Anda di halaman 1dari 3

Analisis Faktor Lingkungan Alam pada Lingkungan Industri Pertambangan di

Indonesia

A. Faktor Lingkungan Alam


Lingkungan merupakan elemen yang sangat penting dan harus terjaga agar adanya
kepastian kelangsungan hidup di masa yang akan datang. Menurut Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa
pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Adanya pencemaran
lingkungan yang terjadi saat ini banyak dipicu oleh aktivitas industri yang baik yang berskala
besar maupun kecil yang memiliki dampak negatif terhadap lingkungan alam. Dengan
diaturnya masalah lingkungan hidup di dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
UUPPLH, maka lingkungan hidup menjadi faktor penentuann keputusan pemanfaatan dan
pengolahan Sumber Daya Alam (SDA). Pengelolaan SDA bukan lagi dianggap sebagai
modal, akan tetapi dianggap sebagai sebuah ekosistem lingkungan alam yang saling berkaitan
dengan manusia, hewan dan tumbuhan.
Kegiatan pertambangan erat kaitannya dengan isu besar yang sampai saat ini masih
berlangsung, yaitu kerusakan lingkungan. Menurut Saleng (2004) menyatakan bahwa
berbagai dampak negatif kegiatan pertambangan adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan pertambangan yang memakan waktu relatif singkat mampu mengubah
bentuk topografi tanah dan keadaan muka tanah (land impact) yang berdampak
pada berubahnya keseimbangan sistem ekologi bagi daerah sekitarnya.
2. Kegiatan pertambangan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan, antara
lain pencemaran akibat debu dan asap yang menyebabkan polusi udara dan air,
limbah air, tailing, serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun
sehingga mengganggu ekosistem sekitar.
3. Pertambangan yang dilakukan tanpa memperdulikan keselamatan kerja dan
kondisi geologi lapangan dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan tambang,
keruntuhan tambang, dan gempa.

B. Analisis Faktor Lingkungan Alam pada Lingkungan Industri Pertambangan


Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan masih menjadi
polemik yang belum terpecahkan. Dikutip dari berita Okefinance pada tanggal 21 Januari
2019 menyebutkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK)
mencatat ada terdapat 575 perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, minyak, dan
gas diberi sanksi karena pelanggaran lingkungan, yang mana kasusnya sudah dibawa ke
pihak pengadilan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani
memaparkan bahwa terdapat 17 perusahaan besar yang melanggar permasalahan lingkungan.
Dari 17 perusahaan besar yang terlibat dalam kasus pelanggaran lingkungan, terdapat
perusahaan Medco Ltd. yang ikut terseret dalam kasus ini, dimana perusahaan Medco
merupakan salah satu perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Kasus Medco ini Medco statusnya telah dilakukan pengawasan pada 27 Juli 2018. Di
mana telah memenuhi proses pemberian sanksi administrasi. Lalu ada Medco EP Natuna Ltd,
Estern Hub Operation di Kab Kepulauan Anambas Riau. Telah dilakukan pengawasan pada
30 Juli 2018 dan proses pemberian sanksi administrasi.
Selain perusahaan Medco Ltd., terdapat kasus antara industri pertambangan dengan
lingkungan alam yang menyeret perusahaan PT. Timah Tbk. karena terbukti melakukan
pencemaran lingkungan secara sengaja. PT. Timah Tbk terbukti melakukan perusakan
lingkungan pada saat melakukan proyek tambang di Kabaena, Sulawesi Tenggara. Hal ini
telah terverifikasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bombana, Sulawesi Tenggara bahwa
dampak dari kegiatan pertambangan yang dilakukan PT. Timah Tbk berdampak pada tanah
yang digunduli serta pencemaran air laut sehingga hal ini sudah merusak ekosistem
lingkungan sekitar pertambangan.
Tak hanya terjadi di Kabaena, Sulawesi Tenggara, PT. Timah Tbk yang juga merusak
lingkungan alam di Bangka Belitung, yang mana dalm hal ini menjadi sorotan utama dalam
analisis ini. Penambangan timah yang dilakukan berakibat rusaknya ekosistem yang ada
disekitara Bangka Belitung. Hal ini bermula pada kegiatan tambang yang dilakukan oleh PT.
Timah Tbk yang mana seharusnya bekas penambangan direklamasi sesuai sebagai mana
mestinya, namun reklamasi ini tidak dilakukan secara optimal, sehingga menimbulkan
penambang ilegal yang membuka kembali lahan tambang bekas tersebut untuk ditambang
kembali sisa dari kegiatan penambangan PT. Timah Tbk. Berdasarkan kasus ini, ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan agar terciptanya lingkungan alam yang tetap terjaga
tetapi kegiatan pertambangan dapat berjalan, yaitu sebagai berikut :
1. Teori instrumen ekonomi lingkungan hidup merupakan teori yang mengatur
kebijakan di bidang ekonomi guna mendorong semua pihak untuk tergerak dalam
pelestarian lingkungan. Sejalan dengan teori tersebut, adanya kewajiban terhadap
perusahaan tambang untuk menyetorkan sejumlah dana yang digunakan sebagai
jaminan untuk pihak penambang, baik perorangan maupun perusahaan, akan
melakukan reklamasi setelah dilakukannya kegiatan penambangan.
2. Prinsip yang dikemukakan Sudarso (2015) tentang Prevention Principle yang
berarti sebuah prinsip yang mengatur tentang diperlukannya tindakan yang
scientific untuk memastikan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan tidak
akan berdampak buruk pada lingkungan tersebut, serta memastikan bahwa tidak
merugikan pihak lain. Hal ini tentu dapat diperhatikan oleh pemerintah selaku
regulator seharusnya mampu meberikan kebijakan secara tegas atas ini agar
kerusakan lingkungan dapat diantisipasi seminimal mungkin.
3. Prinsip lain yang dikemukakan Sudarso (2015) tentang Polluter Pays Principle
merupakan prinsip yang mengatur dalam mengalokasikan biaya pencegahan
polusi atau pencemaran dan pengendalian terhadap upaya mendorong pelestarian
lingkungan. Hal ini tentu dapat diperhatikan oleh perorangan atau perusahaan
selaku pihak yang melakukan penambangan dimana seharusnya sudah
mengalokasikan biaya pelestarian lingkungan agar kelestarian tetap terjaga.
4. Sejalan dengan prinsip keadilan, dimana prinsip ini merupakan prinsip kesadaran
bahwa semua makhluk hidup, baik generasi sekarang maupun yang akan datang
berhak untuk hidup dan menikmati lingkungan. Berdasarkan prinsip ini
diharapkan semua orang mampu meningkatkan kesadarannya untuk lebih menjaga
kelestarian lingkungan sehingga generasi yang berikutnya pun juga bisa
menikmati lingkungan yang terjaga.

Referensi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Saleng, Abrar. 2004. Hukum Pertambangan. Cet. I. Yogyakarta : UII Press.
Sudarso, Bambang Prabowo. Prevention Principle, Materi Kuliah Hukum Lingkungan,
Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Pancasila Jakarta, 2015.
https://economy.okezone.com/read/2019/01/21/320/2007425/lebih-dari-500-perusahaan-
tambang-dan-migas-terkena-pelanggaran-lingkungan?page=2

Anda mungkin juga menyukai