Anda di halaman 1dari 7

Konsep penambangan yang berwawasan lingkungan

Komponen lingkungan berupa iklim/ udara dari penambangan


Komponen lingkungan : batuan

Komponen lingkungan : geomorfologi


Komponen lingkungan : air (air permukaan & air tanah)

Komponen lingkungan : tanah

Prinsip Pembangunan Berkelanjutan


 Menempatkan aspek lingkungan sedini mungkin dlm proses pembangunan, pencegahan
timbulnya dampak negatif akan jauh lebih efektif daripada penanggulangan,
 Mempertimbangkan aspek lingkungan pada setiap tahapan pembangunan,
 Menerapkan prinsip efisiensi dan konservasi sumberdaya alam dan energi.
Hukum keberlanjutan
 Laju kerusakan hutan tidak lebih cepat dari regenerasinya,
 Kepunahan jenis (spesies) tidak melampaui evolusinya,
 Laju erosi tanah tidak lebih besar dari kecepatan pembentukan tanahnya,
 Emisi karbon tidak lebih besar dari fiksasi karbonnya,
 Penangkapan ikan tidak melebihi kemampuan regenerasinya,
 Laju kelahiran manusia tidak lebih tinggi dari laju kematiannya (Brown, 1994).
Landasan Kebijakan
 UUD 45 Pasal 33 Ayat 1 :
 Hak Mineral (Mineral Right): hak mineral, hak tanah dan hak ruang berada di tangan
Negara dan dilaksanakan oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah) sesuai dengan
kewenangannya.
 Hak Penambangan (Mining Right): Pemerintah sebagai penyelenggara Negara harus
mengetahui potensi sumberdaya minerbapabum yang ada dan melakukan penetapan
kebijakan serta tanggungjawab pengelolaan.
 Hak Pengusahaan (Ekonomi Right): BUMN dan badan usaha lainnya menerima misi
dari Pemerintah untuk melakukan pengusahaan dan optimalisasi pemanfaatan
sumberdaya minerbapabum untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 Beberapa UU dan regulasi terkait dalam pelaksanaan Kebijakan Minerbapabum a.l: UU No
4/2009, UU PMA No 25/2007, UU Otonomi Daerah No 32/2004, UU Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah No 34/2004; PP 75/2001, Kepmen 1453/2000, dll
Perubahan dan Tantangan Baru
 UU 11/1967 telah mengawal investasi (KK, PKP2B dan KP) selama lebih 42 tahun dengan
nuansa sentralistik.
 Tantangan dan kesempatan baru (sejak krisis ekonomi 1997-98), a.l:
 demokratisasi
 otonomi daerah
 HAM
 pemberdayaan masyarakat
 lingkungan hidup dan ekonomi
 terjadinya perubahan akibat kebijakan desentralistik termasuk pengelolaan sumberdaya
mineral dan batubara
 Lahirnya UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (12 Januari 2009)
Prinsip Utama UU No 4/2009 Minerba (1)
 Menggantikan UU No. 11/1967 (Sentralistik)
 Konsisten dengan UUD 1945 ayat 33
 Mengakhiri skema kontrak namun menghormati keberadaan kontrak yang ada
 Memberikan kepastian hukum kepada semua pelaku pertambangan
 Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi
 UU Minerba mengamanatkan optimalisasi penerimaan negara
 Ditetapkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)
dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN)
 Skema Perizinan berdasarkan UU Minerba:
 Izin Usaha Pertambangan (IUP):
 IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi
 Izin Pertambangan Rakyat
 IUP Khusus (IUPK) pada area eks Wilayah Cadangan Negara
 IUP dan IUPK terbuka baik untuk investor dalam dan luar negeri melalui lelang
 Penetapan IUP melalui sistem lelang. IUPK bisa diberikan oleh izin menteri di ex WPN
(WUPK)
 Klarifikasi wewenang dan ruang lingkup Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
 Kewajiban Pemrosesan dan pemurnian logam harus dilakukan di Indonesia (aspek nilai
tambah).
 Pengembangan masyarakat difokuskan pada kesejahteraan rakyat.
 Demi kepentingan nasional, Pemerintah menetapkan domestic market obligation (DMO)
untuk mineral dan batubara.
 Perusahaan tambang dengan skema IUPK memiliki kewajiban untuk membagikan
keuntungan bersih setelah produksi: 4% kepada Pemerintah 6% kepada Pemda.
 Adanya mekanisme sangsi untuk pelanggaran
 Adanya ketentuan peralihan bagi perjanjian/kontrak yang sudah ada (KK/PKP2B)
Konsep / Paradigma Lama tentang Pertambangan
 Industri pertambangan untung
 Tetapi :
 Nilai ekonomi kewilayahan turun,
 Lingkungan rusak,
 Tanpa pemberdayaan masyarakat,
 Inharmoni = Penambangan Tanpa Ijin (PETI) marak
Paradigma Baru tentang Pertambangan
 Industri pertambangan tetap untung
 Diikuti oleh :
 Nilai ekonomi kewilayahan naik,
 Lingkungan kondusif,
 Keberdayaan masyarakat tumbuh,
 Harmoni = PETI tidak ada
 Pertambangan = pemicu pembangunan
Paradigma yang perlu diwujudkan
 Menuju keharmonisan 4 faktor
 pertambangan,
 kewilayahan,
 lingkungan, dan
 kesejahteraan masyarakat.
 Wilayah pasca tambang tumbuh – sentra kegiatan ekonomi baru
 Keuntungan pertambangan – keuntungan sektor-sektor terkait
Mengapa akhir penutupan tambang dan perencanaan reklamasi harus dibuat / diusulkan
sebelum memulai menambang / menggali?

 Semua kemungkinan pilihan pasca tambang dapat direncanakan sejak awal.


 Mengukur keberhasilan akan lebih mudah untuk semua faktor yang akan ditentukan di awal
memulai menambang.
 Masyarakat lokal sejak awal tahu dan berharap apa yang dapat dilakukan begitu berakhirnya
usaha penambangan.
Kebutuhan Pemda terkait pasca tambang
 Keberlanjutan masa depan masyarakat lokal sekitar tambang
 Tata ruang wilayah
 Stabilitas lahan secara berkelanjutan
 Penggunaan topografi dan penanaman kembali.
 Tidak ada longsoran lahan atau amblesan tanah
 Kualitas dan kuantitas air secara berkelanjutan
 Air asam tambang atau tumpukan sedimen halus
 Pengaturan kembali drainase dan aliran air di sekitar lahan bekas tambang
 Jangan sampai ada banjir atau pembajiran pada bekas tambang
Memilih penggunaan lahan pasca tambang
 Minta masukan pada masyarakat lokal :

Keputusan penggunaan lahan pasca tambang dapat ditentukan bersama dengan masyarakat
lokal yang hidup di sekitar lahan bekas tambang.
 Diusahakan bahwa nilai / fungsi lahan pasca tambang lebih baik / lebih bagus sebelum
adanya penambangan.
 Sesuai / sinergi dengan perencanaan ruang wilayah sekitarnya.
 Secara teknis lahan pasca tambang diusahakan dapat memberikan atmosfer iklim lokal, soil,
keindahan topografi yang lebih baik.
 Dapat dimanfaatkan oleh masyarakat lokal secara optimal
Program Persiapan
Penutupan Tambang dan Perencanaan Reklamasi
1. Kebijakan dan komitmen perusahaan

 Kebijakan dan komitmen Pelaku Usaha dalam hal ini mencakup keputusan dan komitmen
jangka panjang tentang upaya antisipatif terhadap implikasi negatif penutupan tambang.
Kebijakan dan komitmen ini tergantung pada banyak faktor, antara lain faktor bahan galian
yang ditambang, metoda penambangan, transportasi, kondisi lingkungan dan kondisi
masyarakat di lokasi tambang dan lain sebagainya.
 Sebagai contoh kebijakan dan komitmen Pelaku Usaha adalah tentang lubang bekas tambang
apakah akan ditimbun kembali atau tidak. Kalau faktor alam tidak memungkinkan untuk
dilakukan pengisian lobang bekas tambang (backfilling), maka kebijakan dan komitmen apa
yang akan diambil oleh perusahaan dalam rangka antisipasi implikasi negatif dari penutupan
tambang.
 Contoh dalam kebijakan dan komitmen sosial mencakup upaya peningkatan kesejahteraan
dan kapasitas masyarakat. Kebijakan dan komitmen pelestarian keragaman hayati mencakup
upaya melakukan survei keragaman hayati asal dan kemudian melakukan budidaya untuk
melestarikan.
2. Program Pelestarian Fungsi Lingkungan

 Program pelestarian fungsi lingkungan harus mulai dilaksanakan sebelum lahan ditambang.
Program ini mencakup penelitian dan identifikasi fungsi-fungsi lingkungan dan upaya
melestarikannya. Program berisi upaya dan biaya pelestarian fungsi lingkungan.
 Fungsi lingkungan yang berkaitan dengan operasi pertambangan, antara lain fungsi
keragaman hayati, fungsi air permukaan dan air tahan, fungsi hutan sebagai resapan air,
fungsi lahan dalam kehidupan sosial budaya dan sebagainya.
3. Program Transformasi Sosial Secara Berkelanjutan

 Program ini merupakan realisasi dari kebijakan dan komitmen Pelalu Usaha Tambang dalam
jangka panjang terhadap tujuan transformasi sosial guna meningkatkan kesejahteraan
kapasitas masyarakat yang berlanjut sampai era pasca tambang. Dalam praktek Program
Transformasi Sosial ini dijabarkan dalam program Community Development / CSR dengan
menerapkan prinsip community based, resourse based dan sustainable.
4. Program Reklamasi Lahan Bekas Tambang
 Program Reklamasi Lahan adalah program yang berkelanjutan dari awal sampai akhir proses
pertambangan. Program ini merupakan implementasi fisik dari program-program lain dalam
Program Persiapan Penutupan Tambang. Program Reklamasi Lahan Bekas Tambang ini pada
dasarnya terdiri atas Survei Penetapan Tujuan Reklamasi.
Hak kepemilikan tanah pasca tambang, transformasi sosial pasca tambang
 Hak kepemilikan tanah setelah digunakan untuk pertambangan belum diatur dalam peraturan
perundangan di Indonesia. UU No. 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan
hanya mengatur penggunaan tanah untuk pertambangan dengan ganti rugi, sedang
kepemilikan tanah setelah digunakan untuk pertambangan tidak diatur. Akibatnya status
kepemilikan tanah, terutama tanah milik pribadi dan milik adat setelah digunakan untuk
pertambangan menjadi tidak jelas.
 Sesuai dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Berwawasan Lingkungan yang berpusat
pada kesejahteraan umat manusia dan karena tanah merupakan asset ekonomi dan budaya
bagi masyarakat, maka harus ada jaminan bahwa kepemilikan tanah tidak gugur karena
digunakan untuk pertambangan yang sifatnya sementara itu.
 Dengan demikian maka pemilik tanah memiliki hak untuk mendapatkan kembali tanah
miliknya dalam keadaan produktif (menghasilkan). Dengan demikian tanah akan merupakan
sumber daya yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Akibatnya, Pelaku Usaha harus menentukan dan mengupayakan kegiatan pasca tambang di
sekitar tapak (site) pertambangan secara kontinyu baik dari sisi aktivias sosial maupun
pemulihan lingkungan yang harus mendapatkan pemantauan dan pengelolaannya
Beberapa contoh lahan pasca tambang
 Untuk pertanian
 Untuk habitat liar
 Hutan tanaman sejenis
 Perumahan / permukiman
 Kawasan industri
 Lapangan golf atau arena rekreasi
 Pemakaman umum
 Hijauan makanan ternak

Anda mungkin juga menyukai