LINGKUNGAN HIDUP
Lingkungan
Green Mining
Green Mining bagi PTBA adalah mengedepankan pelestarian lingkungan dan kepentingan
masyarakat dalam kegiatan produksi, termasuk dalam mengatasi hambatan produksi dan
menyiapkan rencana produksi masa berikutnya. Lingkungan menjadi bagian yang integral
dalam seluruh siklus penambangan di mana aktivitas menambang adalah bagian dari rencana
penutupan tambang. Sehingga kami tidak memisahkan kegiatan penambangan dengan
kegiatan penutupan tambang dalam perencanaan. Kepentingan masyarakat dikelola bersama-
sama dan tidak erpisahkan dalam keseluruhan proses bisnis Kami, sehingga dampak sosial
yang merugikan dari kegiatan Perseroan dapat diminimalkan.
Perencanaan Penambangan
Green Mining PTBA dimulai dengan perencanaan tambang yang seksama yang
memperhitungkan kelestarian lingkungan sejak awal, perencanaan tambang memiliki tujuan
akhir menata paska tambang, buka sekedar memperoleh batubara yang sebesar-besarnya.
1. Pengelolaan Lingkungan
Perseroan melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan untuk
mengurangi dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat.
Untuk mengukur efektivitas pengelolaan lingkungan, setiap tahun Perseroan
menetapkan parameter indikator sasaran lingkungan sesuai dengan peraturan yang
berlaku, dalam hal ini Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 tahun 2005 dan
No. 8 tahun 2012 mengenai pemenuhan baku mutu lingkungan (BML).
Setiap program pengelolaan lingkungan yang dijalankan dipantau dan dievaluasi
dengan menggunakan parameter yang telah mempertimbangkan penilaian terhadap
dampak utama yang muncul akibat kegiatan penambangan. Evaluasi terhadap
indikator sasaran lingkungan tersebut kemudian dibahas secara rutin setiap tahun pada
forum manajemen lingkungan, sesuai Sistem Manajemen Lingkungan ISO
14001:2004, sehingga dampak lingkungan dari operasional kegiatan tambang dapat
dikendalikan.
2. Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan secara rutin di sekitar area penambangan bertujuan
meminimalisasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi, sebagai bagian dari
upaya mitigasi risiko lingkungan. Kegiatan pemantauan lingkungan yang dilakukan
Perseroan terdiri dari 14 (empat belas) kegiatan mencakup pemantauan kualitas air,
kualitas udara, kualitas tanah, pencemaran tanah, erosi hingga satwa liar dan biota air
yang hidup di sekitar area pertambangan dan lainnya. Aktivitas pemantauan rutin
yang dilakukan Perseroan Kegiatan pemantauan secara rutin menunjukkan bahwa
seluruh indikator cemaran yang diukur mememenuhi ketentuan BML. Disamping itu,
terdapat berbagai kemajuan dari sisi kualitas lingkungan hidup di sekitar maupun
dalam area kelolaan seperti:
a. Pemantauan keanekaragaman hayati (Plankton, Benthos dan Nekton) di badan
perairan sekitar lokasi kegiatan Perseroan di Tanjung Enim Sumatera Selatan
oleh pihak ketiga menunjukan secara umum semakin baik dan dapat
mendukung kehidupan biota perairan.
b. Pemantauan satwa liar menunjukan bahwa lahan-lahan lokasi bekas
penimbunan yang telah direhabilitasi dan direvegetasi telah mampu
mendukung kehidupan satwa liar. Di beberapa lokasi dapat ditemui jenis-jenis
burung yang termasuk jenis langka dan dilindungi sesuai Lampiran Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
Satwa, seperti Elang Alap Besar (Accipiter virgatus), Elang Kelelawar
(Macheiramphus alcinus), Raja Udang Meninting (Alcedo meninting) dan
Cekakak Batu (Lacedo pulchella). Selain itu dijumpai pula beberapa hewan
jenis mamalia, seperti Kera Hitam/Lutung, Kera Kecil/Simpai dan Rusa dan
hewan melata, yakni ular kobra.
c. Pemantauan revegetasi menunjukan bahwa secara keseluruhan kegiatan
penanaman sudah berjalan dengan baik, dengan tingkat keberhasilan tumbuh
tanaman revegetasi di atas 80%.
d. Pemantauan Sosial Ekonomi dan Budaya (SOSEKBUD) menunjukan bahwa
secara keseluruhan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan
lingkungan telah sesuai dengan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang tertuang dalam dokumen AMDAL. Dari pemantauan
terhadap aspek SOSEKBUD tersebut persepsi masyarakat terhadap kegiatan
Perseroan sangat baik, dan mendukung penuh kegiatan penambangan yang
dilakukan.
Pasca Tambang
PTBA berkomitmen untuk mengembangkan areal yang sudah selesai ditambang untuk
dikelola secara bertanggung jawab, melalui kegiatan reklamasi, revegetasi dan pasca
tambang. Perseroan melakukan amanat ini sesuai dengan peraturan perundangan dan
mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam pelaksanaannya. Tujuan pasca tambang
adalah menciptakan manfaat dari lahan bekas tambang untuk berbagai tujuan bagi pemangku
kepentingan Perseroan.
Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal
kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek
dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal
dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area
dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas
penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.
Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang
atau disebut area final, Perseroan telah melakukan program pasca tambang di tambang
Ombilin.
Taman Hutan Raya Enim
Hutan Raya Enim (Tahura Enim) adalah salah satu rencana bentuk pemanfaatan lahan bekas
tambang selain untuk hutan tanaman. Tahura Enim dibangun di atas lahan seluas 5.640 ha di
lokasi pasca tambang IUP Air Laya dan IUP Banko Barat, terdiri dari tiga blok
pengembangan, yaitu blok perlindungan (696 ha), blok koleksi tanaman (2.508 ha), dan blok
pemanfaatan (2.346 ha). Tahura Enim dirancang untuk pemanfaatan yang dilakukan dalam
12 zona, yaitu:
Kegiatan yang telah dilakukan dalam pembangunan Tahura Enim, Perseroan telah
melaksanakan:
1. Pada blok pemanfaatan, hasil reklamasi Kayu putih: penyulingan tanaman kayu putih
menjadi minyak kayu putih.
2. Zona penerima: pemanfaatan sarana olah raga oleh masyarakat sekitar (GOR,
Bowling, Golf, Futsal).
3. Pengembangan bibit tanaman melalui pembibitan yang diambil dari bank benih pada
lokasi Endikat dan Bukit Tapuan.
4. Pemanfaatan lahan untuk penanaman Padi Sri sebagai kegiatan Ketahanan Pangan.
Pembaharuan
Berdasarkan prinsip tersebut, Perseroan melakukan program revegetasi pada seluruh areal
kelolaan, baik bersifat tetap maupun sementara. Pada areal yang masih memiliki prospek
dalam jangka panjang, Perseroan melakukan program revegetasi rutin, yakni menanami areal
dimaksud dengan tanaman perintis dan penutup untuk mempertahankan kesuburan. Area-area
dengan kegiatan vegetasi sementara umumnya adalah area timbunan dari aktivitas
penambangan berpola backfilling, maupun area penimbunan tanah pucuk.
Sedang pada area yang sudah tidak memiliki prospek penambangan dalam jangka panjang
atau disebut area final, Perseroan melakukan program rehabilitasi dan revegetasi seperti
pembangunan area wisata alam Bukit Kandi, Hutan Kota, Hutan Pendidikan dan
pembangunan TAHURA (Taman Hutan Raya) Enim. Selain kegiatan revegetasi di areal
kelolaan, Perseroan juga berpartisipasi pada program Rehabilitasi DAS.
Rehabilitasi DAS
Untuk menjaga ketersediaan air permukaan dan memelihara kelestarian sumber air, Perseroan
juga melakukan kegiatan konservasi sumber daya air melalui beberapa kegiatan, yakni :
Upaya-upaya tersebut dimaksudkan agar seluruh air yang digunakan dalam proses penunjang
kegiatan pertambangan Perseroan dapat didaur ulang dan dikembalikan ke perairan umum
dalam keadaan baik dan layak pakai, sesuai ketentuan peraturan perundangan. Volume air
yang digunakan dari tahun 2010 sampai 2013 adalah seperti pada tabel berikut:
Dalam memenuhi kebutuhan air bersih, Perseroan juga melakukan pengolahan air dengan
sumber dari air tambang. Instalasi pengolahan air tersebut berkapasitas 350 m3 per hari.
Tujuannya adalah untuk mengurangi (reduce) volume air sungai yang diambil untuk
kebutuhan air bersih dan mengkonversi (reuse & recycle) air tambang sebagai air limbah
untuk dijadikan air bersih.
http://ptba.co.id/id/lingkungan#post-mining
Sejak awal beroperasi di Kalimantan Selatan lebih dari 20 tahun yang lalu, Adaro selalu berupaya
untuk menerapkan prinsip-prinsip praktek penambangan yang baik dalam rangka meminimalkan
dampak negatif terhadap lingkungan.
Sektor bisnis Adaro harus mematuhi undang-undang, peraturan dan standar lingkungan yang
ketat serta memenuhi ekspektasi masyarakat dan pemangku kepentingan. Perusahaan telah
memformulasikan dan mengimplementasikan sejumlah program untuk mengelola dan
mengawasi dampak lingkungan dari operasinya.
Kinerja lingkungan kami dijaga dan diatur secara ketat dengan menggunakan Sistem
Manajemen Lingkungan yang sesuai dengan standar ISO 14001. Lebih dari itu, beberapa
program telah dilaksanakan untuk manajemen, pengawasan, dan pelestarian lingkungan serta
penggunaan sumber daya alam dan energy secara efisien.
Penghargaan Lingkungan
Pada tahun 2014, pemerintah mengakui upaya-upaya lingkungan yang dilakukan Adaro
dengan memberikan beberapa penghargaan.
Untuk lima tahun berturut-turut, Adaro menerima penghargaan Aditama dari Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral untuk bidang pengelolaan lingkungan dalam pertambangan
batubara.
Adaro juga memenangkan peringkat Hijau penghargaan PROPER untuk keenam kalinya
yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Peringkat hijau mencerminkan
bahwa Adaro taat sepenuhnya terhadap ketentuan peraturan lingkungan, dan unggul dalam
hal sistem pengelolaan lingkungan, pelestarian sumber daya alam dan pengembangan
masyarakat.
Sementara itu, penghargaan aditama dianugerahkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral kepada perusahaan-perusahaan di sektor batubara, mineral dan panas bumi yang
memiliki keunggulan pengelolaan lingkungan terbaik.
Operasi penambangan Adaro Indonesia terletak di wilayah tropis dengan curah hujan tahunan
yang tinggi sehingga volume air yang berlimpah tersebut harus dikelola dalam kegiatan
penambangan batubara.
Air tambang yang timbul di wilayah penambangan AI berasal dari air hujan yang tertampung
dalam tambang terbuka dan aliran air dari lahan terganggu, misalnya wilayah tempat
menimbun lapisan penutup. Air dari tambang dan wilayah penimbunan lapisan penutup
tersebut bercampur dengan lumpur dan karenanya harus diolah sebelum dilepaskan kembali
ke dalam lingkungan alam sekitar. AI mengambil pendekatan yang berhati-hati dalam
menjamin supaya air yang dilepaskan ke sungai-sungai telah memenuhi standar kualitas yang
ditetapkan pemerintah.
Air yang dipompa dari tambang diarahkan ke kolam pengendapan yang terdiri dari empat
bagian (kolam) — kolam sedimentasi, kolam pengamanan, kolam pengolahan dan kolam
lumpur — untuk mengendapkan partikel padat yang terkandung di dalamnya. Selama tahun
2014, Adaro Indonesia mengolah air tambang sebanyak 355 juta m3.
Dalam rangka memperkuat manajemen lingkungan, Adaro Indonesia telah memulai program
peningkatan sistem manajemen air tambang pada tahun 2014. Inisiatif peningkatan tersebut
telah membuat pengelolaan air tambang lebih konservatif dan seksama untuk menjamin
kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dan praktik penambangan yang baik.
Adaro Indonesia menggunakan air limbah yang telah diolah untuk memenuhi berbagai
kebutuhan operasi dalam operasinya misalnya untuk mengurangi debu di sepanjang jalan
angkutan. Lebih lanjut, sebagian air limbah diproses dengan fasilitas pengolahan air yang
dinamakan WTP T-300, untuk memproduksi air bersih yang siap digunakan untuk kebutuhan
rumah tangga dan industri.
Fasilitas ini, yang dibangun pada tahun 2008, mencerminkan komitmen Adaro Indonesia
terhadap lingkungan yang melampaui aturan kepatuhan dari pemerintah karena hal ini
menciptakan nilai dengan mengolah air limbah menjadi air bersih yang aman untuk
dikonsumsi.
WTP T-300 dioperasikan 14-15 jam dan menghasilkan 1.100 m3 per hari. Mutu air yang
dihasilkan diperiksa setiap hari, dan sampelnya secara rutin dikirimkan ke laboratorium untuk
dianalisa.
Air bersih hasil pengolahan WTP T-300 tidak hanya dikonsumsi oleh karyawan dan
kontraktor AI, melainkan juga dibagikan ke masyarakat sekitar yang karena kondisi
geografisnya seringkali sulit mendapatkan pasokan air bersih.
Pengelolaan lapisan penutup dengan jumlah yang besar merupakan salah satu tantangan yang
harus dihadapi oleh Adaro dan harus ditangani dengan seksama. Adaro memindahkan dan
mengangkut lapisan penutup dalam jumlah besar. Bagian tertentu dari lapisan penutup
mengandung bahan sulfida misalnya pirit (Fe2S3). Senyawa ini stabil ketika berada di bawah
permukaan tanah, namun ketika lapisan penutup dikupas dan terpapar udara terbuka, bahan
sulfida segera bereaksi dengan oksigen dan air sehingga membentuk asam.
Langkah pertama dalam pengelolaan drainase asam tambang (acid mine drainage – AMD)
adalah membedakan dan memisahkan bahan PAF (potentially acid-forming) dari bahan NAF
(non-acid-forming). Proses identifikasi ini dilakukan pertama kali pada tahap eksplorasi dari
sampel inti pengeboran geologi dan akan dikonfirmasikan lagi kemudian pada operasi
penambangan dengan menggunakan sampel dari lubang ledak.
Pada tahun 2013, Adaro berhasil mengembangkan dan mengoperasikan laboratorium AMD
sendiri yang akan digunakan untuk mengidentifikasi materi PAF dan NAF. Segera setelah
diidentifikasi dan dipisahkan, bahan PAF dan NAF di Adaro Indonesia secara selektif
diletakkan dengan cara dimana pada akhirnya bahan PAF akan sepenuhnya dibungkus oleh
bahan NAF di area penampungan lapisan penutup. Pembungkusan ini bertujuan untuk
mencegah bahan PAF bereaksi dengan oksigen dari udara dan air hujan dan aliran air
tambang.
Di antara tiga tambang Adaro Indonesia, hanya tambang Wara yang memiliki bahan PAF,
namun dengan potensi yang rendah untuk menghasilkan asam. Aliran air dari area
penampungan lapisan penutup diarahkan ke sistem drainase menuju kolam pengendapan
yang ada di dekatnya. Air yang memasuki kolam pengendapan akan diolah untuk
memastikan bahwa kualitasnya sudah memenuhi standar air limbah yang diijinkan oleh
pemerintah.
Adaro memonitor kualitas udara di area tambang maupun di sepanjang jalan angkutan
sepanjang 80 km dan secara rutin melakukan penyemprotan air di daerah di tambang yang
memiliki kadar debu yang tinggi.
Permukaan jalan angkutan juga dilapisi dengan chipseal (sejenis aspal) untuk meminimalkan
debu dan mempercepat perjalanan trailer sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar. Upaya
lainnya adalah menanami kedua sisi jalan tersebut dengan pohon-pohon dan semak-semak
untuk menghalangi debu supaya tidak beterbangan ke desa di sekitarnya.
Pohon-pohon seperti eukaliptus, sengon, dan bambu kemudian ditambahkan dengan interval
10 meter di antara pohon-pohon di sepanjang jalan angkutan, karena daun-daunnya efektif
untuk menghalangi debu.
Pelestarian Energi
Pada tahun 2011, Adaro Energy, di bawah kerja sama dengan Komatsu Ltd dan PT United
Tractors Tbk, meresmikan pilot plant untuk memproduksi bahan bakar biodiesel. Penghara
(feedstock) yang dapat digunakan untuk pada fasilitas ini adalah minyak sawit mentah atau
minyak jarak mentah.
Akibatnya, Adaro Indonesia akan menggunakan bahan bakar biodiesel dalam jumlah yang
signifikan (untuk menggantikan sebagian bahan bakar fosil) dan dengan demikian akan
menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar non fosil secara signifikan.
Reklamasi Tanah
Adaro Indonesia melakukan reklamasi secara progresif terhadap lahan yang terkena dampak
operasi setelah aktivitas penambangan rampung, dengan menanam pepohonan sebagai upaya
untuk menciptakan lingkungan hijau yang baru mengikuti rencana penggunaan tanah yang
telah disepakati sebelumnya.
Selama tahun 2014, Adaro Indonesia mereklamasi 212 hektar lahan bekas tambang dari total
target 198 hektar. Selain itu, Adaro Indonesia juga membudidayakan ikan air tawar, unggas,
dan sapi di area reklamasi untuk mendemonstrasikan pertanian terpadu di lahan bekas
tambang.
Pengelolaan Keragaman Hayati
Adaro telah melakukan upaya yang menyeluruh untuk menjaga atau mengurangi dampak
operasi penambangannya terhadap keragaman hayati di lahan sekitarnya dan mematuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu dari upaya tersebut adalah reklamasi terhadap lahan bekas tambang di Paringin
Selatan untuk mengembalikan kondisinya sampai sedekat mungkin dengan kondisi awal
sebelum aktivitas penambangan dilakukan.
Pada saat pertama kali melakukan reklamasi pada awal tahun 1990an, penanaman kembali di
lahan tersebut merupakan tantangan yang sulit, terutama karena belum adanya teknologi
reklamasi yang lebih canggih. Tim reklamasi Adaro harus menanam pohon dengan
melubangi tanah secara manual, untuk masing-masing pohon.
Sekitar dua dekade kemudian, lahan sudah dipulihkan. Sekarang hampir tak ada indikasi
bahwa lahan itu dulunya merupakan tambang batubara. Lahan yang dulunya merupakan area
tambang telah berubah menjadi hutan yang rimbun lengkap dengan ekosistem alaminya.
Dengan keberhasilan reklamasi bekas tambang Paringin, upaya Adaro untuk merehabilitasi
lahan dan mengembalikan keragaman hayati telah membuahkan hasil yang baik. Satwa liar
telah kembali ke lahan reklamasi.
http://www.adaro.com/id/komunitas/lingkungan-dan-keberlanjutan/