Dapat kita ketahui penduduk di Indonesia saat ini sangatlah padat, terutama kota-kota
besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surakarta, dan masih banyak lagi kota-kota
lainnya. Jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang
semakin meningkat dan cepat. Menjadi sesuatu yang wajar karena daerah perkotaan
mempunyai daya tarik yang kuat. Jumlah penduduk perkotaan yang relatif padat tersebut
membutuhkan ketersediaan prasarana dan sarana perkotaan dan berbagai fasilitas pelayanan
ekonomi juga sosial dalam jumlah yang cukup besar serta kualitas pelayanan umum yang
cukup memadai. Permintaan pelayanan prasarana dan sarana yang dibutuhkan di daerah
perkotaan pada umumnya dirasakan jauh lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan
prasarana dan sarana yang dibangun. Tidak seimbangnya prasarana dan sarana perkotaan
dibanding dengan pertumbuhan penduduk menimbulkan ketidakteraturan2
Istilah tata ruang merupakan suatu kenyataan objektif. Wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang dapat bersifat teratur dan serasi, dapat pula kacau.Termasuk yang harus
dipahami bahwa wujud struktural terjadi karena proses-proses sosial, ekonomis, teknologis,
1
Wibisana, Andri G. “Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia”. Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan
Indonesia. Vol 2. No. 4
2
Nurfitriati, Ilva. “Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dalam Menata Ruang Kota”. 2015
1
politis dan administratif. Manfaat dan fungsi mestinya juga berarti yang di permukaan, bawah
permukaan dan atas permukaan bumi yang bersifat tetap. Dapat berupa bangunan, ladang,
hutan dan lain-lain di permukaan bumi, dapat juga suatu tambang, sumur bor, aquifier, dan
lain-lain di bawah permukaan dan rute penerbangan, penghawaan, pembawa hujan, dan lain-
lain diatas permukaan bumi3.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran rencana tata ruang dalam kaitanya dengan kelestarian lingkungan?
2. Bagaimana fungsi tata ruang kota dalam kelestarian lingkungan?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana peran rencana tata ruang dalam kaitanya dengan kelestarian
lingkungan secara global
2. Untuk mengetahui bagaimana fungsi tata ruang dalam menjaga kelestarian lingkungan
secara global
3
Wirasaputri, Nina Mirantie. “Proses Penyusunan Rencana Tata Ruang dalam Kaitan Kelestarian Fungsi
Lingkungan Hidup” Kanun Jurnal Ilmu Hukum. No. 62
4
Imran, Suwitno Y. “Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Kota Gorontalo”
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
2
PEMBAHASAN
1. Peran Rencana Tata Ruang Dalam Kaitanya dengan Kelestarian Lingkungan
a) Pengaturan Tata Ruang Kota di Indonesia
Dalam UU Tata Ruang, yang dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktural
dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak. Istilah tata ruang
merupakan suatu kenyataan objektif. Wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang
5
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Cet-7, Yogyakarta, 1999,
hlm. 123-124.
3
dapat bersifat teratur dan serasi, dapat pula kacau. Termasuk yang harus dipahami
bahwa wujud struktural terjadi karena proses-proses sosial, ekonomis, teknologis,
politis dan administratif. Manfaat dan fungsi mestinya juga berarti yang di permukaan,
bawah permukaan dan atas permukaan bumi yang bersifat tetap. Dapat berupa
bangunan, ladang, hutan dan lain-lain di permukaan bumi, 6 dapat juga suatu tambang,
sumur bor, aquifier, dan lain-lain di bawah permukaan dan rute penerbangan,
penghawaan, pembawa hujan, dan lain-lain diatas permukaan bumi.
Agar pengelolaan dan tata ruang tidak lagi dilihat sebagai management of growth
atau management of changes melainkan lebih sebagai managemant of conflicts.
Orientasi tujuan jangka panjang yang ideal perlu disenyawakan dengan pemecahan
masalah jangka pendek yang bersifat inpremental;
Mekanisme development control yang ketat agar ditegakan, lengkap dengan sanksi
(dis insentif) untuk yang melanggar dan bonus (insentif bagi mereka yang taat pada
peraturan);
Penataan ruang kota secara total, menyeluruh dan terpadu dengan model-model
participatory planning dan over-the-board planning atau perencanaan lintas
sektoral sudah dilakukan secara konsekuen dan berkesinambungan;
Kepekaan sosial-kultural para penentu kebijakan dan para profesioanal khususnya
di bidang tata ruang kota dan lingkungan hidup seyogyanya lebih ditingkatkan
melalui forum-forum pertemuan/ diskusi/ ceramah/ publikasi, penataran dan
pelatihan baik secara formal maupun informal;
6
Poerbo T. Kuswartojo, Lingkungan Binaan Untuk Rakyat, AKATIGA, Bandung, 1999, hlm. 212.
7
Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang 79 (Kencana, Jakarta, 2014).
4
Dalam setia perencanaan tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup agar
lebih diperhatikan perihal kekayaan khasanah lingkungan alam termasuk iklim
tropis yang bersahabat, yang selain akan memberikan kenyamanan biologis
tersendiri juga kan lebih menghemat energi (BBM maupun listrik) yang sekatang
sudah semakin mahal.Selain itu sepatutnya segenap pihak mencurahkan kepedulian
yang tinggi terhadap warisan budaya yang beberapa waktu terakhir ini cenderung
dilecehkan;
Peran serta penduduk dan kemitraan dengan swasta agar lebih digalakan untuk bisa
memecahkan masalah tata ruang kota dan pengelolaan lingkungan hidup dengan
prinsip win-win solution, tanpa ada yang merasa terlalu dirugikan.8
Dalam sistem ruang, wilayah nasional, Propinsi, Kabupaten dan Kota merupakan
subsistem ruang menurut batas administrasinya. Daratan, lautan dan udara merupakan
subsistem ruang sebagai suatu kesatuan wilayah. Pengelolaan subsistem ruang yang
satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, oleh karena itu pengaturan ruang
menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
(RTRWP) dengan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2003. RTRWP tersebut sebagai
hasil revisi RTRWP sebagaimana yang tertuang dalam Perda No. 8 Tahun 1992. UU
Otonomi Daerah tersebut mengharuskan adanya kesepakatan baru dalam RTRWP
sesuai dengan kewenangan antara pemerintah Propinsi dengan pemerintah
Kabupaten/Kota, dan di samping ada perubahan-perubahan kondisi yang bersifat
substantif-teknis.
8
Budihardjo, E & D.Sujarto, Kota Berkelanjutan, Penerbit Alumni, Bandung, 1999, hlm. 212-213.
5
Proses penyusunan telah dilakukan secara bertahap dimulai dari penjaringan
aspirasi dan komunikasi dengan pelaku-pelaku pembangunan terkait secara bertahap
dan berulang, baik dengan Pemerintah Pusat, Propinsi Tetangga, Kabupaten/Kota,
Represertatif dunia usaha, Perguruan Tinggi, Masyarakat dan Pers sehingga pada
akhirnya dapat dicapai suatu kesepakatan dan disyahkan menjadi Perda.
Berdasarkan dari uraian masing-masing bab diatas, maka dalam hal ini perlu
penulis simpulkan bahwa: Pertama, proses penyusunan Tata Ruang Wilayah dilakukan
dengan metode perencanaan yakni pendekatan wilayah, pendekatan ekonomi,
9
Badan Pusat Statistik, Jawa Tengah dalam angka 2005, Propinsi Jawa Tengah, 2005, hlm. 97.
6
pendekatan lingkungan yang berkelanjutan, pendekatan sosial budaya dan pendekatan
peran serta masyarakat dalam menyukseskan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Selanjutnya dalam hal ini kemudian dirumuskan suatu metode perencanaan yang
disusun berdasarkan suatu kerangka berpikir secara logis, terdiri dari serangkaian
tahapan kegiatan yang dilaksanakan secara konsisten dan sistematik.
Dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah ini
adalah pada hal ini para aparatur Pemerintah Daerah belum mempunyai kesamaan
dalam pola pikir, persepsi dan tata cara pandang dalam berbagai kegiatan penataan
ruang wilayah dan tidak adanya keterpaduan dalam perencanaan dan sinkronisasi
program pembangunan antara dinas daerah dan instansi yang ada di bawahnya maupun
yang ada di atasnya.
Kedua, dalam kajian proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah bahwa
Pemerintah tetap memperhatikan beberapa kebijakan penataan ruang bertambah besar
serta mengakibatkan pengurangan kewenangan Propinsi dalam penataan ruang
Kabupaten/Kota, yang mana dalam hal ini Pemerintah Daerah juga.
7
Dalam ruang terdapat tiga komponen-komponen lingkungan yang dapat berupa
biotik dan abiotik serta kultural. Ketiga komponen tersebut selalu saling interaksi,
integrasi dan interdependensi dalam suatu ruang.
Asas tersebut di atas memberi isyarat 3 (tiga) aspek pokok yang harus diperhatikan
dalam penataan ruang. Pertama, aspek lingkungan hidup fisik umumnya dan sumber daya
alam khususnya yang dimanfaatkan; kedua, Aspek masyarakat termasuk aspirasi sebagai
pemanfaat; ketiga, aspek pengelola lingkungan fisik oleh pemerintah yang dibantu
masyarakat, yang mengatur pengelolaannya dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan kondisi dan potensi lingkungan fisik serta kebutuhan masyarakat agar
pemanfaatan ruang tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.12
Sebagai suatu manajemen untuk mengatasi konflik, maka tujuan penataan ruang
meliputi: pertama, mewujudkan optimalisasi pemanfaatan ruang, baik sebagai sumber
daya alam maupun sebagai wadah kegiatan; kedua, meminimalisir konflik dari berbagai
kepentingan; ketiga, mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah dampak
negatif terhadap lingkungan; keempat, melindungi kepentingan nasional dalam rangka
pertahanan dan keamanan.13
Dan pada dasarnya fungsi penataan ruang antara lain, agar tercapai pemanfaatan
ruang yang berkualitas yakni mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatip terhadap lingkungan, dan mewujudkan keseimbangan
antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Sementara kebijakan dan strategi
pengembangan tata ruang dan lingkungan hidup pada dasarnya meliputi: pertama,
kebijakan dan strategi pemantapan kawasan lindung; kedua, kebijakan dan strategi
pemanfaatan kawasan budidaya; dan ketiga, kebijakan dan strategi pengembangan
kawasan strategis kota.15
14
“Arti Penting dan Implementasi Hukum Perijinan dalam Bidang Lingkungan Hidup Di Indonesia”, Vol.2
No.2 Desember 2005, Jurnal Civics Media Kajian Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
Universitas Negeri Yogyakarta, hlm. 88
15
Imran, Suwitno Y. “Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Kota Gorontalo”
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
9
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pembangunan dalam arti luas, merupakan upaya sadar untuk mengubah suatu
keadaan secara berencana, dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pada umumnya. Dalam pembangunan terkandung perubahan yang meliputi perubahan
struktur ekonomi, perubahan fisik wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber
alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi, dan perubahan sistem nilai.
2. Saran
Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 seharusnya tata
ruang kota berasaskan sebagai berikut. Pertama, keterbukaan, yakni memperhatikan
kesatuan kegiatan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah (pusat, propinsi dan
kota), sektor swasta/dunia usaha dan masyarakat berdasarkan pertimbangan menyeluruh.
Kedua, asas daya guna dan hasil guna, yakni memperhatikan segenap potensi dan
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada, agar dapat
menghasilkan manfaat dan kualitas ruang yang optimal bagi wilayah. Ketiga, asas
keserasian, keseimbangan dan keselarasan, yakni memperhatikan persebaran penduduk,
pertumbuhan serta keterkaitan antar sektor dan antar kawasan, agar tercapai keselarasan,
keserasian dan keseimbangan struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah. Keempat,
asas keberlanjutan, yakni memperhatikan kemampuan daya dukung SDA, lingkungan dan
kepentingan generasi berikut agar tercapai kelestarian daya dukung secara berkelanjutan.
Kelima, asas keterbukaan, yakni memperhatikan adanya hak yang sama pada setiap
masyarakat untuk menikmati manfaat dan atau nilai tambah ruang, serta hak untuk
mendapatkan penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya akibat kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana. Keenam, asas perlindungan hukum, yakni
memperhatikan perlunya jaminan perlindungan hukum untuk memberikan kepastian dan
rasa aman dalam berusaha terhadap setiap hak asas pemanfaatan ruang yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Budihardjo. 1997. Lingkungan Binaan dan Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Budihardjo, E & D.Sujarto. 1999. Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit Alumni.
10
Koesnadi Hardjasoemantri. 1999. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press Cet-7.
Poerbo T. Kuswartojo. 1999. Lingkungan Binaan Untuk Rakyat. Bandung: AKATIGA.
Badan Pusat Statistik, Jawa Tengah dalam angka 2005, Propinsi Jawa Tengah, 2005.
Jurnal Media Hukum, , Vol.14 No. 2 Desember 2007, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Jurnal Mimbar Hukum, Vol. 24 No.1 Februari 2012, Fakultas Hukum UGM, hlm. 147
Wibisana, Andri G. “Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia”. Lembaga Pengembangan
Hukum Lingkungan Indonesia. Vol 2. No. 4
Wirasaputri, Nina Mirantie. “Proses Penyusunan Rencana Tata Ruang dalam Kaitan
Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup” Kanun Jurnal Ilmu Hukum. No. 62
“Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam Putusan Hakim Di
Peradilan Perdata”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.12 No.3
Imran, Suwitno Y. “Fungsi Tata Ruang dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup Kota
Gorontalo” Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.
Nurfitriati, Ilva. “Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dalam Menata
Ruang Kota”. 2015
Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang 79 (Kencana, Jakarta, 2014).
11