Anda di halaman 1dari 19

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Pengertian Reklamasi


Reklamasi merupakan suatu kegiatan yang memiliki tujuan untuk
memperbaiki atau memulihkan kembali lahan yang terganggu akibat dari kegiatan
usaha pertambangan agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya.
Dalam pelaksanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang baik batuan, mineral
dan batubara, sangat dibutuhkan sebuah kebijakan dengan aturan yang jelas dan
mengikat yang berisi suatu pedoman-pedoman dalam melaksanakan kegiatan
reklamasi lahan reklamasi, sehingga dalam pelaksanaannya mewakili seluruh
kepentingan semua pihak dan tidak ada satupun pihak yang dirugikan.
Dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan diantaranya yaitu
penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, dapat terjadi erosi dan
sedimentasi, dapat terjadi gerakan tanah atau longsoran, terganggunya keamanan
dan Kesehatan penduduk, serta dapat terjadinya perubahan iklim mikro. Dampak
negatif dari kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tersebut perlu
dikendalikan dengan baik agar dapat mencegah kerusakan diluar batas
kewajaran. Salah satu upaya yang dapat meminimalisir kegiatan tersebut adalah
melakukan kegiatan reklamasi. Prinsip dari kegiatan reklamasi, yaitu:
1. Kegiatan reklamasi diperlukan suatu anggapan sebagai kesatuan yang utuh
dari kegiatan pertambangan.
2. Kegiatan reklamasi perlu dilakukan secepat mungkin dan tidak perlu
menunggu proses penambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.
26

3.2 Landasan Hukum Reklamasi


Secara umum dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan umumnya
menyebabkan beberapa dampak negatif, salah satu diantaranya adalah
pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pemerintah mengeluarkan beberapa
kebijakan perundang- undangan sebagai upaya pengendalian dampak negatif dari
kegiatan pertambangan terhadap lingkungan hidup. Berikut ini merupakan
beberapa kebijakan perundang- undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
yaitu:
1. Pasal 96 dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Pasal ini menyatakan bahwa setiap pemegang IUP dan
IUPK wajib melaksanakan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
termasuk kegiatan reklamasi dan pasca tambang, serta menentukan
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan.
2. Pasal 6 dalam UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
hidup. Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
3. Pasal 2 dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 7
Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan ini
menyatakan bahwa pelaksanaan reklamasi oleh pemegang IUP operasi
produksi dan IUPK operasi produksi wajib memenuhi prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, keselamatan, dan kesehatan
kerja (K3), serta konservasi mineral dan batubara.
4. Pasal 6 dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18
Tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Pasal ini
menyatakan bahwa perusahaan wajib menyusun Rencana Reklamasi dan
Rencana Penutupan Tambang.
5. Pasal 43 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang
Rehabilitas dan Reklamasi Hutan. Pasal ini menjelaskan bahwa kegiatan
reklamasi hutan pada kawasan bekas area pertambangan dilakukan sesuai
dengan tahapan kegiatan pertambangan serta dilakukan oleh pemegang izin
penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutanan.
27

6. Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2010 tentang reklamasi dan pasca


tambang. Peraturan ini menyatakan bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi
dan IUP Operasi Produksi wajib memiliki rencana kegiatan reklamasi tambang
dan melaksanakan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang jika tambangnya
telah memasuki masa akhir tambang yang berprinsip pada pengelolaan
lingkungan hidup.

3.1 Prinsip-Prinsip Dasar Reklamasi Tambang


Berdasarkan Pasal 2 dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya
Mineral No. 7 Tahun 2014, sebelum melakukan kegiatan reklamasi harus
memenuhi beberapa prinsip dasar sebagai berikut:
1 Prinsip perlindungan lingkungan hidup berdasarkan baku mutu lingkungan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang meliputi:
a. Kualitas air permukaan, air tanah dan tanah serta udara harus sesuai
dengan baku mutu lingkungan.
b. Stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan
bekas tambang.
c. Perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati.
d. Pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya.
e. Aspek sosial, budaya dan ekonomi.
2 Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja (K3), meliputi:
a. Perlindungan keselamatan para pekerja.
b. Perlindungan para pekerja dari penyakit akibat kerja.
3 Prinsip konservasi mineral dan batuan, meliputi:
a. Penambangan yang optimum.
b. Penggunaan metode dan teknologi pengolahan dan pemurnian yang efektif
dan efisien.
c. Pengelolaan dan pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar rendah,
dan mineral ikutan serta batubara kualitas rendah.
d. Pendataan sumberdaya dan cadangan mineral dan batubara yang tidak
tertambang serta sisa pengolahan dan pemurnian.
28

3.2 Perencanaan Reklamasi


Untuk dapat melakukan kegiatan reklamasi, pihak perusahaan diwajibkan
memiliki suatu perencanaan kegiatan reklamasi agar pada saat pelaksanaan
semua kegiatannya dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Perencanaan
reklamasi harus dipersiapkan sebelum kegiatan operasi penambangan
berlangsung. Terdapat beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam
kegiatan reklamasi adalah sebagai berikut :
1. Persiapan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
2. Luas area yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
3. Pemindahan dan penempatan tanah pucuk pada tempat tertentu.
4. Pengembalian dan perbaikan kandungan bahan beracun hingga mencapai
tingkat aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
5. Pengembalian lahan seperti keadaan semula yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
6. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
7. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas
penambangan.
8. Penggemburan tanah atau penanaman tanaman pionir yang akarnya mampu
menembus tanah yang keras.
9. Penanaman kembali lahan bekas tambang jenis tanaman yag sesuai dengan
rencana rehabilitasi.
10. Mencegah masuknya hama.
11. Memantau dan mengelola area reklamasi sesuai dengan kondisi yang
diharapkan.

3.3 Tahapan Kegiatan Reklamasi


Tahapan-tahapan dalam kegiatan reklamasi tersebut diantaranya sebagai
berikut:
1. Persiapan lahan.
2. Penataan lahan (recounturing).
3. Revegetasi atau pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan lainnya.
4. Pemantauan Keberhasilan Reklamasi
29

3.3.1 Pengelolaan Tanah Pucuk (Top Soil).


Pengelolaan tanah pucuk bertujuan untuk mengatur dan memisahkan
tanah pucuk dengan lapisan tanah lain, karena tanah pucuk merupakan media
tumbuh bagi tanaman. Dalam pengelolaan tanah pucuk digunakan beberapa alat
mekanis seperti excavator, dump truck, dan bulldozer. Hal yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan tanah pucuk adalah sebagai berikut:
1. Pengupasan tanah berdasarkan lapisan-lapisan tanah.
2. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan
pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan 0,15 meter.
3. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang beracun harus lebih tebal
dari pada timbunan tanah yang tidak beracun.
4. Pengupasan tanah sebaiknya dalam kondisi kering, dengan tujuan agar
terhindar dari pemadatan dan rusaknya struktur tanah.
5. Bila lapisan tanah pucuk tipis, maka diperlukan beberapa pertimbangan antara
lain sebagai berikut:
a. Penentuan daerah prioritas, yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi.
b. Jumlah tanah pucuk yang terbatas dapat dicampur dengan tanah bawah
(sub soil).
c. Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (cover crop)
cepat tumbuh dan dapat menutup permukaan dengan cepat.
6. Dalam pemanfaatan tanah pucuk, hindari kondisi tanah pucuk dengan kondisi
sebagai berikut:
a. Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil).
b. Sangat berlempung (60% lempung).
c. Mempunyai pH < 5 atau > 8.
d. Mengandung chlorida 3%.
Untuk mengetahui kebutuhan volume top soil yang akan digunakan pada
saat kegiatan revegetasi dapat dihitung menggunakan persamaan rumus 3.1
berikut:
Volume Topsoil (m3) = Luas Wilayah (m2) x Tebal TopSoil (m)………(3.1)
3.3.2 Penataan Lahan (Recontouring)
Lahan yang akan direklamasi harus ditata terlebih dahulu agar lereng-
lereng tidak menyebabkan erosi dan sedimentasi yang mengakibatkan
pencemaran lingkungan. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan daya tahan
30

tanah di area penambangan. Penataan lahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi


bentang alam, antara lain dengan cara seperti berikut:
1. Menata lahan agar revegetasi lebih mudah dan erosi terkendali, di antaranya
dilakukan dengan cara meratakan permukaan tanah, jika tanah sangat
bergelombang penataan lahan dilakukan bersamaan dengan penerapan suatu
teknik konservasi, misalnya dengan pembuatan teras. Pembuatan teras
bertujuan untuk mengubah lahan miring menjadi bertingkat-tingkat untuk
mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan air serta
menampungnya agar lebih banyak air yang menyerap kedalam tanah melalui
proses infiltrasi. Adapun beberapa bentuk teras diantaranya :
a. Teras Datar
Pembuatan teras datar dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki aliran
air. Umumnya teras ini dibuat dengan kemiringan berkisar 0 – 3 % dengan
kedalaman tanah 0 – 30 cm. Untuk melihat teras datar dapat dilihat pada
Gambar 3.1.

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.1
Teras Datar
b. Teras Kredit
Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah
yang dibuat sejajar kontur. Teras ini cocok untuk lahan yang landai dan
bergelombang dengan kemiringan antara 3 – 10 %. Teras kredit ini berjarak
antar dua guludan umumnya berkisar 5 – 12 meter, punggung guludan
yang mengarah ke bawah biasanya diperkuat dengan rumput, sisanya
tanaman dan batu. Untuk melihat teras kredit dapat dilihat pada Gambar
3.2.
31

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.2
Teras Kredit
c. Teras Pematang
Teras pematang dibuat dengan tujuan mengurangi kecepatan air yang
mengalir ketika turun hujan. Teras jenis ini biasanya dibuat pada lahan
yang memiliki kemiringan 10 – 15 %. Pada umumnya, teras ini dibuat pada
tanah yang bertekstur lepas dengan permeabilitas yang tinggi. Untuk
melihat teras pematang dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.3
Teras Pematang
d. Teras Bangku
Teras bangku dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan tanah
pada bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau
bangku. Umumnya teras ini digunakan untuk tanah yang memiliki
permeabilitas rendah dengan tujuan agar air yang tidak segera terinfiltrasi
tidak mengalir keluar (Arsyad, 1989). Teras ini biasanya dibuat pada lahan
yang mempunyai kemiringan antara 10 – 30 % dengan kedalaman tanah 0
– 30 cm. Teras bangku sangat baik untuk mempertahankan tanah dari
bahaya erosi. Untuk melihat teras bangku dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.4
Teras Bangku
e. Teras Kebun
Teras kebun merupakan bangunan konservasi tanah yang dibuat hanya
pada lahan yang akan dilakukan penanaman dengan tanaman tertentu.
Teras ini dibuat sejajar dengan kontur dan biasanya digunakan untuk lahan
yang memiliki kemiringan sekitar 30 – 50 %. Untuk melihat teras kebun
dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.5
Teras Kebun
f. Teras Individu
Teras individu merupakan teras yang dibuat sebagai tempat pembuatan
lubang tanam. Teras ini biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan
lereng antara 30 – 50 % dengan curah hujan yang terbatas dan penutupan
tanahnya cukup baik. Dalam Sukartaatmaja (2004) menjelaskan bahwa
pada umumnya tanah disekeliling teras tidak diolah melainkan ditanami
dengan rumput atau tanaman penutup. Untuk melihat teras individu dapat
dilihat pada Gambar 3.6.

Sumber: Priyono et.al, 2002


Gambar 3.6
Teras Individu
2. Pembuatan SPA
Sistem Pembuangan Air (SPA), dibuat untuk mengatur air agar dapat mengalir
pada tempat – tempat tertentu serta mengurangi kerusakan lahan yang di
akibatkan oleh erosi.
3. Penempatan Tanah Pucuk
Penempatan tanah pucuk dilakukan agar dapat digunakan secara efisien.
Karena pada umumnya jumlah tanah pucuk terbatas, maka tanah pucuk
diletakan pada jalur tanaman atau bisa juga diletakkan pada lubang tanam.
Dalam pelaksanaan kegiatan recontouring ini dibutuhkan beberapa alat
mekanis seperti alat gali, alat muat dan alat angkut agar kegiatan recontouring ini
dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah faktor-faktor dari alat pada saat
melakukan recontouring:
1. Faktor Pengembangan / Faktor Pemuaian (Swell Factor)
Material di alam ditemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan
baik, tetapi apabila digali atau diberai dari tempat aslinya akan terjadi
pengembangan volume. Perbandingan antara volume alami (insitu) dengan
volume berai (loose) dikenal dengan istilah faktor pengembangan (swell
factor). Faktor pengembangan tersebut perlu diketahui karena volume material
yang diperhitungkan pada waktu penggalian selalu ada yang disebut “bank
yard” atau volume aslinya di alam. Sedangkan apa yang harus kita angkut
adalah material yang telah mengembang karena digali. Sebaliknya bila bank
yard tersebut dipindahkan, lalu dipadatkan kembali maka volumenya akan
berkurang. Untuk mengetahui besaran swell factor berdasarkan material dapat
dilihat pada persamaan 3.2 sebagai berikut:
Swell Factor (SF) = Vloose-Vinsitu / Vinsitu x 100 % (3.2)
Keterangan:
V loose = Volume Material loose, LCM
V insitu = Material insitu, BCM
Pengembangan dan penyusutan material merupakan suatu perubahan volume
material dimana material tersebut digali atau dipindahkan dari tempat asalnya.
Faktor pengembangan material (Swell Factor) dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Faktor Pengembangan Berbagai Material
Jenis Material Density (Lb/Cuyd) Swell Factor

Bauksit 2700-4325 0,75


Tanah Liat, Kering 2300 0,85
Tanah Liat, Basah 2800-3000 0,82-0,80
Antracite 2200 0,76
Bituminous 1900 0,74
Sub Bituminous 1600 0,72
Bijih Tembaga 3800 0,74
Tanah Biasa, Kering 2800 0,85
Tanah Biasa, Basah 3370 0,85
Tanah Biasa Bercampur Pasir dan Kerikil 3100 0,90
Kerikil (Grevel), Kering 3250 0,89
Kerikil (Grevel), Basah 3600 0,88
Granit, Pecah-pecah 4500 0,67-0,56
Hematit, Pecah-pecah 6500-8700 0,45
Biji Besi, Pecah-pecah 3600-5500 0,45
Batu Kapur, Pecah-pecah 2500-4200 0,60-0,57
Lumpur 2160-2970 0,83
Lumpur, Sudah Ditekan 2970-3510 0,83
Pasir, Kering 2200-3250 0,89
Pasir, Basah 3300-3600 0,88
Shale 3000 0,75
Slate 4590-4860 0,77
Sumber : Partanto Prodjosumarto, (1993 : 186)
2. Efisiensi Kerja Alat Mekanis
Efisiensi kerja alat mekanis dipengaruhi oleh berbagai hal seperti keterampilan
operator, perbaikan alat, keterlambatan kerja dan sebagainya. Namun
berdasarkan data-data serta pengalaman dapat ditentukan efisiensi kerja yang
mendekati kenyataan. Dalam hubungan dengan efisiensi kerjanya, maka perlu
juga diketahui mengenai kesediaan dan penggunaan alat mekanis. Karena hal
ini mempunyai nilai kerja yang bersangkutan. Berikut ini tabel efisiensi kerja
alat mekanis dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Efisiensi Kerja Alat Mekanis
Kondisi Operasi Efisiensi Kerja(%)

Baik 0,83
Rata-rata 0,80
Agak sulit 0,75
Sulit 0,70
Sumber : Handbook Komatsu, Edition 28
3. Efisiensi Operator
Efisiensi operator pada saat menggerakkan alat sangat sulit untuk diketahui
secara tepat, karena selalu berubah-ubah tergantung dengan keadaan cuaca,
kondisi alat, suasana kerja, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat
dihindari oleh operator. Dalam waktu 60 menit operator jarang sekali dapat
bekerja selama 60 menit. Misalnya dalam waktu kerja 60 menit operator hanya
bekerja 50 menit karena adanya hambatan-hambatan yang sudah dijelaskan
sebelumnya, maka dari itu dapat dilihat pada Tabel 3.2 jika efisiensi 50
menit/jam maka efisiensi kerja operator sebesar 83%.
4. Bucket Fill Factor
Bucket fill factor atau faktor pengisian bucket merupakan persentase atau porsi
bucket yang terisi material terhadap total kapasitas bucket. Untuk melihat
bucket fill factor dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Bucket Fill Factor
Faktor Menggali Bucket Excavator Bucket Fill Factor

Kondisi mudah menggali tanah alami dari tanah liat, atau 1,1 – 1,2
tanah yang lunak
Kondisi rata-rata menggali tanah berpasir dan tanah kering 1,0 – 1,1
Kondisi agak sulit menggali tanah alami, tanah berpasir 0,8 – 0,9
dengan kerikil
Kondisi sulit menggali batu yang keras 0,7 – 0,8
Sumber : Handbook Komatsu, Edition 28
3.3.3 Revegetasi
Revegetasi adalah pemanfaatan lahan yang terganggu akibat adanya
kegiatan usaha pertambangan yang menyebabkan kerusakan lahan yang asalnya
bervegetasi menjadi tidak bervegetasi. Revegetasi lahan tambang mengacu
kepada dokumen perencanaan seperti:
1. Dokumen AMDAL.
2. Dokumen Penutupan Tambang.
3. Dokumen Jaminan Reklamasi.
4. Dokumen Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan.
Kegiatan revegetasi akan dilaksanakan setelah areal yang direklamasi siap
untuk ditanami, biasanya dilaksanakan pada bulan-bulan dengan curah hujan
yang cukup tinggi untuk mengurangi terjadinya kegagalan penanaman.
Revegetasi dilakukan setelah tanah pucuk disebar dan tanah yang masuk ke
lubang-lubang tanam diberi pupuk agar menjadi subur. Pada dasarnya revegatasi
pada lahan bekas tambang merupakan cara memanipulasi lahan bekas tambang
agar tanaman yang ditanami cepat tumbuh dan dapat menutup lahan dengan
cepat. Manipulasi lahan dan rekayasa teknologi yang dilakukan dalam revegetasi
adalah sebagai berikut:
1. Menanam jenis tumbuhan yang cepat tumbuh.
2. Menanam jenis tumbuhan yang dapat memperbaiki struktur tanah.
3. Melakukan pemupukan secara berkala.
4. Melakukan pemeliharaan tanaman secara intensif.
Revegetasi dilakukan melalui tahapan kegiatan penyusunan rancangan
teknis seperti berikut:
1. Rancangan Teknis Penanaman
Rancangan teknis tanaman merupakan salah satu kegiatan revegetasi yang
menggambarkan kondisi lokasi, jenis tanaman yang akan ditanam, uraian jenis
pekerjaan, kebutuhan bahan dan alat, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan
biaya dan tata cara pelaksanaan kegiatan. (Herdiansyah, 2006). Rancangan
tersebut disusun berdasarkan hasil analisis kondisi biofisik dan sosial ekonomi
daerah setempat. Kondisi biofisik meliputi topografi atau bentuk lahan, iklim,
hidrologi, kondisi vegetasi awal dan vegetasi asli. Sedangkan kondisi sosial
ekonomi yang perlu diperhatikan antara lain adalah sarana, prasarana, dan
eksestibilitas yang ada. Dalam rancangan teknis penanaman sebaiknya
penanaman jenis tanaman disamakan dengan tanaman asli yang ada lokasi
yangs esuai dengan iklim dan kondisi tanahnya.
2. Pemilihan Jenis Tanaman.
Jenis tanaman yang digunakan untuk revegetasi sebaiknya menggunakan
jenis tanaman yang cepat tumbuh. Kriteria tanaman cepat tumbuh adalah:
a. Tumbuh cepat & mampu tumbuh pada tanah kurang subur.
b. Tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu.
c. Tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok.
d. Tahan terhadap angin dan mudah dimusnahkan.
e. Sebaiknya dapat bernilai ekonomis.
3. Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit untuk kegiatan revegetasi dapat terpenuhi dengan cara
membeli bibit tanaman yang sesuai dengan kebutuhan.
4. Pelaksanaan Penanaman
Pelaksanaan penanaman untuk kegiatan revegetasi dimulai dengan
penanaman cover crop (tanaman penutup) yang bertujuan untuk
mengendalikan erosi dan memulihkan kualitas tanah. Dalam kegiatan ini juga
dilakukan penanaman tumbuhan pokok yang merupakan tumbuhan yang
diusulkan oleh dokumentasi reklamasi dan penutupan tambang sesuai dengan
peruntukan lahan yang telah direncanakan. Tanaman pokok yang biasanya
ditanaman adalah karet, sawi, jenis pohon buah-buahan dan jenis pohon kayu
seperti pohon mahoni.
5. Pola Tanam
Pada umumnya pola tanam yang dikembangkan oleh masyarakat petani dapat
diklasifikasikan pada 2 pola tanam yaitu murni (monokultur) dan campuran.
6. Pemeliharaan
Proses pemeliharaan dalam kegiatan reklamasi sangat penting, karena
apabila pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik, maka akan berdampak
kepada tingkat keberhasilan reklamasi. Hal-hal yang harus dilakukan pada
saat melakukan pemeliharaan adalah sebagai berikut:
a. Pemupukan Tanaman
Pupuk yang digunakan pada lahan reklamasi biasanya pupuk kimia yang
berfungsi untuk menyuburkan tanaman. Pemupukan dilakukan pada awal
penanaman dan pada saat pemeliharaan. Jenis-jenis pupuk kimia yang
digunakan dalam kegiatan reklamasi diantaranya adalah pupuk kompos,
pupuk TSP (Ca(H2PO4), dan pupuk ZA
b. Penyulaman Tanaman
Penyulaman dilakukan untuk menanam kembali tumbuhan yang rusak atau
mati akibat gangguan hama. Penyulaman dilakukan 1-3 bulan setelah
penanaman dengan cara mengganti bibit yang rusak atau mati.
7. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
Dalam usaha pengendalian erosi dan sedimentasi perlu dilakukan pengaturan
lahan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan hidrologi pada lahan tesebut.
Pengendalian erosi dan sedimentasi ini bertujuan untuk mengurangi
kecepatan air limpasan, erosi, sedimentasi dan longsor. Kegiatan yang
dilakukan untuk mengendalikan erosi dan sedimentasi adalah sebagai berikut:
a. Pengaturan Bentuk Lereng
Pengaturan bentuk lereng bertujuan untuk mengurangi kecepatan air
limpasan sehingga dapat membantu mengurangi tingkat erosi, sedimentasi
dan kelongsoran. Dalam pengaturan lereng ini ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan seperti, sifat fisik dan mekanik batuan yang berkaitan
dengan kekuatan batuan untuk menahan tekanan dan gaya, serta tinggi
jenjang yang sebaiknya tidak tinggi dan tidak terjal.
Rencana Biaya Reklamasi dan Penutupan Tambang
Pada umumnya suatu lahan yang akan direklamasi merupakan lahan akan
dibuka sesuai dengan rencana pembukaan lahan. Biaya penatagunaann lahan
merupakan biaya langsung yang terdiri dari biaya penataan permukaan tanah,
penebaran tanah pucuk, dan pengendalian erosi dan pengolahan air. Biaya penata
gunaann lahan merupakan biaya langsung yang terdiri dari biaya analisis kualitas
tanah, pemupukan, pengadaan bibit, penanaman, dan pemeliharaan tanahaman.
Untuk Biaya pencegahan dan penanggulangan air asam tambang dapat dihitung
berdasarkan perkiraan volume air limpasa dari catchment area dilokasi tambang
dan tanah penutup. Hal ini disesuaikan dengan luasan lahan yang terganggu, yaitu
pit dan disposal. Biaya pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pasca tambang
meliputi lahan yang tidak direvegetasi seperti area pemukiman, kawasan industri,
pariwisata, dan lain-lain).
Reklamasi yang paling utama adalah pada daerah bekas penambangan.
Kegiatan reklamasi yang dilakukan meliputi stabilitas lereng, pengamanan lubang
bekas tambang, pemulihan dan pemantauan kualitas air serta pengolahan lubang
bekas tambang sesuai peruntukannya, dan pemeliharaan lubang bekas tambang.
Biaya tidak langsung menurut Peraturan Menteri Sumber daya Mineral No. 18
Tahun 2008 meliputi biaya mobilitas dan demobilitas alat, biaya perencanaan
reklamasi, biaya administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksanaan
reklamasi tahap operasi produksi, dan biaya supervisi. Selain itu, berdasarkan
peraturan yang terbaru yang tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan
Sumberdaya Mineral Nomor 7 Tahun 2014, biaya reklamasi juga terbagi menjadi
2 bagian yaitu biaya langsung dan tidak langsung. Adapun komponen biaya
reklamasi secara rinci, sebagai berikut:
1 Biaya Langsung, meliputi:
a. Biaya pembongkaran fasilitas tambang (jalan, bangunan, kantor dan lain-
lain), kecuali adanya persetujuan dari instansi yang berwenang bahwa
fasilitas tersebut akan digunakan oleh pemerintah setempat.
b. Biaya penataan gunaan lahan yang terdiri dari:
 Sewa alat-alat berat dan mekanis
 Pengaturan permukaan lahan
 Pengisian kembali lahan bekas tambang
c. Biaya reklamasi, meliputi:
 Analisis kualitas tanah
 Pemupukan
 Pengadaan bibit dan penanaman.
d. Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai peruntukan lahan pascatambang.
2 Biaya Tidak Langsung, meliputi:
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat-alat berat umumnya 2,5 % dari biaya
langsung.
b. Biaya perencanaan reklamasi umumnya 2% - 10% dari biaya langsung.
c. Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor atau pihak ketiga
pelaksanan reklamasi, umumnya 3% - 14% dari biaya langsung.
d. Biaya supervisi umumnya 2% - 7% dari biaya langsung.
3.3.4 Perhitungan Biaya Reklamasi
Untuk menghitung biaya reklamasi perlu dilakukan beberapa perhitungan
seperti produktivitas alat mekanis, perhitungan biaya penatagunaan lahan,
perhitungan biaya revegetasi, serta perhitungan biaya pencegahan dan
penanggulangan air asam tambang.
3.3.4.1 Perhitungan Produktivitas Alat Mekanis
Perhitungan produktivitas alat mekanis dilakukan berdasarkan Peraturan
Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.18 Tahun 2010. Perhitungan ini
dilakukan berdasarkan alat mekanis yang digunakan untuk melakukan kegiatan
reklamasi. Pengamatan terhadap gerakan dan waktu pemuatan (loading time) alat
muat ini meliputi beberapa bagian, yaitu :
1. Waktu menggali (digging time)
2. Waktu putar/isi (swing time/loaded)
3. Waktu pengosongan/tumpah (dumping time)
4. Waktu putar/kosong (swing time/empty)
Untuk menghitung produktifitas alat muat menggunakan rumus
persamaan, sebagai berikut :
Pmi =Em x 60 x Hm x FFm x SF (3.3)
Cm
Keterangan :
Pmi = Produktifitas alat muat (BCM/Jam/alat)
Em = Efisiensi Mesin (%)
SF = Swell Factor (%)
Hm = Kapasitas alat muat (LCM)
FFm = Fill Factor alat muat (%)
Cm = Cycle Time alat muat (menit)

Adapun pengamatan terhadap gerakan dan waktu edar (cycle time) alat angkut
meliputi beberapa bagian di antaranya kecepatan truck isi, kecepatan truck
kosong, waktu dumping, dan waktu atur posisi.
Untuk menghitung produktifitas alat muat menggunakan rumus persamaan 3.4,
sebagai berikut
Pai = Ea x 60 x Ha x Ffa x SF (3.4)
Ca
Keterangan :
Pai = Produktifitas alat angkut (BCM/Jam/alat)
Ea = Efisiensi Mesin (%)
SF = Swell Factor (%)
Ha = Kapasitas alat angkut (LCM)
FFa = Fill Factor alat angkut (%)
Ca = Cycle Time alat angkut (menit)
Berdasarkan perhitungan produktifitas alat mekanis tersebut, maka dapat
jumlah jam yang diperlukan untuk operasional alat mekanis dapat diketahui
dengan menggunakan rumus persamaan 3.5, sebagai berikut :
Keterangan :
W =Vp (3.5)
Pi
W = Jumlah jam yang diperlukan (jam)
Vp = Volume tanah yang dipindahkan (BCM)
Pi = Produktifitas alat (BCM/jam/alat)
3.3.4.2 Perhitungan Biaya Revegetasi
Perhitungaan ini dilakukan dengan beberapa parameter, diantaranya :
1. Jarak tanam.
2. Jumlah bibit yang dibutuhkan, meliputi :
a. Tanaman pioneer
b. Tanaman sisipan
c. Biji cover crop
3. Harga bibit, dan pupuk.
4. Perawatan tanaman, serta analisis sampel tanah

3.7 Jaminan Reklamasi


Jaminan reklamasi merupakan suatu dana yang disediakan oleh pihak
perusahaan pertambangan sebagai uang jaminan untuk melakukan reklamasi di
bidang pertambangan umum. Adapun beberapa kriteria berdasarkan Permen
ESDM Nomor 7 Tahun 2014, meliputi sebagai berikut:
1. Jumlah jaminan reklamasi telah ditetapkan berdasarkan biaya reklamasi
dengan rencana tahunan pengelolaan lingkungan untuk jangka waktu 5 tahun.
2. Peruntukan bagi perusahaan tambang yang umur tambangnya kurang dari 5
tahun jumlah jaminan reklamasi ditetapkan sesuai dengan rencana reklamasi
untuk jangka waktu umur tambangnya.
3. Biaya reklamasi perlu diperhitungkan berdasarkan anggapan bahwa reklamasi
tersebut akan dilaksanakan oleh pihak ketiga.
4. Komponen biaya reklamasi terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak
langsung.
5. Biaya tersebut telah memperhitungkan biaya pajak yang berlaku.
6. Perhitungan biaya rencana reklamasi dapat dibuat dalam mata uang rupiah
dan dollar.
7. Bentuk jaminan reklamasi dapat berupa deposito berjangka, bank bergaransi,
cadangan akuntansi, dan atau jaminan pihak ketiga dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Deposito berjangka ditempatkan pada bank pemerintah atas nama
Menteri/Gubernur/Walikota/Bupati dan atau perusahaan tambang yang
bersangkutan.
b. Irrecorable Letters of Credit (LC) atau bank bergaransi yang diterbitkan
oleh bank pemerintah atau Lembaga pinjaman milik pemerintan atau bank
devisa untuk jangka waktu 5 tahun dengan rincian tahunan.
c. Bentuk jaminan yang diusulkan perusahaan harus mendapatkan
persejutuan dari Menteri/Gubernur/Walikota/Bupati.
d. Perusahaan tambang yang menempatkan jaminan dalam bentuk
cadangan akuntansi harus memenuhi salah satu syarat, yaitu:
 Perusahaan publik yang terdaftar di bursa efek Indonesia maupun di
luar negeri.
 Anak perusahaan dari sebuah perusahaan publik baik yang terdaftar di
bursa efek Indonesia maupun yang terdaftar di luar negeri.
 Perusahaan memiliki modal sendiri yang tidak kurang dari USD
25.000.000,00 seperti dinyatakan dalam laporan keuangan yang telah
dilakukan audit.
 Perusahaan tambang yang menempatkan jaminan reklamasi dalam
bentuk cadangan akuntansi wajib menyampaikan laporan keuangan
tahunan yang telah di audit oleh akuntan publik. Apabila perusahaan
merupakan anak perusahaan publik maka perlu menyampailan
pernyataan jaminan pelaksanaan reklamasi dari perusahan induknya.

Anda mungkin juga menyukai