Anda di halaman 1dari 22

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Reklamasi Dalam Pertambangan


Permasalahan yang tentunya tidak bisa lepas dalam industri
pertambangan adalah timbulnya kerusakan terhadap lingkungan akibat
dari aktivitasnya. Dampak yang timbul akibat dari kegiatan pertambangan
adalah tanah menjadi tidak produktif, timbulnya erosi dan sedimentasi,
terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna,
terganggunya keamanan dan kesehatan penduduk serta perubahan iklim
mikro pada daerah sekitar tambang. Dampak negatif dari kegiatan
pertambangan tersebut perlu dikendalikan atau dipulihkan untuk
mencegah kerusakan yang permanen terhadap lingkungan. Upaya
pemulihan untuk mengembalikan kondisi tersebut adalah melakukan
kegiatan reklamasi. (Irsan & Helmanida, tanpa tahun).
Menurut Pasal 1, Ayat 26, Undang-Undang No.4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, reklamasi adalah kegiatan
yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata,
memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukannya. Kegiatan reklamasi yang terencana dan
terorganisir dengan baik, diharapkan dapat mengembalikan kondisi lahan
yang rusak seperti sediakala atau paling tidak mendekati keadaan semula
seperti rona awal sebelum dilakukannya kegiatan penambangan. Kegiatan
reklamasi ini juga dilakukan untuk memenuhi ketentuan dari pasal 2
Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan
Pascatambang, setiap perusahaan pertambangan atau pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP), diwajibkan melakukan kegiatan reklamasi.
Melihat dari penjelasan di atas, maka kegiatan reklamasi harus
dilaksanakan secara progresif selama kegiatan penambangan berjalan.
Selain itu, kegiatan reklamasi ini dilengkapi juga dengan dokumen
Rencana Reklamasi (RR). Fungsi dari dokumen ini adalah sebagai acuan

29
bagi pelaksanaan kegiatan reklamasi yang akan dilaksanakan. Kegiatan
reklamasi secara garis besar meliputi penyiapan lahan, pengelolaan tanah
penutup, pengelolaan tanah pucuk, penanaman, pemeliharaan, serta
pemantauan atas kegiatan yang telah dilakukan. Material yang digunakan
untuk reklamasi merupakan material-material yang dibongkar dari
kegiatan penambangan itu sendiri, yakni dari lapisan-lapisan yang
menutupi endapan bahan galian.
Dari keterangan tersebut maka dapat disimpulkan kegiatan utama
pada reklamasi tambang, yaitu :
1. Penentuan lokasi penimbunan lapisan tanah penutup dan penimbunan
batu-batu hasil dari penambangan.
2. Penimbunan pada area bekas penambangan.
3. Pemuatan dan pengangkutan serta penebaran kembali lapisan tanah
penutup.
4. Persiapan lahan untuk penanaman.
Selain kegiatan-kegiatan utama tersebut dilakukan juga kegiatan
lainnya yang terkait langsung dengan reklamasi, yaitu :
1. Penyimpanan dan pemeliharaan lapisan tanah penutup agar dapat
digunakan kembali pada saat reklamasi.
2. Pengaturan dan pengawasan air limpasan dari lokasi-lokasi
penimbunan.
Kegiatan reklamasi juga dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan
yang terdapat dalam rencana reklamasi dan rencana pasca tambang yang
disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh
instansi terkait yang berwenang.

30
1.2. Dasar Hukum Kegiatan Reklamasi
Program reklamasi dalam kegiatan penambangan adalah hal mutlak
harus dilakukan. Pada pelaksanaan kegiatan pertambangan, selalu
dihadapkan pada dua kenyataan yang bertentangan. Di satu pihak
membutuhkan sumber daya mineral yang tidak dapat diperbaharui, dan di
lain pihak kegiatan pertambangan mengorbankan sumber daya alam dan
lingkungan sekitarnya bila tidak dikelola dengan baik.
Untuk mengendalikan dampak negatif dari kegiatan penambangan,
maka dapat mengupayakan pembangunan sektor pertambangan yang
berwawasan lingkungan. Kegiatan penambangan yang berdampak negatif
besar, penting diwajibkan mengikuti peraturan perundang-undangan yang
mengatur pengendalian dampak negatif penambangan.
Berdasarkan pasal 30 Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 (Tentang
Ketentuan-ketentuan pokok pertambangan) menyatakan bahwa : “Apabila
telah selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat
pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan yang bersangkutan
diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak
menimbulkan bahaya lainnya bagi masyarakat sekitar”
Demikian juga pasal 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 (Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup), yang menyatakan : “Setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup”.
Kebijakan reklamasi telah diatur dalam berbagai perangkat peraturan
perundangan-undangan lainnya, antara lain :
1. Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral.
2. Undang-undang No 32 Tahun 2009 dan No 23 Tahun 1977 Tentang
Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Pemerintah No 55 Tahun 2010 Tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara.

31
4. Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan
Pasca Tambang.
5. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No 1211.K/1995.
Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan, Pencemaran
Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan Umum.

6. Peraturan Menteri ESDM No No 18 Tahun 2008 Tentang Reklamasi


dan Penutupan Tambang.

1.3. Pembuatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)


Pembuatan laporan AMDAL sebagai yang dipersyaratkan oleh
Undang-Undang No.23 tahun 1977, tentang ketentuan-ketentuan pokok
pengelolaan lingkungan hidup, harus dikerjakan menurut format yang
telah ditetapkan. Hal-hal yang di antisipasi akan menyebabkan dampak
penting terhadap lingkungan dan perlu dilakukan kajiannya, termasuk
upaya-upaya penanggulan ataupun pengembanganya. Pengertian
mengenai arti konservasi dalam industri pertambangan serta cara
penambangan yang benar perlu diberikan yakni melakukan optimasi dari
kegiatan penambangan terhadap sumberdaya mineral yang ada.
AMDAL sebagai suatu persyaratan yang diperlukan untuk
mendapatkan izin memulai kegiatan penambangan dan perlu juga
dilengkapi mengenai bahasan dalam menghadapi kegiatan penutupan
atau penyelesaian kegiatan pertambangan serta upaya-upaya untuk
kegiatan pasca penambangan.
Pembuatan dokumen AMDAL harus dilakukan mengikuti peraturan
yang ada, yakni :
1. Pembuatan kerangka acuan yang mencakup perlingkupan kajian,
metodelogi dan sistem pelaporan.
2. Setelah kerangka acuan disetujui, maka barulah dokumen Analisa
Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana
Pemantauan Lingkungan dapat dibuat bersamaan.

32
3. Dokumen Analisa Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan harus telah
disetujui oleh Departemen Pertambangan dan Energi, sebelum izin
pelaksanaan penambangan disetujui.
Dalam rangka memberi persetujuan dokumen AMDAL biasanya
dilakukan pertemuan-pertemuan untuk membahas dan perbaikan
dokumen yang diadakan oleh biro lingkungan Departemen Pertambangan
dan Energi. Dokumen AMDAL yang telah disetujui kemudian harus selalu
digunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan kegiatan pertambangan dan
diperhitungkan pada pembuatan studi kelayakan (Feasibility Study).
Laporan AMDAL merupakan dokumen yang penting sebagai sumber
informasi yang cukup detail mengenai keadaan lingkungan pada waktu
penelitian suatu proyek pertambangan dan dampak yang menyebabkan
kerusakan yang tidak dapat pulih kembali.
Informasi ini akan bermanfaat untuk bermacam-macam keperluan,
yaitu :
1. Sebagai informasi pembanding dalam melakukan analisis hasil
pemantauan.
2. Sebagai sumber informasi yang berharga bagi proyek-proyek lain yang
akan dibangun di dekat lokasinya.
3. Merupakan dokumen penting yang dapat digunakan di pengadilan,
terutama dalam menghadapi tuntutan proyek lain, masyarakat, ataupun
LSM.

3.4. Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL)


Analisa dampak mengenai lingkungan ini adalah kajian secara
mendalam mengenai pemanfaatan sumber daya secara bijaksana, guna
menunjang pembangunan selanjutnya. Perubahan yang terjadi akibat
kegiatan penambangan yang tidak direncanakan dengan baik akan
mengakibatkan kemerosotan kualitas hidup serta kualitas lingkungan.

33
Setiap usaha penambangan haruslah memasukkan pertimbangan-
pertimbangan yang diambil dari segi lingkungannya, sehingga dampak
negatif yang mungkin terjadi dapat dikurangi atau ditekan seminimal
mungkin.
Dalam kegiatan penambangan ini dampak lingkungan yang timbul
dipengaruhi oleh :
1. Faktor fisik dan teknis
Untuk tinjauan faktor teknis dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
tahap, yaitu tahap kegiatan eksplorasi, kegiatan konstruksi, dan kegiatan
penambangan.
a. Kegiatan Eksplorasi
Kegiatan ini terutama akan memberikan dampak sosial budaya
yang berkaitan dengan masalah ganti rugi lahan dan tanaman
tumbuhan. Pada kegiatan pertambangan batubara yang hasilnya dari
eksplorasi dapat diketahui oleh masyarakat sekitar lalu mengundang
terjadinya tambang liar. Perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
menggunakan tenaga lokal dalam hal-hal yang memungkinkan pada
kegiatan eksplorasi.
b. Kegiatan Konstruksi
Kegiatan konstruksi mengakibatkan terjadinya perubahan
bentang alam, karna pembuatan infrastruktur seperti jalan
pengangkutan, pemukiman, serta perubahan mikroklimat dapat pula
terjadi akibat perubahan bentang alam. Dampak yang bersifat positif
yakni terbukanya lapangan kerja bagi penduduk setempat. Adanya
prasarana pembuatan jalan pengangkutan akan mengakibatkan
mobilitas penduduk meningkat, diupayakan tidak terjadi pemukiman
liar disekitar daerah tambang.
c. Kegiatan Penambangan
Setiap kegiatan penambangan, yakni pengupasan lapisan
tanah penutup, pembongkaran material, pemuatan, pengangkutan,
batuan samping maupun batubara serta kegiatan penimbunan akan

34
memberikan dampak sifat fisik terhadap lingkungan. Dampak yang
cenderung negatif ini perlu ditangani dengan baik agar tidak
mengakibatkan kerugian terhadap kesehatan pekerja maupun
lingkungan.
d. Tahap Pengangkutan
Pada tahap pengangkutan karna lokasinya terlalu dekat dan
melewati jalan umum, sehingga dampak yang terjadi adalah
pengotoran oleh debu dan rusaknya jalan tersebut disebabkan
kendaraan-kendaraan besar dengan muatan beban yang berat
sering melewati jalan itu. Untuk mengatasinya hal tersebut pihak
perusahaan melakukan perbaikan jalan.
2. Faktor biologis
Hal yang tidak dapat dihindari akibat penambangan yaitu dapat
mengancam kelestarian alam. Adapun dampak yang terjadi adalah :
a. Rusaknya tata guna lahan.
b. Adanya perubahan kualitas air tanah, sifat fisik dan kimia serta
hilangnya humus tanah.
c. Tumbuhan menjadi rusak sehingga dapat mengurangi kelompok
dari tumbuhan tersebut.
3. Faktor sosial, budaya dan ekonomi
Dengan adanya industri pertambangan pada suatu daerah, maka
terjadinya perubahan strukturisasi keadaan sosial, budaya dan ekonomi di
daerah itu.
Perubahan itu terjadi disebabkan karna :
a. Adanya lapangan kerja baru yang dapat menimbulkan perpindahan
penduduk dari suatu daerah ke daerah lokasi penambangan.
b. Adanya ganti rugi tanah ataupun tanaman yang akan menimbulkan
perpindahan tempat tinggal penduduk, karna berkurangnya lokasi
tempat tinggal ataupun pertanian..
c. Timbulnya masalah keamanan dan ketertiban umum.

35
3.5. Perencanaan Reklamasi
Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik,
agar dalam pelaksanaannya dapat tercapai sasaran sesuai yang
dikehendaki. Dalam hal ini reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang
peruntukan lahan pasca tambangnya.
Perencanaan reklamasi harus sudah disiapkan sebelum melakukan
operasi penambangan dan merupakan program yang terpadu dalam
kegiatan operasi penambangan.
(Zulkifli Arif, 2014) Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan reklamasi adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan
penambangan.
2. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas area penambangan.
3. Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu
dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
4. Mengembalikan atau memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun
sampai tingkat yang aman sebelum dapat dibuang kesuatu tempat
pembuangan.
5. Mengembalikan fungsi lahan seperti keadaan semula dan sesuai
dengan tujuan penggunannya.
6. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
7. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam
aktivitas penambangan.
8. Permukaan yang padat harus digemburkan, namun bila tidak
memungkinkan, agar ditanami dengan tanaman pioner yang akarnya
mampu menembus tanah yang keras.
9. Setelah penambangan maka lahan bekas tambang yang diperuntukan
bagi vegetasi, segera dilakukan penanaman kembali dengan jenis
tanaman yang sesuai dengan rencana rehabilitasi.

36
10. Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi
yang diharapkan.

3.6. Pelaksanaan Reklamasi


Pelaksanaan reklamasi harus sesuai dengan Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
yang telah disetujui dan harus sudah selesai pada waktu yang ditetapkan.
Dalam melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan pertambangan
bertanggung jawab sampai kondisi atau rona akhir yang telah disepakati
tercapai.
Setiap lokasi penambangan mempunyai kondisi tertentu yang
mempengaruhi pelaksanaan reklamasi. Pelaksanaan reklamasi umumnya
merupakan gabungan dari pekerjaan teknik sipil dan teknik vegetasi.
Pekerjaan teknik sipil meliputi : pembuatan teras, saluran pembuangan
akhir (SPA), bangunan pengendali lereng, chek dam, dan lain lain.
Sedangkan pekerjaan teknik vegetasi meliputi : pola tanam, sistem
penanaman, jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi setempat,
tanaman penutup (cover crop) dan lain lain.
3.6.1. Persiapan Lahan
3.6.1.1. Pengamatan lahan bekas tambang
Kegiatan ini meliputi :
1. Pemindahan atau pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang
tidak digunakan di lahan yang akan direklamasi.
2. Perencanaan secara tepat lokasi pembuangan sampah atau limbah
beracun dan berbahaya dengan perlakuan khusus agar tidak
mencemari lingkungan.
3. Penutupan lubang bukaan tambang secara aman dan permanen.
4. Jika perlu melarang atau menutup jalan masuk ke lahan bekas tambang
yang akan di reklamasi.

37
3.6.1.2. Pengaturan dan penataan bentuk lahan
Pengaturan bentuk lahan disesuaikan dengan kondisi topografi dan
hidrologi setempat. Adapun kegiatan yang meliputi pengaturan bentuk
lahan, yakni :
1. Penimbunan
Penimbunan tanah penutup dilakukan secara teratur dan terencana.
Lokasi penimbunan sebelum digunakan sebaiknya diteliti terlebih
dahulu. Penelitian dimaksudkan untuk memastikan bahwa daerah
tersebut tidak akan ditambang, dan dapat dipakai dalam jangka waktu
cukup lama (lebih dari 5 tahun), lokasi penimbunan tanah penutup
diusahakan tidak berada pada struktur patahan, creek aktif, perbukitan,
dan rawan longsor.
Adapun tata cara penimbunan lahan dibagi atas 2 cara yakni :
a. Tata cara penimbunan lahan luar tambang (out pit dump)
1. Penyiapan lahan penimbunan
2. Penumpahan tanah penutup (overburden)
3. Pemadatan lapis per lapis
4. Pengaturan geometri lereng untuk mengurangi tingkat erosi
5. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) pada masing-masing
jenjang
6. Penebaran tanah pucuk dan revegetasi
b. Penimbunan di lahan bekas penambangan (in pit dump)
1. Penimbunan kembali lapis-perlapis
2. Pemadatan lapis-perlapis
3. Pengaturan saluran pembuangan air (SPA)
4. Penebaran tanah pucuk dan revegetasi

38
2. Pengaturan bentuk lereng
Pengaturan bentuk lereng atau kestabilan lereng menjadi perhatian
khusus dalam merencanakan timbunan pada lahan yang akan di
reklamasi. Perhitungan dan pemantauan secara tepat harus dilakukan
untuk menghilangkan resiko longsoran. Kondisi pembentukan lereng
jangan terlalu tinggi atau terjal dan dibentuk berteras-teras. Apabila
penimbunan dilakukan berteras-teras, maka bidang datarnya
hendaknya dibuat miring ke arah dalam, dengan kemiringan ± 2%. Cara
ini berlaku baik, agar dapat mengendalikan aliran air permukaan, erosi,
dan longsor. (Gambar 24)

Sumber : (umar 1986 dalam Tala’ohu)

Gambar 24
Sketsa cara penimbunan dengan bidang olah miring
berlawanan arah

3. Pengaturan saluran pembuangan air


Pengaturan saluran pembuangan air (SPA) merupakan hal yang
penting untuk menjaga keamanan dan kestabilan lereng. Pengaturan

39
saluran pembuangan air ini juga dimaksudkan untuk mengatur air agar
mengalir pada tempat tertentu dan dapat mengurangi kerusakan akibat
erosi.
Jumlah atau kerapatan dan bentuk sistem penyaluran air (SPA)
tergantung dari bentuk lahan (topografi) dan luas areal yang di reklamasi.
Bentuk saluran pembuangan air beda bentuk, beda pula fungsi dan daya
tampungnya. Adapun bentuk-bentuk saluran pembuangan air (SPA) dan
fungsinya :

Sumber : kasmatyusufgeo10.blogspot.co.id

Gambar 25
Bentuk-bentuk dan fungsi Saluran Pembuangan Air (SPA)

40
3.6.2. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi
Pengendalian erosi dan sedimentasi merupakan hal yang harus
dilakukan selama kegiatan penambangan dan setelah penambangan.
Erosi dapat mengakibatkan berkurangnya kesuburan tanah dan terjadinya
endapan lumpur dan sedimentasi.
3.6.2.1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya erosi
Faktor utama yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah curah
hujan, sifat tanah, lereng.
1. Curah hujan
Sifat curah hujan yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah
intensitasnya. Meningkatnya intensitas curah hujan, mengakibatkan
semakin tingginya erosi. Intensitas curah hujan yang tinggi akan
mempercepat proses penghancuran dan pengangkutan agregat tanah.
Hancurnya agregat tanah tersebut, dapat menyumbat pori-pori tanah
yang menyebabkan air tidak dapat meresap kedalam kedalam tanah,
sehingga berdampak pada meningkatnya air limpasan permukaan.
2. Sifat tanah
Sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan terhadap erosi yaitu
tekstur tanah, bentuk, kemantapan struktur tanah, kapasitas infiltrasi,
permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik.
Secara umum hubungan antara sifat tanah dengan erosi adalah
sebagai berikut :
a. Tanah bertekstur pasir tidak peka terhadap erosi karna memiliki
ukuran partikel yang besar sehingga daya angkut aliran (erodibilitas)
menjadi lebih kecil. Sedangkan tanah dengan ukuran partikel lebih
halus (lempung dan debu) sangat mudah terangkut oleh aliran
permukaan, apalagi jika kecepatan aliran permukaan tinggi. Dengan

41
demikian ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap proses
pengangkutan sedimen.
b. Tanah berstruktur mantap dengan bentuk struktur membulat
(granuler, remah, gumpal membulat) lebih tahan terhadap erosi
karna mampu menyerap air lebih banyak dan mengurangi limpasan
permukaan.
c. Tanah dengan kapasitas infiltrasi tinggi memiliki kepekaan terhadap
erosi yang lebih rendah daripada tanah dengan infiltrasi rendah.
d. Tanah yang kaya akan bahan organik lebih tahan terhadap erosi
karna bahan organik tersebut mempengaruhi tingkat kemantapan
agregat.
3. Lereng
Besarnya erosi dipengaruhi oleh lereng. Semakin curam dan
panjang suatu lereng, maka erosi akan semakin tinggi. Hal ini terjadi
karna kecepatan aliran air dipermukaan semakin meningkat, yang
selanjutnya meningkatkan daya angkutnya terhadap partikel tanah yang
telah hancur.
3.6.2.2. Pengendalian dan pencegahan erosi dan air limpasan
Berikut cara untuk mengendalikan erosi dan air limpasan adalah :
1. Meminimalisir area terganggu dengan :
a. Membuat rencana detail kegiatan penambangan dan reklamasi
b. Membuat batas-batas yang jelas areal tahapan penambangan
c. Penebangan pohon hanya sebatas areal yang akan dilakukan
penambangan.
2. Membatasi / mengurangi kecepatan air limpasan dengan :
a. Pembuatan teras-teras
b. Pembuatan saluran diversi (penggelak)
c. Pembuatan SPA ( saluran pembuangan air )
3. Meningkatkan infiltrasi ( penerapan air tanah )
a. Dengan penggaruan tanah secara kontur

42
b. Akibat penggaruan, tanah menjadi gembur dan volume tanah
meningkat sebagai media penakaran tanah.

4. Pengelolahan air yang keluar dari lokasi pertambangan


a. Penyaluran air dari lokasi tambang keperairan umum harus sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan harus didalam wilayah kuasa
pertambangan.
b. Membuat bendungan sedimen atau kolam pengendap lumpur (kpl)
untuk menampung air yang banyak mengandung sedimen.
c. Kurangi kecepatan air permukaan dengan membuat teras, check
dam yang dianggap perlu.
Adapun cara lain yang dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi pada
bidang miring atau lereng dilakukan dengan cara berikut :
1. Teknik vegetatif atau biologi
Maksudnya memanfaatkan tanaman sedemikian rupa sehingga tanah
bisa terhindar dari pukulan air hujan, aliran air hujan dan aliran air
limpasan.
2. Teknik sipil
Cara konversi tanah secara mekanis, maksudnya adalah pembentukan
terasering, pembuatan saluran air (back slope), dan pembuatan
bendungan check dam.
a. Teras datar (level terrace)
Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 %
dengan tujuan memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah.
Teras datar dibuat dengan jalan menggali tanah menurut garis tinggi
dan tanah galiannnya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat
tertahan dan terkumpul. Pematang yang terjadi ditanami dengan
rumput. (Gambar 26)

43
Sumber : http//teknik-konservasi-lahan-terasering.html

Gambar 26
Teras Datar (level terrace)

b. Teras Kridit (ridge terrace)


Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 -
10%, yang bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah.
Pembuatan teras kridit di mulai dengan membuat jalur penguat teras
sejajar garis tinggi. (Gambar 27)

Sumber : http//teknik-konservasi-lahan-terasering.html

Gambar 27
Teras Kridit (ridge terrace)
c. Teras guludan (cotour terrace)

44
Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 -
50 % dan bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.

Sumber : http//teknik-konservasi-lahan-terasering.html

Gambar 28
Teras guludan (cotour terrace)

d. Teras bangku (bench terrace)


Teras ini dibuat dengan cara memotong lereng, kemudian
meratakannya sehingga terbentuklah seperti bangku. Teras bangku
dibuat bertujuan untuk mencegah erosi pada lereng. (Gambar 29)
Persyaratan teknis :
1. Kemiringan lereng : 10 – 30%
2. Kedalaman Tanah : > 30 cm
3. Lain-lain :
a. Diterapkan pada tanah dengan permeabilitas tinggi dan
infiltrasi tinggi.
b. Diperlukan SPA yang aman (bervegetasi).
c. Dapat dilaksanakan pada lahan budidaya kayu-kayuan
tahunan.

45
Sumber : http//teknik-konservasi-lahan-terasering.html

Gambar 29
Teras Bangku (bench terrace)

3.6.3. Pengelolaan tanah pucuk


Pengolahan tanah pucuk bermaksud untuk mengatur dan
memisahkan tanah pucuk dengan lapisan tanah lain. Hal ini penting
karena salah satu faktor untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
kegiatan reklamasi. Tanah pucuk (top soil) semaksimal mungkin
diarahkan untuk digunakan sebagai bahan penutup lahan timbunan paling
atas. Kendala tanah, seperti pH sangat masam, tingginya kadar garam,
rendahnya tingkat kesuburan, tanah terlalu padat, struktur tanah yang
tidak stabil, permeabilitas yang lambat, dan aerasi tanah yang jelek
merupakan pembatas utama yang dihadapi dalam kegiatan reklamasi.
(Menurut tala’ohu) Ada beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan tanah pucuk adalah :
1. Pengamatan sifat fisik dan kimia tanah.
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan
tanah dan ditempatkan pada tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya.

46
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan
tanah semula. tanah pucuk ditempatkan paling atas.
4. Ketebalan tanah pucuk minimal 50 cm dan maksimal
2 meter.
5. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang
mengandung racun dianjurkan lebih tebal dari yang tidak beracun atau
dilakukan perlakuan khusus dengan cara mengisolasi dan
memisahkannya.
6. Pengdupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan
dalam keadaan basah untuk menghindari pemadatan dan rusaknya
struktur tanah.
Menurut Jurnal agroekoteaknologi sifat kimia tanah, (2015) kesuburan
tanah dapat ditentukan oleh fisik, kimia, dan biologi tanah, yaitu :
1. Kondisi fisik tanah salah satunya kedalaman efektif tanah, yaitu
dalamnya lapisan tanah dimana perakaran tanah dapat berkembang
dengan bebas pada bagian kondisi tekstur dan struktur tanah.
2. Keadaan kimia tanah yaitu reaksi tanah, banyaknya cadangan unsur-
unsur hara serta ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.

Tabel II. Kriteria penilaian sifat kimia tanah


Karakteristi Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Satuan
k Rendah Tinggi
PH H2O < 4.5 4.5 - 5.5 5.5 - 6.5 6.6 - 7.5 > 7.6 %
Sangat Masam Agak Netral Agak Alkalis
Masam Masam - Alkalis

C-Organik < 1.00 1.00 – 2.00 2.01 –3.00 3.01 – 5.00 > 5.00 %
N-Total < 0.10 0.10 – 0.20 0.21 –0.50 0.51 – 0.75 > 0.75 %

P-Bray < 10 10 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35 ppm


< 4.4 4.4 - 6.6 7.0 – 11.0 11.4 – 15.3 > 15.3
K < 0.1 0.1 – 0.2 0.3 – 0.5 0.6 – 1.0 > 1.0 me/100 gr
Na < 0.1 0.1 – 0.3 0.4 – 0.7 0.8 – 1.0 > 1.0 me/100 gr

Ca <2 2–5 6 – 10 11 – 20 > 20 me/100 gr

47
Mg < 0.4 0.4 – 1.0 1.1 – 2.0 2.1 – 8.0 > 8.0 me/100 gr

KTK <5 5 – 16 17 - 24 25 - 40 > 40 me/100 gr


Sumber : Jurnal agroekoteaknologi sifat kimia tanah, 2015

3.6.4. Revegetasi
Revegetasi merupakan kegiatan puncak dari suatu pelaksanaan
reklamasi, karena revegetasi adalah penanaman atau penghijauan
kembali lahan bekas penambangan sehingga kembali seperti semula.
Keberhasilan revegetasi tergantung pada beberapa hal, seperti Persiapan
penanaman, cara penanaman, pemeliharaan tanaman.
3.6.4.1. Persiapan penanaman
Pada umumnya persiapan penanaman, meliputi pekerjaan
pembersihan lahan, pengelolaan lahan dan kegiatan perbaikan tanah.
Kegiatan tersebut sangat penting agar keberhasilan tanaman dapat
tercapai.
1. Pembersihan lahan
Kegiatan pembersihan lahan merupakan salah satu penentu dalam
persiapan penanaman. Kegiatan yang dilakukan antara lain, Pembersihan
lahan dari tanaman pengganggu (alang-alang, liliana, dll), dengan tujuan
agar tanaman pokok dapat tumbuh baik tanpa ada persaingan dengan
tanaman pengganggu dalam hal mendapatkan unsur hara dan sinar
matahari.
2. Pengelolaan lahan
Tanah diolah supaya gembur agar perakaran tanaman dapat dengan
mudah menembus tanah dan mendapatkan unsur hara yang diperlukan
dengan baik, serta diharapkan pertumbuhan tanaman sesuai dengan yang
diinginkan.
3. Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu
mendapat perhatian khusus melalui perbaikan tanah, seperti penggunaan
gipsum, kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik).

48
3.6.4.2. Cara penanaman
Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan cara pengaturan arah
larikan tanaman, pemasangan ajir atau penyangga, distribusi bibit,
pembuatan lubang tanaman dan penanaman.
1. Pemasangan arah larikan
Arah larikan tanaman biasanya sejajar dengan kontur lahan atau pada
daerah relatif datar.
2. Pemasangan ajir
Pemasangan ajir mengikuti arah larikan tanaman. Pemasangan ajir
tanaman mengikuti jarak tanaman yang ditetapkan 4 x 4 m.
3. Distribusi bibit
Dilakukan setelah kegiatan pembuatan lubang tanam atau dilakukan
setelah penanaman ajir.
4. Pembuatan lubang dan penanaman tanaman
Sebelum bibit ditanam, dilakukan pengamatan dahulu apakah bibit yg
tersedia cukup baik (memenuhi syarat) umpamanya daun-daunnya segar
atau sehat dan tidak rusak, demikian pula keadaan media tanamannya.
Penanaman harus dilakukan dan selesai sore hari. Tanamkan bibit secara
tegak lurus dan cukup padat, untuk memastikan tekan dengan kaki pada
sekitar tanaman.
3.6.4.3. Pemeliharaan tanaman
Tingkat keberhasilan dari semua metode penanaman akan
berkurang bila tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Pemeliharaan
tanaman yang dimaksud adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman
sedemikian rupa, sehingga dapat diwujudkan keadaan optimum bagi
pertumbuhan tanaman.

49
Pemeliharaan tanaman pada tahun pertama hal yang dilakukan adalah
kegiatan penyulaman, pengendalian gulma, penyiangan, pendangiran,
dan pemupukan. Sedangkan pemeliharaan tanaman pada tahun kedua
dilakukan adalah penyiangan, pengendalian gulma, pendangiran dan
pemupukan.

50

Anda mungkin juga menyukai