Anda di halaman 1dari 72

TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN

BAHAN KULIAH
UU MINERAL DAN BATUBARA
Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) UUD 1945, negara
diberikan kewenangan oleh UUD 1945 untuk
menguasai sumber daya alam dalam rangka sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Hak penguasaan negara
berisi wewenang untuk melakukan keijakan (beleid),
mengatur (regelendaad), mengurus (bestuursdaad),
dan mengawasi (toezichthoudensdaad), pengelolaan
(beheersdaad) pengusahaan pertambangan serta berisi
kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya
bagi kemakmuran rakyat.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Berdasarkan penafsiran putusan Mahkamah
Konstitusi (2008) konsep penguasaan negara
berasal dari kedaulatan rakyat. Jadi
penguasaan bukan dalam pengertian
memiliki secara absolut, tetapi hanya
menjalankan kewenangan untuk membuat
kebijakan dan tindakan pengurusan,
pengaturan, pengelolaan dan pengawasan,
yang kesemuanya ditujukan untuk
kemakmuran rakyat.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Mengingat mineral dan batubara sebagai
kekayaan alam yang terkandung di dalam
bumi merupakan sumber daya alam yang tak
terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan
seoptimal mungkin, efisien, transparan,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
serta berkeadilan agar memperoleh manfaat
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
secara berkelanjutan.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Politik hukum dimaksudkan sebagai kebijakan
dasar penyelenggara negara dalam bidang
hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku,
yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku
di masyarakat untuk mencapai tujuan negara
yang dicita-citakan
UU MINERAL DAN BATUBARA
Politik hukum dalam konteks tata kelola pertambangan
mineral dan batubara, mengandung dua sisi yang
terintegrasi, yakni:
(1) sebagai arahan pembuatan hukum atau kebijakan
lembaga-lembaga negara dalam pembuatan hukum tentang
tata kelola pertambangan mineral dan batubara, dan
(2) sekaligus sebagai alat untuk menilai dan mengkritisi
apakah sebuah produk hukum tentang tatakelola
pertambangan mineral dan batu bara yang dibuat, sudah
sesuai atau tidak dengan kebijakan untuk mencapai tujuan
negara.
Perkembangan hukum pertambangan
Indonesia itu sendiri bisa terlihat sejak zaman
penjajahan Belanda, era reformasi, dan hingga
saat ini.
Beberapa perubahan telah  terjadi;
Indische Mijn ordonatie 1899 (Staatblad 1899-
214). Tujuan utama diaturnya Indische Mijnwet
adalah pemerintah Belanda pada waktu itu
memberikan hak-hak
SEJARAH
Hukum pertambangan yang berlaku pada
pemerintahan era orde baru adalah Undang-
Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Pertambangan. Dalam rangka
mempercepat pembangunan ekonomi nasional
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 maka pertambangan dikelolah sedemikian
rupa agar menjadi kekuasaan ekonomi nilai untuk
masa kini danakandatang.
SEJARAH
Dengan adanya tuntutan reformasi disegala
bidang termasuk bidang pertambangan maka
terjadi perubahan paradigma dari sentralistik
ke otonomi daerah yang seluas-luasnya
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
SEJARAH
Lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-Undang ini hadir untuk menghadapi
tantangan lingkungan strategis dan pengaruh
globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi
daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup,
perkembangan teknologi. UU ini kemudian diganti
dengan UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan
UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Maryati Abdulla, dalam Diskusi Publik Revisi
UU Minerba di Balai Kartini, Senin (20/01/2020)
terdapat 7 agenda prioritas tata kelola
pertambangan di Indonesia:
Pertama, harus diprioritaskan pembenahan
sistem perizinan dan tata guna lahan. Proses
pemberian izin-izin harus berkonsultasi dan
melibatkan masyarakat setempat, pemda dan
UU MINERAL DAN BATUBARA
pemangku kepentingan terkait. Selain itu,
perlu dilakukan proses uji tuntas (due
diligence) yang ketat.
Kedua, tata kelola produksi dan
perdagangan komoditas. Salah satu yang
perlu digarisbawahi adalah pengendalian
produksi dan ekspor. Penghitungan Domestic
Market
UU MINERAL DAN BATUBARA
Obligation (DMO) harus sesuai dengan
kebutuhan industri hilir dalam negeri Tidak
hanya itu, diperlukan juga strategi
peningkatan nilai tambah komoditas tambang
dalam negeri.
Ketiga, pembenahan sistem pajak/
penerimaan negara dan aspek keuangan
investasi.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Transparansi sangat dibutuhkan publik
terhadap pemerintah. Oleh karena itu,
pemerintah dapat memberikan ruang bagi
publik untuk mengetahui transparansi
penerimaan daerah dari sektor mineral dan
batubara.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Keempat, pengembangan wilayah dan
efektivitas pelaksanaan dan desentralisasi.
Hal ini dapat dicapai melalui koordinasi dan
keterlibatan pemangku kepentingan daerah
termasuk sinkronisasi dengan rencana
kebijakan yang akan dibuat.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Kelima, pengawasan standar good mining
practice (GMP) dan penanganan dampak
sosial lingkungan. Dilakukan dengan cara
pencegahan dan penanganan dampak
pertambangan dan perubahaan iklim,
termasuk sinkronisasi dengan kebijakan energi
nasional.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Keenam, peningkatan nilai tambah dan
pengembangan industri hilir. Produk akan memiliki
nilai tambah jika dilakukan proses hilirisasi dalam
negeri. Maka diperlukan adanya konsistensi regulasi
dan pengawasan regulasi, termasuk
penciptaan environment bagi pengembangan
industri hilir. Kemudian yang terakhir,
Ketujuh adalah penegakan hukum dan
pemberantasan korupsi
UU MINERAL DAN BATUBARA
BERKAITAN DENGAN AMANAT KONSTITUSI
DAN TERKAIT DENGAN TUJUAN TATA KELOLA
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
MAKA SUSUNAN KERANGKA HUKUM
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
SBB:
UU MINERAL DAN BATUBARA
(a) Hierarki kerangka hukum mineral dan
batubara,
(b) Pembatasan ekspor dan peningkatan nilai
tambah,
(c) Pengutamaan Kepentingan Dalam Negeri
Minerba, reklamasi dan pasca tambang, dan
kewenangan pemerintah daerah.
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Hukum pertambangan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan hukum lingkungan karena setiap
usaha pertambangan khususnya pertambangan
mineral dan batubara diwajibkan untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin agar
supaya kelestarian fungsi lingkungan hidup dapat
terjaga untuk kepentingan generasi mendatang
(Pasal 1 angka 5 UU No.4 Tahun 2009).
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Menurut Meinhard Schroder, Pembangunan
berkelanjutan tidak sekedar kepentingan
perlindungan lingkungan, tetapi juga bagaimana
menyusun kebijakan lingkungan sebaik mungkin
sebagai bagian integral dalam proses pembangunan
nasional, haruslah berwawasan lingkungan dan
menjadi bagian integral dalam berbagai kebijakan
pembangunan nasional. Artinya, apapun kebijakan
pembangunan yang diambil, harus tetap
berorientasi pada perlindungan lingkungan hidup.
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan

Menurut Arief Hidayat, mengemukakan


bahwa prinsip ekokrasi (konsepsi demokrasi
yang meletakkan dasar-dasar konseptual
mengenai isu lingkungan hidup dan
pembangunan berkelanjutan) hendaknya
dijabarkan dalam suatu Green Constitution,
dan dijabarkan lebih lanjut dalam Green
Legislation dan Green Budgeting
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Green Constitution telah tertuang dalam UUD
1945 Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4).
Sementara Green Legislation, terlihat antara
lain dalam UU No 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan, UU No 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU No 4 tahun 2009 jo UU No. 3 Tahun
2020 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Green Legislation ini kiranya turun sampai tahap
teknis peraturan seperti Peraturan Pemerintah,
Keputusan Menteri dan lain-lain. Begitu pula
dengan kebijakan- kebijakan ditingkat lokal,
seperti Peraturan Daerah, Peraturan
Gubernur/ Walikota/ Bupati dan lain-lain, harus
berorientasi pada upaya perlindungan dan\atau
pelestarian lingkungan.
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Setiap perusahaan yang bergerak dalam segala
bidang kegiatan di bidang pertambangan
mineral dan batubara wajib melakukan SBB:
(1). Perusahaan wajib memiliki Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) (Pasal 15 Ayat (1).
(2).Melakukan pengelolaan limbah hasil usaha
dan/atau kegiatan (Pasal 16).
(3). Melakukan pengelolaan bahan berbahaya
dan beracun(B3) (Pasal 17).
Hukum Pertambangan dan Wawasan
Lingkungan
Menurut Sands, elemen hukum dari pembangunan
berkelanjutan terdiri atas: a) keadilan antar generasi
(intergenerational equity), yang dapat dilihat dari
kebutuhan untuk melindungi SDA bagi keuntungan
generasi yang akan datang; b) pemanfaatan secara
bekelanjutan (the principle of sustainable use), yang
direfleksikan dalam eksploitasi SDA secara berkelanjutan
(sustainable), hati-hati (prudent), rasional (rational), bijak
(wise), dan layak (appropriate); c) keadilan intragenerasi,
yang ditunjukkan melalui pemanfaatan SDAsecara
berkeadilan (equitable use of natural resources)
UU MINERAL DAN BATUBARA

UU NO 4 TAHUN 2009 JO UU No. 3 Tahun 2020


Tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral Dan
Batubara.
UU Pertambangan Mineral dan Batubara
Termasuk bidang Hukum Administrasi
Negara. Apakah Hukum Administrasi Negara ?
UU MINERAL DAN BATUBARA

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


ADALAH BAGIAN HUKUM PUBLIK YANG MENGATUR
TINDAKAN, KEGIATAN DAN KEPUTUSAN YANG DIAMBIL
OLEH LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH DALAM
MENJALANKAN RODA SEHARI-HARI.
HUKUM TATA NEGARA
ADALAH HUKUM YANG MENGATUR HAL-HAL BERKAITAN
DENGAN BENTUK DAN SUSUNAN NEGARA, TUGAS
NEGARA, PERLENGKAPAN NEGARA DAN HUBUNGAN
ANTAR PERLENGKAPAN (LEMBAGA) NEGARA.
UU MINERAL DAN BATUBARA

NEGARA KESEJAHTERAAN (WELFARE STATE)


MENGHENDAKI NEGARA DAN PEMERINTAH
TERLIBAT AKTIF DALAM KEHIDUPAN EKONOMI
DAN SOSIAL MASYARAKAT UNTUK
MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN UMUM
DI SAMPING MENJAGA KEAMANAN DAN
KETERTIBAN (RUST EN ORDE).

NEGARA HUKUM (RECHSTAAT) PEMERINTAH


BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(HUKUM) OLEH KARENA SEMUA TINDAKAN PMERINTAH
PERLU LEGALITAS
UU MINERAL DAN BATUBARA

LEGALITAS PEMERINTAH DALAM MENGATUR


SUMBER MINERAL DAN BATUBARA DIATUR
DALAM UNDANG-UNDANG MINERBA:
UU NO 4 TAHUN 2009 TELAH DIUBAH DAN
DITAMBAH DENGAN UU N0. 3 TAHUN 2020.
MAKSUD DAN TUJUAN NEGARA DAN /ATAU
PEMERINTAH MENGATUR DALAM UNDANG-
UNDANG PERTAMBANGAN ADALAH:
UU MINERAL DAN BATUBARA

BAHWA MINERAL DAN BATUBARA YANG


TERKANDUNG DALAM WILAYAH HUKUM
PERTAMBANGAN INDONESIA MERUPAKAN
KEKAYAAN ALAM TAK TERBARUKAN SEBAGAI
KARUNIA TUHAN Y.M.E
MEMPUNYAI PERAN PENTING DALAM MEMENUHI
HAJAT HIDUP ORANG BANYAK.
KARENA ITU PENGELOLAANNYA HARUS DIKUASAI
NEGARA UNTUK MEMBERI NILAI TAMBAH SECARA
NYATA BAGI PEREKONOMIAN NASIONAL DALAM
USAHA MENCAPAI KEMAKMURAN DAN
KESEJAHTERAAN RAKYAT SECARA BERKEADILAN.
UU MINERAL DAN BATUBARA

BAHWA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN


MINERAL DAN BATUBARA MERUPAKAN
KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN DI LUAR
PANAS BUMI, MINYAK DAN GAS BUMI SERTA
AIR TANAH. MEMPUNYAI PERANAN PENTING :
MEMBERIKAN NILAI TAMBAH PADA
PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN
PEMBANGUNAN DAERAH SECARA
BERKELANJUTAN.
UU MINERAL DAN BATUBARA

TERJADINYA PERUBAHAN HAL–HAL YANG


DIATUR DALAM UU No 3 TAHUN 2020
DIBANDINGKAN DENGAN YANG DIATUR
DALAM UU NO 3 TAHUN 2020.
PERUBAHAN TSB ANTARA LAIN:
1. Penguasaan Minerba di selenggarakan oleh
Pemerintahan Pusat,
PERUBAHAN
2.Wilayah pertambangan sebagai bagian dari
Wilayah hukum pertambangan merupakan
landasan bagi penetapan kegiatan usaha
pertambangan,
3. Adanya jaminan dari pemerintah pusat dan
daerah untuk tidak melakukan perubahan
pemanfaatan ruang dan kawasan terhadap
WIUP, WPR dan WIUPK yang telah ditetapkan.
PERUBAHAN
4.Terkait WPR jika sebelumnya diberikan luas
maksimal 25 Ha dan kedalaman 25 meter, melalui
perubahanUU diberi luas maksimal 100 Ha dan
kedalaman 100 meter,
5. Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan
perizinan dari pusat (IUP, IUPK, Konrak kerja, IPR,
SIPB, Izin Penugasan, Izin pengangkutan dan
penjualan dsb
6.Soal Bagian pemerintah Daerah dari hasil kegiatan
pertambangan sebesat 1,5 %.
PERUBAHAN
7.Adanya kewajiban menteri untuk menyediakan data dan informasi
pertambangan,
8. Adanya kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk
menggunakan jalan pertambangan yang dapat dibangun sendiri
atau bekerja sama,
9. Adanya kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk mengalokasikan
dana bagi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat,
10. Kewajiban bagi badan usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau
IUPK Operasi produksi yang sahamnya dimiliki asing untuk
melakukan divestasi saham sebesar 51 % kepada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Swasta
Nasional.
PERUBAHAN
11. Kewajiban pemegang IUP Operasi produksi
dan IUPK Operasi produksi untuk menyedakan
dana ketahanan adangan mineral dan
batubara yang dipergunakan untuk kegiatan
penemuan cadangan baru.
12. Kewajibam melaksanakan reklamasi dan
pascatambang bagi pemegang IUP atau IUPK
Operasi produksi sebelum menciutkan atau
mengembalikan WIUP atau WIUPK nya
PERUBAHAN
13. Tanggung jawab pengelolaan anggaran,
Sarana prasarana, serta operasional inspektur
tambang dalam melakukan pengawasan
dibebankan kepada menteri,
14. Terjadi perubahan ancaman sanksi pidana
baik pidana penjara dan pidana denda.
BEBERAPA PENGERTIAN

PERTAMBANGAN
ADALAH SEBAGIAN ATAU SELURUH TAHAPAN
KEGIATAN DALAM RANGKA PENGOLAHAN DAN
PENGUSAHAAN MINERAL ATAU BATUBARA YANG
MELIPUTI PENYELIDIKAN UMUM, EKSPLORASI,
STUDI KELAYAKAN, KONSTRUKSI, PENAMBANGAN,
PENGOLAHAN DAN/ PEMURNIAN ATAU
PENGEMBANGAN DAN /ATAU PEMANFAATAN,
PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN SERTA
KEGIATAN PASCATAMBANG.
BEBERAPA PENGERTIAN

MINERAL :
ADALAH SENYAWA ANORGANIK YANG TERBENTUK
DI ALAM, YANG MEMILIKI SIFAT FISIK DAN KIMIA
TERTENTU SERTA SUSUNAN KRISTAL TERATUR
ATAU GABUNGANNYA YANG MEMBENTUK
BATUAN, BAIK DALAM BENTUK LEPAS ATAU PADU
PERTAMBANGAN MINERAL
ADALAH PERTAMBANGAN KUMPULAN MINERAL
YANG BERUPA BIJIH ATAU BATUAN, DI LUAR
PANAS BUMI, MINYAK DAN GAS BUMI SERTA AIR
TANAH.
BEBERAPA PENGERTIAN
BATUBARA :
ADALAH ENDAPAN SENYAWA ORGANIK
KARBONAN YANG TERBENTUK SECARA ALAMIAH
DARI SISA TUMBUH-TUMBUHAN
PERTAMBANGAN BATUBARA
ADALAH PERTAMBANGAN ENDAPAN KARBON
YANG TERDAPAT DI DALAM BUMI, TERMASUK
BITUMEN PADAT, GAMBUT DAN BATUAN ASPAL.
PERIZINAN

Terkait dengan izin usaha pertambangan (IUP) diatur


dalam UU 4 Tahun 2009 mengkualifikasikan 3 jenis izin
usaha, yaitu:
(1) izin usaha pertambangan (IUP) untuk melakukan kegiatan
peretambangan di daerah wilayah izin usaha pertambangan
yang dibagi menjadi: IUP eksplorasi, IUP operasi produksi;
(2) izin pertambangan rakyat (IPR) merupakan izin untuk
melakukan kegiatan pertambangan di daerah wilayah
pertambangan rakyat (WPR) dengan luas wilayah dan
investasi terbatas;
(3) izin usaha pertambangan khusus (IUPK) merupakan izin
untuk melakukan kegiatan pertambangan di wilayah WIUP
khusus (WIUPK).
PERIZINAN

IPR: banyak masyarakat di daerah pertambangan yang


ekonominya bergantung pada usaha pertambangan skala
kecil yang dilaksanakan dengan cara mendulang (artisanal)
maupun dengan bantuan peralatan mesin. Definisi
Artisanal and Small- Scale Mining (ASM) adalah kegiatan
pertambangan yang dilakukan secara perorangan,
berkelompok, oleh keluarga, atau koperasi dengan cara
yang tradisional dan minimal atau tanpa teknologi
UU No. 4/2009 Minerba tidak mengenal ASM tetapi
mengatur mengenai pertambangan rakyat untuk
mengakomodasi legalitas usaha pertambangan tradisional
yang dilakukan oleh rakyat. Pertambangan rakyat harus
dilakukan di wilayah pertambangan rakyat dan
mendapatkan izin usaha pertambangan rakyat (IPR)
PERIZINAN
Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2013
mengenai Pengawasan terhadap Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan yang
dilaksanakan oleh Pemprov dan Pemkab/Pemkot
mengatur bahwa Izin Pertambangan Rakyat (IPR)
harus membuat rencana reklamasi dan rencana
pascatambang berdasarkan dokumen lingkungan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
sebelum diterbitkannya IPR
PERIZINAN
(B) IZIN USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS
(IUPK)
ADALAH IZIN UNTUK MELAKSANAKAN USAHA
PERTAMBANGAN DI WILAYAH IZIN USAHA
PERTAMBANGAN KHUSUS.
© SURAT IZIN PENAMBANGAN BATUAN (SIPB):
ADALAH IZIN YANG DIBERIKAN UNTUK
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
PENAMBANGAN BATUAN JENIS TERTENTU
ATAU UNTUK KEPERLUAN TERTENTU
PERIZINAN
IZIN PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN:
ADALAH IZIN USAHA YANG DIBERIKAN KEPADA
PERUSAHAAN UNTUK MEMBELI, MENGANGKUT,
DAN MENJUAL KOMODITAS TAMBANG MINERAL
ATAU BATUBARA.
IZIN USAHA JASA PERTAMBANGAN (IUJP):
ADALAH IZIN YANG DIBERIKAN UNTUK
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA JASA
PERTAMBANGAN INTI YANG BERKAITAN DENGAN
TAHAPAN DAN/ATAU BAGIAN KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN.
PERIZINAN

PENYELIDIKAN UMUM
ADALAH TAHAPAN KEGIATAN PERTAMBANGAN
UNTUK MENGETAHUI KONDISI GEOLOGI DAN
INDIKASI ADANYA MINERALISASI.
EKSPLORASI
ADALAH TAHAPAN KEGIATAN USAHA
PERTAMBANGAN UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI
SECARA TERPERINCI DAN TELITI TENTANG LOKASI,
BENTUK, DIMENSI, SEBARAN, KUALITAS DAN
SUMBER DAYA TERUKUR DARI BAHAN GALIAN, SERTA
INFORMASI MENGENAI LINGKUNGAN SOSIAL DAN
LINGKUNGAN HIDUP.
UU MINERAL DAN BATUBARA

STUDI KELAYAKAN ADALAH TAHAPAN


KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UNTUK
MEMPEROLEH INFORMASI SECARA RINCI
SELURUH ASPEK YANG BERKAITAN UNTUK
MENENTUKAN KELAYAKAN EKONOMIS DAN
TEKNIS USAHA PERTAMBANGAN, TERMASUK
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN
SERTA PERENCANAAN PASCATAMBANG.
PERIZINAN

WILAYAH PERTAMBANGAN (WP):


ADALAH WILAYAH YANG MEMILIKI POTENSI
MINERAL DAN/ATAU BATUBARA DAN TIDAK
TERIKAT DENGAN BATASAN ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI
TATA RUANG NASIONAL.
WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN (WUP):
ADALAH BAGIAN DARI WP YANG TELAH MEMILIKI
KETERSEDIAAN DATA, POTENSI, DAN/ATAU
INFORMASI GEOLOGI.
PERIZINAN

WILAYAH IZIN USAHA PERTAMBANGAN (WIUP):


ADALAH WILAYAH YANG DIBERIKAN KEPADA
PEMEGANG IUP ATAU PEMEGANG SIPB.
WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT (WPR):
ADALAH BAGIAN DARI WP TEMPAT DILAKUKAN
KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN RAKYAT.
WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN KHUSUS (WUPK):
ADALAH WILAYAH YANG TELAH MEMILIKI
KETERSEDIAAM DATA, POTENSI, DAN/ATAU INFORMASI
GEOLOGI YANG DAPAT DIUSAHAKAN UNTUK
KEPENTINGAN STRATEGI NASIONAL.
PERIZINAN
UU MINERAL DAN

PASAL 35 UU No. 3 TAHUN 2020:


AYAT (1) USAHA PERTAMBANGAN DILAKSANAKN
BERDASARKAN PERIZINAN BERUSAHA DARI
PEMERINTAHAN PUSAT.
AYAT (2) PERIZINAN BERUSAHA SEBAGAIMANA DIMAKSUD
PADA AYAT(1) DILAKSANAKAN MELALUI PEMBERIAN: (a)
NO INDUK BERUSAHA, (b) SERTIFIKAT STANDAR, (c ) IZIN
AYAT (3) IZIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD APAD AYAT (2)
HURUF C TERDIRI DARI:
(a) IUP, (b) IUPK, (c ) IUPK SBG KELANJUTAN OPERASI
KONTRAK/PERJANJIAN, (d) IPR, (e) SIPB, (f) IZIN
PENUGASAN, (g) IZIN PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN,
(h) IUJP, (i). IUP UNTUK PENJUALAN.
PERIZINAN
(1) Kuwajiban menyiapkan dokumen AMDAL, (2)
Pelaksanaan audit lingkungan, (3) Keluasan wilayah izin
usaha pertambangan, (4) Batas maksimal kapasitas
eksplorasi dan produksi tambang, (5) Batas produksi
dan durasi atau batas waktu izin pertambangan,(6)
Kuwajiban reklamasi dan konservasi lingkungan bekas
pertambangan, (7) Besarnya uang jaminan atas usaha
reklamasi dan konservasi lingkungan yang dibebankan
pada pelaku usaha pertambangan, dan (8) Penegakan
sanksi bagi setiap usaha yang melanggar hukum.
UU MINERAL DAN BATUBARA
Dalam rangka tanggung jawabnya tersebut,
perusahaan yang biaya restorasi atau
reklamasi lingkungan yang disebut dengan
dana Abandonment and Site Restoration
(ASR) untuk migas dan dana jaminan
reklamasi serta dana jaminan pascatambang
untuk minerba.
UU MINERAL DAN BATUBARA

PELIBATAN KORPORASI/BADAN HUKUM:


ADALAH PERSEORANGAN ATAU KORPORASI BAIK
YANG BERBADAN HUKUM MAUPUN TIDAK
BERBADAN HUKUM (PASAL 1 NO 35a UU NO 3
TAHUN 2020)
PASAL 38 UU No 3 TAHUN 2020:
IUP DIBERIKAN KEPADA:
1. BADAN USAHA,
2. KOPERASI,
3. PERUSAHAAN PERORANGAN.
HUKUM ADMINISTRASI DAN
TINDAK PIDANA
SUATU PERBUATAN YANG DIATUR DALAM
HUKUM ADMINISTRASI (UU NO 3 TAHUN 2020)
UNTUK DAPAT DINYATAKAN SEBAGAI TINDAK
PIDANA SELALU DIKAITKAN DENGAN
PENGATURAN DALAM HUKUM ADMINISTRASI.
JIKA DILAKUKAN BERTENTANGAN DENGAN
PERSYARATAN-PERSYARATAN ADMINISTRASI.
HUKUM ADMINISTRASI DAN
TINDAK PIDANA
APAKAH IZIN MERUPAKAN HAL YANG MENGAKIBATKAN
“DIMAAFKANNYA’ TERHADAP SIFAT DAPAT DIPIDANANYA
SUATU PERBUATAN ?

UU NO 3 TAHUN 2020 SEBAGIAN BESAR MENGKAITKAN DENGAN


PERIZINAN. MERUSAK, MENCEMARI LINGKUNGAN
DIPERKENANKAN KARENA ADANYA “IZIN” ADMINISTRASI LEBIH
DAHULU ?

SEHINGGA DAPAT DIKATAKAN MELAKUKAN PERUSAKAN


/PENCEMARAN LINGKUNGAN (YANG NOTABENE DILARANG)
DIPERBOLEHKAN SEPANJANG TELAH MEMENUHI IZIN DARI
PENGUASA ? KARENA PERATURAN DALAM UU MINERBA
DIATUR SYARAT-SYARAT SISTEM PERIJINAN.
HUKUM ADMINISTRASI DAN
TINDAK PIDANA
KETERKAITAN HUKUM ADMINISTRASI DARI
HUKUM PIDANA MENJADIKAN SIFAT DAPAT
DIPIDANANYA SUATU PELANGGARAN UU
MINERBA DIBATASI SEDEMIKIAN RUPA.
SUATU PERBUATAN HANYA DIANGGAP SEBAGAI
TINDAK PIDANA MINERBA (PERTAMBANGAN)
JIKA TERJADI PELANGGARAN TERHADAP
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DAN YANG TERKAIT
DENGAN PERBUATAN TSB.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
DALAM UU NO 4 TAHUN 2009 (UU LAMA)
DLM UU MINERBA TSB DIJUMPAI JENIS-JENIS
KEJAHATAN/TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
DIATUR DALAM PASAL 158 - PASAL 165.
CATATAN : SETELAH BERLAKUNYA UU NO 3
TAHUN 2020 MAKA PERLU DIPERBANDINGKAN
DENGAN UU NO 3 TAHUN 2020 TERSEBUT.
UNTUK SEMENTARA DIKEMUKAKAN TINDAK
PIDANA MENURUT UU NO 4 TAHUN 2009.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN

1. Melakukan usaha penambangan tanpa Izin


Usaha Pertambangan (IUP); Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK).
2. Menyampaikan laporan yang tidak benar
atau misrepresentation atau keterangan
palsu atau fraud.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
3. Melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau
IUPK.
4. Mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan
kegiatan operasi produksi.
5. Menampung, memanfaatkan, melakukan
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan,
penjualan mineral dan batubara yang bukan
pemegang IUP, IUPK, atau izin.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
6. Merintangi atau mengganggu kegiatan
usaha pertambangan.
7. Kejahatan yang berhubungan dengan
penggunaan kekuasaan negara dalam
pengaturan,kontrol dan pengawasan atas kegiatan
usaha pertambangan dalam bentuk pemberian
izin. Utamanya, izin seperti IUP, IPR, atau IUPK.
Kejahatan karena Pemberian izin itu bertentangan
dan menyalahgunakan kewenangannya
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Perbedaan sanksi Administrasi dan sanksi
Pidana adalah jika sanksi Administrasi
ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-
condemnatoir, prosedurnya bisa dilakukan
secara langsung oleh pejabat Tata Usaha
Negara tanpa melalui peradilan.
Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si
pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui
proses peradilan.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Hukum pidana dapat diartikan sebagai alat
kontrol sosial yang resmi meliputi
penggunaan aturan itu dan dapat ditegakkan
oleh pengadilan. Fungsi peraturan tersebut
merupakan seperangkat pembatasan
terhadap perilaku warga negara, dan untuk
memberi pedoman bagi para pejabat dan
atau aparat penegak hukum.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Dengan demikian hukum pidana sebagai
sarana penal dalam politik kriminal
akan terlibat dalam suatu sistem yang
lebih besar seperti, sistem politik,
sistem ekonomi, sistem sosial budaya.
Keterlibatan hukum pidana dapat
bersifat otonom maupun komplementer.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Bambang Poernomo pernah mengatakan
bahwa kekuatan sanksi pidana sangat
diperlukan untuk mendukung hukum yang
diciptakan dalam kekuasaan administratif
atau pemerintahan (regulatory rules
regulatory power) bagi kepentingan publik
yang bersifat ketertiban masyarakat (sebagai
ordeningstrafrecht atau Bestuurstrafrecht)
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Hal ini sejalan dengan tujuan
kebijakan penal (penal policy)
sebagai sarana untuk mengamankan
tujuan dalam mencapai
kesejahteraan sosial (social welfare
policy ) dan memberi perlindungan
masyarakat (social defence policy).
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
MULADI : bahwa dalam proses modernisasi
dan pembangunan ekonomi yang semakin
meningkat muncul perkembangan baru,
hukum pidana digunakan sebagai sarana
untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
negara dalam rangka mengelola kehidupan
masyarakat modern yang semakin kompleks.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Telah terjadi pergeseran dalam fungsi
pemidanaan dalam tindak pidana di
bidang perekonomian yakni dari
pendekatan tradisional (fundamental
approach) kearah pendekatan
kemanfaatan (utilitarian approach).
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
Fungsi hukum pidana tidak hanya
diarahkan pada kesalahan individu
dalam rangka menjaga perasaan moral
masyarakat, tetapi juga diarahkan
kepada perlindungan masyarakat
(public order) yang direkayasa sesuai
dengan kebutuhan pembangunan pada
saat tertentu.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
MULADI: menegaskan bahwa dari ketentuan-
ketentuan tentang tindak pidana di bidang
ekonomi juga terjadi pergeseran teoritik.
Pada masa lalu ada pendirian bahwa tindak
pidana di bidang ekonomi lebih bersifat
mala-prohibita (delik UU), sehingga
pidananya relatif ringan dan lebih banyak
dirumuskan sebagai pelanggaran.
TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN
(lihat penjelasan umum UU No.7 Drt tahun
1955). Namun saat ini sanksi pidana
terutama terhadap pelaku korporasi
ancaman/sanksi pidana lebih diperberat,
seperti dalam UU No.7 Drt tahun 1955
adanya pidana tambahan (Pasal 7), Tindakan
Tata tertib (Pasal 8), Rumusan Pidana yang
bersifat komulatif, dan pemidanaan terhadap
Percobaan dan Pembantuan pelanggaran.

Anda mungkin juga menyukai