biologi .
Rantai pengelolaan yang paling akhir adalah penimbunan limbah B3 yang tidak
dapat diolah atau dimanfaatkan kembali yang harus dikubur dalam landfill limbah
B3 dengan system pelapis dasar.
VI-1

BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Kesimpulan yang kami dapat dari hasil pengamatan lapangan yang
dilakukan tentang pengelolaan Limbah B3 PT. Petrokimia Gresik yang
dibandingkan dengan peraturan – peraturan yang berlaku , adalah :

1 PT.Petrokimia Gresik adalah produsen pupuk yang mempunyai


Limbah B3 dari proses produksi baik berupa padat , cair atau gas.
Jenis limbah B3 yang dihasilkan berupa : Oli Bekas , Grease Bekas
, Majun bekas, Serbuk gergaji bekas , drum kosong , Katalis bekas
, Accu bekas , Minyak Trafo bekas , limbah Laboraturium, Fly ash
dan Bottom Ash.

2 PT. Petrokimia Gresik mempunyai 6 buah TPS yang terbagi di


pabrik I, pabrik II dan pabrik III. TPS 1,2, dan 3 menjadi tempat
penyimpanan Oli bekas, Grease bekas, Majun bekas, Serbuk
gergaji bekas, dan drum kosong. Tetapi pada TPS 4, 5, dan 6
menyimpan Limbah yang spesifik seperti pada TPS 4 menyimpan
katalis bekas, Accu & Trafoo bekas, Majun & serbuk gergaji bekas
juga drum kosong. Pada TPS 5 khusus Bottom Ash dan TPS 6
berupa Silo untuk menyimpanan Fly Ash.

3 Proses pengelolaan yang dilakukan PT.Petrokimia Gresik adalah :


o Identifikasi Limbah
o Pengemasan
o pemasangan symbol dan label
o penyimpanan

VI-1
VI-2

PT. Petrokimia Gresik bekerjasama dengan pihak ke 3 untuk


mengelola Limbah B3 yang dihasilkan begitu pula dengan
transportasi Limbah B3 yang diserahkan kepada pihak ke 3 .PT.
Petrokimia Gresik melakukan Tender untuk memilih pihak ke 3
yang di ajak berkerjasama.

4 Pengelolaan Limbah B3 yang dilakukan PT.Petrokimia Gresik


sebagian besar sesuai dengan peraturan – peraturan yang
diterapkan untuk pengelolahan limbah B3 . Tetapi ada beberapa
ketidak sesuaian yang dapat di toleransi seperti pada TPS 1-4 pintu
dapat dimasuki oleh hewan seperti burung yang tidak sesuai
dengan peraturan pemerintah , tetapi di TPS 1-4 tidak ada Limbah
B3 yang dapat dibawa keluar oleh hewan seperti oli bekas, grace
bekas, katalis bekas dan lainya. Pada TPS 5 tidak diberi penangkal
petir karena sudah berada dalam 1 gedung yang mempungai
penangkal petir.

6.2 SARAN
Setelah melakukan telaah dan kajian dari hasil pengamatan di lapangan
selama kerja praktek di PT Petrokimia Gresik, masih terdapat aspek yang perlu
perhatian dan perbaikan lebih lanjut, sehingga dari beberapa hal tersebut dapat
dibuat beberapa masukan untuk sistem pengelolaan limbah B3 di PT Petrokimia
Gresik.
1. Perlu dilakukan penertiban dokumentasi limbah B3 yang keluar masuk
TPS agar data-data hasil dan pendayagunaan limbah B3 di Petrokimia
Gresik dapat tercatat secara rapi dan jelas.
2. Perlu dilakukan pengawasan yang lebih intens pada TPS limbah B3, agar
tidak terjadi penyalahgunaan fungsi tempat seperti yang terjadi di TPS II
yang dijadikan gudang sementara untuk meletakan berbagai alat mekanik
pabrik.

VI-2
VI-3

3. Perlu penkondisian lebih lanjut terkait dengan fasilitas TPS yang masih
belum terpenuhi.

VI-3

Anda mungkin juga menyukai