Oleh :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep Green Mining
2. Untuk mengetahui karakteristik konsep Green Mining
3. Mencari dan mengetahui solusi untuk menerapkan konsep Green Mining
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian
Green Mining adalah suatu proses penambangan yang meminimalkan interaksi
tambang dengan lingkungan melalui pengelolaan gas, air dan limbah, penurunan dan gangguan
ekosistem, emisi gas rumah kaca, konsumsi energi, dan tentu saja masyarakat. Metode ini dapat
berupa teknologi, pengaplikasian yang baik dilapangan serta lainnya.
Green Mining dapat membantu mengurangi biaya operasional untuk industri
pertambangan dan meningkatkan daya saingnya dengan menggunakan teknologi ramah
lingkungan yang mengkonsumsi lebih sedikit energi dan bahan kimia. Jadi suatu kegiatan
penambangan harus memperhatikan aspek lingkungan dan dampak sosial terhadap masyarakat.
Sesuai asas dan tujuan dari kegiatan pertambangan yang tertuang dalam UU No 4 Tahun 2009
bahwa kegiatan pertambangan harus berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 78/2010 (“PP No. 78”) pada
tanggal 20 Desember 2010 yang mengatur aktivitas reklamasi dan pascatambang untuk
pemegang IUP-Eksplorasi dan IUP-Operasi Produksi.
Selain itu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 17 Tahun 2001 tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL. Kegiatan usaha
pertambangan umum dengan luas perizinan (KP) di atas 200 hektar atau luas daerah terbuka
untuk pertambangan di atas 50 hektar kumulatif per tahun wajib dilengkapi dengan AMDAL.
BAB III
PEMBAHASAN
Potensi dampak penting terhadap lingkungan dari usaha pertambangan secara umum
antara lain merubah bentang alam, ekologi dan hidrologi. Kemudian, lama kegiatan usaha
tersebut juga akan memberikan dampak penting terhadap kualitas udara, kebisingan, getaran
apabila menggunakan peledak, serta dampak dari limbah cair yang dihasilkan.
Salah satu reklamasi lahan pasca tambang yang menjadi contoh untuk perusahaan
tambang lain adalah kegiatan reklamasi PT. Bukit Asam yaitu dengan pembuatan Taman Hutan
Rakyat dari lahan bekas tambang seluas 5.394 hektar, 3.350 hektar di antaranya merupakan
lahan bekas Tambang Air Laya dan 2.044 hektar adalah lahan bekas Tambang Banko Barat.
Lahan-lahan ini dijadikan hutan yang memiliki nilai ekonomis. Hutan ini berfungsi sebagai
hutan untuk penelitian, perkemahan dan darmawisata, bahkan zona Penelitian produktif.
Pada saat ini, perusahaan pertambangan yang melakukan penambangan di areal lahan
hutan mencapai luas hampir 2 juta hektar. Apabila areal seluas itu mampu dihijaukan kembali
setelah selesai kegiatan usaha penambangan, maka perusahaan pertambangan di Indonesia
tidak hanya mampu mewujudkan Green Mining tetapi juga berperan penting dalam upaya
pelestarian hutan dan lingkungan hidup.
3.2 Kendala Pengaplikasian Konsep Green Mining
Kendala dari pengaplikasian konsep Green Mining adalah sebagai berikut :
1. Belum adanya keseriusan dari pihak pemerintah sebagai pemangku kebijakan dalam
memperhatikan aktifitas industri pertambangan dalam menjalankan usahanya.
Keterbukaan akan informasi yang harus dijalankan menjadi dasar tonggak
pembangunan industri pertambangan juga belum maksimal. Sehingga, ini mudah dan
bisa dijangkau oleh siapun. Dan, kontrol dari pihak pemerintah terkait, juga belum
maksimal. Hal ini bisa terlihat dari reklamasi paska tambang sebagaimana diatur yang
pengerjaannya secara asal-asal tanpa memperhatikan standar yang berlaku sesuai
dengan kelayakan dan kriteri keberhasilannya.
2. Pengusaha sebagai badan usahanya selaku pemegang usaha belum mematuhi aturan
yang berlaku. Sebagaimana tercantum dalam PP. 78 Tahun 2010 pada pasal (4) tentang
reklamasi paska tambang bahwa proses pengolahan lingkungan hidup pertambangan
paling sedikit meliputi; perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut
dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan perundang-udangan. Para pengusaha
cenderung tidak ingin mengeluarkan banyak uang untuk melakukan reklamasi lahan
paska tambang mereka.
BAB IV
STUDI KASUS
Usaha pertambangan emas di wilayah Kokap telah berlangsung sejak ±10 tahun yang
lalu, setelah penemuan urat-urat kuarsa mengandung emas di Daerah Sangon dan sekitarnya
oleh penambang emas tradisional dari Tasikmalaya. Penambangan emas dilakukan dengan
sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical
shaft). Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara
penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi.
Di beberapa lokasi, material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa
keluar daerah Sangon untuk diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan
kontaminasi merkuri di lokasi pengolahan di Sangon dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang
dalam kondisi bak penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung
sehingga tailing meluap dan mengalir ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi
kontaminasi merkuri di lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir
sungai, biasanya tailing dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di
sungai akan terjadi secara langsung.
Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang
sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam
dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu
300-400 °C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga
merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya.
Pengambilan conto sedimen sungai dan air dilakukan pada saat musim kemarau,
dimana banyak sungai yang sifatnya intermiten memiliki debit air yang sangat kecil atau
bahkan tidak berair. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa sedimentasi logam berat
dalam endapan sungai berlangsung lambat dan penyebarannya bersifat lokal. Meskipun
demikian pada saat musim hujan, sebagian sungai mengalami banjir dan dalam keadaan
demikian memungkinkan penyebaran merkuri dan unsur logam lainnya lebih luas, sehingga
kontaminasi merkuri dan unsur lainnya dalam air dan sedimen sungai akan membawa dampak
lebih besar, terutama jika unsur-unsur berbahaya tersebut diserap oleh makhluk hidup sebagai
bagian rantai makanan yang akhirnya menjadi konsumsi masyarakat.
Hasil analisis kimia conto air menunjukkan tidak terdeteksi adanya kontaminasi
merkuri dan logam berat lainnya dalam air permukaan. Meskipun demikian di beberapa
tempat, usaha pertambangan rakyat telah menimbulkan dampak kekeruhan terhadap air
permukaan.
Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi
merkuri pada sedimen sungai di sekitarnya. Kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen
sungai telah menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kulon Progo. Kenaikan
kadar Pb, Zn, As dan Cd yang tinggi dalam conto sedimen sungai di sekitar daerah tambang
emas rakyat berhubungan langsung dengan proses pengolahan emas dengan cara amalgamasi
dimana mineral sulfida logam, bersama dengan logam merkuri terbuang sebagai campuran
halus material tailing.
Hasil analisis conto tanah menunjukkan kadar merkuri yang sangat tinggi; 4 conto
mengandung >50 ppm Hg dan 1 conto mengandung 7 ppm Hg. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami
kontaminasi merkuri yang signifikan. Mengingat tingginya unsur merkuri dalam tanah,
disarankan untuk melakukan studi geohidrologi untuk mengidentifikasi karakteristik air tanah
dan kemungkinan pencemaran air tanah di sekitar lokasi tambang rakyat. Hal ini diperlukan
mengingat sebagian besar penduduk memanfaatkan air sumur untuk keperluan hidup sehari-
hari.
Tailing dari 9 lokasi pengolahan emas rakyat di Sangon mengandung merkuri yang
sangat tinggi, yaitu 800 – 6900 ppm. Kenaikan konsentrasi merkuri dalam tailing yang tinggi
berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses penggilingan bijih. Selain itu
material tailing masih mengandung emas, perak dan logam lainnya dalam jumlah yang tinggi,
menunjukkan recovery pengolahan yang tidak optimal dan tidak dilakukannya penanganan
tailing secara baik.
Secara umum pertambangan rakyat dalam UU Minerba tahun 2009 menjadi suatu
kegiatan yang sepertinya tidak ada bedanya dengan pertambangan yang dilakukan oleh
perusahaan.Kegiatan pertambangan tersebut hanya dibedakan dengan skala luas wilayah dan
investasi yang berbeda.Akibatnya dapat ditafsirkan bahwa aktivitas pertambangan rakyat juga
menjadi bagian dari aktivitas pertambangan pada umumnya, yaitu suatu kegiatan mulai
penyelidikan, ekplorasi, eksploitasi, penjualan, hingga reklamasi lahan pasca tambang.
Sementara itu, bila diperhatikan masyarakat yang melakukan penambangan maupun
lingkungan dan kondisinya, mereka memiliki karakteristik yang sulit sekali diatur sebagaimana
suatu perusahaan. Karakteristik dari tambang rakyat cenderung apabila hasil tidak lagi menarik,
maka mereka dengan mudah pergi berpindah mencari tempat lain. Dengan sebagian dari
karakteristik yang ada pada masyarakat penambang tersebut, akan sulit bila aktivitas
penambangan rakyat diperlakukan sama dengan penambangan yang dijalankan dalam bentuk
perusahaan.
Selain hal tersebut, kegiatan masyarakat yang sudah berlangsung sejak puluhan tahun
tersebut telah menimbulkan banyak persoalan dan kerugian, baik bagi negara, lingkungan
maupun bagi mereka sendiri. Kegiatan penambangan dan pengolahan emas yang ada sangatlah
jauh berbeda dengan karakteristik dari Green Mining, dikarenakan masyarakat melakukan
proses penambangan dan pengolahan emas sangat tidak memperhatikan aspek lingkungan.
Yang dapat dibuktikan meletakan kolam penampungan tailing di halaman rumah atau bahkan
ada yang dibiarkan mengalir ke halaman rumah. Pada saat kondisi kolam penampungan tailing
yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga tailing meluap dan mengalir
ke sungai, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi kontaminasi merkuri di lingkungan
sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir sungai, biasanya tailing dibuang
langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di sungai akan terjadi secara langsung.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa :
http://green-mining.ineris.fr/wht_green_mining
https://www.kompasiana.com/makime/pertambangan-rakyat-tinjauan-historis-dan-legal-
dalam-persepsi-akademisi_54f950b4a333110a068b4ba2
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=6&newsnr=1265
http://www.ptba.co.id/id/read/green-mining-and-forest-parks-people-ptba-form-of-concern-
to-the-environment