Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


Tinjauan teori merupakan pendekatan teori yang digunakan penelitian untuk
menjelaskan persoalan penelitian. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tentang teori
perencanaan, aspek perencanaan, dan beberapa hal yang menjadi suatu dasar penyusunan
laporan ini tersebut.
2.1.1 Teori Perencanaan

2.1.2 Teori Tata Ruang


Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang
direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-
unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang
secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata
ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu juga, terdapat beberapa
pandangan para ahli mengenai tata ruang adalah sebagai berikut:
1. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang
merupakan wadah kehidupan yang mencakup ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara termasuk didalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya,
yang merupakan suatu keadaan kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk
hidup lainnya melakukan kegiatan dan memelihara keberlangsungan hidupnya
(Sujarto, 1992).
2. Menurut Wetzling (1978), tata ruang terkait dengan segala sesuatu yang berada di
dalam ruang sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan sehingga menunjukkan
distribusi tindakan manusia dan kegiatannya untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu, tata ruang merupakan jabaran dari produk perencanaan fisik.
3. Tata ruang mengandung arti penataan segala sesuatu yang berada di dalam ruang
sebagai wadah penyelenggaraan kehidupan. Tata ruang pada hakekatnya
merupakan lingkungan fisik dimana terdapat hubungan organisatoris antara
berbagai macam obyek dan manusia yang terpisah dalam ruang tertentu
(Rapoport, 1980).
4. Foley (1967) beranggapan bahwa kerangka konsepsi tata ruang meluas
menyangkut wawasan yang disebutnya sebagai wawasan bukan ketataruangan di
samping adanya wawasan ketataruangan. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa struktur fisik sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non fisik seperti
organisasi, pola sosial budaya dan nilai kehidupan komunitas .
2.1.3 Teori Struktur Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem
prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-
ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud
struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud
struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan
alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural
berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Struktur ruang wilayah kota merupakan gambaran sistem pusat pelayanan
kegiatan internal kota dan jaringan infrastruktur kota sampai akhir masa perencanaan,
yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota dan melayani fungsi kegiatan
yang ada/direncanakan dalam wilayah kota pada skala kota, yang merupakan satu
kesatuan dari sistem regional, provinsi, nasional bahkan internasional. Rencana sturktur
ruang kota mencakup: rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan kota, dan
rencana sistem prasarana kota. Rencana pengembangan pusat pelayanan kegiatan
kegiatan kota menggambarkan lokasi pusat-pusat pelayanan kegiatan kota, hirarkinya,
cakupan/skala layanannya, serta dominasi fungsi kegiatan yang diarahkan pada pusat
pelayanan kegiatan tersebut.
Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta
sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan
sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan
wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak.
Teori Tentang Struktur Ruang Kota Hubungan interaksi antara manusia dengan
lingkungannya mengakibatkan adanya pola penggunahan lahan yang beraneka ragam.
Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga
menuntut manusia yang mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang
berbeda pula. Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan
yang meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi.
Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah beberapa teori seperti teori konsentris,
sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).
Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan,
unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan sarana.Menurut
Doxiadis (1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas lingkungan yang
terbentuk oleh 5 unsur yaitu :
a. Alam (nature) Keadaan permukiman perkotaan berbeda dengan
permukiman perdesaan. Lansekap yang ada biasanya lebih luas, dan
biasanya berlokasi di dataran, dekat dengan danau, sungai atau laut, dan
dekat dengan rute transportasi. Hal ini cukup penting untuk perumahan
lebih dari 20.000 penduduk, dan menjadi prasyarat utama untuk
perumahan 100.000 penduduk atau lebih. Rumahrumah kecil perkotaan,
seperti yang dibuat di masa lalu dengan alasan keamanan, mungkin
terdapat di lembah, puncak bukit atau gunung.
b. Individu manusia (Antropos) dan Masyarakat (Society) Perumahan
dikarenakan perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin besar
perubahan perumahan dari desa ke kota, dan semakin besar kepadatan dan
ukuran dari perumahan perkotaan, semakin besar perbedaan di antara
orangorang. Dimensi dan karakteristik baru dalam pola hidup perkotaan
membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha untuk mencapai
atau melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan kondisi
tempat tinggal. Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan
komposisi umur dan jenis kelamin, dala struktur pekerjaan, dalam
pembagian tenaga buruh dan struktur sosial. Hal ini memaksa manusia
untuk mengembangkan karakteristik yang berbeda sebagai individual,
kelompok, dan komunitas.

c. Ruang Kehidupan (Shells) Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan


memiliki banyak karakteristik meskipun ukurannya bervariasi. Semakin
besar ukuran perumahan, semakin internasional karakteristiknya;
sementara semakin kecil ukurannya, semakin dipengaruhi oleh faktor
lokal.
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu :
1. Teori Konsentris (Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat
Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota
yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan
pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan
zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
2. Teori Sektoral (Hoyt,1939) menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK)
atau Central Bussiness District (CBD) memiliki pengertian yang sama
dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3. Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945) menyatakan bahwa
Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah
pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan
berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung
sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di
dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing”
distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49).

Jadi, dari teori-teori tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa


Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD)
merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk
kegiatan perdagangan skala kota.
2.1.4 Teori PerencanaanWilayah
Perencanaan wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang
dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih
baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya
dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai
sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh,
lengkap, tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Pelaksanaan perencanaan ruang wilayah ini disinonimkan dengan hasil akhir yang
hendak dicapai, yaitu tata ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Selain itu, penataan ruang diharapkan dapat mengefisiensikan
pembangunan dan meminimalisasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang
serta meminimalisasi dampak bencana yang akan muncul seperti banjir, tanah
longsor, dan penurunan kualitas lingkungan penduduk terutama di perkotaan akibat
ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang (Pemendagri No.
28,2008).
Perda nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang WilayahKabupaten
Sleman disebutkan bahwa terdapat lima Kecamatan di Kabupaten Sleman yang
akan digunakan sebagai kawasan Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kawasan ini
nantinya akan berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi, nasional, atau
internasional. Kelima kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Gamping,
Kecamatan Mlati, Kecamatan Godean, Kecamatan Depok, dan Kecamatan
Ngemplak. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dalam Perda Rencana Tata Ruang
dan Wilayah (RTRW) merupakan upaya untuk menjadikan kawasan tersebut
sebagai kawasan perkotaan baru.
Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaanwilayah
dapat dibagi atas empat komponen yaitu :
a. Physical Planning (Perencanaan fisik)
a. Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik
pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan
kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan
infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul
aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub
bagian kota secara komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini
telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan.
b. Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro)
a. Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah.
Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan
sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi
pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi
dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan
membuat kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan
ekonomi wilayah.
c. Social Planning (Perencanaan Sosial).
a. Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan,
integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita,
anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan
untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program
pembangunan sosial di daerah.
d. Development Planning (Perencanaan Pembangunan)
a. Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program
pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan
wilayah.

2.1.5 Teori Pembangunan


Pengertian teori pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-
macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda
oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara
satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa
pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2005).
Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha
atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam
rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita
(1994) memberikan penger- tian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana.

Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran


yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan
modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh
pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana pembangunan,
perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan
mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut mempunyai
perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai latar belakang,
azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang berbeda pula, meskipun
semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan perubahan (Riyadi dan Deddy
Supriyadi Bratakusumah, 2005).

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan
strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya,
dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor
industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar.
Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding
terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi
sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan
memperoleh akses terhadap sumber daya sosial- ekonomi, seperti pendidikan,
kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses
pembuatan keputusan politik.
2.1.6 Teori Desa
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tanggannya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia desa menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
mengartikan Desa sebagai berikut.
Desa juga dapat didefenisikan sebagai suatu masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa (Widjaja, 2003:3).
Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Desa juga dapat
dipahami sebagai lembaga asli pribumi yang mempunyai wewenang mengatur rumah
tangganya sendiri berdasarkan hukum adat (Soetardjo dalam Nurcholis, 2011:20).
Berdasarkan tinjauan geografis desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial,
politik, kultural, yang terdapat di suatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik
dengan daerah lain ( R. Bintarto, 1989). desa yang dijelaskan diatas dapat di simpulkan
bahwa desa merupakan self community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri.
Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka
posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian
yang seimbang terhadap penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan otonomi desa
yang akan mempengaruhi perwujudan otonomi daerah.
Sedangkan pengertian desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014, desa adalah desa dan desa
adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik indonesia.
Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah
No 72 Tahun 2005 tentang Desa yakni:
a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-
usul desa.
b. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Kabupaten/ Kota yang diserahkan pengaturannya Kepada Desa, yakni urusan
pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan
masyarakat.
c. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
kabupaten kota.
d. Urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.

Pemerintahan adalah perbuatan pemerintah oleh Organ-organ atau badan-


badan Legislatif, Eksekutif, dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan
pemerintahan Negara, Sedangkan pemerintahan dalam Arti sempit adalah perbuatan
memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajaranya dalam rangka
mencapai tujuan pemerintah Negara.

Pemerintah Desa atau disebut juga Pemdes adalah lembaga pemerintah yang
bertugas mengelola wilayah tingkat desa. Lembaga ini diatur melalui Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa yang diterbitkan untuk
melaksanakan ketentuan pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah. Pemimpin pemerintah desa, seperti tertuang dalam
paragraf 2 pasal 14 ayat (1), adalah kepala desa yang bertugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Sedangkan dalam UU
Nomor 6 tahun 2014 memberikan pengertian tentang, Pemerintah Desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut.

Pemerintah Desa atau disebut juga Pemdes adalah lembaga pemerintah yang bertugas

mengelola wilayah tingkat desa. Lembaga ini diatur melalui Peraturan Pemerintah No.
72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa yang diterbitkan untuk melaksanakan
ketentuan pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Pemimpin pemerintah desa, seperti tertuang dalam paragraf 2
pasal 14 ayat (1), adalah kepala desa yang bertugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Sedangkan dalam UU Nomor 6
tahun 2014 memberikan pengertian tentang, Pemerintah Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut.
2.1.7 Aspek Perencanaan
Dalam suatu proses perencanaan wilayah dan kota, umumnya terdapat 3(tiga) pelaku,
yaitu : (a) pengusaha/pemerintah, (b) pakar/perencana/ahli perencanaan, dan (c) masyarakat
atau pihak-pihak pemangku kepentingan. Adapun menurut Teori Archibugi, perencanaan
wilayah dapat dibagi menjadi empat komponen, yaitu sebagai berikut.

a. Physical Planning (Perencanaan Fisik).


Perencanaan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembagan
wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik
kota dengan jarring infrastuktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul
aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub-bagian kota secara
komperhensif. Dalam aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
Perencanaan Wilayah dalam bentuk Master Plan (tata ruang, lokasi tempat tinggal,
aglomerasi, dan penggunaan lahan).

b. Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro).


Dalam perencanaan ini berkaitan Perencanaan Ekonomi Wilayah. Mengingat ekonomi
wilayah menggunak teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang
berkaitan dengan pembanguan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi
pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Perencanaan Ekonomi Makro Wilayah adalah dengan membuat kebijakan ekonomi
wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari
perencanaan ini adalah keijakan bidak aksesibilitas lebaga keuangan, kesempatan kerja,
tabungan).

c. Sosial Planning (Perencanaan Sosial).


Perencanaan Sosisal membahas tentang Pendidikan, Kesehatan, integritas sosial, kondisi
tempat tinggal, dan tempat kerja, Wanita, anak-anak, danmasalah criminal. Perencanaan
sosial diarahkan untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan
sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan domografis.

Anda mungkin juga menyukai