Anda di halaman 1dari 41

BAHAN AJAR PELAKSANAAN

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT


PERLINDUNGAN LINGKUNGAN

DIKLAT PENGAWAS OPERASIONAL


PERTAMA (POP) PADA PERTAMBANGAN

E-LEARNING BATCH XI

Mirna Mariana

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA


MINERAL
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA
ENERGI SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENGEMBANGAN SUMBER
DAYA MANUSIA GEOLOGI,
MINERAL, DAN BATUBARA

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


BAB I
PERATURAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PERTAMBANGAN

A. Peraturan Pengelolaan Lingkungan

Dasar hukum yang diacu dalam pengelolaan dan


pengusahaan pertambangan mineral dan batubara adalah
Undang-Undang (UU) No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi
ketentuan umum/istilah, usaha pertambangan, izin usaha
pertambangan, persyaratan perizinan usaha pertambangan,
hak dan kewajiban, pembinaan, pengawasan, dan
perlindungan masyarakat, sanksi admininstratif, ketentuan
pidana dan sebagainya.

Secara umum pengaturan pengelolaan lingkungan


pertambangan telah termaktup dalam UU No. 4 Tahun 2009
yang menyebutkan bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib
menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik;
mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi
Indonesia; meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral
dan/atau batubara; melaksanakan pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat setempat; dan mematuhi batas
toleransi daya dukung lingkungan.

Lebih lanjut perlindungan dan pengelolaan


lingkungan hidup lebih ditekankan dengan diundangkannya

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Isi dari Undang-Undang
tersebut sudah mengatur tentang ketentuan umum, asas
dan tujuan, hak dan kewajiban serta wewenang,
perlindungan lingkungan hidup, kelembagaan, ganti rugi
dan pemulihan serta ketentuan pidana.

Untuk acuan pelaksanaan pengelolaan lingkungan


bagi usaha pertambangan, diterbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan yang mengatur bahwa setiap kegiatan usaha
yang wajib AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin
lingkungan sebelum melakukan kegiatan operasi. Izin
Lingkungan merupakan izin yang menjadi syarat untuk
penerbitan izin operasional kegiatan usaha.

Selanjutnya Menteri Negara Lingkungan Hidup


menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis usaha atau Kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL. Di dalam peraturan
menteri tersebut telah diatur mengenai kriteria kegiatan
(pertambangan mineral dan batubara) yang wajib dilengkapi
dengan AMDAL, sedangkan kegiatan yang tidak termasuk
dalam katagori wajib AMDAL diwajibkan menyusun UKL
dan UPL.

Sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah,


maka pengelolaan kegiatan usaha pertambangan mineral

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


dan batubara sejak tahap proses pemberian ijin prinsip
sampai kepada pengawasan dilaksanakan oleh pemerintah
provinsi atau kabupaten/kota sesuai kewenangan masing-
masing.

Pengaturan tentang pencegahan dan


penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan
akibat kegiatan pertambangan mineral dan batubara
sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun
2009, dalam Permen 26 tahun 2018 serta Kepmen 1827
Tahun 2018. Secara lebih khusus diatur mengenai
kewajiban-kewajiban Kepala Teknik Tambang terkait
dengan perlindungan terhadap lingkungan pada lokasi
kegiatan pertambangan. Kewajiban-kewajiban Kepala
Teknik Tambang tersebut juga menjadi kewajiban bagi
seorang pengawas operasional.

Di samping ketentuan-ketentuan tersebut di atas,


masih banyak ketentuan dan peraturan perundangan di
bidang lingkungan yang juga harus dilaksanakan, seperti
misalnya : baku mutu lingkungan maupun baku mutu limbah
baik yang ditetapkan secara nasional maupun yang telah
diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat.

B. Pemahaman Peraturan Lingkungan

Peraturan pengelolaan lingkungan tersebut


merupakan acuan yang harus dipatuhi dan ditaati oleh

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


setiap kegiatan usaha pertambangan. Oleh sebab itu, maka
para peserta harus memahami dan mengerti maksud dan
tujuan setiap peraturan yang diacu untuk dilaksanakan di
dalam kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Peraturan perundangan lingkungan diterbitkan agar


menjadi dasar dalam setiap pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan. Terlebih dalam aspek lingkungan hidup,
kegiatan usaha pertambangan memiliki potensi merubah
kondisi lingkungan hidup yang apabila tidak dikelola dengan
baik, akan mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan.

Peraturan pengelolaan lingkungan hidup yang


menjadi acuan dalam pengelolaan lingkungan
pertambangan memiliki hirarki sebagai berikut: yang
tertinggi adalah Pancasila sebagai dasar negara kemudian
UUD 1945, di bawah UUD 1945 dibuatlah Undang-Undang
(UU), di bawah UU diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP)
sebagai pelaksanaan dari UU, di bawah UU diterbitkan
Peraturan Menteri atau Keputusan Menteri sebagai
peraturan teknis pelaksanaan yang operasional. Untuk di
daerah, di bawah PP diterbitkan Peraturan Daerah (Perda)
baik Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Peraturan perundangan yang mengatur tentang


pengelolaan lingkungan dimaksudkan untuk mengatur
semua kegiatan yang ada agar tidak mengganggu atau
menimbulkan kerusakan bagi lingkungan yang berada di

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


sekitar lokasi kegiatan. Peraturan tersebut juga untuk
mewajibkan setiap kegiatan melakukan kajian dan
penelitian terhadap potensi timbulnya dampak bagi
lingkungan di sekitarnya. Kajian dan penelitian potensi
dampak ini diinventarisasi untuk menyusun rencana
pengelolaan lingkungan. Peraturan mengenai lingkungan
juga dimaksudkan agar setiap pelaku kegiatan
pertambangan melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran
atau perusakan lingkungan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


BAB II

DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

A. Kegiatan Utama Pertambangan Mineral dan Batubara

Kegiatan pertambangan mineral dan batubara


merupakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup di sekitarnya baik secara fisik,
kimia, biologi maupun sosial-ekonomi-budaya.

Hal ini dimungkinkan karena bila dibandingkan


dengan kegiatan industri yang lain, kegiatan pertambangan
bersifat sangat spesifik, antara lain:
- keberadaan cadangan bahan galin tambang pada
tempat tertentu saja
- umur kegiatan dibatasi oleh jumlah cadangan
ekonomis
- kecenderungan merubah bentang alam/topografi areal
kegiatan
- kecenderungan memerlukan lahan yang relatif luas.

Secara garis besar, kegiatan pertambangan mineral


dan batubara yang merupakan sumber dampak terhadap
lingkungan hidup, adalah:
1. Tahap Persiapan : - pembebasan lahan
- mobilisasi peralatan
- pembangunan jalan tambang

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


- pembangunan sarana
penunjang
- pembersihan lahan

2. Tahap Operasi : - pengupasan tanah pucuk


- pengupasan dan penimbunan
tanah penutup
- penambangan
- pengangkutan dan
penimbunan
- pengolahan
- reklamasi lahan bekas
tambang
- pengoperasian sarana
penunjang
3. Tahap pasca : - reklamasi dan rehabilitasi
operasi lahan bekas tambang
- pemutusan hubungan kerja

B. Dampak Yang Diperkirakan Akan Muncul

Komponen lingkungan hidup yang diperkirakan akan


terkena dampak akibat kegiatan pertambangan mineral dan
batubara, adalah:
1. Komponen lingkungan fisik
- perubahan bentang alam/topografi

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


- gangguan terhadap stabilitas lereng maupun
timbunan
- penurunan kualitas udara (debu, gas, getaran dan
kebisingan)
- penurunan kualitas air permukaan dan air tanah
- erosi pada lahan terbuka
- perubahan peruntukan lahan
- perubahan iklim mikro
2. Komponen lingkungan kimia
- perubahan kualitas kimia air, tanah dan udara
3. Komponen lingkungan biologi
- gangguan terhadap habitat biota darat dan perairan
- penurunan jumlah dan jenis flora dan fauna
4. Komponen lingkungan sosial-ekonomi-budaya
- timbulnya keresahan sosial pada saat pembebasan
lahan
- timbulnya keresahan sosial karena tenaga kerja
lokal tidak tertampung serta PHK pada saat
pascatambang
- ketergantungan perekonomian setempat terhadap
kegiatan pertambangan.

Komponen fisik merupakan kondisi yang langsung


dapat dilihat dan dirasakan oleh manusia akibat dari
kegiatan pertambangan. Hal yang dapat langsung dilihat
meliputi perubahan bentang alam, terjadinya erosi dan
sedimentasi, terjadinya kekeruhan air permukaan dan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


perubahan fungsi lahan akibat penebangan vegetasi,
sedangkan yang langsung dapat dirasakan antara lain
perubahan iklim mikro yaitu panas akibat sinar matahari
langsung menimpa permukaan tanah karena tidak ada
vegetasi yang menghalangi.

Komponen kimia dari lingkungan yang terjadi akibat


kegiatan pertambangan adalah berubahnya kualitas air
permukaan yang semula tidak asam menjadi asam.
Perubahan komposisi kimiawi ini diakibatkan oleh batuan
yang digali dan terkena udara langsung serta terkena air
hujan sehingga terjadi reaksi kimia tertentu yang
mempengaruhi kualitas air

Komponen biologi dari lingkungan adalah adanya


flora dan fauna yang terkena dampak langsung maupun
tidak langsung akibat kegiatan pertambangan. Dampak
langsung yang terjadi adalah adanya vegetasi yang
ditebang untuk lahan tambang dan fasilitas pendukungnya.
Adanya vegetasi yang ditebang, secara langsung akan
mematikan vegetasi tersebut dan kehidupan fauna yang ada
pada vegetasi tersebut (burung, ulat, serangga, lebah yang
bersarang di pohon) akan terganggu. Secara tidak
langsung, hewan pemangsa akan kehilangan mangsa atau
makanan yang biasanya didapat di pohon tersebut.

Komponen sosial, ekonomi dan budaya yang terkena


dampak adalah adanya persepsi masyarakat terhadap

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


keberadaan tambang. Pada umumnya masyarakat akan
memiliki pengharapan yang tinggi dengan adanya kegiatan
tambang, harapan itu antara lain lapangan kerja,
pembangunan infrastruktur, perbaikan kesehatan dan
pendidikan. Untuk lapangan kerja tentu saja
mempersyaratkan keahlian dan keterampilan tertentu,
sehingga tidak semua golongan umur angkatan kerja dapat
diterima bekerja di kegiatan pertambangan. Pembangunan
infrastruktur tentu saja ditujukan untuk menunjang kegiatan
pertambangan, sehingga masyarakat yang tidak dapat
mengakses infrastruktur tersebut akan memiliki persepsi
yang negatif terhadap kegiatan tambang.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


BAB III
IDENTIFIKASI DAMPAK LINGKUNGAN

A. Potensi Dampak Lingkungan

Kegiatan usaha pertambangan yang meliputi


penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pascatambang berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar apabila
tidak dilakukan pengelolaan yang baik.

Dalam rangka terciptanya pembangunan


berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan
hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Kegiatan
pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan,
terutama gangguan keseimbangan permukaan tanah yang
cukup besar. Dampak lingkungan akibat kegiatan
pertambangan antara lain: penurunan produktivitas lahan,
penurunan kualitas tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi,
terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya
flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta
perubahan iklim mikro. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada
setiap tahap kegiatan pertambangan. Reklamasi dan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


kegiatan pascatambang merupakan salah satu upaya dalam
melindungi lingkungan akibat kegiatan pertambangan.
Reklamasi dan pascatambang harus dilakukan dengan
tepat serta terintegrasi dengan kegiatan pertambangan.
Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan
tidak harus menunggu proses pertambangan secara
keseluruhan selesai dilakukan.

Praktik terbaik pengelolaan lingkungan di


pertambangan menuntut proses yang terus-menerus dan
terpadu pada seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang
meliputi sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam
rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan
pascatambang.

Perencanaan dan pelaksanaan yang tepat


merupakan rangkaian pengelolaan pertambangan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sehingga akan
mengurangi dampak negatif akibat kegiatan usaha
pertambangan.

Pada setiap tahapan kegiatan pertambangan akan


berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Pada tahap kegiatan penyelidikan, dampak lingkungan yang
terjadi tidak signifikan karena tidak ada kegiatan pembukaan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


lahan. Dampak dari kegiatan penyelidikan, yang mungkin
akan terjadi meliputi dampak sosial yaitu timbulnya harapan
dan persepsi masyarakat.

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan dalam rangkaian


kegiatan pertambangan akan menimbulkan dampak
lingkungan yang lebih besar dari pada kegiatan
penyelidikan. Pada tahap ini sudah ada kegiatan
pembukaan lahan sehingga ada dampak terhadap
lingkungan. Namun belum ada pemindahan material dalam
jumlah yang besar. Dampak lingkungan yang akan timbul
akibat dari kegiatan eksplorasi ini meliputi dampak terhadap
air permukaan, lahan sekitar kegiatan, timbulnya kebisingan
dan emisi udara dari penggunaan peralatan eksplorasi yaitu
mesin bor, mesin pompa, alat angkut untuk mobilisasi dan
lain-lain.

Kegiatan studi kelayakan yang dilakukan untuk


menentukan tahap selanjutnya ke tahapan operasi produksi
juga akan menimbulkan dampak lingkungan yang lebih
besar dari kegiatan eksplorasi. Pada tahap studi kelayakan,
maka upaya untuk mendapatkan data semakin intensif dan
makin rapat jarak antar informasi untuk mengakuratkan
data. Pada tahap kegiatan ini dampak lingkungan yang
timbul selain adanya dampak sosial pada masyarakat juga
timbulnya dampak terhadap komponen fisik lingkungan
yaitu terhadap air permukaan akibat adanya pemboran,

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


adanya penebasan vegetasi untuk kegiatan pemboran,
pemetaan, uji sumur dan parit uji serta dampak emisi udara
dari pengoperasian peralatan mesin yang digunakan.

Pada tahap konstruksi, akan ada lebih banyak


kegiatan yang dilakukan dibanding dengan kegiatan yang
sebelumnya yaitu studi kelayakan. Pada kegiatan konstruksi
sudah dilakukan pembukaan lahan, pembangunan fasilitas
penunjang pertambangan, persiapan kegiatan
penambangan, dan pembangunan fasilitas pengolahan dan
pemurnian. Akibat pembangunan inilah timbul dampak
lingkungan yang lebih besar dari kegiatan sebelumnya yang
meliputi: adanya perubahan bentang alam, pembukaan
lahan, dampak terhadap air permukaan, dampak terhadap
flora dan fauna, timbulnya debu, serta dampak sosial dan
ekonomi dari adanya mobilisasi tenaga kerja dalam jumlah
yang relatif besar dari kegiatan yang sebelumnya.

Tahap penambangan merupakan puncak dari


rangkaian kegiatan pertambangan yang secara kuantitas
pekerjaan, jumlahnya dan waktunya paling panjang bila
dibanding dengan tahapan yang lain. Pada tahap
penambangan telah terjadi pemindahan material dalam
jumlah yang sangat besar sehingga menimbulkan dampak
yang signifikan terhadap lingkungan. Selain pemindahan
material yang sangat besar, terjadi juga operasi yang dapat
dilakukan secara terus menerus, yaitu kegiatan pengolahan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


dan pemurnian, pengangkutan serta penjualan. Pada tahap
operasi produksi inilah akan timbul dampak yang paling
besar terhadap lingkungan. Dari setiap kegiatan yang
dilakukan akan berpotensi menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Hal ini sangat berbeda dengan tahapan
kegiatan yang sebelumnya.

Pada akhir rangkaian kegiatan pertambangan,


dilakukan pascatambang yang merupakan kegiatan untuk
memulihkan fungsi lingkungan dan kondisi sekitar setelah
akhir kegiatan pertambangan. Pada tahap pascatambang,
dampak lingkungan yang terjadi sudah menurun dan
mengarah pada arah perbaikan menuju kestabilan
lingkungan yang baru. Hal ini pada akhirnya akan
menjadikan lingkungan sekitar tambang menjadi lebih baik
dan stabil dibanding dengan ketika tambang sedang
dioperasikan.

B. Kegiatan Pertambangan Yang Menghasilkan Limbah

Komponen kegiatan pertambangan yang berdampak


terhadap lingkungan meliputi:
- pembukaan lahan;
- penggalian dan penimbunan;
- pengolahan dan pemurnian; dan
- pengangkutan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Pada kegiatan eksplorasi yang dilakukan akan
menimbulkan dampak lingkungan yang lebih besar dari
pada kegiatan penyelidikan. Pada tahap kegiatan eksplorasi
sudah ada kegiatan pembukaan lahan sehingga berpotensi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Limbah yang
ditiimbulkan dari kegiatan eksplorasi ini meliputi limbah yang
dihasilkan dari penggunaan peralatan eksplorasi yaitu
mesin bor, mesin pompa, alat angkut untuk mobilisasi dan
lain-lain. Limbah dari peralatan eksplorasi yang dihasilkan
antara oli bekas, gemuk bekas, suku cadang bekas, dan
sisa bahan kimia yang digunakan untuk perawatan
peralatan tersebut serta sisa bahan kimia yang digunakan di
dalam kegiatan eksplorasi contohnya lumpur yang
digunakan dalam kegiatan pemboran.

Kegiatan studi kelayakan juga akan menghasilkan


limbah yang lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan
eksplorasi. Sebab pada tahap studi kelayakan, kegiatan
yang dilakukan dan peralatan mesin yang dipergunakan
lebih banyak daripada kegiatan dan peralatan pada tahap
sebelumnya. Kegiatan pemboran, adanya penebasan
vegetasi untuk kegiatan pemboran, pemetaan, uji sumur
dan parit uji makin banyak dilakukan untuk meningkatkan
keakuratan informasi. Limbah yang dihasilkan relatif sama
dalam hal jenis, namun dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding kegiatan pada tahap sebelumnya.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Pada tahap konstruksi, kegiatan yang dilakukan
sudah sangat banyak dan melibatkan peralatan-peralatan
besar. Selain peralatan, tenaga kerja manusia yang bekerja
juga dalam jumlah yang sangat besar. Kegiatan yang
dilakukan meliputi pembukaan lahan, pembangunan
fasilitas penunjang pertambangan, persiapan kegiatan
penambangan, dan pembangunan fasilitas pengolahan dan
pemurnian. Akibat pembukaan lahan, pembangunan
fasilitas penunjang pertambangan, persiapan kegiatan
penambangan dan penggunaan peralatan berat inilah timbul
limbah yang sudah sangat bervariasi jenis dan dalam jumlah
yang besar. Limbah yang dihasilkan tidak hanya dari
peralatan yang digunakan, tetapi juga limbah domestik dari
tenaga kerja yang bekerja serta penggunaan material
logistik (makanan, minuman, peralatan kantor, limbah
rumah tangga dan lain-lain) dalam jumlah yang relatif sangat
besar. Dalam tahap kegiatan ini sudah ada bermacam-
macam limbah yang dihasilkan dan sangat mungkin
dihasilkan juga limbah yang termasuk dalam jenis limbah
yang berbahaya dan ada juga limbah yang bersifat racun.

Tahap kegiatan penambangan, dimana telah


dilakukan pemindahan material dalam jumlah yang sangat
besar maka limbah yang dihasilkan pada tahap kegiatan ini
sangat signifikan. Selain pemindahan material yang sangat
besar, lamanya waktu kegiatan yang dilakukan relatif
panjang dan cenderung terus menerus. Limbah yang

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


dihasilkan pada tahap kegiatan penambangan, akan sangat
tergantung dari target produksi yang akan dicapai.
Umumnya pada tahap ini secara jenis dan jumlah limbah
relatif sama dengan pada tahap kegiatan konstruksi.

Pada akhir rangkaian kegiatan pertambangan,


dilakukan pascatambang yang merupakan kegiatan untuk
memulihkan fungsi lingkungan dan kondisi sekitar setelah
akhir kegiatan pertambangan. Tahap pascatambang, limbah
yang dihasilkan sudah menurun secara jumlah dan jenisnya
karena kegiatan yang dilakukan jauh lebih sedikit bila
dibanding dengan kegiatan penambangan dan mengarah
pada arah perbaikan menuju kestabilan lingkungan yang
baru. Hal ini pada akhirnya akan menjadikan lingkungan
sekitar tambang menjadi lebih baik dan stabil dibanding
dengan ketika tambang sedang dioperasikan.

C. Jenis Limbah Yang Dihasilkan

Dari semua kegiatan pertambangan yang dilakukan


dari mulai tahap eksplorasi hingga pascatambang,
berpotensi menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan pertambangan dapat dipisahkan menjadi
beberapa jenis yaitu: air limbah tambang yang umumnya
berupa air asam tambang, limbah domestik, limbah non B3
dan limbah B3.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Air limbah tambang berasal dari air larian permukaan
yang kontak langsung dengan kegiatan tambang. Air larian
permukaan yang kontak langsung dengan kegiatan
tambang akan berkurang kualitasnya antara lain air menjadi
keruh dan berlumpur akibat erosi. Selain itu apabila ada
material pembangkit asam, maka air tersebut akan bersifat
asam. Air tambang yang bersifat asam dan keruh akan
menjadi sumber pencemar apabila bercampur dengan
perairan umum.

Limbah domestik yang dihasilkan dari kegiatan


pertambangan antara lain berasal dari kegiatan
perkantoran, perumahan atau mess karyawan, dan kegiatan
lainnya. Limbah domestik ini dapat dibedakan antara limbah
organik dan anorganik. Limbah organik merupakan limbah
yang berasal dari sisa makanan dan bahan organik lain
seperti kertas, sisa makanan, dan sampah dari sisa
tumbuhan. Sedangkan limbah anorganik umumnya berasal
dari bekas kemasan makanan maupun bekas kemasan
peralatan yang terbuat dari plastik maupun logam.

Limbah non bahan berbahaya dan beracun atau non


B3 merupakan limbah yang dihasilkan dari kegiatan di
beberapa tempat antara lain; perkantoran, perumahan, dan
fasilitas penunjang tambang. Limbah non B3 ini sebagian
besar berupa bekas kemasan yang terbuat dari plastik atau

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


logam yang tidak termasuk dalam limbah B3. Limbah non
B3 ini dikelola dengan tidak dicampur dengan limbah B3.

Limbah B3 merupakan limbah yang mengandung


bahan berbahaya dan beracun. Sifat berbahaya dan
beracun tesebut meliputi: mudah meledak, mudah terbakar,
korosif, dan bersifat racun atau berbahaya bagi kehidupan
dan kesehatan makhluk hidup. Limbah B3 sebagian besar
dihasilkan dari kegiatan di perbengkelan maupun pada
proses pengolahan komoditas tambang. Limbah B3 ini
meliputi oli bekas, semua material yang terkontaminasi
minyak (bensin, solar, minyak tanah), gemuk bekas, bekas
suku cadang kendaraan atau mesin yang mengandung
hidrokarbon, sisa-sisa bahan kimia maupun bahan kimia
kadaluarsa serta bahan lainnya.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


BAB IV
PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

Indikator Keberhasilan:
Peserta dapat memahami dan menjelaskan pengelolaan
limbah yang dihasilkan dari setiap tahapan kegiatan
pertambangan yang berada di lingkungan kerjanya.

A. Pengelolaan Pertambangan

Dengan keadaan yang nyata bahwa kegiatan


pertambangan mineral dan batubara berpotensi
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, maka
perlu ditetapkan suatu cara atau sarana untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan dampak sebagai acuan
pelaksanaan pengelolaan lingkungan baik bagi pihak
perusahaan/ pemrakarsa maupun instansi pemerintah.

1. AMDAL (Andal, RKL dan RPL) atau UKL-UPL

AMDAL merupakan kajian terhadap dampak besar dan


penting dari suatu kegiatan usaha yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
kegiatan usaha tersebut. Dengan demikian AMDAL
merupakan suatu perangkat yang digunakan dalam
rangka melindungi dan mengelola lingkungan dari
akibat kegiatan pertambangan. Selain itu membantu

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


mencegah atau mengurangi dampak lingkungan yang
akan terjadi pada saat kegiatan dilaksanakan.

UKL-UPL merupakan pengelolaan dan pemantauan


terhadap kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi
pengambilan keputusan terhadap penyelenggaraan
kegiatan tersebut. UKL-UPL diperuntukkan bagi
kegiatan yang memiliki skala lebih kecil dibanding
dengan kegiatan yang wajib memiliki AMDAL. UKL-UPL
juga merupakan suatu perangkat yang digunakan dalam
rangka melindungi dan mengelola lingkungan dari
akibat kegiatan pertambangan.

Perbedaan antara AMDAL dan UKL-UPL adalah pada


besaran kegiatan. AMDAL diperuntukkan bagi kegiatan
dengan skala besar sedangkan UKL-UPL
diperuntukkan bagi kegiatan dengan skala yang lebih
kecil. Untuk kegiatan pertambangan yang memiliki
karakteristik merubah bentang alam maka wajib
memiliki AMDAL.

Salah satu bagian yang penting dari AMDAL adalah


rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana
pemantauan lingkungan (RPL). RKL merupakan
perangkat yang berisi rincian kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup berdasarkan perkiraan dampak yang
akan muncul saat kegiatan dilaksanakan. Rincian

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


kegiatan ini wajib dilaksanakan sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya dampak terhadap lingkungan.

RPL merupakan perangkat yang berisi rincian kegiatan


pemantauan lingkungan hidup berdasarkan perkiraan
dampak yang akan muncul saat kegiatan dilaksanakan.
Rincian kegiatan ini wajib dilaksanakan sebagai upaya
untuk mengidentifikasi secara dini dampak terhadap
lingkungan dalam rangka mencegah terjadinya
perusakan atau pencemaran lingkungan.

2. Rencana Kegiatan
Sebelum kegiatan pertambangan dimulai terlebih
dahulu harus dibuat suatu rencana kerja dengan
berdasarkan pada data-data hasil eksplorasi detil yang
digunakan pada saat evaluasi atau penyusunan studi
kelayakan. Rencana kerja ini dimaksudkan agar
kegiatan pertambangan dapat dilakukan secara
sistimatis dan efektif, demikian pula pada saat
pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang serta
pengelolaan lingkungan.
Rencana kerja tersebut juga untuk memperhitungkan
potensi terjadinya dampak terhadap lingkungan dari
setiap pekerjaan yang dilakukan. Selain itu juga untuk
memperhitungkan jenis dan jumlah limbah yang
dihasilkan dari setiap kegiatan yang dilakukan. Dengan
demikian dapat juga direncanakan upaya pengelolaan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


terhadap dampak yang terjadi dan limbah yang
dihasilkan.

3. Pengelolaan Lingkungan
Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah
dan/atau mengendalikan dampak lingkungan dilakukan
dari sejak awal kegiatan pertambangan sampai
pascatambang. Pengelolaan lingkungan tersebut
termasuk penanganan terhadap limbah yang dihasilkan
dari kegiatan pertambangan. Pengelolaan lingkungan
pada kegiatan pertambangan berpedoman pada
rencana pengelolaan yang telah dirinci dalam dokumen
RKL atau UKL.
a. Pembukaan Lahan

Setelah lahan dibebaskan, pembukaan lahan


dilakukan dengan membersihkan vegetasi pada
lahan yang akan ditambang. Untuk mengurangi
dampak yang timbul, maka pembukaan lahan
diakukan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan (kemajuan penambangan). Dalam
melakukan pembukaan lahan maka terlebih dahulu
dilakukan identifikasi terhadap keanekaragaman
flora dan fauna pada lokasi yang akan dibuka. Hal
ini dimaksudkan agar pada saat setelah tambang
selesai maka reklamasi yang dilakukan dapat tetap
mempertahankan keanekaragaman yang ada.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


b. Pengelolaan Tanah Pucuk dan Tanah Penutup

Terdapatnya bahan galian di alam biasanya ditutupi


dengan batuan penutup/batuan samping, sehingga
untuk mengambil bahan galian diperlukan
pengupasan terhadap batuan/tanah penutup yang
berada di atasnya.

Pada bagian paling atas/luar dari tanah penutup


biasanya terdapat tanah pucuk yang mengandung
unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pada saat
pengupasan tanah penutup tersebut, tanah pucuk
harus dipisahkan dari lapisan tanah di bawahnya
dan segera dimanfaatkan untuk keperluan
reklamasi. Apabila belum segera dimanfaatkan,
maka tanah pucuk harus diamankan dari erosi.
Sedangkan tanah penutup hasil pengupasan harus
ditimbun dengan cara yang benar pada tempat yang
aman.

c. Pengendalian Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi adalah dampak dari kegiatan


pembersihan lahan, pengupasan dan penimbunan
tanah penutup serta penimbunan komoditas
tambang. Pengendalian erosi pada kegiatan
pertambangan dilakukan seiring dengan
perencanaan kegiatan pertambangan. Semenjak
dilakukan pembukaan lahan maka sarana kendali

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


erosi harus disiapkan untuk meminimalkan
terjadinya erosi. Demikian juga pada saat dilakukan
penimbunan tanah/batuan penutup maka wajib
disiapkan sarana kendali erosi untuk meminimalkan
erosi. Sarana kendali erosi yang wajib disiapkan
pada kegiatan pembukaan lahan dan penimbunan
tanah/batuan penutup antara lain saluran drainase,
kolam pengendap sedimen, dan penghalang erosi
pada bidang miring. Pengendalian erosi juga
dilakukan dengan penanaman tanaman penutup
tanah (cover crops) dan tanaman berkayu pada
lahan reklamasi, dan mempertahankan tumbuhan
alami sebagai penghalang erosi pada lahan
kegiatan pertambangan.

Sarana-sarana pengendali erosi yang telah


disiapkan tersebut harus berfungsi dengan baik.
Untuk memastikan hal tersebut maka harus
dilakukan pemantauan secara rutin.

d. Pengendalian Air Asam Tambang

Air asam tambang adalah air yang bersifat asam


yang terjadi akibat kegiatan pertambangan. Sifat
asam ini terbentuk oleh adanya reaksi kimia tiga
senyawa pembentuk asam yaitu belerang atau
sulfur (S), air (H2O), dan Oksigen (O2). Ketiga
senyawa pembentuk asam apabila mengalami

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


kontak dalam waktu yang cukup akan membentuk
asam sulfat (H2SO4).

Untuk mencegah terbentuknya air asam tambang


maka sebelum dilakukan kegiatan penambangan,
perlu dilakukan identifikasi terhadap batuan yang
berpotensi sebagai pembentuk air asam tambang.
Identifikasi ini dilakukan seiring dengan kegiatan
eksplorasi. Dari hasil identifikasi ini dibuat klasifikasi
terhadap jenis batuan yang bersifat sebagai
pembentuk asam dan batuan yang bersifat
menetralkan asam.

Dari hasil identifikasi tersebut juga perlu dipetakan


penyebaran batuan yang bersifat sebagai
pembentuk asam dan batuan yang bersifat
menetralkan asam. Selain itu perlu dihitung
kuantitas terhadap jenis batuan tersebut. Dengan
mengetahui penyebaran dan kuantitas dari jenis
batuan maka harus direncanakan penggalian dan
penimbunan yang proporsional sehingga tidak
terbentuk air asam tambang pada lokasi
penimbunan tanah/batuan penutup.

Namun demikian terbentuknya air asam tambang


seringkali tidak dapat dihindari. Dalam hal ini wajib
dilakukan pengendalian dengan melakukan
pengelolaan terhadap air tambang dengan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


pembuatan kolam-kolam pengendap. Seluruh air
tambang wajib dialirkan menuju kolam-kolam
pengendap dan dilakukan penetralan sifat asam
dengan menggunakan kapur. Penetralan sifat air
asam tambang dapat juga dilakukan dengan
pembuatan lahan basah (wet land).

e. Pengelolaan Limbah Penambangan dan


Pengolahan

Kegiatan penambangan yang dilakukan di daerah


yang memiliki curah hujan yang relatif tinggi maka
akan menghasilkan air tambang dalam jumlah yang
besar. Air tambang dipompakan keluar dan dikelola
terlebih dahulu sebelum dilepas ke perairan umum.
Pengelolaan dilakukan dengan melewatkan air
tersebut pada kolam pengendap (sediment pond).
Untuk membantu proses pengendapan terkadang
perlu ditambahkan flokulan, dan untuk
meningkatkan pH air diperlukan penambahan
kapur.

Air limbah dari proses pengolahan dikelola dengan


mengumpulkan limbah tersebut pada kolam
pengendap (sediment pond). Penambahan flokulan
terkadang diperlukan untuk mempercepat proses
pengendapan, demikian juga penambahan kapur
untuk meningkatkan pH, sehingga air yang dilepas

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


ke perairan umum telah memenuhi baku mutu
lingkungan. Pada penambangan dengan cara
semprot, air limbah ini dipergunakan kembali
sebagai air kerja (sirkulasi tertutup). Sedangkan
pada penambangan bijih mineral tertentu (misalnya
emas), terhadap air limbah pengolahan dilakukan
detoksifikasi untuk menurunkan kandungan logam-
logam terlarut dan kadar bahan kimia terlarut.

f. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan


sepanjang tahapan kegiatan pertambangan untuk
menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi
kembali sesuai peruntukkannya. Reklamasi wajib
dilakukan pada lahan bekas tambang yang tidak
digunakan lagi. Lahan bekas tambang tersebut
meliputi lahan bekas penggalian, bekas
penimbunan, bekas jalan tambang, bekas kolam,
maupun bekas fasilitas penunjang di lokasi
tambang yang telah tidak digunakan lagi.

Kegiatan ini meliputi antara lain penimbunan


kembali lahan bekas tambang (back filling),
penataan lahan dan revegetasi. Tujuan kegiatan
reklamasi seiring dengan rencana tata ruang
wilayah pemerintah daerah setempat.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Rencana kegiatan reklamasi wajib dibuat
bersamaan dan sesuai dengan perencanaan
penambangan. Sehingga hal ini harus
didokumentasikan dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari perencanaan tambang.

g. Pengelolaan Limbah Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang kegiatan pertambangan antara


lain bengkel, power plant, laboratorium,
perkantoran, perumahan, pelabuhan, dan rumah
sakit juga menghasilkan limbah baik limbah padat,
cair maupun gas. Limbah-limbah tersebut harus
dikelola sesuai dengan karakteristiknya masing-
masing. Pengelolaan ini meliputi penyediaan
sarana maupun tata cara pengelolaannya.

Pengelolaan limbah pada kegiatan perbengkelan


antara lain penyediaan tempat sampah, lokasi
penyimpanan suku cadang bekas maupun logam-
logam bekas, pembuatan oil trap, penyediaan
tempat penyimpanan sementara limbah B3 maupun
penyediaan wadah-wadah penampung limbah cair
(oli bekas). Pengelolaan limbah pada kegiatan
power plant antara lain penyediaan tempat sampah,
lokasi penyimpanan suku cadang dan logam bekas,
penempatan sisa-sisa bahan kimia dan lain-lain.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


h. Pengelolaan Debu dan Kebisingan

Kegiatan antara lain:

 pengangkutan komoditas tambang dari lokasi


tambang ke tempat penimbunan sementara;
 pengangkutan tanah penutup dari tambang ke
waste dump melalui jalan tambang;
 pengangkutan komoditas tambang dari tempat
penimbunan sementara ke pelabuhan melalui
jalan transportasi;
 kegiatan pengolahan

menimbulkan dampak yang berupa debu dan


kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan.

Pengelolaan dampak debu dilakukan antara lain


dengan penyiraman pada jalan tambang dan jalan
angkut, penyiraman (water spraying) pada kegiatan
crushing di pabrik pengolahan dan pembuatan jalur
hijau pada kiri kanan jalur transportasi. Sedangkan
untuk mengurangi dampak kebisingan terhadap
permukiman dilakukan dengan membuat
penghalang di sekitar sumber dampak, yaitu
dengan penanaman pada jalur transportasi di
sekitar permukiman.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


i. Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya
(B3)

Di dalam proses pengolahan dan pemurnian, untuk


dapat mengambil logam berharga dari bijih atau
campurannya mungkin diperlukan bahan-bahan
kimia tertentu, dan berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku, bahan-bahan kimia
yang dipergunakan tersebut mungkin dikatagorikan
sebagai B3 (bahan beracun dan berbahaya).
Pengelolaan harus dilakukan baik pada saat
mengangkut, menyimpan, menggunakan maupun
membuang.

4. Pemantauan Lingkungan

Untuk mengetahui hasil kinerja pengelolaan lingkungan


yang telah dilakukan, maka harus dilakukan
pemantauan terhadap parameter-parameter lingkungan
yang kemungkinan terkena dampak kegiatan.
Pemantauan dilakukan secara periodik sesuai dengan
yang tercantum di dalam dokumen Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) atau sesuai upaya
pemantauan lingkungan (UPL).

5. Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan usaha pertambangan secara rutin harus


dilaporkan setiap triwulan dan tahunan kepada instansi

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


yang berwenang (pemerintah), agar dapat terus diikuti
perkembangannya. Di samping itu bila terdapat kendala
serta hal-hal yang janggal atau melampaui ketentuan
yang berlaku (misalnya baku mutu), maka instansi yang
berwenang dapat melakukan kajian lapangan atau uji
petik untuk melakukan klarifikasi.

Agar semua informasi yang diperlukan dapat terangkum


dalam laporan tersebut, pelaku kegiatan pertambangan
wajib menetapkan bentuk/format laporan sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan
dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui,
misalnya komponen kegiatan apa saja yang harus
dilaporkan, tabel, diagram, hasil analisis laboratorium,
foto-foto, disain/sketsa teknis maupun peta-peta yang
harus dilampirkan.

6. Upaya Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran


Lingkungan
Menteri Pertambangan dan Energi telah menetapkan
keputusan No. 1211.K/008/MPE/1995 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan
Pencemaran Lingkungan Pada Kegiatan Pertambangan
Umum, untuk ditaati oleh pemrakarsa dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan perusakan dan
pencemaran lingkungan.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Kegiatan tersebut meliputi upaya terpadu dalam
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
sehingga tercapai tujuan pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan
dan pengembangan lingkungan. Apabila terjadi
gangguan dan pencemaran lingkungan akibat kinerja
dari pemrakarsa maupun akibat kejadian alam,
pemrakarsa harus segera melaporkan dalam waktu 1 x
24 jam kepada Kepala Inspektur Tambang yang berisi
uraian singkat tentang kejadian gangguan lingkungan
tersebut serta upaya penanggulangan yang telah
dilakukan oleh pemrakarsa. Kemudian instansi yang
berwenang akan segera melakukan peninjauan
lapangan bersama dengan instansi terkait untuk
melakukan investigasi berikut koreksi yang harus
dilakukan oleh pemrakarsa agar kejadian tidak terulang
kembali.
Agar upaya pengelolaan lingkungan maupun
penanggulangan terhadap terjadinya gangguan dapat
dilakukan secara efektif maka pemrakarsa harus
mengalokasikan dana dan fasilitas yang diperlukan
termasuk penyediaan tenaga kerja yang kompeten
sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


B. Pemerintah
1. Penetapan Peraturan

Pemerintah dalam mengelola kegiatan


pertambangan mineral dan batubara membuat regulasi
yang harus ditaati oleh pelaku usaha pertambangan
dalam rangka menciptakan kegiatan pertambangan
yang berwawasan lingkungan. Regulasi tersebut berupa
peraturan-peraturan yang mengatur tentang proses
perijinan pertambangan sampai dengan penetapan
baku mutu lingkungan atau baku mutu limbah dan
disusun dengan mengacu pada peraturan yang lebih
tinggi.

2. Peningkatan Kemampuan Sumber Daya Aparat

Untuk menjembatani komunikasi antara pemerintah


dengan pelaku usaha pertambangan, diperlukan aparat
(petugas) yang kompeten dan berkualitas di bidangnya
untuk melakukan tugas tersebut. Hal ini dapat dilakukan
melalui perekrutan baru sesuai pendidikan, diklat,
kursus, magang dan lain-lain.

3. Penyuluhan dan Pembinaan

Pemerintah sebagai pembina penyelenggaran


kegiatan usaha pertambangan wajib terus melakukan
upaya sosialisasi semua program yang direncanakan
melalui pembinaan dan penyuluhan. Dengan demikian

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


program-program pemerintah di bidang pertambangan
yang berwawasan lingkungan dapat segera terwujud.

4. Pengawasan

Dalam rangka pengawasan terhadap penaatan


peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup
serta mewujudkan kegiatan pertambangan yang
berwawasan lingkungan, maka perlu dilakukan
pengawasan secara terus menerus oleh aparat
pengawas yang kompeten.

Pengawasan dilakukan terhadap semua aspek


kegiatan baik administratif maupun operasional. Agar
program pengawasan tersebut dapat mencapai tujuan,
maka diperlukan pejabat pengawas dan Inspektur
Tambang yang mempunyai kualifikasi memadai.

a. Pengawasan Secara Administratif


1) Mengevaluasi RKL/UKL dan RPL/UPL
2) Mengevaluasi Rencana Kerja Tahunan Teknik
dan Lingkungan (RKTTL) sebagai penjabaran
dari dokumen Lingkungan Hidup
3) Mengevaluasi laporan pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
4) Mengevaluasi laporan hasil analisis kualitas air,
tanah, udara
5) Mengevaluasi rencana dan pelaksanaan
reklamasi

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


6) Mengevaluasi informasi laporan kerusakan dan
atau pencemaran lingkungan
7) Mengevaluasi pemakaian bahan kimia untuk
penanggulangan pencemaran dan bahan kimia
lainnya
8) Mengevaluasi laporan studi teknis konstruksi
dan peralatannya yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan

b. Pengawasan Secara Teknis Operasional


1). Melaksanakan inspeksi secara berkala
2). Melakukan inspeksi khusus apabila diduga atau
terjadi kerusakan dan pencemaran lingkungan
3). Melakukan inspeksi teknis peralatan pengolah
limbah, penanggulangan dan pencegahan
pencemaran untuk yang akan dipergunakan
4). Penilaian lapangan untuk kesiapan eksploitasi
5). Pemeriksaan lapangan sebagai tindak lanjut
inspeksi
6). Evaluasi pelaksanaan reklamasi
7). Evaluasi pelaksanaan pascatambang
Pengawasan secara administratif dilakukan dengan
mengevaluasi rencana kegiatan tahunan maupun
laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan baik laporan triwulan maupun tahunan
serta evaluasi terhadap informasi laporan

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


kerusakan dan atau pencemaran lingkungan yang
berasal dari masyarakat, media massa dan instansi
pemerintah.

Pengawasan secara teknis operasional dilakukan


dengan cara inspeksi di lapangan secara berkala
untuk memastikan dilaksanakannya RKTTL, RKL
dan RPL. Sedangkan inspeksi khusus dilakukan
apabila diduga atau telah terjadi kerusakan dan
pencemaran lingkungan serta inspeksi teknis
instalasi/peralatan teknis yang akan digunakan
dalam pengelolaan lingkungan.

Temuan-temuan hasil inspeksi selalu didiskusikan


pada akhir pelaksanaan inspeksi (post inspection
meeting) untuk memperoleh penjelasan dari Kepala
Teknik Tambang (KTT) dan pihak manajemen. Hal-
hal yang menjadi temuan yang penting dan prinsip
dituliskan/didaftarkan dalam Buku Tambang
sebagai perintah resmi Inspektur Tambang kepada
KTT untuk ditindaklanjuti.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


DAFTAR PUSTAKA

Soerjani, M. 1986. Ekologi. Kursus dasar-dasar Analisis


Dampak Lingkungan – UI XVII, 4-20 Desember 1986,
PPSML-UI, Jakarta.

Chiras, D.D. 1985. Environmental Science. Aframework for


Decision Making. The Benyamin/Cumming Pub., Co.,
Inc., Menlo Park.

Soeriaatmadja, R.E.S. 1981. Ilmu Lingkungan. Penerbit ITB,


Bandung.

Wright, Peter A., “Extractive Metallurgy of Tin” 2nd


Completely Revised Edition, Elsevier Scientific
Publishing Company, 1982.

Upaya Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran


Lingkungan

Arsyad, S. 1990. Konservasi Tanah dan Air. Cetakan Kedua.


Institut Pertanian Bogor Press, Darnaga, Bogor.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit


IPB/IPB Pros. Cetakan ke tiga. Darmaga, Bogor.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran


Sungai. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University
Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan


Balai Penelitian agroklimat dan Hidrologi, 2003. Laporan
Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan Terhadap
Aliran Permukaan, Sedimen dan Produksi air Daerah
Aliran Sungai. Balai Penelitian Tanah dan Agroklimat-
Perum PJT II.

Smith, Richard., “An Analysis of The Processes for Smelting


Tin,” The Buletin of The Peak District Mines Historical
Society Volume 13, No.2, 1996.

Sofra, Joe, “Meeting The Technical, Cost and Environmental


Challenges in Tin Smelting in The 21st Century”, 7th
International Tin Conference, Kunming, China, 2002.

Pelaksanaan Peraturan Terkait Perlindungan Lingkungan Pertambangan

Anda mungkin juga menyukai