Anda di halaman 1dari 34

POLITIK HUKUM PERENCANAAN TATA RUANG DI

INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

PERENCANAAN RUANG

Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Politik Hukum,

Semester I, Tahun Akademik 2017/2018

Disusun Oleh:

Dinda Ayu Lestari

110620170013

Kelas: A

Dosen Pengajar:

Prof. Dr. H. Rukmana Amanwinata, S.H., M.H

Dr. Hernadi Affandi

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2017

DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 5

A. Perkembangan Kebijakan Tata Ruang di Indonesia Ditinjau Dari

Politik Hukum ............................................................................................... 5

B. Dasar Dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang ........................................................................................... 14

BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 20

A. Kesimpulan ................................................................................................. 20

B. Rekomendasi ............................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

1
A. Latar Belakang

Seiring dengan pertumbuhan penduduk, Pemerintah dituntut untuk mampu menyediakan

berbagai kebutuhan dan sarana-sarana yang dibutuhkan. Sebagaimana halnya di Indonesia,

negara dituntut untuk berperan lebih jauh dalam melakukan campur tangan terhadap aspek

pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam jangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Adanya campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut bukan berarti bahwa

masyarakat Indonesia berpangku tangan, tanpa peran dan partisipasi sama sekali. Pemerintah

sebagai pemegang otoritas kebijakan publik yang harus memainkan peranan yang penting

untuk memotivasi seluruh kegiatan dan partisipasi masyarakat, dengan melalui berbagai

penyediaan fasilitas agar berkembangnya kegiatan perekonomian sebagai lahan masyarakat

dalam pemenuhan kebutuhannya sendiri.

Indonesia sebagai sebuah negara yang berekembang tentunya mengalami suatu proses

perubahan yang sangat penting. Pemerintah tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapainya,

yang mana tidak berbeda dengan organisasi pada umumnya terutama dalam hal kegiatan yang

akan diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan, yakni dituangkan dalam bentuk

rencana-rencana. Wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari wilayah nasional yang

sebgaai satu kesatuan wilayah provinsi dan wilayah kabupaten atau kota yang masing-masing

terdiri dari sub-sistem ruang menurut batasan administrasi. Sub-sistem tersebut terdapat

sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam

dengan sumber daya buatan, yang mana tingkatan pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.
1

I. Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Bandung: Alumni, 1985, hlm. 63.

Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII-Press, 2003, hlm. 142.

Sebagai suatu negara hukum modern yang dianggap mempunyai

kewajiban yang lebih luas, negara modern harus mengutamakan kepentingan

seluruh masyarakatnya. 3

Dalam pembangunan di Indonesia, khususnya dalam wilayah perkotaan harus mempunyai suatu

perencanaan atau konsep tata ruang atau yang sering dikenal dengan istilah master plan.

Konsep tersebut digunakan sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan,

sehingga apabila kemudian hari terjaid permasaahan setidaknya dapat diminimalisir. Akan

tetapi, konsep tersebut dimana tata ruang sebagai pedoman dan pembangunan sebagai besar

masih belum memjnjukkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan arahan yang ditetapkan.

Sehingga memunculkan kesan bahwa rencana tersebut hasilnya sama saja. Dalam tata ruang

sering terjadi permasalahan baik secara makro ataupun mikro. Yang mana pada kenyatannya

kebutuhan penduduk yang semakin memingkat. Oleh karena itu, teknologi yang terus maju

menjadi diarahkan sebagai penyediaan sarana dalam memenuhi kebutuhan manusia yang terus

meningkat. Akan tetapi muncul maslaah dimana lahan yang semkain terbatas. Permasalah ini

menjadi permasalah hukum yang sangat mendasar, terkait dalam pengembangan hukum tata

ruang di Indoensia secara konstitusional dapat dilihat melalui pembukaan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang

didalamnya

memuai mengenai tujuan negara. Pada prinsipnya dirumusakan secara konkret

dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang

angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat

Indonesia.

Pada hakikatnya, suatu pembangunan tentunya memiliki suatu maksud

dan tujuan tertentu. Mengenai kebijakan pembangunan yang berkelanjutan

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 10.

M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan, dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indoensia,

Bandung: Alumni, 2001, hlm.88.

tentunya tidak dapat dilepaskan dari instrument hukum tata ruang. Kebutuhan

ruang pada kenyataanya terus meningkat dan terkadang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang. Padahal dalam skala nasional maupun skala provinsi,
kabupaten/kota telah dibuat dan disusun Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW). Dengan melalui RTRW penggunaan tata ruang telah dikelompokkan

berdasarkan struktur dan fungsi ruang. Yang mana seharusnya struktur dan

fungsi inilah yang menjadi dasar dalam penggunaan suatu ruang.

Pemanfaatan atas tanah yang terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945,

tidak memberikan kewenang untuk untuk menguasai secara fisik dan

menggunakannya seperti hak atas tanah karena sifatnya hanya sebatas

kewenangn publik sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang Pokok

Agraria.

Salah satu bentuk pemanfaatan yang terkait tata ruang yaitu pemanfaatan daratan yang

berupa penggunaan lahan pertanahan untuk pembangunan masyarakat. Tata guna lahan

pertanhan terdiri dari tata guna sebagai suatu keadaan mengenai penggunaan tanah dan tata

guna tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan.

Berbicara mengenai tata ruang, terdapat acuan secara nasional yang dapat

dilihat pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(untuk selanjutnya disebut UUPR). Adapun pembagian atas rencana umum tata

ruang yang terbagi menjadi rencana tata ruang wilayah nasional; rencana tata

ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana

tata ruang wilayah kota. Dalam pelaksaananya dimaksudkan sesuai dengan

tingkatan wilayah daerah dan fungsi ruang tersebut.


Pada kenyataannya, pembangunan di Indonesia saat ini dilakukan secara

tidak teratur baik dalam cakupan nasional maupun kabupaten/kota. Masyarakat

menganggap suatu lingkungan harus dikuasai dan dimanfaatkan. Hal ini tidak

Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2008, hlm. 23.

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks UUPA-UUPR-

UUPLH,

Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 28.

sesuai dengan fungsi lingkungan. Oleh karena itu, konsep penataan ruang harus

berusaha menjamin adanya kelangsungan pembangunan yang berkelanjutan

yang menjadi dasar upaya pengelolaan dan pemanfaatan serta pemeliharaan

ruang di suatu wilayah. Yang mana mempunyai peranan yang penting dalam

pembangunan, suatu wilayah memiliki fungi yang penting dalam kehidupan.

Menurut Raharjo Adisasmita, adapun fungsi wilayah yaitu diantaranya:

fungsi

tempat tinggal, fungsi tempat pekerjaan, fungsi lalu lintas (transportasi), fungsi
rekreasi

Dalam tata ruang, sering kali menimbulkan suatu permasalahan bagi

negara Indonesia. Meskipun telah terdapat aturan yang mengatur mengenai tata

ruang, pada kenyataannya banyak masalah yang masih timbul. Hal ini

ditegaskan dalam penulisan karya ilmiah mengenai ketentuan kebijakan tata

ruang. Permasalahan yang khusus dibahas mengenai pengaturan kebijakan tata

ruang, melalui karya ilmiah ini yang berjudul “POLITIK HUKUM

PERENCANAAN TATA RUANG DI INDONESIA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG PERENCANAAN RUANG”.

B. Identifikasi masalah :

Berdasarkan uraian latar beakang yang telah dipaparkan diatas, maka terdapat

permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut, yaitu diantaranya:

1. Bagaimana perkembangan kebijakan tata ruang di Indonesia ditinjau

dari politik hukum?

2. Apa yang menjadi dasar dibentuknya Undang-Undang Nomor Nomor

26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang?

Raharjo Adisasmita, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006,

hlm.
170.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kebijakan Tata Ruang Di Indonesia Ditinjau Dari Politik

Hukum

Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang (UUPR), dikatakan bahwa:

“Ruang adalah wadah yang meliputi raung darat, ruang laut dan ruang

udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,

tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan

memelihara kelangsungan hidupnya.”

Berdasarkan pengertian diatas menunjukkan bahwa ruang sebagai wadah

memiliki arti yang luas, yang mencakup tiga dimensi, yakni: darat, laut dan udara

yang disorot baik secara horizontal maupun vertikal. Dengan demikian,

Penataan Ruang (PR) juga menjangkau ketiga dimensi itu secara vertikal

maupun horizontal dengan berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti:

ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya serta berbagai kepentingan di dalamnya.

Sedangkan menurut D.A. Tisnaamidjaja, ruang adalah wujud fisik wilayah

dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia
dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang

layak.

Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan

manusia, juga sebagai sumber daya alam yang merupakan salah satu karunia

Tuhan kepada bangsa Indonesia. Sehingga dapat dikatakan bahwa ruang wilayah

Indonesia merupakan suatu asset yang harus dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu, dan seefektif

mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti ekonomi, sosial,

A.M. Yunus Wahid,“Pengantar Hukum Tata Ruang”, Jakarta: Kencana, 2014, hlm. 2.

D.A. Tisnaamidjaja, dalam Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, Bandung: Universitas

Parahyangan, 1997, hlm.6.

budaya, hankam, serta kelestarian linbgkungan untuk mendorong terciptanya

pembangunan nasional yang baik, serasai dan seimbang.

Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 UUPR, terdapat 3 pengertian ruang,

yaitu diantaranya:

- Ruang daratan adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah


permukaan daratan, termasuk permukaan perarian darat dan sisi darat

dari garis laut terendah.

- Ruang lautan adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah

permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah

termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana negara

Indonesia memiliki hak yuridiksinya.

- Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau

ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi, dimana

negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya

Menurut Pasal 1 butir 2 UUPR, dikatakan bahwa tata ruang adalah wujud

struktur ruang dan pola ruang. Supaya Tata Ruang tersebut dapat dilaksanakan

dengan baik maka diperlukan cara untuk dilakukan Penataan Ruang. Hal ini

diperjelas dalam Pasal 1 butir 5 UUPR bahwa penataan ruang adalah suatu

sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

ruang.

Adapun tujuan penataan ruang berdasarkan Pasal 3 UUPR yang

menyatakan bahwa:

“Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan

berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan

lingkungan buatan;

7
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam

dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya

manusia; dan

c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak

negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Dalam penyelenggaraan tata ruang, rencana tata ruang yang berkualitas

merupakan prasyarat agar terselenggaranya penataan ruang. Akan tetapi,

rencana tata ruang tersebut harus diimbangi dengan pengendalian pemanfaatan

ruang yang tegas dan konsisten untuk menjamin agar pemanfaatan ruang atau

lahan dapat tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Terkait

pengendalian, terdapat 3 perangkat utama yang harus disiapkan, yakni:

1. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Fungsi dari RDTR adalah sebagai dokumen operasionalisasi rencana

tata ruang wilayah. Penyediaan RDTR dilaksanakan dengan

memperhatikan beberapa prinsip dasar. Pertama, rencana detail tata

ruang harus langsung dapat diterapkan, sehingga kedalam rencana dan

skala petanya benar-benar memadai. Kedua, rencana detail tata ruang

harus memiliki kekuatan hukum yang mengikat untuk itu harus

diamanatkan dalam Peraturan Daerah dan secara tegas dinyatakan

sebagai bagian tak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah.

2. Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi merupakan dokumen turunan dari RDTR yang berisi


ketentuan yang harus diterapkan pada setiap zona peruntukan.

Peraturan zonasi tersebut bersama dengan RDTR menjadi bagian

ketentuan perizinan pemanfaatan ruang yang harus dipatuhi oleh

pemanfaatan ruang.

3. Mekanisme Insentif-Disinsentif

Pemberian Insentif kepada pemanfaatan ruang dimaksudkan untuk

mendorong pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Sebaliknya, penerapan perangkat disinsentif dimaksudkan untuk

mencegah pemanfaatan ruang yang menyimpang dari ketentuan

rencana tata ruang.

10

Saat ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dalam hukum administrasi,

dimana rencana dapat dijumpai dalam berbagai bidang kegiatan pemerintah,

misalnya dalam hal pengaturan mengenai tata ruang. Menurut Saul M. Katz,

terdapat alasan atau dasar dari diadakannya suatu perencanaan yaitu diantaranya:

a. Dengan adanya suatu perencanaan diharapkan terdapat suatu

pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-

kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian suatu perkiraan.

b. Dengan perencanaan diharapkan agar terdapat suatu perkiraan

terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan


tidak hanya dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek

perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-

resiko yang mungkin dihadapi, dengan perencanaan mengusahakan

agar ketidakpastian dapat diatasi sedikit mungkin.

c. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas dengan

memilih urutan yang dilihat dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran

maupun kegiatan usahanya.

d. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai

alternative tentang cara atau kesempatan untuk memilih kombinai

terbaik.

e. Dengan adanya rencana, maka akan ada suatu alat pengukur atau

standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.

11

10

Sitnala Arsyad dan Ernan Rustiadi, Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan.Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2008, hlm. 41-42.

11

Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, Bandung: Universitas Parahyangan, 1997, hlm.34.

9
Lalu apa yang menjadi kaitannya antara hukum tata ruang dengan politik

hukum? Pada kenyataanya, politik dan hukum memiliki hubungan yang

sangatlah erat. Politik hukum memiliki tempat yang utama dalam hal berbicara

mengenai penyelenggaraan negara (pemerintahan) baik dalam tingkat pusat

maupun daerah. Dan untuk memahami politik hukum, yang dimaksud politik

menurut Miriam Budiardjo adalah bermacam-macam kegiatan (seseorang,

sekelompok orang, lembagalembaga politik) dalam suatu sistem politik (atau

negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu.

pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi

tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan

penyusunan skala prioritas dari tujuan yang dipilih”.

12

Berdasarkan pengertian

tersebut, dapat dikatakan politik merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai

dengan rencana-rencana yang telah diatur untuk dijadikan sebagai patokan

mencapai tujuan itu sendiri. Disamping politik biasanya ada hukum yang

menjadi bagian dalam politik tersebut. Sedangkan untuk pengertian hukum

memiliki pengertian hukum dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang

mana seseorang mengartikan sebuah hukum tersebut. Hukum tidak sama halnya

dengan politik yang dapat di definisikan dengan mudah karena hukum banyak

seginya dan sangatlah luas ruang lingkupnya sehingga dalam mendefinisikan

hukum cukup sulit untuk dapat diterima oleh semua pihak

Lili Rasjidi menyatakan bahwa suatu perumusan tentang hukum yang


dapat mencakup segala segi dari hukum yang luas itu memang tidak mungkin

dibuat. Hal ini dikarenakan suatu definisi tentunya memerlukan berbagai

persyaratan seperti jumlah kata-kata yang digunakan yang sedapat mungkin

tidak terlalu banyak, mudah dipahami, pokoknya pendek, singkat dan jelas.

Hukum tidak mungkin dapat dituangkan hanya kedalam beberapa kalimat saja.

Oleh karena itu, apabila terdapat seseorang yang awam yang mencoba

merumuskan hukum, maka dapat dipastikan definisi tersebut tidak sempurna.

Akan tetapi bagi mereka yang mempelajari hukum, maka suatu pengertian

12

Bintan Regen Saragih, “Politik Hukum”, Bandung: CV. Utomo, 2006, hlm. 6.

10

tentang hukum sebagai pangkal awal sangat diperlukan. Pengertian serupa itu

hanya dapat diberikan melalui suatu perumusan. Karenanya suatu definisi,

menurut hemat kami, sangat diperlukan bagi golongan itu agar mereka tidak

kebingungan dengan apa yang dinamakan hukum, justru pada permulaan mereka

mempelajari hukum”.

13

Menurut pernyataan, diatas bahwa pengertian hukum kurang sempurna,

akan tetapi dirasa harus diberikan pengertian mengenai hukum itu sendiri.
Mochtar Kusumaatmadja memberikan pengertian tentang hukum yaitu hukum

dalam pengertian yang luas seharusnya dipahami tidak saja merupakan

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia

dalam masyarakat, melainkan pula lembagalembaga (institution) dan proses-

proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan”.

14

Berdasarkan pengertian dari politik dan hukum yang telah dipaparkan

diatas maka dapat kita simpulkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat

diantara keduanya dimana politik merupakan suatu kebijakan yang diterapkan

oleh seseorang, sekelompok orang dan/atau lembaga-lembaga politik dalam

suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-

tujuan dari sistem itu yang mana dalam penerapan kebijakan di sini di buat alat

yang mengikat bagi masyarakat negara itu sendiri, alat tersebut adalah hukum.

Berbicara mengenai politik hukum, maka yang dimaksud dengan hukum

disini adalah hukum positif, yaitu hukum yang berlaku pada waktu sekarang di

Indonesia, merupakan hukum yang dibuat atau ditetapkan oleh negara melalui

lembaga atau pejabat negara yang diberi wewenang untuk menetapkannya. Yang

mana kebijakan yang ditempuh oleh negara melalui lembaganya atau pejabatnya

untuk menentukan (menetapkan) hukum mana yang perlu diganti, perlu dirubah,

perlu dipertahankan, perlu di keluarkan dan atau hukum yang perlu diatur untuk
13

Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, Bandung: Remadja Karya, 1984, hlm. 3

14

I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perjanjian Berwawasan Lingkungan

Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Pustaka Sutra, 2007, hlm

11

penyelenggaraan kebijakan negara dan pemerintah dapat berlangsung dengan

baik dan tertib sehingga tujuan negara dapat terwujud secara bertahap dan

terencana dengan baik.

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja, politik hukum itu adalah

kebijakan hukum dan perundang-undangan, dalam rangka pembaharuan hukum.

Mochtar mengatakan bahwa di Indonesia undang-undang merupakan cara

pengaturan hukum yang utama pembaharuan hukum terutama melalui

perundangundangan. Proses pembentukan perundang-undangan harus dapat

menampung semua hal yang mempunyai hubungannya yang erat (relevant)

dengan bidang atau masalah yang hendak diatur dengan undang-undang. Yang

mana apabila perundang-undangan itu hendak merupakan suatu pengaturan

hukum yang efektif. Melihat efektifnya suatu produk perundang-undangan

dalam penerapannya memerlukan perhatian akan lembaga dan prosedur-

prosedur yang diperlukan dalam pelaksanaannya”.

15
Sehingga dapat dikatakan bahwa politik hukum dalam hal penataan ruang

mempunyai keterkaitan dalam pembangunan nasional kaitannya sangatlah erat.

Pelaksanaan suatu pembangunan nasional tentunya harus memperhatikan tata

ruang negara agar terlaksananya tertib dalam pembangunan negara tersebut

sehingga supaya terlaksananya tertib tata ruang di sini, harus adanya penerapan

politik hukum sebagai kebijakan pemerintah dalam menentukan arahan dalam

pelakasanaan tata ruang untuk pembangunan negara. Kebijakan-kebijakan

pemerintah ini dituangkan baik kedalam undang-undang maupun kedalam

peraturan lainnya yang bersifat mengikat.

Kebijakan penataan ruang ditentukan oleh Pemerintah dengan maksud

sebagai acuan dalam penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia terhadap

jangka waktu tertentu. Kebijakan (dahulu biasa disebut “kebijaksanaan”

nasional (GBHN) 1973-1978-Tap MPR No. IV/MPR/1973; GBHN 1978- 1983-

15

Op.cit., Bintan Regen Saragih, hlm. 22.

12

Tap MPR No. IV/MPR/1978; GBHN 1983-1988-Tap MPR No. II/MPR/1983

hingga dan terakhir dengan GBHN 1999-2004, Tap. MPRNo. IV/MPR/1999)

mengenai penataan ruang atau perencanaan tata ruang (TR) diinergrasikan

kedalam kebijaksanaan nasional tentang sumber daya alam dan lingkungan


hidup (SDA dan LH). Ini dapat dimaklumi, oleh karena “ruang” sebagai wadah

juga sekaligus juga merupakan SDA.

16

Dalam sejarah ketenagakerjaan Republik Indonesia, setidaknya ada dua

wadah yang menampung dan mempertegas kebijakan pemerintah secara

nasional, yaitu:

17

a. GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang dilanjutkan dan

dijabarkan dengan Replika (Rencana Pembangunan Lima Tahun);

b. RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) yang

dilanjutkan dan dijabarkan dengan RPJMN (Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional). Yang terakhir ini dianut setelah MPR

tidak lagi berwenang menetapkan GBHN. Oleh karena GBHN dan

RPJPN mencakup seluruh tugas penyelenggaraan negara dalam kurun

waktu tertentu, maka untuk mengetahui kebijakan bidang tertentu pada

kurun waktu tertentu dapat dilihat pada GBHN dan/atau RPJPN dan

penjabarannya masing-masing sesuai dengan masa berlakunya.

Landasan dasar hukum tata ruang Indonesia mengenai konstitusional

didasarkan pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang mengatakan bahwa bumi dan

air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Selain Pasal 33 ayat 3 UUD


1945, terdapat salah satu konsep dasar yang terkait yaitu terdapat dalam Undang-

Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA), sesuai dengan Pasal 33 ayat

16

Op.cit., A.M. Yunus Wahid, hlm. 149

17

Ibid., hlm. 146.

13

3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata

ruang. Menurut ketentuan dalam Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa

c. Mengatur dan menentukan hubungan-hubungan hukum antara orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang

angkasa.

Terdapat peraturan perundang-undangan selain UUD 1945, terdapat pula

peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan undang-undang

tata ruang, diantaranya ialah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang

UULH, kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997


tentang UUPLH, kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang 32 Tahun 2009

tentang UUPPLH dan Undang-Undang Nomor 24 tentang UUPRL, kemudian

digantikan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang UUPR,

UUPR menetapkan mengenai siapa yang berhak untuk mengatur Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota. RTRW Nasional

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, sedangkan untuk RTRW Provinsi dan

RTRW Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dan

Kabupaten/Kota. RTRW ini diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26

Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang disingkat

menjadi PPTR. Adapun implikasinya, sesuai dengan keberadaannya sebagai

instrumen dalam PPLH, maka peraturan perundang-undangan bidang tata ruang

ini dengan sendirinya juga berimplikasi dengan semua peraturan perundang-

undangan sektoral yang kegiatannya berkaitan dengan pemanfaatan ruang.

18

18

Op.cit., A.M. YunusWahid, hlm. 77

14

Sehingga dapat diurutkan sebagai berikut :

- Landasan idiilnya yaitu Pancasila


- Landasan konstitusionalnya yaitu Pasal 33 UUD 1945

- Landasan operasionalnya yaitu:

a. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok

-Pokok Agraria

b. Undnag-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Land Reform

c. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemukiman

d. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

e. Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 jo. Peraturan

Pemerintah No. 41 Tahun 1964

f. Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1988

g. Peraturan Menteri Dalam negeri No. 2 Tahun 1987

h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1991

tentang Konsolidasi Tanah

i. Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-245 Tanggal 7

Desember 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Konsolidasi Tanah.

B. Dasar Dibentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang

Upaya pelaksaanan penataan ruang yang bijaksana merupakan kunci

dalam pelaksanaan tata ruang agar pembangunan yang dihasilkan dari

perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya


alam dengan tanpa merusak lingkungan. Mochtar Kusumaatmadja

mengemukakan bahwa hukum haruslah menjadi sarana pembanguan.

19

Hal

19

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Alumni,

2002,

hlm.104.

15

tersebut berarti hukum yang dibuat haruslah sesuai dengan cita-cita keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Untuk lebih meningkatkan konsep penataan ruang, maka Pemerintah

banyak mengeluarkan regulasi yang mana salah satunya peraturan perundang-

undangan yang mengatur penataan ruang yaitu Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang sebagaimana sebagai perubahan dari

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992.

Terdapat beberapa hal mengenai pertimbangan dikeluarkannya UUPR,

yaitu :

1. Berdasarkan Konsiderans, menimbang dinyatakan sebagai berikut:

a. Memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi, baik nasional


maupun internasional dalam rangka memanfaatkan sumber daya di

wilayah Republik Indonesia diperlukan penyelenggaraan penataan

ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila.

b. Untuk memperkukuh ketahanan nasional berdasarkan wawasan

nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang

memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah

dalam penyelenggaraan penataan ruang, kewenangan tersebut perlu

diatur demi menjaga keserasian dan keterpaudan antar daerah dan

antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antar

daerah.

c. Karena keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat

yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang, diperlukan

penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan

partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan

berkelanjutan.

d. Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada

kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penaaan ruang yang

16

berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan

dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

e. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang


sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang

baru.

2. Berdasarkan Penegasan Dalam Penjelasan Umum UUPR

a. Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia , baik sebagai

kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi, maupun suebagai sumber daya,

merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia

yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang

terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undnag-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam

falsafah dan dasar negara Pancasila. Untuk mewujudkan amant Pasal

33 ayat (3) Undnag-Undang Dasar Negara Republik Indoensia Tahun

1945 tersebut, Undang-Undang tentang Penataan Ruang ini

menyatakan bahwa negara yang menyelenggarakan penataan ruang,

yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh pemerintah dan

pemerintah daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh

setiap orang.

b. Secara geografis, letak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

berada dianatara dua benua dan dua samudera sangat strategis, baik

bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem,

keadaan alamiah Indonesia sangat khas karena posisinya yang berada

di dekat khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis , yang


merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa

Indonesia. Disamping keberadaan yang bernilai sangat strategis

17

tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan rawan bencana, yang

secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa. Dengan

keberadaan tersbut, penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional

harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu,

efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonimi,

sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan

hidup.

c. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk

ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk hidup,

melakukan kegiatan, dab memelihara kelangsungan hidupnya, pada

dasarnya ketersediaannya tidak terbatas. Berkaitan dengan hal

tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang nyaman,

produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan

ketahan nasional, undnag-undang ini mengamatkan perlunya

dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmoniskan lingkungan

alam dan lingkungan buatan, yang mampu mewujudkan keterpaduan

penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta yang

dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan

pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat


pemanfaatna ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan

dan diwujudkan dalam setiap pros es perencanaan tata ruang wilayah.

d. Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas

wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman,

nyamanm produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan

nusantara dan ketahanan nasional, serta sejalan dengan kebijakan

otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab, penataan

ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya

demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan

keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antar sektor dan

antar pemangku kepentingan. Dalam undang-undang ini penataan

18

ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan,

wilayah administrative, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

e. Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain

dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang sehingga

diharapkan :

- Dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan

berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan

lingkungan hidup yang berkelanjutan


- Tdak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang

- Tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.

f. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum

tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang

disusun berdasarkan pendekatan wilayah administratif dengan muatan

substansi mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

Rencana rinci tata ruang disusun berdasarkan pendekatan nilai

strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan muatan substansi

yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok peruntukan.

g. Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan ula melalui

perizinan pemanfaatan ruang, pemberian intensif dan disinsentif, serta

pengenaan sanksi. Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai

upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan

ruanh g harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.

h. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,

sebagai dasar peraturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah

memberikan andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata

ruang sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki

19

rencana tata ruang wilayah. Sejalan dengan perkembangan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara, beberapa pertimbangan yang

telah diuraikan sebelumnya, dan dirasakan adanya penurunan kualitas


ruang pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan pengaturan

dalam undang-undang tersebut.

20

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ruang diperuntukkan sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan

kehidupan manusia. Dengan mengikuti perkambangan, Pemerintah terus

menerus melakukan rencana dalam pengaturan terhadap tata ruang. Dengan

maksud perencanaan tata ruang untuk menyerasikan berbagai kegiatan sektor

pembangunan sehingga dalam memanfaatkan lahan dan ruang dapat dilakukan


secara optimal, efisien, dan serasi. Serta tujuan untuk mengarahkan struktur dan

lokasi serta berhubungan fungsonalnya yang serasi dan seimbang dalam rangka

pemanfaatan sumber daya manusia. Sehingga tercapainya hasil pembangunan

yang optimal dan efisien bagi peningkatan kualitas manusia dan kualitas

lingkungan hidup serta berkelanjutan.

Politik merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai dengan rencana-

rencana yang telah diatur untuk dijadikan sebagai patokan mencapai tujuan itu

sendiri. politik hukum dalam hal penataan ruang mempunyai keterkaitan dalam

pembangunan nasional kaitannya sangatlah erat. Pelaksanaan suatu

pembangunan nasional tentunya harus memperhatikan tata ruang negara agar

terlaksananya tertib dalam pembangunan negara tersebut sehingga supaya

terlaksananya tertib tata ruang di sini, harus adanya penerapan politik hukum

sebagai kebijakan pemerintah dalam menentukan arahan dalam pelakasanaan

tata ruang untuk pembangunan negara. Kebijakan-kebijakan pemerintah ini

dituangkan baik kedalam undang-undang maupun kedalam peraturan lainnya

yang bersifat mengikat. Yang mana terdapat landasan-landasan dalam penataan

ruang, yaitu diantaranya:

- Landasan idiilnya yaitu Pancasila

- Landasan konstitusionalnya yaitu Pasal 33 UUD 1945

- Landasan operasionalnya yaitu:

21

• Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar


Pokok -Pokok Agraria

• Undnag-Undang No. 56 Prp Tahun 1960 tentang Land Reform

• Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemukiman

• Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

• Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 jo. Peraturan

Pemerintah No. 41 Tahun 1964

• Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1988

• Peraturan Menteri Dalam negeri No. 2 Tahun 1987

• Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun

1991 tentang Konsolidasi Tanah

• Surat Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 410-245

Tanggal 7 Desember 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Konsolidasi Tanah.

B. Rekomendasi

Dari hasil penulisan karya ilmiah ini, Penulis memberikan beberapa

rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti, yaitu diantaranya:

- Pemerintah harus terus melakukan rencana mengenai tata ruang

- Harus adanya kejelasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang baik

dan berguna bagi masyarakat Indonesia

- Dalam pengaturan mengenai tata ruang, tidak dapat disusun dengan

logika sektoral
- Penataan ruang harus memberkan efek bagi keseimbangan dan

keadilan di masyarakat

22

DAFTAR PUSTAKA

A . Sumber Buku

A.M. Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang, Jakarta: Kencana, 2014

Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan, Bandung: Universitas

Parahyangan, 1997

Bintan Regen Saragih, Politik Hukum, Bandung: CV. Utomo, 2006

D.A. Tisnaamidjaja, dalam Asep Warlan Yusuf, Pranata Pembangunan,

Bandung: Universitas Parahyangan, 1997

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah dalam Konteks

UUPA-UUPR-UUPLH, Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2008

I Made Arya Utama, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perjanjian

Berwawasan Lingkungan Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Bandung:

Pustaka Sutra

I. Supardi, Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Bandung: Alumni, 1985

Lili Rasjidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu, Bandung: Remadja Karya,

1984

M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan, dalam Sistem Penegakan Hukum


Lingkungan Indoensia, Bandung: Alumni, 2001

Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2008

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan,

Bandung: Alumni, 2002

23

Raharjo Adisasmita, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Yogyakarta:

Graha Ilmu, 2006

Ridwan, HR, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII-Press, 2003

Sitnala Arsyad dan Ernan Rustiadi, Penyelamatan Tanah, Air dan

Lingkungan.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008

Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung: Alumni,

1983

B. Sumber Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang

Anda mungkin juga menyukai