Anda di halaman 1dari 16

PERAN TATA RUANG GUNA MENJAGA LINGKUNGAN HIDUP

DI KABUPATEN SAROLANGUN

Disusun Oleh:

DZAKA WALI EL RAMADHAN

NIM : P2B123076

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI

2024
PERAN TATA RUANG GUNA MENJAGA LINGKUNGAN HIDUP

DI KABUPATEN SAROLANGUN

A. Latar Belakang
Peranan tata ruang pada hakikatnya di maksudkan untuk mencapai pemanfaatan sumber
daya optimal dengan sedapat mungkin menghindari konflik pemanfaatan sumber daya,
mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup serta meningkatkan keselarasan1. Dalam
lingkup tata ruang itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan konsep ruang dalam pembangunan2.
Kenyataan yang terjadi akhir-akhir ini menegaskan beberapa isu strategis dalam pe-
nyelenggaraan penataan ruang nasional. Pertama, terjadinya konflik kepentingan antar-sek-
tor, seperti pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya;
kedua, belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka menyelaraskan,
mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor; ketiga, terjadinya
penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya ditegakkan.
Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan
dalam pengendalian pembangunan; keempat, belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang
tegas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN); kelima, belum adanya keter-
bukaan dan keikhlasan dalam menempatkan ke pentingan sektor dan wilayah dalam kerangka
penataan ruang; dan keenam, kurangnya ke- mampuan menahan diri dari keinginan mem bela
kepentingan masing-masing secara berlebihan. Adapun Isu-isu lain yang berkaitan dengan
penataan ruang dan lingkungan hidup yakni, pertama, konflik antar-sektor dan antar- wilayah;
kedua, degradasi lingkungan akibat penyimpangan tata ruang, baik di darat, laut dan udara;
dan ketiga, dukungan terhadap pe- ngembangan wilayah belum optimal, seperti di- indikasikan
dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap pengembangan kawasan-kawasan strategis
nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan negara dan kawasan andalan.
Kebanyakan kota di Indonesia, perkembangan dan pertumbuhannya masih berlangsung
secara alamiah, dengan kata lain berkembang tanpa pengarahan dan perencanaan yang

1 Wahyu Yun Santosa, “Tarik Ulur Pengelolaan Sumber Daya Alam da- lam Era Otonomi Daerah: Kajian

Terhadap Proyek Kon- servasi Kawasan Segera Anakan Cilacap”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. VI No.50 Juni 2005,
Fakultas Hukum UGM, hlm 232
2
Nurhasan Ismail, “Perkem- bangan Pilihan Kepentingan, Nilai Sosial Dan Asas Hukum Dalam Hukum
Pertanahan”, Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 18 No.3 Oktober 2006, Fakultas Hukum UGM, hlm 364
terprogram. Akibatnya pada tahap perkembangan yang lebih kompleks timbul berbagai
permasalahan kota antara lain: ketidakteraturan penggunaan tata ruang seperti tanah kota,
tidak optimalnya penggunaan tanah 3, timbulnya berbagai masalah lalu lintas, tidak
terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan fasilitas dan utilitas kota, timbulnya masalah
pencemaran lingkungan kota dan sebagainya. Dengan demikian kota tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga akan memberikan hambatan-hambat- an terhadap
perkembangan ekonomi kota.
Berbagai kenyataan dan isu-isu tersebut di atas, menjadi permasalahan di berbagai
daerah tidak terkecuali yang ada di Kabupaten Sarolangun. Pada dasarnya, dalam Rencana
Tata Ruang Provinsi Jambi khususnya Kabupaten Sarolangun Tahun 2020-2021, terkesan
adanya pola yang mengarah pada eksploitasi sumber daya alam secara pasif yang memiliki
konotasi dan eksploitasi yang berlebihan. Ini dapat dilihat dari pembagian ruang di Kabupaten
Sarolangun yang diperuntukan bagi pembangunan yang menaifkan keberlanjutan. Hal inilah
yang mendasari penulis manganalisis tentang Fungsi Tata Ruang Dalam Menjaga Kelestarian
Lingkungan Hidup di Kabupaten Sarolangun.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka perumusan
masalah dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi fungsi tata ruang guna menjaga lingkungan hidup Kabupaten
Sarolangun?
2. Apa permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan fungsi tata ruang bagi lingkungan
hidup Kabupaten Sarolangun?

C. Tujuan Penelitian
Bertolak dari indentifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pelaksaanan fungsi tata ruang dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup
Kabupaten Sarolangun?

Agus Sekarma- dji, “Upaya Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi”. Jurnal Yuridika Ilmu
3

Hukum, Vol. 19 No.1 Ja- nuari 2004, Fakultas Hukum Universitas Airlangga Sura- baya, hlm.73
b. Apa kendala yang dihadapi dalam melaksanakan fungsi tata ruang bagi lingkungan hidup
Kabupaten Sarolangun?
D. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
hokum Yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian hukum mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara langsung pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.
2. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut,
peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba
untuk dicari jawabannya. Macam-macam pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum
adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Undang-Undang (statue approach)
b. Pendekatan Kasus (case approach)
c. Pendekatan Komperatif (comparative approach)
d. Pendekatan konseptual (konseptual approach)4.

3. Sumber Bahan Hukum


a. Bahan Hukum Primer
Yaitu terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berlaku Bahan Hukum
Sekunder
Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti
rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum 5. Yang
berkenaan dengan penelitian ini.
b. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum skunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia 6.

4
http://metode-penelitian-hukum-normatif.blogspot.com, diakses 10/09/2018.
5
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2006, hlm 119.
6
Ibid.
c. Analisis Bahan Hukum
Analisis yang dilakukan oleh penulis dengan cara:
1). Menginterpretasikan peraturan perundang-undangan sesuai dengan masalah yang
dibahas.
2). Menilai bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
BAB II
E. Kerangka Konseptual
Agar tidak menimbulkan salah penafsiran dalam Penelitian ini, penulis akan memberikan
penjelasan sebagai berikut:
1. Fungsi
Pengertian fungsi menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia merupakan kegunaan
suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Adapun menurut para ahli, defenisi
fungsi yaitu menurut The Liang Gie fungsi merupakan sekelompok aktivitas yang tergolong
pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya 7.
2. Tata Ruang
Pengertian tata ruang, diambil dari buku Pengantar Hukum Tata Ruang (2016) karya
Yunus Wahid, merupakan ekspresi geografis yang merupakan cermin lingkup kebijakan yang
dibuat masyarakat terkait dengan ekonomi, sosial dan kebudayaan 8. Sedangkan dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Tata Ruang adalah suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Kegiatan penyelenggaraan penataan ruang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang 9.

3. Kelestarian
Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tertulis bahwa pelestarian adalah
upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara
melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Sedangkan menurut A.W. Widjaja
tahun 1986, mengartikan bahwa pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara terus
menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya
sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif 10.
4. Lingkungan Hidup

7
http://repository.uin-suska.ac.id/17266/7/7.%20BAB%20II%20%281%29.pdf
8
https://pertarung.kulonprogokab.go.id/detil/778/pengertian-tata
ruang#:~:text=Pengertian%20tata%20ruang%2C%20diambil%20dari,dengan%20ekonomi%2C%20sosial%20dan%
20kebudayaan.
9
Ibid
10
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/162898/8/10.%20Bab%202.pdf
Menurut Undang undang no. 23 tahun 1997 menjelaskan bahwa pengertian lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain 11.
F. Landasan Teoretis
1. Teori Mengenai Tata Ruang
a. Teori Kosentris
Teori mengenai tata ruang yang pertama adalah teori konsentris. Menurut teori
konsentris ini, kota yang mengalami perkembangan dimulai dari pusatnya yang kemudian
dengan seiring adanya pertambahan penduduk maka akan meluas ke daerah pinggiran
menjauhi pusatnya12. Interaksi antara penggunaan lahan serta manusia, baik dalam segi
ekonomi, sosial, maupun politik menjadi pembentuk beberapa zona konsentris. Teori
konsentris sendiri memiliki kekurangan yaitu tidak berlaku di negara lain di luar Amerika
Serikat. Beberapa contoh kota yang menganut teori konsentris ini adalah Chicago, Kalkuta,
Adelaide, London, dan sebagian besar kota yang ada di Indonesia.
b. Teori Sektoral
Teori mengenai tata ruang yang kedua adalah teori sektoral. Menurut teori
sektoral ini, adanya pengelompokan dalam penggunaan lahan kota menjulur yang membuat
potongan kue tart yang disesuaikan dengan kondisi geografis kota serta rute transportasi
yang ada pada kota tersebut13.
c. Teori Inti Ganda
Teori mengenai tata ruang yang ketiga adalah teori inti ganda. Menurut teori inti
ganda ini, sebuah kota berawal dari sebuah pusat yang kemudian menjadi sebuah bentuk
yang kompleks. Bentuk kompleks tersebut terjadi disebabkan adanya kemunculan berbagai
nukleus baru yang dapat berupa perguruan tinggi, bandara, dan juga sebagainya 14.
d. Teori Konseptoral Tipe Eropa
Teori mengenai tata ruang yang keempat adalah teori konsektoral tipe Eropa.
Menurut teori konsektoral tipe Eropa ini merupakan gabungan antara teori konsentris

11
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-lingkungan-menurut-para-ahli/#google_vignette
12
https://www.gramedia.com/literasi/teori-sektoral/
13
Ibid.
14
Ibid.
dengan sektoral. DImana penekanan konsentris yang ada lebih ditekankan atau
ditonjolkan15.
e. Teori Konseptoral Tipe Amerika Latin
Teori mengenai tata ruang yang kelima adalah teori konsektoral tipe Amerika
Latin. Dimana teori konsektoral tipe Amerika Latin ini pertama kali dikemukakan oleh
Ernest Griffin serta Larry Ford tepatnya pada tahun 1980 yang didasari kajian penelitian
yang dilakukan di Amerika Latin 16.
f. Teori Poros
Teori mengenai tata ruang yang keenam adalah teori poros. Teori poros sendiri
pertama kali dikemukakan oleh Babcock tepatnya pada tahun 1932. Di dalam teori ini
dibahas dan ditekankan pada peranan sebuah transportasi yang dapat mempengaruhi
struktur keruangan kota17.
g. Teori Historis
Teori mengenai tata ruang yang ketujuh adalah teori historis. Teori historis sendiri
didasari pada analisis kenyataan historis yang memiliki kaitannya dengan perubahan
tempat tinggal penduduk yang terjadi di dalam sebuah kota 18.

2. Teori Lingkungan Hidup


a. Teori Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang
paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam
kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung19. Nilai tertinggi adalah
manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat
perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai
dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya
alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan

15
Ibid.
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.
19
https://dlh.slemankab.go.id/teori-teori-lingkungan-hidup/
kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak
mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
b. Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme Berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda
dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada
kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas
ekologis, baik yang hidup maupun tidak 20. Karena secara ekologis, makhluk hidup
dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya,
kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua
realitas ekologis.
c. Teori Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self).
Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan
tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik
bagi individu adalah baik untuk masyarakat 21. Orientasi etika egosentris bukannya
mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang
menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara
terpisah seperti “atom sosial” Inti dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf
menjelaskan: Bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri Dengan demikian, etika
egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk
memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini didasarkan pada berbagai
pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan dengan teori sosial liberal.
d. Teori Biosentrisme
Teori Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga
komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia 22.
Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic

20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
community). Inti pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai
nilai intrinsik dan keberadaannya memiliki relevansi moral 23.

23
Ibid.
BAB III

PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN FUNGSI TATA RUANG LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN


SAROLANGUN
Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara
sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melaku-
kan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya tersebut. Dalam ruang terdapat tiga
komponen-komponen lingkungan yang dapat berupa biotik dan abiotik serta kultural. Ketiga
komponen tersebut selalu saling interaksi, inte- grasi dan interdependensi dalam suatu ruang.
Karenanya untuk tidak menurunkan fungsi ke- tiga komponen tersebut, maka diperlukan
pengelolaannya.
Pemahaman tentang tata ruang dalam ar- ti luas mencakup keterkaitan dan keserasian
tata guna lahan, tata guna air, tata guna udara serta alokasi sumber daya melalui koordinasi
dan upaya penyelesaian konflik antar kepenti- ngan yang berbeda24. Asas penataan ruang
menurut undang-undang penataan ruang adalah sebagai berikut, pertama, Pemanfaatan ruang
bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi dan seimbang
dan berkelanjutan; dan kedua, Keterbukaan persamaan, keadilan10 dan perlindungan
hukum.
Asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan
dalam penataan ruang. Pertama, aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya
alam khususnya yang dimanfaatkan; kedua, Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai
pemanfaat; ketiga, aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu
masyarakat, yang mengatur pengelolaannya dengan mem- perhatikan dan mempertimbangkan
kondisi dan potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masya rakat agar pemanfaatan ruang
tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Penegakan hukum lingkungan tidak hanya ditujukan untuk memberikan hukuman
kepada perusak atau pencemar lingkungan hidup. Teta- pi juga ditujukan untuk mencegah
terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbul- kan perusakan dan atau pencemaran

24
Eko Budihardjo, 1997, Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Penerbit Andi, hlm. 68
lingkungan hidup. Oleh karena itu penegakan hukum ling- kungan tidak hanya bersifat
represif, tetapi ju- ga bersifat preventif25.
Berdasarkan visi dan misi dari pemerintahan Kabupaten Sarolangun terdapat
keterkaitan an- tara arah kebijakan yang diambil di hubungkan dengan penelitian tentang
pelaksanaan fungsi tata ruang dalam menjaga kelestarian lingku- ngan hidup di Kabupaten
Sarolangun. Kabupaten Sarolangun sebagaimana diketahui mempunyai potensi sumber daya
alam yang didukung ruang kondisi lahan dan iklim yang sesuai bagi pengembangan tata ruang
dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Dengan mengacu pada Undang- Undang
Nomor 26 Tahun 2007 seharusnya tata ruang Kabupaten Sarolangun berasaskan sebagai
berikut. Pertama, keterbukaan, yakni memperhatikan kesatuan kegiatan pemanfaatan ruang
yang dilakukan oleh pemerintah (pusat, pro- pinsi dan kota), sektor swasta/dunia usaha dan
masyarakat berdasarkan pertimbangan menyeluruh. Kedua, asas daya guna dan hasil guna,
yakni memperhatikan segenap potensi dan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang ada, agar dapat menghasilkan manfaat dan kualitas ruang yang optimal bagi
wilayah.
Ketiga, asas keserasian, keseimbangan dan keselarasan, yakni memperhatikan perse-
baran penduduk, pertumbuhan serta keterkait- an antar sektor dan antar kawasan, agar ter-
capai keselarasan, keserasian dan keseimbang- an struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah. Keempat, asas keberlanjutan, yakni memperhatikan kemampuan daya dukung SDA,
ling- kungan dan kepentingan generasi berikut agar tercapai kelestarian daya dukung secara
berke- lanjutan. Kelima, asas keterbukaan, yakni memperhatikan adanya hak yang sama pada
setiap masyarakat untuk menikmati manfaat dan atau nilai tambah ruang, serta hak untuk
mendapatkan penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya akibat kegiatan pemba-
ngunan yang sesuai dengan rencana. Keenam, asas perlindungan hukum, yakni
memperhatikan perlunya jaminan perlindungan hukum untuk memberikan kepastian dan rasa
aman dalam berusaha terhadap setiap hak aas pemanfaatan ruang yang diberikan.
Berdasarkan prinsip dasar dan asas-asas perencanaan di atas, seharusnya penyusunan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sarolangun menggunakan 3 (tiga) kegiatan

25
Sundari Rangkuti, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebi-jaksanaan Lingkungan Nasional (Edisi Kedua),
Surabaya: Airlangga University Press, hlm. 209-210
yang sebenarnya ini telah tertuang dalam buku rencana, tapi kenyataan di lapangan tidak
sesuai dengan perencanaan.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil penelitian perkembangan wilayah di
berbagai tempat di Kota Gorontalo saat ini sebenarnya sudah banyak yang tidak sesuai lagi
dengan konsep-konsep pengaturan atau penataan wilayah yang berlaku. Ini terlihat jelas
dengan tidak adanya regulasi yang tegas terhadap ekploitasi sumber daya alam sehingga
berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat. Serta tidak adanya perencanaan yang
terkonsep dengan baik sehingga penataan tata ruang wilayah kota sarolangun terlihat
sembrawut.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam pelaksanaannya, selayaknya
menghasilkan suatu kondisi yang ideal pada umumnya masih sulit terwujud. Salah satu
penyebabnya adalah terkait dengan landasan hukum atau legislasi berupa Peraturan Daerah
yang mengatur tentang Tata Ruang yang sampai sekarang belum ada pengaturannya.
Mengatasi kelemahan tersebut Pemerintah Kabupaten Sarolangun telah membuat sebuah
kebijakan Pengembangan Pusat Kegiatan Kabupaten Sarolangun.
Pertimbangan lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sarolangun
adalah mutlak untuk diperhatikan karena apabila aspek lingkungan tidak diintegrasikan, akan
memberikan dampak yang sangat besar terutama bagi kehidupan masyarakat di kemudian
hari. Karena pada dasarnya lingkungan memiliki keterbatasan daya dukung dan daya tampung
dalam menopang kehidupan baik manusia maupun makhluk lainnya, sehingga apabila daya
dukung tersebut terlampaui maka dapat dipastikan kelestarian fungsi lingkungan akan
terganggu.
Pembangunan tata ruang Kabupaten Sarolangun yang berwawasan pada pada
pelestarian fungsi komponen lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan dan dilaksanakan dengan kebijakan terpadu,
menyeluruh dan memperhitungkan kebutuhan generasi sekarang dan mendatang. Kebijakan
melindungi dan mengembangkan lingkungan hidup dalam hubungannya dengan kehidupan
masyarakat harus sesuai dan selaras dengan perkembangan kesadaran lingkungan hidup umat
manusia khususnya yang ada di Kabupaten Sarolangun.
Penegakan hukum secara refresif harus diambil dengan tegas kepada siapapun yang
salah dalam memanfaatkan tata ruang dan lingkungan hidup. Bagi pengambil kebijakan yang
salah membuat perencanaan tata ruang dan yang tidak sesuai asas tata ruang sebagaimana
dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan harus diberi sanksi yang berat. Bagi
masyarakat dan beberapa pengusaha yang kedapatan merusak lingkungan hidup misalnya
dengan kegiatan penebangan hutan harus diberi sanksi berat juga. Pada intinya dalam kondisi
seperti itu hukum tidak boleh pandang bulu atau tebang pilih bagi siapapun juga.

B. APA KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN FUNGSI TATA


RUANG BAGI LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN SAROLANGUN.
Pembangunan dalam arti luas, merupa- kan upaya sadar untuk mengubah suatu keadaan
secara berencana, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya. Dalam pembangunan terkandung perubahan yang meliputi perubahan struktur eko-
nomi, perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber alam dan
lingkungan hidup, perubahan teknologi, dan perubah-an sistem nilai.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 5 (lima) kendala dalam penyusunan
Rencana Umum Tata Ruang berupa. Pertama, rencana yang tersusun tidak memperhitungkan
keserasian, keseimbangan dan kelestarian ling- kungan. Oleh karena itu jika rencana tersebut
dijalankan sebagaimana yang ditetapkan maka diperkirakan dalam waktu jangka panjang akan
berakibat fatal bagi kelangsungan hidup ma- nusia dan makhluk hidup lainya. Kedua, kondisi
tidak ada ketegasan hukum bagi setiap orang yang melanggar ketentuan dalam ruang. Artinya
bahwa setiap orang yang melakukan penyimpangan penggunaan rencana tata ruang tidak
pernah diberikan sanksi. Ketiga, dalam perencanaan tata ruang selalu disatukan dengan rencana
pengembangan, sehingga penetapan rencana tata ruang menjadi kabur karena simpang siur
dengan rencana pengembangan. Seharusnya rencana pengembangan mengacu pada rencana tata
ruang. Keempat, dalam pene- tapan rencana tata ruang lebih banyak didominasi oleh keputusan
politik, sehingga obyektifitas terhadap karakteristik wilayah menjadi tidak dapat berjalan
dengan baik. Hal yang sering menjadi kenyataan dalam pengambilan keputusan Pemerintah
Kabupaten Sarolangun dalam pe- manfaatan fungsi tata ruang yang serasi dengan lingkungan
hidup yakni keputusan politik yang tidak didasarkan pada obyektifitas keadaan ruang yang
semakin sempit di wilayah Kabupaten Sarolangun. Kelima, dalam menghadapi otonomi daerah
setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, sehingga setiap upaya
pemanfaatan tata ruang diupayakan harus dapat memberikan sumbangan nilai ekonomi bagi
daerah.
Pemanfaatan fungsi tata ruang demi kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten
Sarolangun, walaupun sering berhadapan dengan berbagai kendala-kendala, namun apabila
dalam praktiknya dicarikan solusi yang tepat untuk menghadapi kendala-kendala tersebut,
maka cita-cita untuk menciptakan fungsi tata ruang demi kelestarian lingkungan hidup
Kabupaten Sarolangun dapat diwujudkan. Hal ini membutuhkan komitmen dari berbagai pihak
terutama Pemerintah Kabupaten Sarolangun dalam membuat regulasi atau peraturan daerah
(Perda) yang mengatur fungsi tata ruang Kabupaten Sarolangun. Demikian juga pihak-pihak
lain termasuk masyarakat, pengusaha dan instansi-instansi terkait yang ada hubungannya
dengan pengeloaan fungsi tata ruang.
BAB IV
A. KESIMPULAN
Pemanfaatan fungsi tata ruang demi kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten
Sarolangun belum sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, terutama
Undang- Undang Tata Ruang dan Undang-Undang Lingkungan hidup. Selain itu,
pemanfaatan fungsi tata ruang demi kelestarian lingkungan hidup di Kabupaten Sarolangun
belum memperhatikan analisis yang didasarkan sistem Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (AMDAL). Hal ini disebab kan pemanfaatan tata ruang seperti kawasan-
kawasan yang ada selama masih tumpah tindih dengan arah kebijakan yang diambil
Pemerintah Kota. Adapun kendala yang dihadapi dalam melaksanakan fungsi tata ruang bagi
lingkungan hidup di Kabupaten Sarolangun adalah rencana yang tersusun tidak
memperhitungkan keserasian, keseimbangan dan kelestarian lingkungan akibatnya muncul
berbagai konflik. Selain itu tidak adanya ketegasan hukum bagi siapa yang melanggar perintah
undang-undang tata ruang dan lingkungan hidup termasuk di dalamnya pengambil kebijakan
sendiri, masyarakat dan pengusaha.

B. SARAN
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, bahwa hal yang paling penting untuk
menjadi prioritas dalam menjalankan fungsi tata ruang di Kabupaten Sarolangun adalah
perencanaan yang sesuai dengan pelestarian lingkungan hidup dalam pembangunan yang
berkelanjutan, serta penegakan hukum yang tegas. Penegakan hukum secara refresif harus
diambil dengan tegas kepada siapapun yang salah dalam memanfaatkan tata ruang dan
lingkungan hidup. Bagi pengambil kebijakan yang salah membuat perencanaan tata ruang dan
yang tidak sesuai asas tata ruang sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan perundang-
undangan harus diberi sanksi yang berat.

Anda mungkin juga menyukai