INDONESIA
PENDAHULUAN
Secara geologi, Indonesia adalah salah satu wilayah kepulauan yang
memiliki kondisi geologi yang unik karena gugusan kepulauannya yang dibentuk
oleh tumpukan lempeng-lempeng tektonik besar, termasuk didalamnya adalah
kekayaan bahan galian. Hampir seluruh kepulauan Indonesia mengandung potensi
mineral (logam dan non logam, batubara, dan bahan galian lainnya, seperti yang
diwakili oleh peta kepemilikan izin usaha wilayah pertambangan. Kekayaan alam
ini merupakan anugerah yang semestinya dimanfaatkan dengan optimal dan hati-
hati mengingat sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini dapat dilihat dari
Pulau Kalimantan, dimana Kalimantan merupakan salahs atu pulau yang paling
banyak mengandung potensi bahan galian, yang saat ini sedang dikelola sesuai
dengan tahapannya masing-masing. Beberapa diantaranya bahkan sedang dan
telah memasuki tahap penutupan tambang, yang artinya bahwa bahan galian di
wilayah izin tersebut telah habis atau sudah tidak ekonomis untuk dilakukan
penambangan.
Dalam prakteknya, tidak mudah untuk mengeluarkan bahan galian tersebut
dari bawah permukaan tanah. Kondisi iklim Indonesia dengan curah hujan yang
tinggi dibanding dengan negara lain (rata-rata 2.000–3.000 mm/tahun, dan di
beberapa lokasi tambang bisa mencapai 4.000 mm/tahun), mengharuskan adanya
perhatian khusus pada potensi dampak kegiatan pertambangan terhadap
lingkungan hidup. Munculnya isu terkait lingkungan hidup tidak bisa dihindari.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
praktek penambangan terbaik yang termasuk didalamnya upaya pengelolaan
lingkungan terus digiatkan untuk meminimalkan dampak kegiatan pertambangan
terhadap lingkungan hidup dan sosial, baik skala lokal, regional, nasional, dan
global. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan reklamasi lahan bekas
tambang.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dari kegiatan usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya (Sabtanto Joko
Suprapto, 2006). Reklamasi area pasca tambang dilakukan semata-mata bukan
untuk memperbaiki kondisi lingkungannya saja, melainkan juga untuk
memperbaiki kondisi ekosistem yang rusak, sehingga kawasan tersebut dapat
dimanfaatkan sesuai dengan potensi yang ada. Oleh sebab itu, penulisan artikel
ilmiah yang berjudul Konservasi Lahan Dan Reklamasi Bekas Tambang di
Indonesia perlu ditinjau kembali.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif analisis dengan cara memilah data dari berbagai sumber tertulis.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka yang diperoleh dari beberapa
jurnal, buku, dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sekaligus
menyesuaikan data terbaru dengan kenyataan yang ada di lapangan. Pengambilan
data menggunakan metode analisis komparatif dengan membandingkan berbagai
literatur.
PEMBAHASAN
1.1 Peraturan Pelaksanaan Pertambangan dan Konservasinya
Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan
sangat rumit, sarat risisko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan
teknologi tinggi, padat modal, dan aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa
sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang
besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal
sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus difahami
bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi atau reklamasi tambang bersifat
progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang.
Peraturan dasar dari kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah UU No. 32/2009, yang menyebutkan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah ‘upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum’.
Selanjutnya, terkait dengan kegiatan yang berpotensi menghasilkan pencemaran
pada lingkungan, ditetapkan definisi pencemaran lingkungan adalah sebagai
‘masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan’ (Pasal 1 Angka 14). Baku mutu
lingkungan hidup yang dimaksud adalah baku mutu air, baku mutu air limbah,
baku mutu air laut, baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku mutu
gangguan, dan baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan &
teknologi (Pasal 20).
Beberapa peraturan terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan
pertambangan. Selain membahas hal-hal operasional yang harus dilakukan oleh
sebuah usaha pertambangan, peraturan juga menetapkan izin-izin operasi yang
harus dimiliki oleh usaha pertambangan. Izin lingkungan adalah izin yang
diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha pertambangan, izin ini
meliputi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan. Beberapa izin operasional yang wajib
dimiliki oleh usaha pertambangan diantaranya adalah:
1. Izin pembuangan air limbah kegiatan pertambangan.
2. Izin pembuangan air limbah domestik, jika kegiatan pertambangan
didukung oleh adanya asrama/mess/camp beserta fasilitas pendukungnnya
(dapur, laundry, dll) yang mengolah air buangannya secara terpusat.
3. Izin tempat penyimpanan sementara limbah B3.
4. Izin penimbunan tailing, bagi perusahaan yang memproses bijih dan
menyisakan tailing.
5. Izin pengambilan air permukaan atau air tanah.
6. Izin pengoperasian insinerator, jika usaha melakukan pengolahan limbah
B3 sendiri.
7. Izin penimbunan sampah, jika melakukan pengelolaan sampah
domestiknya sendiri.
8. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) jika usaha dilakukan di hutan
dengan status hutan produksi dan hutan lindung.
Selain peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia yang
mengatur tata kelola lingkungan usaha pertambangan, perusahaan juga bisa
mengacu pada dokumen-dokumen praktek pengelolaan lingkungan tambang
terbaik dunia (Best Management Practice) sebagai rujukan dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang baik.
1.2 Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Lahan bekas tambang (tambang galian) merupakan lahan yang secara
kimia tanah dan air dikawasan tersebut sudah terpapar bahan-bahan kimia
berbahaya, sehingga lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian,
pemukiman, dan miskin keanekaragaman hayati. Oleh sebab itu, untuk
memperbaiki kondisi tersebut, diperlukan adanya perbaikan lahan supaya lahan
tersebut dapat dimanfaatkan kembali, salah satunya dengan melakukan reklamasi
lahan bekas tambang. Pelaksanaan reklamasi pada umumnya fokus kepada
rekonstruksi tanah, revegetasi, penanggulangan air asam tambang, drainase lahan,
dan tata guna lahan pasca pertambangan.
Pedoman peraturan reklamasi pasca tambang ini tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomr 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan
Pasca Tambang. Lebih lanjut, rencana reklamasi ini dijelaskan pada Pasal 7, yaitu
sebagai berikut:
1. Rencana reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 disusun untuk
jangka waktu lima tahun.
2. Dalam rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat
rencana reklamasi untuk masing-masing tahun.
3. Dalam hal umur tambang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan umur
tambang.
4. Rencana reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) paling sedikit memuat:
a. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang.
b. Rencana pembukaan lahan.
c. Program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan
bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat
sementara atau permanen.
d. Kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan,
revegetasi, pekerjaan sipil, dan penyelesaian akhir.
5. Lahan di luar bekas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
c meliputi:
a. Tempat penimbunan tanah penutup.
b. Tempat penimbunan sementara dan tempat penimbunan bahan
tambang.
c. Jalan.
d. Pabrik atau instalasi pengolahan dan pemurnian.
e. Bangunan atau instalasi sarana penunjang.
f. Kantor dan perumahan.
g. Pelabuhan khusus.
h. Lahan penimbunan dan pengendapan tailing.
1.2.1 Rekonstruksi Bentuk Lahan
Rekonstruksi bentuk lahan dilakukan dengan tujuan supaya lahan bekas
tambang yang sebelumnya tidak rata dan berlubang, serta berpotensi longsor dan
erosi di tata sedemikian rupa supaya memiliki lereng yang stabil. Rekonstruksi
bentuk lahan ini disesuaikan dengantopografi wilayah yang nantinya akan
direklamasi. Sebagian besar rekonstruksi ini dilakukan dengan cara menimbun
lubang yang disesuaikan dengan jenis bahan timbunan di wilayah tersebut. selain
itu, ada tidaknya sistem drainase di lahan tersebut juga diperhatikan supaya tidak
mengganggu sistem drainasenya.
Tujuan utama dari rekonstruksi bentuk lahan ini adalah untuk mengurangi
run off, erosi, sedimentasi, dan longsor. Hasil dari rekonstruksi ini diharapkan
lahan tersebut memiliki kemiringan kurang dari 8%. Bila lahan memiliki
kemiringan lereng dengan beda tinggi yang cukup curam, maka perlu untuk dibuat
teras-teras untuk mengurangi erosi dan longsor. Selain itu, dalam tahap
rekonstruksi lahan ini juga perlu dilakukan pengelolaan tanah pucuk. Pada tahap
ini dilakukan back filling (penimbunan kembali) dengan memperhatikan jenis
bahan urugan, ketebatan tanah, dan sistem drainase. Penutup tanah dianjurkan
dengan ketebalan antara 70-120 cm.
1.2.4 Revegetasi
Revegetasi merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kondisi alami
tanah. Secara umum, tanah bekas area pertambangan memiliki masalah kimia,
fisik, dan biologi. Masalah fisik tanah meliputi tekstur dan struktur tanah, masalah
kimia tanah meliputi ketidakseimbangan pH tanah (dapat diatasi dengan
menambahkan kapur pada tanah tersebut), unsur hara, dan kandungan mineralnya,
dan masalah biologi meliputi ketiadaan mikroorganisme yang bermanfaat untuk
perbaikan tanah, hal ini dapat ditangani dengan menentukan jenis tanah, vegetasi,
dan pemanfaatan bakteri mikroriza. Dalam tahapan revegetasi, pemilihan jenis
tanaman disesuaikan dengan kondisi cuaca dan iklim di daerah tersebut supaya
dapat tumbuh dengan baik, misalnya pohon sengon.
Selain untuk memperbaiki tanah di lahan bekas tambang, revegetasi ini
juga berfungsi untuk mengembalikan iklim mikro di area tambang tersebut.
Kegiatan revegetasi memiliki beberapa tahapan, yaitu perbaikan lahan pra tanam,
pemilihan vegetasi yang sesuai dengan kondisi lahan tersebut, dan pemupukan.
Tingkat keberhasilan revegetasi pada lahan ini dapat dilihat dari persentase daya
tumbuhnya, persentase penutupan tajuknya, pertumbuhan tanaman, perakaran,
peningkatan humus, tingkat erosi, dan filter alam.
1.2.5 Pemeliharaan dan Pemantauan
Pemeliharaan dan pemantauan merupakan kegiatan yang dilakukan setelah
revegetasi. Kegiatan ini dilakukan supaya dapat mengetahui apakah pemulihan
lahan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Pemeliharaan ini meliputi
pemeliharaan tanaman yang dilakukan dengan cara mengganti tanaman-tanaman
yang mati dengan tanaman baru dan penyiangan tanaman dari gulma. Sedangkan
pemeliharaan fisik meliputi pemeliharaan kestabilan lereng dan saluran drainase.
Tahap pemantauan dilakukan secara periodik dan instrument pemantauan ini
disesuaikan dengan kondisi lahan bekas tambang yang ada.
1.2.6 Tata Guna Lahan Pasca Tambang
Lahan yang sudah direklamasi dan layak digunakan untuk kegiatan
lainnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan. Bila lahan pasca tambang
tersebut memiliki kualitas tanah yang baik dan layak untuk ditanami tanaman
pertanian, maka lahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian,
sedangkan bila kondisi tanahnya belum memungkinkan untuk pertanian, maka
dapat dimanfaatkan untuk lahan pemukiman, ruang terbuka hijau untuk
mendukung fungsi lingkungan itu sendiri, dan kompleks pemukiman.
KESIMPULAN
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata
kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dari kegiatan usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Dalam
pelaksanaannya, kegiatan reklamasi pascatambang diikat oleh Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomr 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan
Pasca Tambang. Kegiatan reklamasi ini meliputi rekonstruksi bentuk lahan,
penanganan potensi air asam tambang, pembuatan saluran drainase, revegetasi,
pemeliharaan dan pemantauan, dan tata guna lahan pasca tambang.
DAFTAR RUJUKAN
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2016. Reklamasi Lahan Pasca
Penambangan Batubara. (Online)
https://balittanah.litbang.pertanian.go.id. Dunduh pada 16 Maret 2020.
Suprapto, Sabtanto Joko. 2006. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan
Aspek Konservasi Bahan Galian. (Online)
https://psdg.geologi.esdm.go.id. Dunduh pada 16 Maret 2020.