Anda di halaman 1dari 4

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI MASYARAKAT YANG TERDAMPAK

LIMBAH PABRIK PT. MARIMAS DI SEMARANG

PENDAHULUAN

Pembangunan infrastruktur merupakan langkah untuk mendukung perkembangan terutama di


bidang ekonomi bagi suatu negara, infrastruktur yang lemah berarti juga menandakan bahwa suatu
negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang lemah pula. Pembangunan infrastruktur mendukung
perkembangan ekonomi dengan menambah lapangan pekerjaan baru dan pemerataan pertumbuhan
ekonomi serta juga perataan pembangunan. Pengaruh pembangunan ekonomi tidak hanya
memberikan dampak bagi aspek sosial saja, tetapi juga bagi aspek-aspek lainnya seperti aspek hukum,
aspek pertahanan dan keamanan, aspek kebudayaan, dan yang terutama mengenai pembahasan ini
adalah aspek lingkungan hidup yang mana peran manusia sangatlah diutamakan dalam rangka
memenuhi aspek-aspek tersebut. 1
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa bumi dan
sekuruh kekayaan aau sumber daya alam yang terkandung di dalamnya merupakan kepemilikan dan
dikuasai oleh pemerintah dan seluruh kekayaan alam tersebut digunakan dan dimanfaatkan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.

.Disamping adanya advantages atau dampak positif yang dihasilkan dari pembangunan
infrastruktur, tidak juga menutup kemungkinan akan hadirnya masalah yang timbul dari hal tersebut.
Salah satu masalah terbesar yang ditimbulkan oleh meningkatnya pembangunan infrastruktur
terutama pembangunan pabrik adalah meningkatnya pencemaran dan pengrusakan lingkungan oleh
limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik. Karena pada dasarnya,
pembangunan infrastruktur juga harus memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan
(sustainable development) yang mana akhir-akhir ini banyak pelaku industri atau perusahaan tidak
memperhatikan aspek tersebut sehingga mengarah kepada pembangunan yang bersifat destruktif
(merusak) bagi lingkungan. 2Dan juga masalah terkait pencemaran lingkungan ini tidak hanya
menjadi masalah di Indonesia saja, tetapi sudah menjadi masalah internasional dimana semakin
meluasnya praktek-praktek liar yang mengakibatkan pencmaran dan pengrusakan lingkungan.
Seharusnya fungsi dan kualitas serta sehatnya lingkungan hidup harus tetap tetap terjaga secara
berkelanjutan guna menjamin kesejahteraan dan mutu hidup untuk generasi sekarang dan terutama
untuk generasi yang akan datang sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28 H yang mana lingkungan
hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.

Menyadari atas peningkatan pencemaran dan perusakan lingkungan oleh pabrik-pabrik maka
limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tersebut seharusnya dikelola dengan baik. Karena semakin
1
Hartati, Sri. 2018. “Penegakan Hukum terhadap Pencemaran Lingkungan Hidup Indonesia”. Hal. 31-32
2
Pratama, Alif Candra. Rochmani. 2018. “Penerapan Sanksi Pidana dalam Pencemaran Lingkungan Hidup ditinjau dari Undang-Undang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Studi Kasus (PT.Marimas Semarang)”. Semarang. Hal.2-3
meningkatnya pembangunan pabrik maka otomatis juga akan dibarengi dengan dampaknya kegiatan
pabrik-pabrik tersebut, sehingga diperlukannya upaya pengendalian melalui proses penegakan hukum
untuk menekan atau mengurangi resiko yang dihasilkan limbah pabrik tersebut. 3 Penegakan hukum
merupakan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan negara Indonesia yang adil dan sejahtera.
Upaya pengendalian ini harus menjamin perlindungan hukum bagi setiap korban atau calon korban
pencemaran lingkungan hidup seperti adanya pengawasan oleh perangkat hukum yang bersifat
preventif sehingga bagi perusahaan atau pihak yang ingin mendirikan sebuah pabrik haruslah
melewati suatu proses perizinan untuk melakukan usaha atau kegiatan serta harus mencatumkan juga
di dalam proses perizinan tersebut syarat dan kewajiban uang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
pihak atau penanggung jawab dari pabrik yang akan didirikan.

Selain jaminan perlindungan hukum bagi korban atau calon korban dengan cara memberikan
proses perizinan bagi penanggung jawab suatu perusahaan, juga bisa ditinjau dengan jalur penerapan
hukum pidana bagi pihak atau pelaku pencemaran lingkungan, pengaturan mengenai tindak pidana
pencemaran lingkungan hidup terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian yang
menegaskan bahwa setiap kegiatan yang dalam rangka pembangunan industri harus memperhatikan
penggunaan ssumber daya alam secara tidak boros agar tidak menyebabkan pencemaran dan
pengrusakan lingkungan hidup.

Berbicara mengenai pencemaran dan pengrusakan lingkungan, maka hal ini disebabkan oleh
jenis limbah yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tersebut. Pada kasus ini adalah limbah B3 (Bahan
Berbahaya Beracun), yang mana pengaturan akan limbah B3 ini sudah dimulai sejak tahun 1992
dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 394/Kp/XI/92 tentang Larangan Impor
Limbah Plastik yang kemudian juga diterbitkan Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1993 tentang
Ratifikasi Konvensi Basel 1989. Pada perkembangan setelah diundangkan Undang-Undang No.23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menjadi upaya buat mewujudkan pengelolaan
limbah B3, pemerintah telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Peraturan Pemerintah Limbah B3),
sebagaimana telah dirubah menggunakan Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999. Dengan
diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 diharapkan pengelolaan limbah B3 bisa lebih baik
sebagai akibatnya tidak lagi terjadi pencemaran lingkungan yg diakibatkan limbah B3. Selain itu
diperlukan juga dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Limbah B3 para pelaku industri dan
pelaku kegiataan lainnya tunduk dan taat terhadap ketentuan tersebut.

Salah satu pelaku industri yang mengabaikan pembangunan yang berkelanjutan untuk
pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup dan melanggar peraturan mengenai limbah B3 ini
3
Yuliawan, Widhi. 2014. “Makalah Hukum Lingkungan (Analisis Kasus Pencmaran Air oleh Limbah Pabrik PT. Marimas di Semarang)”.
Semarang.
adalah PT. Marimas Indonesia di Semarang. Kasus berawal pada 11 Juli 2013 dikutip dari berita yang
diterbitkan oleh okezone.com dimana pabrik PT.Marimas telah mencemari area Sungai Pelampiasan
di Kampung Pelampiasan, Kelurahan Purwoyoso, Kecamatan Ngalian, Kota Semarang, Jawa Tengah
yang diakibatkan pembuangan limbah sejak tahun 2011. Sehingga menyebabkan masyarakat sekitar
yang terdampak melakukan penggerebekan ke pabrik PT. Marimas karena telah diduga mencemari
lingkungan. Pencemaran yang terjadi diduga diakibatkan pada jebolnya saluran pembuangan limbah
sehingga menimbulkan bau menyengat yang mana warga sekitar mengaku mengeluhkan adanya
penyakit setelah menghirup bau dari limbah tersebut. Terlebih lagi masyarakat sekitar mengalami
kesulitan mendapatkan air bersih karena sumber air dan areal air sumur disekitar tempat tinggal
mereka telah tercampur dengan limbah dan mereka menganggap sudah tidak layak pakai lagi.
Sebenarnya sudah ada pertemuan antara warga sekitar Sungai Pelampiasan dengan pihak PT.
Marimas yang mana telah diklarifikasi juga oleh Direktur PT. Marimas bahwa pihaknya akan
memenuhi tuntutan warga sekitar Sungai Pelampiasan dengan adanya daur ulang limbah agar dapat
dimanfaatkan untuk kebutuhan lain, beliau juga menambahkan mungkin juga bahwa pelaksanaan
pendauran ulang tersebut belum 100 persen sempurna sehingga perlunya perbaikan lebih lanjut. 4

Maka dalam penelitian ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana pertanggung
jawaban dari pihak perusahaan terhadap kasus pencemaran lingkungan disekitar pabrik mereka dan
bagaimana penerapan sanksi hukum yang tepat apabila ditinjau dari Undang-Undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perlindungan hukum bagi masyarakay yang terdampak limbah pabrik PT.
Marimas sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup?
2. apa kendala perlindungan hukum bagi masyarakat yang terdampak limbah PT. Marimas
sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup ?

TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mendeskripsikan perlindungan hukum bagi masyarakay yang terdampak limbah pabrik
PT. Marimas sesuai ketentuan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Untuk menguraikan kendala perlindungan hukum bagi masyarakat yang terdampak limbah
PT. Marimas sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4
Oktaviana Sibuea, Anita. Aminah. Widanarti, Herni. 2016. “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility)
terhadap Lingkungan (Studi Kasus PT. Marimas Semarang)”. Semarang: Universitas Diponegoro. Hal. 2

Anda mungkin juga menyukai