Anda di halaman 1dari 21

Mata Kuliah : Hukum dan Administrasi Perencanaan

Tanggal : 7 Januari 2019


Dosen : Ratih Rantini.ST., MT.

MEKANISME PERENCANAAN SPASIAL


Tugas Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Hukum dan Administrasi
Perencanaan

Disusun Oleh:

Enzie Pradana S 163060031

Fikry Adi S 163060041

Aditya Darmawan 163060075

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan sebenarnya adalah suatu cara “rasional” untuk
mempersiapkan masa depan Becker (2000) dalam Rustiadi (2008 h.339).
Sedangkan menurut Alder (1999) dalam Rustiadi (2008 h.339) menyatakan
bahwa Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di
masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan
untuk mencapainya. Sebagian kalangan berpendapat bahwa perencanaan adalah
suatu aktivitas yang dibatasi oleh lingkup waktu tertentu, sehingga perencanaan,
lebih jauh diartikan sebagai kegiatan terkoordinasi untuk mencapai suatu tujuan
tertentu dalam waktu tertentu. Artinya perencanaan adalah suatu proses
menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan dating serta menetapkan
tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dengan demikian, proses
perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian serta mengkaji
berbagai ketidakpastian yang ada, mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk
mencapainya kemudian memilih arah-arah terbaik serta memilih langkah-
langkah untuk mencapainya.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan
ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial
(berkesinambungan dari masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan
berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai
strategis kawasan.

1
Perencanaan tata ruang di Indonesia sudah diatur dalam UU Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Menurut definisi yang terdapat di undang-
undang tersebut, perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana
tata ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran


1.2.1 Tujuan
Mengetahui mekanisme dari perencanaan spasial atau tata ruang.

1.2.2 Sasaran
Diketahuinya mekanisme dari perencanaan spasial atau tata ruang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ruang , Tata Ruang, dan Penataan Ruang
Menurut D.A. Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah
“wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan
wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu
kualitas kehidupan yang layak”.
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah
susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Hal tersebut
merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi
Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah sususnan pusat-pusat
pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional) dan pola ruang (ialah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budi daya).

2.2 Asas Dan Tujuan Penataan Ruang


Menurut “Herman Hermit “sebagaimana asas hukum yang paling utama
yaitu keadilan, maka arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan
dalam pengaturan (substansi peraturan perundang-undangan) apa pun, termasuk
Undang-Undang Penataan Ruang, wajib dijiwai oleh asas
keadilan”.Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
1. Keterpaduan

4
Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas
wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain,
adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola
ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
3. Keberlanjutan
Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang
terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berk
ualitas.
5. Keterbukaan
Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.
6. Kebersamaan dan kemitraan
Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
7. Perlindungan kepentingan umum
Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
8. Kepastian hukum dan keadilan

5
Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-
undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan
rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak
secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
9. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat
dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, embiayaannya, maupun hasilnya.

2.3 Pelaksanaan Tata Ruang


Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat
terpisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Indonesia
sebagai salah satu negara yang menganut paham Welfare state berkewajiban
untuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara
optimal berbagai sumber daya yang ada guna memenuhi kebutuhan hidup
rakyatnya. Kewajiban negara ini diperkuat dengan dicantumkannya dalam
konstitusi negara yakni pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
memiliki kekuasaan atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Dengan
kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara dan tanpa
alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahterakan rakyatnya.
Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahterakan
tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara
ideal berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh rakyat atau yang termasuk
dalam kontitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan
pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau
hambatan.Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan
negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten.
Hadirnya konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya
merupakan intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai
pola pemerintahan yang dianggap ideal yakni perubahan system pemerintahan

6
dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyataannya dapat dibilang masih
ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya.
Yang menjadi fungsi hukum dalam setiap proses penataan (perencanaan,
pemanfaatan dan pengendalian) ruang yaitu
 Perencanaan
Fungsi hukum dalam perencanaan ruang ini ialah sebagai Social Injenering
yang termuat dalam Perda untuk wilayah tertentu dan UU untuk keseluruhan
wilayah suatu negara. Artinya, proses untuk menentukan struktur ruang dan pola
ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang supaya dapat
direalisasikan dengan baik.
 Pemanfaatan
Fungsi hukum dalam pemanfaatan ruang ialah sebagai social Control untuk
mengawasi didalam penggunaan ruang. Artinya, upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksaan program beserta pembiayaanya.
 Pengendalian
Fungsi hukum dalam pengendalian ruang ialah untuk mewujudkan tertib tata
ruang. Yang artinya ialah untuk mengendalikan subyek hukum yang sedang dan
yang akan menggunakan ruang itu, sehingga subyek hukum itu dapat terkontrol
atau terkendali dalam penggunaan ruang.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan Tata Ruang


Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
 rencana umum tata ruang; dan
 rencana rinci tata ruang.

Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud di atas secara berhierarki terdiri
atas:
 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
 rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
 rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas terdiri atas:


 rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional;
 rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
 rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan
strategis kabupaten/kota.

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang.

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas disusun apabila:


 rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau
 rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan
skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian
sebelum dioperasionalkan.
 Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud di atas dijadikan dasar
bagi penyusunan peraturan zonasi.

8
3.1.1 Cakupan Rencana Tata Ruang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan
rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi.

3.1.2 Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang


Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali. Peninjauan kembali rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
 rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan masa
berlakunya; atau
 rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.

Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan rekomendasi


sebagaimana dimaksud di atas, revisi rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap
menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana
tata ruang sebagaimana dimaksud di atas akan diatur dengan peraturan pemerintah.

3.1.3 Muatan Rencana Tata Ruang


Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola
ruang.

Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud meliputi rencana sistem pusat


permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

Rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, pertahanan, dan keamanan.

Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud di atas, dalam


rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas daerah aliran sungai.

9
Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah,
antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang
berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata
ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.

3.1.4 Penetapan Rencana


Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah
provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan
substansi dari Menteri.

Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang


wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi
Gubernur.

Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata
ruang wilayah provinsi dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud di atas diatur dengan peraturan Menteri

3.2 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional


Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan:
 Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
 Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian
implikasi penataan ruang nasional;
 Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi;

Aspek lain yang harus menjadi perhatian dalam penyusunan Rencana Tata Ruang
Nasional adalah:
 Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah;
 Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
 Rencana pembangunan jangka panjang nasional;

10
 Rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan
 Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:


 Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;
 Rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan
nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah
pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;
 Rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung
nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;
 Renetapan kawasan strategis nasional;
 Arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka
menengah lima tahunan; dan
 Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi
indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:


 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;
 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
nasional;
 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
 penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
 penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

11
Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali
dalam 5 (lima) tahun.

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.

3.3 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi


Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
 pedoman bidang penataan ruang; dan
 rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:


 perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang provinsi;
 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;
 keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan
kabupaten/kota;
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
 rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;
 rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
 rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:


 tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;
 rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan
dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam
wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
 rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

12
 penetapan kawasan strategis provinsi;
 arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
 arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi
indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan
insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:


 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah
provinsi;
 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;
 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
 penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
 penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.
Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud di atas ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan
Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan peraturan
daerah provinsi.

13
3.4 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:
 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah
provinsi;
 pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
 rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:


 perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kabupaten;
 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;
 keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
 rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan
 rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:


 tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
 rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan
di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten;
 rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung
kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;
 penetapan kawasan strategis kabupaten;
 arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
 ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.

14
Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
 penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud ditinjau kembali 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah


kabupaten.

Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan


peraturan daerah kabupaten.

3.5 Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota


Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada:
 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah
provinsi;
 pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan
 rencana pembangunan jangka panjang daerah.

15
Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan:
 perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi
penataan ruang kota;
 upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kota ;
 keselarasan aspirasi pembangunan kota ;
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
 rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan; dan
 rencana tata ruang kawasan strategis kota.

Rencana tata ruang wilayah kota memuat:


 tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota ;
 rencana struktur ruang wilayah kota yang meliputi sistem perkotaan di
wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kota ;
 rencana pola ruang wilayah kota yang meliputi kawasan lindung kota dan
kawasan budi daya kota;
 penetapan kawasan strategis kota;
 arahan pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan; dan
 ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota yang berisi
ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif
dan disinsentif, serta arahan sanksi.

Rencana tata ruang wilayah kota menjadi pedoman untuk:


 penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
 penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
 pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota;
 mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;
 penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
 penataan ruang kawasan strategis kota.

16
Rencana tata ruang wilayah kota menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi
pembangunan dan administrasi pertanahan.

Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun.
Rencana tata ruang wilayah kota sebagaimana dimaksud ditinjau kembali 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun. kota

Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau
perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten
yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kota ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Rencana tata ruang wilayah kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan
peraturan daerah kota.

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud di


atas berlaku mutatis mutandis untuk perencanaan tata ruang wilayah kota, dengan
ditambahkan:
 rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
 rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
 rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi
bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.

Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari ruang terbuka hijau
publik dan ruang terbuka hijau privat.

Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas wilayah kota.

Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh)
persen dari luas wilayah kota.

17
Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud di atas disesuaikan
dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan rencana
struktur dan pola ruang.

3.6 Pemanfaatan Ruang


Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang
beserta pembiayaannya.

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan dengan


pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan
ruang di dalam bumi.

Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sebagaimana dimaksud di atas


termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat di dalam rencana tata
ruang wilayah.

Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu


indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang.

Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana dimaksud di atas


disinkronisasikan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif
sekitarnya.

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan


standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

3.7 Pemanfaatan Ruang Wilayah


Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota
dilakukan:
 perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang wilayah
dan rencana tata ruang kawasan strategis;
 perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur ruang dan
pola ruang wilayah dan kawasan strategis; dan

18
 pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan strategis.

Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang


wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana dimaksud di atas
ditetapkan kawasan budi daya yang dikendalikan dan kawasan budi daya yang
didorong pengembangannya.

Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan melalui


pengembangan kawasan secara terpadu.

Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sesuai dengan:


 standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
 standar kualitas lingkungan; dan
 daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

3.8 Pengendalian Pemanfaatan Ruang


Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui :
1. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud disusun sebagai pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang.

Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona
pemanfaatan ruang.

Peraturan zonasi ditetapkan dengan:


 peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;
 peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi;
dan
 peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

2. Perizinan
Ketentuan perizinan diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

19
Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-
masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar, batal demi hukum.

Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana di atas,


dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata
ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan
memberikan ganti kerugian yang layak.

Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang


dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian
yang layak sebagaimana dimaksud di atas diatur dengan peraturan pemerintah.

3. Insentif dan Disinsentif


Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh
Pemerintah dan pemerintah daerah.

Insentif sebagaimana dimaksud di atas, yang merupakan perangkat atau upaya


untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa:
 keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham;
 pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

20
 kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
 pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah
daerah.

Disinsentif sebagaimana dimaksud , yang merupakan perangkat untuk mencegah,


membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan
rencana tata ruang, berupa:
 pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan
ruang; dan/atau
 pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.


Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
 Pemerintah kepada pemerintah daerah;
 pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan
 pemerintah kepada masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan peraturan pemerintah.

4. Sanksi
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 merupakan tindakan
penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

21

Anda mungkin juga menyukai